Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 1

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK NEFROTIK SYNDROME

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1


Dengan dosen pembimbing Ibu Dr. Nurul Puji Astuti S.Kep., Ns. M. Kes.

Oleh :
1. Lia Wiji Rahayu (P17220184055)
2. Vivi Noviyanti (P17220184063)
3. Fitria Dwi Aidha (P17220184080)
4. M. Ali Yafi (P17220084089)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN LAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur, kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tugas matakuliah
Keperawatan Anak 1 tentang “NEFROTIK SYNDROME”. Dalam penyusunan
makalah ini, kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Nurul Puji Astuti S.Kep.,Ns. M. Kes selaku dosen pembimbing
2. Orang tua yang selalu memberikan bantuan dan dorongan baik materil
maupun spiritual.
3. Semua rekan-rekan yang terlibat.
kami menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
demi sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
kami maupun bagi pembaca.

Malang, 04 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................i
Daftar isi...................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................2

BAB II Pembahasan
2.1 Definisi.........................................................................................................3
2.2 Etiologi.........................................................................................................3
2.3 Tanda dan Gejala..........................................................................................4
2.4 Patofisiologi.................................................................................................5
2.5 Komplikasi...................................................................................................5
2.6 Prognosis......................................................................................................8
2.7 Cara Mendiagnosa dan Pemeriksaan Penunjang..........................................8
2.8 Penatalaksanaan...........................................................................................9
2.9 Asuhan Keperawatan.................................................................................11

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan................................................................................................24
3.2 Saran...........................................................................................................24

Daftar Pustaka........................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai
pada anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis
yang terdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari
atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+),
hipoalbuminemia <2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200
mg/dL terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak
diketahui (Trihono et al., 2008).
Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan
prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi.Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada
anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1 (Trihono et al., 2008).
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi menjadi
primer/idiopatik termasuk di dalam nya kongenital dan sekunder akibat
penyakit sistemik (Kliegman et al., 2007).Pasien sindrom nefrotik biasanya
datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai
asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria,
gejala infeksi, nafsu makan berkurang, diare, nyeri perut akibat terjadinya
peritonitis, dan hipovolemia.Prognosis sindrom nefrotik menjadi gagal ginjal
berkisar antara 4-25% dalam waktu 5-20 tahun.Hal ini salah satunya
dipengaruhi oleh diagnosis dini dan penatalaksanaan awal yang tepat (Atalas
et al., 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Nefrotik Syndrome ?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit Nefrotik Syndrome?
3. Apa saja tanda dan gejala dari Nefrotik Syndrome?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Nefrotik Syndrome?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit Nefrotik Syndrome?

1
2

6. Bagaimana prognosis dari Nefrotik Syndrome?


7. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit Nefrotik Syndrome?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Nefrotik Syndrome?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Nefrotik Syndrome
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Nefrotik Syndrome
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Nefrotik Syndrome
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Nefrotik Syndrome
5. Untuk mengetahui apa saja komplikasi penyakit Nefrotik Syndrome
6. Untuk mengetahui prognosis dari Nefrotik Syndrome
7. Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit Nefrotik Syndrome
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Nefrotik Syndrome
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai
pada anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis
yang terdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari
atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+),
hipoalbuminemia <2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200
mg/dL terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak
diketahui (Trihono et al., 2008).
Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan
filtrasi glomerulus.

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan


bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi
pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia,
hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

2.2 Etiologi
Etiologi pasti dari sindrom nefrotik belum diketahui. Akhir-akhir ini
sindrom nefrotik dianggap sebagai suatu penyakit auto imun yang merupakan
suatu reaksi antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2
golongan, yaitu :
a. Sindrom Nefrotik Primeratau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital,
yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau
usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena

