Anda di halaman 1dari 22

EKO BUDI SANTOSO

Model medis dalam penjelasan medis penyakit memiliki


sejumlah fitur penting. Penyakit dianggap sebagai konsekuensi
dari kegagalan fungsi tertentu dari tubuh manusia yang dikonsep
sebagai mesin biokimia
Model medis bersifat reduksionis dalam arti bahwa semua
perilaku penyakit dan penyakit akan dikurangi secara kausal
ke sejumlah mekanisme biokimia tertentu. Selain itu, model
medis eksklusif karena perspektif alternatif akan dihapus
sebagai tidak valid
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Menurut pemaparan dari Skiner yang
menyatakan seluruh mahluk hidup yang hidup ini memiliki
perilaku

Perilaku Berisiko merupakan bagian dari sebuah tidakan dan


perilaku individu yang berisiko tertular atau menularkan suatu
penyakit yang menular seperti HIV/AIDS
Respondent respon

Etika ini melukiskan sebuah tingkah laku yang berhubungan


dengan kebiasaan hingga tindakan-tindakan yang boleh
dilakukan.

Perilaku terbuka (overt behavior)

Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun


agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal
yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati
dan berlaku di masyarakat.
Determinan atau faktor internal

keadaan yang menilai tingkatan sebuah karekteristik


atau suatu sikap pengetahuan yang ada pada dirinya

Determinan atau faktor eksternal

situasi aatau keadaan yang dimana dari luar diri manusia


yang bisa mempengaruhi seperti lingkungan, kebijakan,
social kultural, nilai atau kepercayaan dan lain sebagainya
Merupakan sebuah hasil dari histori masa lalu individu
dalam berinterkasi yang akan terbentuk dalam
pengetahuan, sikap dan tindakan

Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir,


bersikap dan sebagainya). Untuk memberikan respon
terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat
bersifat pasif (tanpa tindakan)
Perilaku ditinjau dari pengetahuan
Perilaku ditinjau dari sikap
Perilaku ditunjau dari tindakan
Merupakan perilaku yang mucul akibat dari adanya
dorongan seksual dari dalam individu, hal tersebut bisa
saja menyebabkan proses reproduksi yang terjadi pada
lawan jenis dan merupakan suatu kegiatan yang terjalin
hubungan seksual yang tidak sehat

Seks bebas merupakan kebiasaan melakukan seksual


secara bebas dilakukan oleh mereka yang menentang atau
merasa enggan jika diri mereka terikat dalam suatu
pernikahan yang suci.
Pengalaman seksual
Dorongan seksual
Nilai sosiokultural dan moral

Faktor-faktor kepribadian
Pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seks remaja.
2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera tersalurkan karena adanya
penundaan usia perkawinan.
3. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa dengan
teknologi canggih menjadi tidak terbendung lagi.
4. Orang tua sendiri, yang karena faktor tidak tahu atau masih menganggap
tabu mengenai pembicaraan seks dengan anak.
5. Adanya kecenderungan yang masih bebas antara pria dan wanita dalam
masyarakat, sehinngga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
EKO BUDI SANTOSO
Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan, terlihat dengan makin banyaknya
pengguna NAPZA dari semua kalangan. Namun yang
lebih memprihatinkan penyalahgunaan NAPZA saat ini
justru banyak dilakukan oleh kalangan remaja.
Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (Napza)
merupakan persoalan lintas batas negara paling
berbahaya yang dapat merusak kehidupan, bukan
hanya satu atau dua orang saja, namun seluruh
masyarakat dunia
Menurut UU RI No 35/2009 pasal 1 menjelaskan bahwa
narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan
 Golongan 1: narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
pengembangan ilmu dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat yang tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya: heroin, kokain, ganja.

 Golongan II: narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan


sebagai pilihan akhir dan dapat digunakan dalam terapi atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya:
morvin, petidin

 Golongan III: narkotika yang berkhasiat pengobatan dan


digunakan dalam terapi atau pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan.
Contohnya: codein
Menurut UU RI No 5/1997 pasal 1 menyatakan bahwa
psikotropika zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
 Golongan I: psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
menyebabkan sindroma ketergantungan. Contohnya: ekstasi

 Golongan II: psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan


dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya: amfethamine

 Golongan III: psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan


dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya: phenobarbital

 Golongan IV: psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan luas digunakan


dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrome ketergantungan. Contohnya: diazepam,
nitrazepam
 Minuman alkhohol
 Inhalasi
 Tembakau
Perilaku yang buruk pada individu membawa dampak buruk
bagi kesehatan yaitu sebuah ketergantungan dalam
mengkonsumsi obat-obatan, sifat dalam konsumsi berdampak
patologi minimal dalam seminggu dan mengalami suatu
gejala hingga gagalnya fungsi dalam tubuh

Berdasarkan ketentuan pada Undang-undang No 35 pasal 1


menyatakan bahwa ketergantungan Narkotika adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas
 Berdasarkan pasal 104 menyatakan bahwa masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan serta membantu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika

 Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam


upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
yang telah dilindungi pada pasal 105.
Harm reduction adalah suatu strategi praktis yang
bertujuan untuk mengurangi konsekuensi negatif dari
penggunaan napza, termasuk didalamnya suatu spektrum
strategi dari penggunaan yang lebih aman, menuju
penggunaan yang diatur hingga abstinensia
1. Strategi Nasional HIV/AIDS (2003-2007)
2. Komitmen Sentani (2003) yang awalnya ditandatangani oleh 6
Propinsi dan akhirnya diperluas menjadi 14 Propinsi. Komitmen
ini ditindaklanjuti dengan Komitmen beberapa Pemda Kab/kota
di beberapa propinsi.
3. Nota kesepakatan (Des 2003) antara BNN and KPA dalam upaya
terpadu penanggulangan HIV/AIDS dan napza.
4. Kertas Posisi BNN terhadap permasalahan HIV/AIDS pada
kelompok pengguna narkoba suntik (2003)
5. Pedoman pelaksanaan Nota Kesepakatan BNN dan KPA yang
dirancang oleh Tim Nasional Upaya Tepadu Penanggulangan
HIV/AIDS dan Napza (dalam proses)
6. Pedoman Pelaksana Program Pengurangan Dampak Buruk
Napza, Departemen Kesehatan (dalam proses)
7. Instrumen Teknis adaptasi Panduan WHO dari Departemen
Kesehatan (2004)

Anda mungkin juga menyukai