PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis.
Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit
dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab
utama yang diketahui adalah dari pengobatan infeksi dan terkadang keganasan
praktek keperawatan mengandung komponen dasar seperti adanya keyakinan dan
nilai yang mendasari adanya tujuan praktek yang ingin dicapai dalam memberikan
pelayanan ataupun asuhan keperawatan terhadap kebutuhan semua pasien, serta adanya
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh perawat dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan sesuai kebutuhan pasien. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlunya
mempelajari Teori dan Model Keperawatan yang telah ada, sebagai salah satu kunci
dalam mengembangkan ilmu dan praktek serta profesi keperawatan di Indonesia. Pada
kesempatan kali ini penulis mencoba memaparkan “Asuhan Keperawatan Johnson”,
sekaligus untuk memenuhi tugas mata kuliah Gawat Darurat.
B. TUJUAN PENULISAN
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Steven Johnson Syndrome
b. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab Steven Johnson Syndrome
c. Mahasiswa dapat menyebutkan tanda dan gejala Steven Johnson Syndrome
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Steven Johnson Syndrome
e. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan Steven Johnson Syndrome
f. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Steven
Johnson Syndrome
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis.
Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit
dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab
utama yang diketahui adalah dari pengobatan infeksi dan terkadang keganasan. (I Made
Sukaraja, 2013)
Terdapat 3 derajat klasifikasi yang diajukan :
1. Derajat 1 : Erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : Lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : Lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
B. ETIOLOGI
Sindrom Stevens Johnson dapat disebabkan oleh :
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis virus Epstei atau sejenisnya)
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole , valdecoxib,
sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfonamide, fenitoin, azitromisin, modafinil,
lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin)
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma)
4. Faktor idiopatik (hingga 50%)
5. Sindrom Stevens Johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping
yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung gingseng. Sindrom Steven
Johnson juga mungkin disebabkan oleh karena penggunaan kokain
6. Walaupun SJS dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat
terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotic dan
sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan
SJS, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya
sulfonamide (antibiotic), penisilin (antibiotic), barbiturate (sedative), lamotrigin
(antikonvulsan), fenito-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam
valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SJS.
C. MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala berupa demam
tinggi (30oC- 40o C), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat
berlangsung 2 minggu. Gejala- gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai
meningkatnya kecepatan nadi dan pernapasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang
hebat serta menurunnva kesadaran, soporous sampai koma.
Pada sindroma ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1. Kelainan kulit
Kelainan pada kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema berbentuk
cincin (pinggir eritema tengahnya reltif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi
urtikariatau lesi papuler terbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan
vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yng
luas. Di samping itu juga dapat terjadi Erupsi Hemorahagis berupa Ptechiae atau
Purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk pada keadaan yang
berat kelainanya menjadi Generalisata.
D. PATOFISIOLOGI
Kerusakan jaringan
Kerusakan Integritas
Kulit
Ansietas Krisis
- Ketidakseimbangan situasi
nutrisi kurang dari
E. PEMERIKSAAN PENUNJANGkebutuhan tubuh Gangguan Citra
Tubuh
1. Laboratorium
Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinifilia. Bila disangka penyebabnya
infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi
Kelainan berupa infiltrate sel mononuclear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis
dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi
Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta
terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
F. PENATALAKSANAAN
1. Kortikosteroid
Pengunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada
Sindrom Johnson yang ringan cukup diobati dengan prednisone dengan dosis 30-
40 mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan kesadaran yang menurun
dan kelainan yang menyeluruh, digunakan Dexametason intravena dengan dosis
awal 4-6x5 mg/hari. Setelah beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tanpak
perbaikan (masa kritis telah terartasi), ditandai dengan keadaan umum yang
membaik, lesi kulit yang baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami
involusi. Pada saat ini dosis Dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari
diturunkan sebanyak 5 mg. setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti
dengan tablet Prednison yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg
sehari, pada hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 10 mg.
2. Antibiotika
Penggunaan antibiotika dimaksud untuk mencegah terjadinya infeksi akibat
efek imonosupresif kortikosterois yang dipakai pada dosis tinggi. Antibiotika
yang dipilih hendaknya jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat
bakterisidal. Dalulu biasa digunakan Gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari.