3
4

reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah


edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah
dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak (Kliegman
et al., 2007).
b.Sindrom Nefrotik Sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain : (Eddy
dan Symons, 2003)
- Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema
- Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
- Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular
- Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schönlein, sarkoidosis
- Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:
a. Kenaikan berat badan
b. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata,
tampak pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
c. Pembengkakan abdomen (asites)
d. Efusi pleura
e. Pembengkakan labia atau skrotum
f. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare,
anoreksia, dan absorpsi intestinal buruk
g. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
5

h. Iritabilitas
i. Mudah letih
j. Letargi
k. Tekanan darah meningkat
l. Rentan terhadap infeksi
m. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih

2.4 Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan
dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke
dalam interstisial.Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon
ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air.
Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau
penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya
produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon
imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia

2.5 Komplikasi
Komplikasi medis dari sindrom nefrotik dapat berpotensi serius.
Komplikasi ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok utama : komplikasi akut
yang berkaitan dengan keadaan nefrotik, terutama infeksi dan penyakit
tromboemboli, dan gejala sisa jangka panjang sindrom nefrotik dan pengobatan,
6

terutama efek pada tulang, pertumbuhan, dan sistem kardiovaskular. Sebuah aspek
penting yang ketiga adalah dampak psikologis dan tuntutan sosial pada anak yang
mengalami sindrom nefrotik, dan keluarga mereka .

a. Komplikasi Infeksi
Infeksi berat, khususnya selulitis dan peritonitis bakteri spontan dapat
menjadi komplikasi sindrom nefrotik.Ketahanan terhadap infeksi bakteri
bergantung pada berbagai faktor predisposisi. Kerusakan pada proses
opsonisasi bergantung pada komplemen dapat memperlambat proses klirens
mikroorganisme yang berkapsul, khususnya Streptococcus pneumonia.
Vaksinasi pneumokokus disarankan bagi pasien dengan sindromnefrotik.
Sebagian besar anak-anak dengan sindrom nefrotik idiopatikterserang
virus varicella non-immune, sehingga diperlukan perlakuan khusus agar
terhindar dari paparan virus varicella.Terapi profilaksis denganimun globulin
varicella zoster disarankan untuk pasien non-imun yang mendapatkan
perawatan imunosupresif.Apabila terjadi serangan remisi, imunisasi dengan
vaksin varisela dapat diberikan karena aman dan efektif, meskipun dosis
tambahan diperlukan untuk mencapai imunitas penuh.Penggunaan asiklovir
oral dapat mencegah infeksi varisela berat pada pasien yang mengkonsumsi
obat kortikosteroid.

b. Komplikasi Tromboembolik
Pasien nefrotik memiliki resiko yang signifikan terjadinya trombosis.
Meskipun angka resiko lebih kecil dari pada dewasa, kejadian thrombosis
dapat menjadi komplikasi yang hebat.Terdapat berbagai faktor yang memicu
disregulasi dari koagulasi pada pasien sindrom nefrotik, antara lain
peningkatan sintesis faktor pembekuan (fibrinogen, II, V, VII, VIII, IX, X,
XII), antikoagulan (antithrombin III) yang keluar melalui urine, abnormalitas
platelet ( thrombositosis, peningkatan agregabilitas), hiperviskositas, dan
hiperlipemia. Meskipun demikian tidak ada satu tes laboratorium pun yang
dapat memprediksi resiko pasti trombosis. Faktor yang dapat meningkatkan
resiko thrombosis antara lain penggunaan diuretik, terapi kortikosteroid,
imobilisasi, dan adanyain-dwelling kateter. Apabila diketahui terdapat klot
7

pada anak dengan nefrotik sindrom, pemeriksaan abnormalitas koagulasi dapat


dilakukan.
Obat-obatan anti koagulan profilaksis tidak disarankan karena memiliki
resiko yang tinggi. Meski demikian, setelah diketahui adanya clot dan telah
mendapatkan terapi, penggunaan warfarin profilaksis disarankan selama 6
bulan dan selama terjadi relaps. Pemasangan kateter intravena harus dihindari,
namun amat penting, sehingga pemberian antikoagulan profilaksis dapat
dipertimbangkan.LMWH merupakan agen alternatif, namun membutuhkan
antithrombin III agar dapat efektif.Aspirin dapat berguna sebagai antikoagulan,
khususnya pada trombositosis berat.

c. Penyakit Kardiovaskular
Berbagai faktor dapat meningkatkan perhatian sekuel kardiovaskular pada
anak dengan nefrotik sindrom dalam jangka waktu yang lama, antara lain
paparan terhadap kortikosteroid, hiperlipidemia, stresoksidatif, hipertensi,
hiperkoagulabilitas, dan anemia. Resiko kardiovaskular pada anak dengan
sindrom nefrotik berkaca pada penelitian kasus sindrom nefrotik pada
dewasa.Pada dewasa pasien dengan sindrom nefrotik memiliki resiko terserang
penyakit jantung koroner.Akan tetapi penelitian tentang adanya penyakit
jantung yang disebabkan oleh sindrom nefrotik masih terdapatkontroversi,
khususnya karena penyakit ginjal pada sebagian besar anak dapat diatasi.

d. Komplikasi Medis yang Lain


Meskipun secara teoritis terdapat resiko penurunan kepadatantulang
padapenggunaan kortikosteroid, prevalensi penyakit tulang pada anak dengan
sindrom nefrotik masih belum jelas.Selain Steroid, terdapat faktor lain yang
berpotensi menyebabkan penyakit tulang pada sindrom nefrotik. Protein
pengikat vitamin D yang keluar dalam urin dapat menyebabkan defisiensi
vitamin D, dan hiperparatiroid sekunder pada sebagian kecil kasus.Komplikasi
medis lain yang mungkin terjadi antara lain efek toksik obat, hipotiroidisme,
dan gagal ginjal akut.
8

2.6 Prognosis
Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak,
prognosis adalah sangat baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan
respon yang sangat baik pada terapi steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal
ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti focal segmental
glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease
(ESRD). Faktor – faktor lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah
level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal.
Prognosis umumnya baik kecuali pada keadaan-keadaan tertentu sebagai
berikut :
- Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun
- Jenis kelamin laki-laki
- Disertai oleh hipertensi
- Disertai hematuria
- Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
- Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
- Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa
gambaran klinis
Pada umumnya sebagian besar (+80%) sindrom nefrotik primer memberi
respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50%
di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi
dengan pengobatan steroid.

2.7 Cara Mendiagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinis yang khas,
yaitu : (Trihono et al., 2008)
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
9

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain : (Trihono et al., 2008)


1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
- Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik,
emeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA

Biopsi ginjal tidak diperlukan pada sebagian besar anak dengan sindrom
nefrotik.kelainan minimal dengan ciri khasnya berupa histology ginjal yang
normal pada pemeriksaan mikroskopis. Sisanya berupa GFS, 7%, GNMes, 5%,
GNMP, 7%. Dan GNM, 1-2%. Pasien yang menunjukkan gambaran klinis dan
laboratorium yang tidak sesuai dengan gejala kelainan minimal, sebaiknya
dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid.Biopsi ginjal umunya tidak
dilakukan pada sindrom nefrotik yang sering kambuh atau dependen steroid
selama masih sensitif steroid (Noer, 2002).

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal.
a. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
b. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang
dalam urine dan untuk membentuk cadangan protein di tubuh.
c. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
10

d. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat dan


adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria.
e. Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik
mencakup agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif
(Imuran, Leukeran, atau siklosporin). Jika terjadi kambuh, penanganan
kortikosteroid ulang diperlukan.
11

2.9 Asuhan keperawatan


A.    Pengkajian

1.      Identitas.

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi sindrom nefrotik.

2.      Riwayat Kesehatan.

a.       Keluhan utama.

Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

b.      Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

c.       Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,
urine menurun.

3.      Riwayat Kesehatan Keluarga.

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan
terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah
kelahiran.

4.      Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Tidak ada hubungan.

5.      Riwayat kesehatan lingkungan.

Endemik malaria sering terjadi kasus NS.


12

6.      Imunisasi.

Tidak ada hubungan.

7.      Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.

  Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

  Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

  Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri


meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-
laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.

  Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs


rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru.
Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.

  Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai


mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-
alat sederhana.

  Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang


dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

  Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,


keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman.

8.      Riwayat Nutrisi.


13

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik).

9.      Pengkajian Persistem.

  Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena


distensi abdomen

  Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa
dijumpai.

  Sistem persarafan.

Dalam batas normal.

  Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

  Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,


malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

  Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

  Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

  Sistem endokrin

Dalam batas normal


14

  Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

  Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder


terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

2.      Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi


sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

4.      Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing


(dampak hospitalisasi).

5.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius.

6.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.

7.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

8.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.

9.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan


kehilangan protein dan cairan, edema.

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Keperawatan
Kriteria Hasil

1 Kelebihan Tujuan : Mandiri :   Perlu untuk


volume cairan menentukan
Pasien tidak   Kaji masukan yang
berhubungan fungsi ginjal,
menunjukkan relatif terhadap
dengan kebutuhan
bukti-bukti keluaran secara
kehilangan penggantian
15

protein akumulasi akurat. cairan dan


sekunder cairan (pasien penurunan resiko
  Timbang berat
terhadap mendapatkan kelebihan cairan.
badan setiap hari
peningkatan volume cairan
(ataui lebih sering   Mengkaji retensi
permiabilitas yang tepat)
jika diindikasikan). cairan
glomerulus.
  Kaji perubahan   Untuk mengkaji
edema : ukur ascites dan
Kriteria hasil:
lingkar abdomen karena
  Penurunan pada umbilicus merupakan sisi
edema, ascites serta pantau edema umum edema.
sekitar mata.
  Kadar protein   Agar tidak
  Atur masukan
darah meningkat mendapatkan
cairan dengan lebih dari jumlah
  Output urine
cermat. yang dibutuhkan
adekuat 600 –
700 ml/hari   Pantau infus intra   Untuk
vena mempertahankan
  Tekanan darah
masukan yang
dan nadi dalam
diresepkan
batas normal.
Kolaborasi :
  Untuk
  Berikan menurunkan
kortikosteroid ekskresi
sesuai ketentuan. proteinuria

  Berikan diuretik   Untuk


bila diinstruksikan. memberikan
penghilangan
sementara dari
edema.

2 Perubahan Tujuan : Mandiri :   Monitoring


16

nutrisi kuruang Kebutuhan asupan nutrisi


dari kebutuhan nutrisi akan bagi tubuh
  Catat intake dan
berhubungan terpenuhi
output makanan   Gangguan nuirisi
dengan
secara akurat dapat terjadi
malnutrisi
secara perlahan.
sekunder Kriteria Hasil  
: Kaji adanya
Diare sebagai
terhadap anoreksia,
  Napsu makan reaksi edema
kehilangan hipoproteinemia,
baik intestinal
protein dan diare.
penurunan   Tidak terjadi   Mencegah status
  Pastikan anak
napsu makan. hipoprtoeinemia nutrisi menjadi
mendapat makanan
lebih buruk.
  Porsi makan dengan diet yang
yang cukup.   membantu
dihidangkan pemenuhan
  Beri diet yang
dihabiskan nutrisi anak dan
bergizi
meningkatkan
  Edema dan
  Batasi natrium daya tahan tubuh
ascites tidak
selama edema dan anak
ada.
trerapi
  asupan natrium
kortikosteroid
dapat
  Beri lingkungan memperberat
yang edema usus yang
menyenangkan, menyebabkan
bersih, dan rileks hilangnya nafsu
pada saat makan makan anak

