Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

STEVENS JHONSON SYNDROME

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Haryanto, S.Kep., MSN., Ph. D

DISUSUN OLEH

Mika Andika Kristiani SNR22226101

Yoga Setiawan SNR22226039

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

S-1 KEPERAWATAN REG B

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas kasih karunia dan rahmat-
Nya yang penulis rasakan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Asuhan
Keperawatan Stevens Jhonson Syndrome”
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun
berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ns. Haryanto, S.Kep., MSN., Ph.D pengarahan masukan dan motivasi kepada kami
untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Anggota kelompok 12 yang selalu membantu dalam mengerjakan tugas makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun sehingga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan, masukan dan
sarannya dalam penyelesaian makalah ini.

Pontianak, Maret 2023

ttd

Kelompok 12
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian....................................................................................................................
B. Etiologi..........................................................................................................................
C. Patofisiologi..................................................................................................................
D. Manifestasi Klinis........................................................................................................
E. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................
F. Pathway.........................................................................................................................
G. Penatalaksanaan..........................................................................................................
H. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stevens Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) adalah
kejadian yang sangat jarang, akut, dan potensial mengancam nyawa; merupakan reaksi
hipersensitivitas diperantarai kompleks imun yang sering berkaitan dengan penggunaan
obat. SJS/TEN mengakibatkan pengelupasan lapisan epidermis luas, terjadi pemisahan
lapisan dermal epidermal junction dengan keterlibatan membran mukosa. Keadaan umum
dapat bervariasi dari ringan sampai berat (Johnson, 2010; Lippincott Williams & Wilkins,
2017; Santos & Sylwanowicz, 2017).

SJS/TEN merupakan reaksi yang melibatkan kulit dan mukosa yang berat serta
mengancam jiwa, ditandai dengan pelepasan epidermis, bintil berisi air, dan erosi atau
pengelupasan dari selaput lendir. SJS/TEN sering terjadi karena reaksi akibat obat atau
dapat terjadi karena infeksi, meskipun kejadiannya jarang. yaitu 1,4 – 12,7 kasus per 1
juta orang per tahun mengalami SJS, TEN2, dengan angka mortalitas 10-40% SJS/TEN
(Frey et al., 2017; Urfiyya et al., 2020).

SJS dan TEN, dicirikan oleh penyakit demam akut yang terkait dengan lesi target
prodromal, diikuti oleh pelepasan kulit dan keterlibatan setidaknya dua situs membran
mukosa (Saeed et al., 2016; Williams & Hopper, 2015). Manifestasi okular termasuk
inflamasi permukaan okular kronis, mata kering, defisiensi sel induk limbal (LSCD),
opasifikasi stroma, keratinisasi permukaan okular dan neovaskularisasi
kornea/konjungtiva (Ignatavicius et al., 2018; Yoon et al., 2019).

Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifactorial, Ada yang


beranggapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut
eritema multiforme mayor, sehingga dikatakan mempunyai penyebab yang sama. Etiologi
SSJ dan NET digolongkan menjadi empat kategori, antara lain infeksi, obat, berhubungan
dengan keganasan, serta idiopatik, namun penyebab utama adalah paparan obat.. Pada
kasus SSJ, 50% kasus berhubungan dengan paparan obat dan lebih dari 100 macam obat
telah dilaporkan sebagai kemungkinan penyebab. Pengobatan dengan obat tunggal dapat
memprediksi obat sebagai penyebab pada 60-79% kasus, dan umumnya reaksi timbul
antara 4-30 hari setelah paparan awal. Pada penggunaan obat dalam jangka waktu lama,
seperti penggunaan carbamazepine, phenytoin, phenobarbital, atau allopurinol, risiko
tertinggi terjadinya SSJ adalah dalam 2 bulan pertama pemakaian obat, setelah itu risiko
terjadinya SSJ akan menurun (Hermiaty et al., 2021).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan Stevens Jhonson Syndrome ?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep tentang Stevens Jhonson Syndrome.
2. Mengetahui asuhan keperawatan Stevens Jhonson Syndrome.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis.
Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit
dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab
utama yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma
& Nurarif, 2015) Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai
berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin,
2012). Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven johnson
yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh
dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon
dari pengobatan dan infeksi.