Sekarang dipakai Netilmisin Sulfat dengan dosis 6mg/kg BB/hari, dosis dibagi
dua. Alasan menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten
terhadap Gentamisin, selain itu efek sampingnya lebih kecil dibandingkan
Gentamisin.
4. Transfusi Darah
Bila dengan terapi di atas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3
hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama
2 hari berturut-turut. Tujuan peberian darah ini untuk memperbaiki keadaan
umum dan menggantikan kehilangan darah pada kasus purpura yang luas. Pada
kasus purpura yang luas dapat ditambahkan vitaamin C 500mg atau 1000mg
sehari intravena dan obat-obat Hemostatik.
5. Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosif daapt diberikan sofratulle yang bersifat sebagai
protektif dan antiseptik atau krem sulfadiazin Perak sedangkan untuk lesi
dimulut/bibir dapat diolesi dengan kenalog in Orabase. Selain pengobatan diatas,
perlu diilakukan konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke bagian THT untuk
mengetahui apakah ada kelainan difaring, karena kadaang-kadang terbentuk
pseodomembran yang dapat menyulitkan penderita bernafas dan sebagian
penyakit dalam.
G. DISCHARGE PLANNING
1. Terapkan kebersihan personal
2. Mandilah setidaknya sekali sehari & keringkan kulit hingga benar-benar kering.
3. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena
dapat menyebabkan penyebaran virus ke kornea yang mengakibatkan kebutaan.
4. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan
lainnya yang terjadi. Rasional : menentukan garis dasar dimana perubahan pada
status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
5. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang tipis. Rasional : menurunkan iritasi
garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara
meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi.
6. Perbanyak minum air putih.
7. Jaga kebersihan alat tenun. Rasional : untuk mencegah infeksi
b. Perencanaan Keperawatan
1. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi
penurunan suhu tubuh hingga rentang normal
Kriteria Hasil:
Suhu tubuh dalam rentang normal ( 36-37,5o C)
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau tanda-tanda vital Tanda-tanda vital merupakan aluan
terutama suhu untuk mengetahui keadaan umum
pasien terutama suhu tubuhnya
2 Beri pasien banyak minum air Dengan minum banyak air diharapkan
(1500-2000 cc/hari) cairan yang hilang dapat diganti
3 Beri pasien kompres air hangat Dengan kompres akan terjadi
perpindahan panas secara konduksi
dan kompres hangat akan mendilatasi
pembuluh darah
5 Pantau suhu lingkungan Suhu ruangan harus dirubah agar
dapat membantu mempertahankan
suhu pasien
6 Kolaborasi dalam pemberian Pemberian oabt antibiotik unuk
obat antipiretik dan antibiotik mencegah infeksi pemberian obat
antipiretik untuk penurunan panas
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Monitor intake dan output nutrisi Untuk mengetahui pemasukan dan
pengeluaran makanan
2 Kaji terhadap malnutrisi dengan Memberikan pengukuran objektif
mengukur tinggi dan BB terhadap status nutrisi
3 Jaga kebersihan mulut untuk Mulut yang bersih memungkinkan
menambah nafsu makan pasien peningkatan nafsu makan
4 Berikan makan sedikit tapi sering Makanan dalam porsi kecil mudah
hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi dikonsumsi oleh klien dan
mencegah terjadinya anoreksia.