  Beri makanan   agar anak lebih


dalam porsi sedikit mungkin untuk
pada awalnya makan

  Beri makanan   untuk


spesial dan disukai merangsang
17

anak nafsu makan


anak
  Beri makanan
dengan cara yang   untuk mendorong
menarik agar anak mau
makan

  untuk
menrangsang
nafsu makan
anak

3 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri :   Meminimalkan


infeksi masuknya
Tidak terjadi   Lindungi anak dari
berhubungan organisme.
infeksi orang-orang yang
dengan
terkena infeksi   Mencegah
imunitas tubuh Kriteria hasil :
melalui pembatasan terjadinya infeksi
yang menurun.
  Tanda-tanda pengunjung. nosokomial.
infeksi tidak ada
  Tempatkan anak di  Mencegah
  Tanda vital ruangan non terjadinya infeksi
dalam batas infeksi. nosokomial.
normal
  Cuci tangan   Membatasi
  Ada perubahan sebelum dan masuknya bakteri
perilaku sesudah tindakan. ke dalam tubuh.
keluarga dalam Deteksi dini
  Lakukan tindakan
melakukan adanya infeksi
invasif secara
perawatan. dapat mencegah
aseptik
sepsis.
  Gunakan teknik
  Untuk
mencuci tangan
meminimalkan
yang baik
pajanan pada
  Jaga agar anak organisme
18

tetap hangat dan infektif


kering
  Untuk memutus
  Pantau suhu. mata rantai
penyebar5an
  Ajari orang tua
infeksi
tentang tanda dan
gejala infeksi   Karena
kerentanan
terhadap infeksi
pernafasan

  Indikasi awal
adanya tanda
infeksi

  Memberi
pengetahuan
dasar tentang
tanda dan gejala
infeksi

4 Kecemasan Tujuan :   Validasi perasaan   Perasaan adalah


anak takut atau cemas. nyata dan
Kecemasan
berhubungan membantu pasien
anak menurun   Pertahankan kontak
dengan untuk tebuka
atau hilang dengan klien.
lingkungan sehingga dapat
perawatan Kriteria hasil :  Upayakan ada menghadapinya.
yang asing keluarga yang
  Kooperatif pada   Memantapkan
(dampak menunggu
tindakan hubungan,
hospitalisasi).
keperawatan   Anjurkan orang tua meningkatan 
untuk ekspresi
  Komunikatif
membawakan perasaan.
pada perawat
mainan atau foto
  Dukungan yang
keluarga
19

  Secara verbal terus menerus


mengatakan mengurangi
tidak takur. ketakutan atau
kecemasan yang
dihadapi.

  Meminimalkan
dampak
hospitalisasi
terpisah dari
anggota keluarga.

5 Perubahan Tujuan :   Kenali masalah   Mengidentifikasi


proses keluarga dan kebuutuhan yang
Pasien
keluarga kebutuhan akan dibutuhkan
(keluarga)
berhubungan informasi, keluarga
mendapat
dengan anak dukungan
dukungan yang   Keluarga akan
yang menderita
adekuat   Kaji pemahaman beradaptasi
penyakit
keluarga tentang terhadap segala
serius. Kriteria hasil :
diagnosa dan tindakan
rencana perawatan keperawatan
yang dilakukan
  Tekankan dan
jelaskan   Agar keluarga
profesional juga mengetahui
kesehatan tentang masalah
kondisi anak, kesehatan
prosedur dan terapi anaknya
yang dianjurkan,
  Mengoptimalisasi
serta prognosanya
pendidikan
  Gunakan setiap kesehatan
kesempatan untuk
20

meningkatkan terhadap
pemahaman
  Untuk
keluarga Keluarga
memfasilitasi
tentang penyakit
pemahaman
dan terapinya
  Keluarga dapat
  Ulangi informasi
mengidentifikasi
sesering mungkin
perilaku anak
  Bantu keluarga sebagai orang
mengintrepetasikan yang terdekat
perilaku anak serta dengan anak
responnya
  Mempermantap
  Jangan tampak rencana yang
terburu-buru, bila telah disusun
waktunya tidak sebelumnya
tepat

6 Intoleransi Tujuan :   Pertahankan tirah   tirah baring yang


aktifitas baring awal bila sesuai gaya
Anak dapat
berhubungan terjadi edema hebat gravitasi dapat
melakukan
dengan menurunkan
aktifitas sesuai   Seimbangkan
kelemahan. edema
dengan istirahat dan
kemampuan dan aktifitas bila   ambulasi
mendapatkan ambulasi menyebabkan
istirahat dan kelelahan
  Rencanakan dan
tidur yang
berikan aktivitas   aktivitas yang
adekuat
tenang tenang
mengurangi
  Instruksikan
penggunaan
istirahat bila anak
Kriteria hasil : energi yang dapat
mulai merasa lelah
menyebabkan
  Berikan periode
21

istirahat tanpa kelelahan


gangguan
  mengadekuatkan
fase istirahat
anak

  anak dapat
menikmati masa
istirahatnya

7 Gangguan citra Tujuan :   Gali masalah dan   Untuk


tubuh perasaan mengenai memudahkan
Agar dapat
berhubungan penampilan koping
mengespresikan
dengan
perasaan dan   Tunjukkan aspek   Meningkatkan
perubahan
masalah dengan positif dari harga diri klien
penampilan
mengikutin penampilan dan dan mendorong
aktivitas yang bukti penurunan penerimaan
sesuai dengan edema terhadap
minat dan kondisinya
  Dorong sosialisasi
kemampuan
dengan individu   Agar anak tidak
anak.
tanpa infeksi aktif merasa sendirian
dan terisolasi
  Beri umpan balik
posisitf   Agar anak
Kriteria hasil :
merasa diterima

8 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri :   memberikan


kerusakan kenyamanan pada
Kulit anak tidak  Berikan perawatan
integritas kulit anak dan
menunjukkan
22

berhubungan adanya kulit mencegah


dengan edema, kerusakan kerusakan kulit
  Hindari pakaian
penurunan integritas :
ketat   dapat
pertahanan kemerahan atau
mengakibatkan
tubuh. iritasi   Bersihkan dan
area yang
bedaki permukaan
menonjol
kulit beberapa kali
tertekan
sehari
Kriteria hasil:
  untuk mencegah
  Topang organ
terjadinya iritasi
edema, seperti
pada kulit karena
skrotum
gesekan dengan
  Ubah posisi dengan alat tenun
sering ;
  unjtuk
pertahankan
menghilangkan
kesejajaran tubuh
aea tekanan
dengan baik
  karena anak
  Gunakan
dengan edema
penghilang tekanan
massif selalu
atau matras atau
letargis, mudah
tempat tidur
lelah dan diam
penurun tekanan
saja
sesuai kebutuhan
  untuk mencegah
terjadinya ulkus

9 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri :   Untuk


kekurangan mendeteksi bukti
Klien tidak   Pantau tanda vital
volume cairan fisik penipisan
menunjukkan
(intravaskuler)   Kaji kualitas dan cairan
kehilangan
berhubungan
23

dengan cairan frekwensi nadi   Untuk tanda


kehilangan intravaskuler shock
  Ukur tekanan darah
protein dan atau shock hipovolemik
cairan, edema. hipovolemik   Laporkan adanya
  Untuk
yang penyimpangan dari
mendeteksi shock
diyunjukkan normal
hipovolemik
pasien minimum
atau tidak ada   Agar pengobatan
segera dapat
Kriteria hasil :
dilakukan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindroma Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus
proteinuri masif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per
hari (dalam praktek, cukup > 3,0-3,5 gr per 24 jam) disertai
hipoalbuminemi kurang dari 3,0 gram per ml. Pada SN didapatkan pula
lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan
trigliserida, serta adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan
hipoproteinemi. Beberapa ahli penyakit ginjal menambahkan kriteria lain :
1.Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodies.
2.Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan
trigliserida.
3. Sembab

3.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Sindrom Nefrotik. Buku
Ajar Nefrologi Anak.Edisi-2.Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
Eddy, AA dan Symons, JM. 2003. Nephrotic syndrome in childhood. THE
LANCET , vol 362, hal. 629-639.
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nephrotic Syndrome. Nelson
Textbook of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia. Chapter 527.
Noer, MS. 2002.Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak.Edisi ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal. 73-87
Trihono, PP., Atalas, H., Tambunan, T., Pardede, SO 2008. Konsensus
Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi
Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi Kedua Cetakan Kedua
2012.

25

Anda mungkin juga menyukai