Disusun Oleh :
Hening Sucahya
193203012
1
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik Mahasiswa
2
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2010).
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi
atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang
belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak
aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Menurut Yosep (2009) perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi
yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau amarah. Hal ini
didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian
penting dari keadaan emosional yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke
dalam diri atau secara destruktif. Sedangkan menurut Aziz (2007) perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Adaptif Maladapti
f
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK
3
memukul, atau melukai orang lain, merusak lingkungan, dan melukai diri
sendiri.
D. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan,
yaitu:
1. Faktor psikologis
a. Psychoanalitical Theory, teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian
yang diekspresikan dengan agresivitas.
b. Frustation aggresion theory, teori ini menyatakan bahwa bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka
akan timbul dorongan agresif yang akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melaukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
2. Faktor sosial budaya
Teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi.,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana
yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3. Faktor biologis
Penelitian neurobiologi berpendapat bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik),
perangasangan terutama diberikan pada nukleus periforniks hipotalamus.
Jadi kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal ( untuk interpretasi
indera penciuman dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan
dengan perilaku agresif adalah: serotonin, dopamin, norepinephrine,
acetilkolim, dan asam amino GABA.
4
E. Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun
klien harus bersama-sama mengidentifikasinya.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu:
1. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri.
2. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga, konflik
interaksi sosial
F. Pohon masalah
Effect
5
5. Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
8. Perhatian: melarikan diri dan melakukannya penyimpangan.
H. Penatalaksanaan medis
1. Psikofarmaka
a) Chlorpromazine: obat anti psikotik tipikal untuk menenangkan klien.
b) Haloperidol: obat anti psikotik tipikal untuk mengendalikan perilaku
agitasi, agresif.
c) Diazepam: obat anti anxietas untuk menenangkan dan merelaksasi otot
karena menurunkan kecemasan.
d) Olanzapine (xiprexa): obat anti psikotik atipikal untuk mengatasi agitasi
dan kegelisahan motorik.
e) Risperidon: obat antipsikotik atipikal untuk menghilangkan gejala
positif dan negatif skizofrenia
I. Asuhan Keperawatan
6
1. Pengkajian
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya penigkatan agitasi
pada klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Di samping itu perawat
harus mengkaji efek lain yang berhubungan dengan perilaku agresif.
Pengkajian keperawatan kesehatan jiwa:
a) Identitas klien
b) Keluhan utama/ alasan masuk
c) Faktor predisposisi
d) Aspek fisik/ biologis
e) Aspek psikososial
f) Status mental
g) Kebutuhan persiapan pulang
h) Mekanisme koping
i) Masalah psikososial dan lingkungan
j) Pengetahuan
2. Masalah keperawatan (diagnosa keperawatan)
a) Risiko perilaku kekerasan
7
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Tindakan
No. Diagnosis Tujuan
Tindakan (Pasien) Tindakan (Keluarga)
8
mengontrol perilaku kekerasan dengan pujian. dalam merawat/melatih pasien
obat dalam kegiatan harian. 2. Latih cara mengontrol PK dengan obat fisik. Beri pujian.
(jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis, 2. Jelaskan 6 benar cara
frekuensi, cara, kontinuitas minum memberikan obat.
obat). 3. Latih cara
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk memberikan/membimbing
latihan fisik dan minum obat. minum obat.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadual dan memberi
pujian.
9
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk spiritual. Beri pujian.
latihan fisik, minum obat, verbal dan 2. Jelaskan follow up ke
spiritual. RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan.
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadual dan memberikan
pujian.
10
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Anna. (2006). Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: penerbit
buku kedokteran EGC.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa. edisi 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.