5 Berikan makanan untuk pasien dalam Memudahkan pasien dalam
bentuk hangat dan sedian lunak/bubur menelan makanan
6 Anjurkan pasien dan keluarga untuk Meningkatkan kemandirian dalam
berpartisipasi dalam pemenuhan pemenuhan asupan nutrisi sesuai
nutrisi. dengan tingkat toleransi individu
7 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Agar kebutuhan nutrisi klien
menentukan kebutuhan nutsi klien terpenuhi
8 Kolaborasi dengan tim medis tentang Memberikan dukungan nutrisi bila
makanan pengganti (enteral/ klien tidak bisa mengkonsumsi
parenteral) jumlah yang cukup banyak
peroral.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji ukuran, warna luka, Memberikan informasi dasar tentang
perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi luka
kondisi sekitar luka
2 Berikan perawatan luka yang Meningkatkan pemulihan dan
tepat dan tindakan kontrol infeksi menurunkan risiko infeksi
3 Berikan lingkungan yang lembab Lingkungan yang lembab memberikan
dengan kompres kondisi optimum bagi penyembuhan luka
4 Dorong klien untuk istirahat Untuk mendukung pertahanan tubuh
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji makna kehilangan/perubahan padaTraumatik mengakibatkan perubahan
pasien/orang terdekat tiba-tiba
2 Terima dan akui ekspresi frustasi,Penerimaan perasaan sebagai respons
ketergatnungan, marah, kedukaan.normal terhadap apa yang terjadi
Perhatikan perilaku menarik diri danmembantu perbaikan
penggunaan penyangkalan
3 Bersikap realistis dan positif selamaMeingkatkan kepercayaan dan
pengobatan, pada penyuluhan kesehatanmengadakan hubungan antara pasien
dan menyusun tujuan dalam keterbatasandan perawat
4 Berikan harapan dalam parameter situasiMeningkatkan perilaku positif,
individu memberikan kesempatan untuk
menyusun tujuan & rencana untuk
masa depan berdasarkan realita
5 Berikan penguatan positif terhadapKata-kata penguatan dapat
kemajuan dan dorong usaha untukmendukung terjadinya perilaku
mengikuti tujuan rehabilitasi koping positif
6 Dorong interaksi keluarga dan denganMempertahankan /membuka garis
tim medis rehabilitasi komunikasi dan memberikan
dukungan terus-menerus pada pasien
dan keluarga
6. Resiko infeksi b.d hilangnya pelinndung kulit, efek samping terpasang infus
dan terapis steroid
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi lokal atau sistemik
Kriteria Hasil:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)
- Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulent & tidak demam
- Leukosit (5000 - 10000/mm3)
- Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 - 37,4 C)
- RR : 16 – 20 x/menit
- TD : 100-139/60-96 mmHh
- N : 60 – 100 x/menit
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Monitor tanda-tanda vital Perubahan tanda vital merupakan
komplikasi lanjut untuk terjadinya
infeksi
2 Observasi keadaan luka setiap Untuk mengidentifikasi adanya
hari penyembuhan
3 Jaga agar luka tetap bersih atau Menurunkan resiko infeksi dan untuk
steril mencegah terjadinya kontaminasi
silang
4 Lakukan perawatan luka setiap Untuk mempercepat penyembuhan
hari (kompres luka dengan
NaCl) dan bersihkan jaringan
nekrotik
5 Berikan perawatan pada mata Mata dapat membengkak oleh drainase
luka
6 Tingkatkan asupan nutrisi Nutrisi mempengaruhi sintesis protein
7 Batasi pengunjung dan anjurkan Untuk mencegah terjadinya
pada keluarga/pengunjung untuk kontaminasi silang
mencuci tangan sebelum kontak
langsung dengan klien
8 Pantau hitung leukosit, hasil Peningkatan leukosit menunjukkan
kultur dan tes sensitivitas infeksi, pemeriksaan kultur dan
sensitivitas menunjukkan
mikroorganisme yang ada dan
antibiotic yang tepat diberikan
9 Kolaborasi berikan antibiotik Mengurangi jumlah bakteri
BAB III
IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. N Umur: Jenis Kelamin : Laki-laki
44 tahun
No. RM : 00173781
Nama Keluarga : Ny. N
Agama : Islam
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
TRIAGE
Keluhan Utama/ Alasan Masuk IGD
Klien mengeluhkan sesak nafas, nyeri pada saat menelan, bibir tebal, kulit bercak-bercak, dan
kaki bengkak 2 minggu.
Riwayat Penyakit
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus. Klien
sempat berobat ke klinik 1 bulan yang lalu karena badannya lemas, mual, dan muntah.
AIRWAY
Keluhan Lain :
Masalah/Diagnosis Keperawatan
Aktual
Resiko
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Intervensi Keperawatan
Membersihkan Jalan Nafas Melakukan Jaw Trrust
SpO2 : 87%
Diagnosis Keperawatan
Resiko kerusakan pertukaran gas
Intervensi :
Mengobservasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan
Mengobservasi tanda-tanda distress pernafasan, penggunaan otot bantu, retraksi
intercosta, pernafasan cuping hidung
Memberikan posisi semi fowler jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi memberikan oksigen 4 liter/menit
CIRCULATION
TD : 122/82 mmHg
Nadi : teraba
Intervensi :
Mengkaji Nadi : frekuensi, irama, dan kekuatan
Menilai akral
Mengukur TD
DISABILITY
GCS : 15 ( E : 4 , M : 6 , V : 5 )
A (Alert) / Perhatian :
Respon cahaya :
Kekuatan Otot :
EXPOSURE
3. Penyebab Kejadian : pasien mengatakan bibirnya mulai teraba tebal & kehitaman,
nyeri menelan setelah minum obat dari klinik
5. Adanya jejas / luka pada daerah : terdapat luka didaerah bibir & kulit teraba kering
dan pecah-pecah
8. Lain-lain : -
Pengkajian Head To to
Kepala : bentuk kepala bulat, tidak terdapat massa/benjolan, bentuk wajah simetris,
tidak terdapat tanda cidera kepala, tidak terdapat nyeri tekan,
konjungtiva tidak anemis, scelera tidak ikterik, bibir teraba tebal dan
terdapat krusta kehitaman.
Leher : bentuk leher nnormal, pergerakan baik, terdapat nyeri menelan, tidak
terdapat pembesaran kelenjar getah bening & tyroid, tidak ada
tanda-tanda cedera servikal.
Dada/thorax : bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat irama vesikuler, respirasi
28x/menit, tidak terdapat jejas disekitar dada, tidak ada nyeri tekan
Abdomen : bentuk abdomen datar, tidak terdapat massa, tidak ada distensi abdomen,
tidak terdapat luka bekas operasi, tidak terdapat luka parut, tidak ada nyeri
tekan.
Ekstermitas : ekstermitas atas & bawah simetris terdapat oedema pada ekstermitas bawah,
pergerakan otot lemah, kekuatan otot 3 (1-5)
Integumen : turgor kulit kering, terdapat bercak-bercak pada kulit, kulit tampak pecah-
pecah akral hangat, bercak-bercak di sekitar wajah, lengan &kaki pasien
Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
- Tidak terlampir
2. Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin : 12,3 g/dL (11,7 – 15,5 g/dL)
Leukosit : 5,05 x10/ (3,60 – 11,0 x10/)
Hematokrit : 38% (35 – 47%)
Trombosit : 37 x10/ (140-440 x10/)
Gds : 95 mg/dL (120 mg/dL)
Fungsi ginjal
Ureum : 31 mg/dL (0-50 mg/dL)
Creatinin : 0,8 mg/dL (0,0 – 1,1 mg/dL)
Nat : 132
Kal : 3,4
Chol : 98
3. Pemeriksaan lain:
-
Terapi medis :
- O2 4l/menit
- IVFD : Stopper
- Omeprazole 40mg
- Lasix 2 amp
I. Analisa Data
Do : Aktivitasi S. komplemen
- Pasien tampak sesak
- N = 90 ×/Menit
Triase gangguan pada
- S = 37,6 °C kulit,mukosa, dan mata
- Rr = 28 ×/menit ( stomatitis )
Sesak nafas
Do :
- Terdapat stomatitis
dengan krusta kehitaman
pada bibir bawah pasien
( dari 1 – 10 ).
A. KESIMPULAN
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampe berat, kelainan
pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.
Sindrom Steven Johnson merupakan hipersensitifitas yang disebabkan oleh
pembentukan sirkulasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus,
dan keganasan. Pada lebih dari setengah kasus, tidak didapatkan adanya penyebab yang
spesifik.
B. SARAN
Konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan Steven Johnson Syndrome
merupakan salah satu bahan ajar pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan untuk
mempelajari dan mengaplikasikan sebagai salah satu kompetensi yang harus dikuasai
oleh masing-masing individu. Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang
membangun serta bermanfaat bagi proses pembelajaran konsep dasar asuhan
keperawatan pada pasien dengan Steven Johnson Syndrome sehingga mahasiswa dapat
memahami serta dapat menjadi bahan koreksi.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction
Sukaraja, I Made. 2013. Modul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan gangguan
Sistem Imun dan Integumen. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia