Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN

HARGA DIRI RENDAH (HDR)

Disusun oleh :

INTANIA FRANSISKA SHOLIHAH

P1337420919116

PRODI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri Faktor yang
mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal
dan eksternal seperti: Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam. (Yoedhas, 2010).
Klasifikasi Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2,
yaitu:
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai
diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.
B. Penyebab
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.

2. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan
jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan
tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007).
C. Manifestasi klinis
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
4. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
5. Percaya diri kurang
6. Mencederai diri
7. Konsentrasi menurun
8. Menyangkalfek labil
9. Regresi perkembangan
D. Akibat
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan
gangguan interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku
kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Isolasi social merupakan suatu keadaan dimana individu dan kelompok
mengalami kebutuhan meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk melakukan kontak.
Tanda dan gejala
Data Subyektif
a. Klien mengatakan kesepian
b. Klien mengatakan tidak mempunyai teman
c. Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri
d. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social

Data Obyektif
a. Menyendiri
b. Diam
c. Ekspresi wajah murung, sedih
d. Sering larut dalam pikiranya sendiri

E. Penatalaksanaan
a. Psikofarmakologi
Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri rendah
kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam
jenis Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine,
notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk
meningkatkan reuptakeseorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan
motivasi klien dan sesuai dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan
pada klien dengan depresi tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga
mempunyai efek pengobatan yang saling meningkatkan.
b. Psikoterapi
Psikoterapi keperawatan yang diberikan pada klien dengan harga diri
rendah meliputi tindakan untuk klien secara pribadi, juga untuk keluarga dan
komunitas di lingkungan klien tinggal. Terapi yang diberikan tetap dengan
menggunakan tindakan keperawatan generalis ditambah dengan tindakan
berupa terapi kognitif untuk individu, triangle terapi untuk keluarga dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi dan logoterapi untuk terapi kelompok pada
klien harga diri rendah kronis. Terapi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tindakan keperawatan pada klien
a. Terapi generalis
Prinsip tindakan:
1) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
klien.
2) Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Bantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4) Latih kemampuan yang dipilih klien
5) Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
6) Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
7) Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan harian
8) Latih kemampuan kedua
9) Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam jadwal
harian
b. Terapi Kognitif
Prinsip tindakan:
Sesi I : Mengungkapkan pikiran otomatis
Sesi II : Mengungkapkan alasan
Sesi III : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
Sesi IV : Menuliskan pikiran otomatis
Sesi V : Penyelesaian masalah
Sesi VI : Manfaat tanggapan
Sesi VII : Mengungkapkan hasil
Sesi VIII : Catatan harian
Sesi IX : Support system

2. Tindakan keperawatan pada keluarga


a. Terapi generalis
Prinsip tindakan:
1) Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga diri rendah
2) Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR
3) Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat klien dengan
HDR
4) Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan cara
merawat klien dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan
perawat sebelumnya
b. Triangle terapi
Prinsip tindakan :
Sesi I : Mengenali dan mengekspresikan perasaan
Sesi II : Menerima orang lain (klien)
Sesi III : Penyelesaian masalah
Sesi IV : Mengungkapkan hasil
3. Tindakan keperawatan untuk kelompok
a. Terapi generalis : TAKS
Prinsip tindakan:
1) Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan
memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
3) Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan
anggota kelompok
4) Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik
pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok
5) Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
6) Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok
7) Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat tentang
manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan
b. Logo terapi
Prinsip tindakan :
1) Sesi 1 : Mengenal masalah
2) Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
3) Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
4) Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
5) Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi

Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien


dengan harga diri rendah kronis ini adalah terapi kognitif, logo
therapy dan triangle therapy untuk di modifikasi dengan terapi medis yang
diberikan. Dengan pertimbangan pemberian psikofarmaka hanya untuk
mengatasi masalah penyakitnya saja dimana gejalanya diharapkan menjadi
berkurang atau hilang tetapi tidak merubah pola pikir, perasaan dan perbuatan
klien, sehingga klien akan kembali pada situasi mengalami harga diri rendah.
Karena sebenarnya masalah utama penyebab dari harga diri rendah kronis
yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping yang dipergunakan dalam
menghadapi tekanan belum digunakan seefektif mungkin.
1. Terapi Kognitif
Kata cognitive atau cognition berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh
karena itu kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk
pikiran. Secara sederhana terapi kognitif menjalankan asumsi tentang
pikiran, keyakinan, sikap dan persepsi terhadap prasangka tanpa tekanan
emosi yang berpengalaman dan juga intensitas emosi tersebut. Terapi
kognitif ini ditemukan oleh Aaron Beck,M.D untuk terapi depresi. Dr
Beck dan peneliti lainnya mengembangkan metode untuk menggunakan
terapi kognitif untuk masalah psikiatrik lainnya, seperti, panik, masalah
untuk pengontrolan marah dan pengguna obat. Bentuk terapi ini diterima
sangat baik dalam menyokong penelitian, terutama terapi yang
menyangkut depresi.
Harga diri rendah kronis merupakan gejala yang dominan pada kondisi
klien dengan depresi, sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada
klien dengan harga diri rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi
kognitif, diharapkan dapat merubah pikiran negatif klien menjadi pikiran
yang positif.
Hasil penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa terapi kognitif lebih
cepat mengatasi depresi dan gangguan emosional lainnya daripada
psikoterapi konvensional seperti terapi perilaku, terapi kelompok dan
terapi yang berorientasi pada pengenalan diri (insight – oriented) maupun
terapi obat-obatan (anti depresan). Terapi kognitif dapat melatih klien
untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu
pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik
dan dapat bertindak lebih produktif.
Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk
pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari
penyakit mental. Cognitive therapy merupakan dasar pemikiran tentang
bagaimana klien berfikir (kognitif), bagaimana klien merasakan (emosi)
dan bagaimana klien bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara
khusus, apa yang klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku
klien. Karena itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress dan
menghasilkan masalah.
Tujuan utama dalam terapi kognitif adalah:
a. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal
atau bicara sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap kejadian-
kejadian yang dialami.
b. Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk
menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional
terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
c. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji
validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi
didalam proses terapi.
2. Logo Therapy
Logoterapi berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya
mencari arti itu. Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang
terdiri dari tiga dimensi: fisik, psikologis, dan spiritual. Untuk memahami
diri dan kesehatan kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini
dimensi spiritual diserahkan kepada agama, dan pada gilirannya agama
tidak diajak bicara untuk urusan fisik dan psikologis. Kedokteran,
termasuk psikoterapi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber
kesehatan dan kebahagiaan.
Teknik analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada
diri sendiri, melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna dan
mengungkap makna dalam kondisi kritis. Pada klien dengan harga diri
rendah kronis, dimana klien lebih dominan memandang aspek negatif
dirinya dan kurang bergairah dalam mencari makna kehidupan ataupun
dalam pencapaian tujuan hidup. Penerapan logoterapi pada klien dengan
harga diri rendah kronis akan membantu klien dalam mengungkapkan
perasaan dan menemukan makna kehidupan serta akan meningkatkan
neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga diri klien
dapat meningkat secara bermakna.
3. Triangle Therapy
Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi
merupakan bagian dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini
karena setiap klien merupakan bagian dari multi generasi yang disebut
keluarga. Setiap terapi berpengaruh bagi keluarga dan dipengaruhi oleh
keluarga.
Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua orang
anggota keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk
menyelesaikan dan mendukung penyelesaian masalah mereka. Secara
alamiah, proses dalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh tiga sisi
jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan tersebut membentuk
hubungan yang disebut ”emotional triangle”. Pada klien dengan harga
diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak berjalan dengan
baik. Sehingga dengan dilakukannya triangle therapy ini dapat membantu
klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien dapat diterima dalam
keluarganya dan mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian
masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala
yang ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah
bagaimana membantu klien dengan harga diri rendah kronis yang
biasanya menggunakan koping regresi menjadi lebih dewasa dalam
menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah supaya gejala yang
dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini adalah proses
belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan orang lain.
F. Pohon Masalah

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan Akibat

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Akibat

Isolasi Sosial Akibat

Harga Diri Rendah Core Problem

Penyebab Koping Individu Traumatik Tumbuh


Penyebab
Tidak Efektif Kembang
(Yosep, 2009)
G. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul dan Data yang Perlu dikaji
- Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Harga Diri Rendah
b. Ansietas
c. Gangguan citra tubuh
- Data yang Perlu dikaji
Subjektif :
a. Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
b. Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
c. Mengungkapkan dirinya merasa tidak bersemangat untuk beraktivitas atau
bekerja
d. Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias,
makan, atau toileting)
Objektif :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d. Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktivitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g. Kurang memperhatikan perawatan diri
h. Berpakaian tidak rapi
i. Berkurang selera makan
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k. Lebih banyak menunduk
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
3. Rencana Tindakan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI
1 Gangguan konsep diri: TUM: klien 1. setelah beberapa 1. Bina hubungan
harga diri rendah memiliki konsep diri kali interaksi,klien saling percaya
yang positif menunjukkan dengan
TUK: ekspresi wajah menggunakan
1. klien membina bersahabat,rasa prinsip kounikasi
hubungan saling senang,ada kontak terapiutik
percaya dengan mata,mau berjabata
perawat tangan,menjawab
salam,dan mau
duduk berdampingan
dengan perawat.
2. klien dapat 2.setelah beberapa 2.1. diskusikan
mengidentifikasi kali interaksi klien dengan klien
aspek positif dan menyebutkan: tentang:
kemampuan yang *Aspek positif dan *aspek positif
dimilki. kemampuan yang klien,keluarga dan
dimilik klien lingkungan
*aspek positif *kemampuan yang
keluarga dimiliki klien
*aspek positif 2.2. beri pujian
lingkungan klien yang realistis
,hindari memberi
penilaian yang
negatif.
3.klien dapat 3. setelah beberapa 3.1. diskusikan
menilai kempuan kali interaksi klien dengan klien
yang dimiliki untuk dapat menyebutkan kemapuan yang
dilaksanakan kemampuan yang dapat
dapat dilaksanakannya.
dilaksanakannya. 3.2. diskusikan
kemampuan yang
dapat dilanjutkan
pelaksanaannya.
4. klien dapat 4. setelah beberapa 4.1. tingkatkan
merencanakan kali interaksi kegiatan sesuai
kegiatan sesuai membuat rencana sesuai kondisi klien
dengan kemampuan kegiatan harian 4.2. berikan contoh
yang dimilikinya. cara pelaksanaan
kegiatan yang
dapat dilakukan
klien.
Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


EGC: Jakarta.

Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial.


Jakarta: Salemba Medika

Iyus, Yosep. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Keliat, B. 2009. MPKP Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Wilkinson, J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC


A. STRATEGI PELAKSANAAN
Pertemuan ke :
1. Kondisi Klien
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1 Masalah utama : gangguan Mengungkapkan ingin Merusak diri sendiri
konsep diri : harga diri diakui jati dirinya. Merusak orang lain
rendah Mengungkapkan tidak ada Ekspresi malu
lagi yang peduli. Menarik diri dari hubungan
Mengungkapkan tidak bisa sosial
apa-apa. Tampak mudah
Mengungkapkan dirinya tersinggung
tidak berguna. Tidak mau makan dan
Mengkritik diri sendiri. tidak tidur
Perasaan tidak mampu.
2 Mk : Penyebab tidak Mengungkapkan Tampak ketergantungan
efektifnya koping individu ketidakmampuan dan terhadap orang lain
meminta bantuan orang lain. Tampak sedih dan tidak
Mengungkapkan malu dan melakukan aktivitas yang
tidak bisa ketika diajak seharusnya dapat dilakukan
melakukan sesuatu. Wajah tampak murung
Mengungkapkan tidak
berdaya dan tidak ingin
hidup lagi.
3 Mk : Akibat isolasi sosial Mengungkapkan enggan Ekspresi wajah kosong
menarik diri bicara dengan orang lain tidak ada kontak mata
Klien mengatakan malu ketika diajak bicara
bertemu dan berhadapan Suara pelan dan tidak jelas
dengan orang lain. Hanya memberi jawaban
singkat (ya/tidak)
Menghindar ketika didekati

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu.
3. Tujuan
- Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
- Klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki
2. Strategi Pelaksanaan
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu
pasien minilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien
memilih / menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang
sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih
dalam rencana harian.
a. Fase Orientasi
1. Evaluasi / validasi
a. Perasaan klien saat ini
b. Kondisi klien saat ini
c. Latihan sebelumnya (pertemuan kedua dst)
2. Kontrak (pertemuan sekarang) : topik , waktu dan tempat
“Selamat pagi! Bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar.”
“Bagaimana kalau kita bercakap- cakap tentang kemampuan dan kegiatan
yang pernah T lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang
masih dapat T lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih
satu kegiatan untuk kita latih.”
“Dimana kita duduk? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit? “
b. Fase Kerja
1. Melakasanakan topic (diskusi atau latihan ) yang telah disepakatai.
2. Ditulis secara singkat, jelas dan sistematis.
“T, apa saja kemampuan yang T dimiliki? Bagus, apa lagi ? Saya
buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan?
Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu? Mencuci piring dan
seterusnya. Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T
miliki!”
“T, dari kelima kegiatan / kemampuan ini, yang msih dapat di
kerjakan di rumah sakit? (mis. ada tiga yang masih dapat dilakukan).
Bagus sekali ada tiga kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini!”
“Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan
di rumah sakit ini. Baik, yang nomor satu, merapikan tempat tidur ? Kalau
begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur T.
Mari kita lihat tempat tidur T! Coba lihat, sudah rapikah tempat
tidurnya?”
“Nah, kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya , dan
kasurnya kita balik. Nah sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus ! Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapikan dan letakkan di
sebelah atas / kepala. Mari kita lipat selimut! Bagus!”
“T sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakan dengan sebelum dirapikan! Bagus!”
“Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda di kertas daftar
kegiatan, tulis M (mandiri) kalau T lakukan tanpa disuruh , tulis B
(bantuan) kalau T melakukan dengan dibantu, dan tulis T (tidak) kalau T
tidak melakukan (perawat memberi kertas berisi daftar kegiatan atau
harian).
c. Fase Terminasi
1. Evaluasi
a. Subjektif : tanyakan perasaan klien setelah interaksi
b. Objektif : minta klien menyimpulkan / demonstrasi

2. Rencana Tindak Lanjut


Tugas / latihan mandiri klien (masukan dalam jadwal kegiatan harian
klien)
3. Kontrak pertemuan selanjutnya : topic, tempat dan waktu.
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap – cakap dan latihan
merapikan tempat tidur? Ya, T ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat
tidur, yang sudah T praktikkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini
dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang. Sekarang, mari kita
masukkan pada jadwal harian. T mau berapa kali sehari merapikan tempat
tidur. Bagus, dua kali, yaitu pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 4
sore.”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapikan
tempat tidur? Ya bagus , cuci piring. Kalau begitu kita akan latihan
mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan
pagi. Sampai jumpa ya !”

Anda mungkin juga menyukai