Anda di halaman 1dari 8

2.

1 ASPEK SOSIAL YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN


 Proses Tejadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni.
1.  Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3. Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi
dirinya).Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses


seperti ini didasari oleh pengetanhuan, kesadaran, dan sikap yang positif
maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long
lasting). Notoatmodjo, 2003.

Nilai-nilai sosial budaya adalah warisan adat istiadat dari leluhur negara
tersebut yang telah berhasil dipertahankan hingga menjadi catatan sejarah.
melalui proses perjuangan hidup manusia beribu-ribu tahun terhadap alam
dan melawan berbagai ancaman, terbentuklah budaya yang mengikuti
pengembangan yang sesuai pada situasi dan tampat dimana budaya itu
berkembang.

Jadi nilai-nilai sosial budaya itu bukan ada begitu saja, melainkan ada
recordnya kronologinya, misalnya jepang yang konon leluhurnya banyak
berasal dari "perompak", menjadikan budaya jepang muncul "bushido".

Hubungan sosial budaya sangat erat dengan negara, karena dalam


dunia international, ada "penilaian". sebagai contoh, kalo negara dah
dicap"negara teroris", maka tamatlah masa depannya. siapa yang mau
ber"urusan"dengan teroris yg tidak mengenal "keprimanusiaan"?

 Budaya yang Mempengaruhi Kesehatan


Dalam teori HL Blum tentang status ksehatan,maka dijelaskan
tentang beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan,antara
lain:lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik,sosial
budaya,ekonomi,prilaku,keturunan,dan pelayanan kesehatan.Selanjutnya
Blum juga menjelaskan,bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja
mempengaruhi status kesehatan,tetapi juga mempengaruhi perilaku
kesehatan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari
banyak suku bangsa yang mempunyai latar budaya yang beraneka
ragam.lingkungan budaya tersebut sangat mepegaruhi tingkah laku manusia
yang memiliki budaya tersebut,sehingga dengan beranekaragam
budaya,menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala
hal,termasuk dalam perilaku kesehatan.
Dengan masalah tersebut,maka petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dangan latar budaya
yang beraneka ragam,perlu sekali mengetahui budaya dan masyarakat yang
dilayaninya,agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat
akan memberikan hasil yang optimal,yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Manusai adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa
hidup sendiri sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan
masyarakat.dengan definisi tersebut,Ternyata pengertian masyarakat masih
dirasakan luas dan abstrak sehingga untuk lebih konkretnya maka ada
beberapa unsur masyarakat,unsur masyarakat dikelompokan menjadi 2
bagian yaitu:kesatuan sosial dan pranata sosial.kesatuan sosial merupakan
bentuk dan susunan dari kesatuan-kesatuan individu yang berinteraksi
dengan kehidupan masyarakat.sedangkan yang dimaksud pranata sosial
adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada
suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.norma-norma
tersebut memberikan Petunjuk bagi tingkah laku seseorang yang hidup
dalam masyarakat.
Kebudayaan dalam pengertian yang terbatas,banyak orang yang
memberikan definisi kebudayaan sebagai bangunan yang indah,candi,tari-
tarian,seni suara dan seni rupa.
ikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang komleks yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,kepercayaan dan kemampuan
kesenian.moral hukam adat istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan-
kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.sedangkan
menurut
Koentjaraningrat mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah seluruh
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang
haus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tesusun dalam
kehidupan masyarakat.
Selanjutnya dijelaskan beberapa aspek sosial budaya yang
mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan.yang pertama
yaitu:

1. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola
penyakit berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebih banyak
menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usia lebih banyak
menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung
koroner, kanker, dan lain-lain.

2. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang
berbeda pula. Misalnya dikalangan wanita lebih banyak menderita
kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak menderita penyakit
kanker prostat.

3. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit.
Misalnya sebaliknya buruh yang bekerja di industry, misalnya di
pabrik tekstil banyak menderita penyakit saluran pernapasan
karena banyak terpapar dengan debu.

4. Sosial Ekonomi
Keadaan social ekonomi juga berpengaruh pada pola
penyakit. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada
golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya
maltrunisi lebih banyak ditemukan di kalangan masyarakat yang
status ekonominya rendah.

Jika dilihat dari aspek umur,maka ada perbedaan golongan penyakit


berdasarkan golongan umur.misalnya dikalangan balita banak yang
menderita penyakit infeksi, sedangkan pada golongan dewasa atau usia
lanjut lebih banyak menderita penyakit kronis. Demikian juga dengan aspek
golongan menurut jenis kelamin,dikalangan wanita lebih banyak menderit
kanker payudara,sedangkan pada pria, lebih banyak menderita kanker
prosat.
Begitu juga dengan jenis pekerjaan,dikalangan petani lebih banyak
menderita penyakit cacingan,karena aktifiasnya banyak dilakukan
disawah,sedangkan pada buruh tekstil lebih banyak menderita penyakit
salura pernafasan kaena banyak terpapar debu. Keadaan sosial ekonomi
juga mempengaruhi pada pola penyakit,bahkan juga berpengaruh pada
kematian,misalnya angka kematian lebih tinggi pada golonga yang status
ekonominya rendah dibandingkan dengan status ekonominya
tinggi.demikian juga obesitas lenih ditemukan pada kalangan masyarakat
dengan status ekonoinya tinggi.

Menurut H Ray Elling(1970)ada beberapa faktor sosial yang


berpengaruh pada perilaku kesehatan antara lain :

1. Self Concept
Self concept ditentukan oleh tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama
bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita terhadap orang lain.
Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita
lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita, begitu pula
sebaliknya. 
2. Image Kelompok
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image
kelompok. Sebagai contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh
organisasi kedokterandan orang-orang dengan pendidikan tinggi,
sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan
lingkungan medis dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita
untuk menjadi dokter.

G.M foster menambahkan,bahwa identifikasi individu kepada


kelompoknya juga berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.

1.     Pengaruh self concept kita ditentukan oleh tingkat kepuasan atau tidak
kepuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri,terutama
bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada orang lain,oleh
karena itu,secara tidak langsung self concept kita cenderung
mementukan,apakah kita akan menerima keadaan diri kita seperti
adanya atau berusaha untuk mengubahnya.self concept adalah faktor
yang penting dalam kesehatan,karena mempengaruhi perilaku
masyarakat dan juga perilaku petugas kesehatan.

2.     Pengaruh image kelompok.image seseorang individu sangat


dipengaruhi oleh image kelompok.sebagai contoh,seorang anak dokter
akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan
pendidikan tinggi,sedangkan anak petani tidak terpapar dengan
lingkungan medis,dan besar kemungkinan juga tidak becita-cita untuk
menjadi dokter.

2.2 ASPEK BUDAYA YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN DAN PERILAKU


KESEHATAN

MENURUT G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan :

1) Pengaruh Tradisi
Tradisi adalah suatu wujud budaya yang abstrak dinyatakan dalam
bentuk kebiasaan, tata kelakuan dan istiadat. Ada beberapa tradisi di dalam
masyarakat yang dapat berpengaruh negative atau positif.

2) Sikap Fatalistis
Sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh
: beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu (fanatik)
sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk
segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.

3) Pengaruh Nilai
Nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan.

4) Sikap Ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.

5) Pengaruh kosenkuesi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan


Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah
konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis
factor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan dan berusaha
untuk memprediksitentang apa yang akan terjadi dengan perubahan
tersebut.
2.3 ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM PROGRAM KB
Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk suatu
keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Program
KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun
1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan dengan
menggunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan
ekonomi dan social bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha
perancanaan dan pengendalian penduduk (Saifuddin, 2006).

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan


kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita. Meskipun
tidak selalui demikian, peningkatan dan perluasan pelayanan Keluarga
Berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami
oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang
sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi
juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima
sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan
seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Maryani,
2008).

Banyak wanita yang mengalami kesulitan dalam menentukan


pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode
yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang persyaratan dan
keamanan metode kontrasepsi tersebut. Kurangnya informasi tentang
metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan para ibu menyebabkan
keengganan mereka mengikuti program Keluarga Berencana. Hal ini selain
mengakibatkan tingginya paritas pada seorang ibu yang berdampak pada
tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, juga meningkatkan jumlah
penduduk yang tidak terkendali. Berbagai faktor yang harus
dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek samping potensial,
konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga yang
direncanakan, persetujuan suami, dan norma budaya yang ada. Tidak ada
satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien,
karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual
bagi klien (Saifudin, 2006).

Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB


yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri
berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang
mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain:
tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan
dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan
mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode
atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda
(Bari, 2006).

Faktor-faktor sosial budaya kependudukan :

1. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk
dengan luas area dimana mereka tinggal.Beberapa pengamat masyarakat
percaya bahwa konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk
bumi,yakni bahwa penduduk yang tak terkontrol dapat menyebabkan
katastrofi Malthus. Beberapa menyangkal pendapat ini. Negara-negara kecil
biasanya memiliki kepadatan penduduk tertinggi, di antaranya : Monako,
Singapura , Vatikan, dan Malta. Di antara Negara besar yang memiliki
kepadatan penduduk tinggi adalah Jepang dan Bangladesh.

2. Piramida penduduk
Distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam negara atau
wilayah tertentu dapat digambarkan dengan suatu piramida penduduk.
Grafik ini berbentuk segitiga,dimana jumlah penduduk pada system
koordinat kartesius,sedang kelompok usia (cohort) pada system koordinat
kartesius. Penduduk laki-laki ditunjukkan pada bagian kiri sumbu
vertical,sedang penduduk perempuan di bagian kanan. Piramida penduduk
menggambarkan perkembangan penduduk dalam waktu kurun tertentu.
Negara atau daerah dengan angka kematian bayi yang rendah dan memiliki
usia harapan hidup tinggi,bentuk piramida penduduknya hampir
menyerupai kotak,karena mayoritas penduduknya hidup hingga usia tua.
Sebaliknya yang memiliki angka kematian bayi tinggi dan usia harapan hidup
rendah,piramida penduduknya menyerupai genta (lebar di tengah) yang
menggambarkan tingginya angka kematian.

Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi pertumbuhan


penduduk,umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran.Dokumen dari
Yunani Kuno telah membuktikan adanya upaya pengendalian jumlah sejak
zaman dahulu kala.Salah satu contoh pengendalian penduduk yang
kebijakan ini diduga banyak menyebabkan terjadinya aksi pembunuhan
bayi,pengguguran kandungan yang dipaksakan ,serta sterilisasi wajib.
Indonesia juga menerapkan pengendalian penduduk, yang dikenal dengan
program Keluarga Berencana (KB), meski program ini cenderung bersifat
persuasive ketimbang dipaksakan. Program ini dinilai berhasil menekan
tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia
3. Ledakan penduduk
Buku berjudul The Population Bomb (Ledakan penduduk) pada
tahun 1968 oleh Paul R.Ehrlich meramalkan adanya bencana kemanusiaan
akibat terlalu banyaknya penduduk dan ledakan penduduk.Karya tersebut
menggunakan argument yang sama seperti yang dikemukakan Thomas
Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798),bahwa laju
pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan
melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan.

Anda mungkin juga menyukai