B. Etiologi
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom steven
johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi kemungkinan
berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat atau
kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid
merupakan obat yang paling sering terlibat. Beberapa penyebab sindrom steven johnson
menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus EpsteinBarr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib,
sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin, azitromisin, modafinil,
lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma)
4. Faktor idiopatik (hingga 50%)
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang
jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom steven johnson juga
mungkin disebabkan oleh karena penggunaan kokain.

C. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi
tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk
mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan
jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga
terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012)

D. Manifestasi Klinis
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara
lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala,
batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan
dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan
membran mukosa, munculnya bula yang kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain,
lapisan epidermis yang luas mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat
kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di
sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan menghasilkan
permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka bakar partial thickness
burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat
yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan
esofagus akibat ulserasi. Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai
gejala prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan
nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini dengan segera
akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut
nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran, soporeus sampai
koma (Kusuma & Nurarif, 2015).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson
menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka
penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan esktravasasi
sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis
dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial
serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
F. Pathway
G. Penatalaksanaan
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain mengontrol
keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada
mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif, diantaranya yaitu
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.
2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar
3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk mengangkat kulit
yang rusak
4. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit
5. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat perbaikan
kondisi dan penyembuhan kulit.
6. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat harus
dilakukan, dan penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal diobservasi
secara ketat untuk menentukan apakah timbul daerahdaerah bula yang baru.
Perembasan cairan dari bula dipantau untuk memantau jumlah, warna dan baunya.
Inspeksi rongga mulut untuk mendeteksi pembentukan bula dan lesi yang terkelupas
harus dilakukan setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan
keluhan gatal, terbakar dan kekeringan pada mata. Kemampuan pasien menelan dan
meminum cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal, ditentukan.
Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khusus terhadap
keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi, dalam serta irama
pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah sekresi respiratorius dicatat.
Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi, takikardia dan kelemahan serta rasa
lelah yang ekstrim sangat penting, karena semua ini menunjukkan proses nekrosis
epidermis, peningkatan kebutuhan metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan
mukosa gastrointestinal serta respiratorius. Volume urin, berat jenis dan warnanya 14
harus dipantau. Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untuk menemukan tanda-
tanda infeksi setempat. Berat badan pasien dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C,
2010). Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan tingkat nyeri
yang dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pasien harus
dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimiliki pasien dinilai dan strategi koping
yang efektif diidentifikasi (Smeltzer, Suzanne C, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan
sindrom steven johnson, adalah :
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai
dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata (00046)
b) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(gangguan integritas kulit) (00004)
c) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang
terkelupas dan adanya lesi (00132)
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya
gangguan pada mukosa (00002)
e) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)

3. Perencanaan Keperawatan
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai
dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata (00046) Tujuan yang
diharapkan (NOC) : Integritas jaringan : kulit & membran mukosa baik
b) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(gangguan integritas kulit) (00004) Tujuan yang diharapkan (NOC): Kontrol
resiko: proses infeksi dapat dilakukan dan status imunitas baik
c) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang
terkelupas dan adanya lesi (00132) Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol
nyeri dapat dilakukan dan tingkat nyeri dapat berkurang
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya
gangguan pada mukosa (00002) Tujuan yang diharapkan (NOC): Status nutrisi
klien baik
e) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan (00028) Tujuan yang diharapkan (NOC) :
Keseimbangan cairan baik dengan indikator status nutrisi : makanan & cairan
dapat terpenuhi.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana
seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui
disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan.
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda
awal sindrom steven jhonson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan
kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia
(nyeri dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir
di orifisium, dan kelainan mata. Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis
sindrom steven johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunologi.
sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit,
mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah
pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif
yaitu dimulai dari pengkajian klien, menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan
menyusun intervensi yang akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson
dengan tepat agar klien dapat meningkat status kesehatannya.

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun sehingga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Untuk pembuatan makalah selanjutnya menggunakan referensi terbaru untuk
memudahkan mencari informasi.
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan, masukan dan sarannya
dalam penyelesaian makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Jumari, J., Solehudin, S., Koto, Y., Suryadi, B., & Purnama, A. (2022). CASE STUDY:
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STEVENS JOHNSON SYNDROME. Nutrix Journal,
6(1), 70-73. doi:10.37771/nj.Vol6.Iss1.591

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVEN JOHNSON | Lailul Muna - Academia.edu


Diakses pada tanggal 3 Maret 2023, 18.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai