Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Hubungan Antara Narkoba Dan Perilaku Seks Tidak Aman Dengan Hiv

Disusun sebagai tugas kelompok pada mata ajar Keperawatan HIV/AIDS


Dosen Pengampu : Nunung Liawati, M. Kep.

Disusun oleh kelompok 1:

Abdul Wahid Mahbub : C1AB21001


Futri Mutiara Balqis : C1AB21006
Kurniawan Sandi : C1AB21012
Nia Rohimat Siti : C1AB21019
Santi Nursari : C1AB21025
Sri Rahayu : C1AB21029

PROGRAM ALIH JENJANG 13

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

KOTA SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Hubungan Antara Narkoba Dan Perilaku Seks Tidak Aman Dengan HIV”

Makalah ini berisikan tentang Latar belakang, rumusan masalah, tujuan juga manfaat
yang nantinya diharapkan Makalah ini memberikan informasi kepada kita semua tentang
“Hubungan Antara Narkoba Dan Perilaku Seks Tidak Aman Dengan HIV”

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya, semoga Allah SWT senantiasa
meridhai usaha kita. Aamiin.

Sukabumi, September 2022


Penyusun

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................7
C. Tujuan.............................................................................................................................7
D. Manfaat Penyusunan Makalah........................................................................................8
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................9
1. Pengertian Narkoba.........................................................................................................9
2. Faktor-faktor penggunaan Narkoba..............................................................................10
3. Pengertian Seks Bebas..................................................................................................11
4. Pengertian HIV/Aids.....................................................................................................11
5. Populasi Kunci atau Faktor Prilaku Penyebaran HIV...................................................13
6. Hubungan Narkoba dengan prilaku seks bebas............................................................19
7. Pencegahan penggunaan Narkoba dan Perilaku Seks bebas.........................................22
8. Penatalaksanaan Pengendalian HIV pada populasi kunci.............................................24
BAB III PENUTUP................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
B. Saran..............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergaulan bebas biasanya identik dengan pergaulan di kalangan remaja, akan

tetapi saat ini tidak hanya kalangan remaja saja yang dapat melakukan pergaulan

bebas tersebut akan tetapi kalangan usia dewasa pun tak luput dari pergaulan bebas

tersebut. Demikian pula dengan penyalahgunaan narkoba yang merembet kepada

perilaku penyimpangan seks bebas. Kedua masalahini cukup membahayakan dan bisa

melumpuhkan suatu bangsa. Jika pemudanya kuat maka bangsa akan kuat, jika

pemudanya lemah maka bangsa akan lemah dan mudah diruntuhkan.

Penyalahgunaan narkoba tidak hanya mempunyai dampak pada individu yang

bersangkutan, tetapi juga keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Individu

yang sudah sampai pada taraf ketergantungan (adiksi) akan menghalalkan segala cara

agar bisa mendapatkan obat bila efek obat yang dipakai sebelumnya sudah habis.

Tindakan menghalalkan segala cara inilah yang nantinya dapat sampai pada tindakan

melakukan tindak kriminal. Haryanto dan Haditono menyebutkan bahwa korban

penyalahgunaan narkotika yang sampai ke taraf ketergantungan (addict) akan

membutuh- kan uang yang cukup banyak untuk mem- biayai kebiasaannya, sehingga

akibatnya mereka sering bekerja pada lokasi-lokasi rawan, seperti penyelundupan,

perampokan, pencurian, mucikari, pelacuran, dan perjudian.

Masa remaja adalah masa kritis dalam perkembangan individu. Pada masa ini

remaja banyak mengalami konflik. Remaja yang belum dapat dikategorikan individu

yang mandiri, membutuhkan orangtua atau orang dewasa lain untuk membantu
mereka. Keluarga – terutama orangtua atau orang dewasa lain – diharapkan bisa

menjadi figur atau pribadi yang dapat memberikan arah (sekaligus menanamkan nilai,

norma serta sikap yang terdapat dan dianut oleh masyarakat), memantau, mengawasi,

dan membimbing remaja dalam menghadapi permasalahan bahkan tantangan yang

mungkin diluar kemampuan mereka.

Penyalahgunaan narkoba sendiri secara biologis dapat mempengaruhi fungsi

seksual (Wincze dkk., 1991). Ada beberapa jenis narkoba yang dapat merangsang

nafsu seksual. Kokain (Masters dkk., 1985), mariyuana (Masters dkk., 1985; Brauer,

1991) adalah perangsang seksual, amfetamin dapat meningkatkan reaksi seksual

(Masters dkk., 1985) bila diguna- kan dalam dosis rendah. Temuan tersebut dapat

diartikan bahwa para penyalahguna ketiga jenis narkoba tersebut akan cenderung

untuk melampiaskan nafsu seksualnya setelah memakai narkoba. Salah satu hal yang

ingin diungkap dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah ketika seorang

penyalahguna narkoba melakukan hubungan seksual semata-mata karena efek

penyalahgunaan narkoba, untuk mendapatkan uang guna membeli narkoba, ataukah

karena keduanya.

Perilaku penyalahgunaan narkoba berisiko terhadap kesehatan, baik laki-laki

maupun perempuan. Perilaku seksual berisiko dapat menyebabkan terjadinya

penularan infeksi HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya. Berdasarkan

penelitian Besral dan Zani dengan menggunakan data sekunder dari survei surveilans

perilaku di Jakarta yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas

Indonesia tahun  mengungkapkan bah- wa 33% pengguna narkoba, psikotropika, dan

zat adiktif suntik masih aktif secara seksual dengan peri- laku berisiko. Dari 33%

pengguna napza suntik dengan perilaku seksual berisiko, sebanyak 19,5% melakukan

hubungan seksual dengan pasangan tidak tetap dan 12,1% berhubungan seksual
dengan pasangan komersil. Dari 19,5% yang melakukan perilaku seksual berisiko

dengan pasangan tidak tetap, 90% tidak menggunakan kondom. Sedangkan dari

12,1% berhubungan seksual dengan pasangan komersil, 68% di antaranya tidak

menggunakan kondom.

Dampak buruk yang sangat kompleks akibat penyalahgunaan narkotika di usia

dini mengakibatkan pelbagai masalah sosial dan kesehatan di masa depan.

Kecenderungan pengguna narkotika melakukan perilaku seksual yang tidak aman dan

belum waktunya juga se- makin memperparah kondisi kualitas hidup pecandu dan

tentunya berdampak besar pada kelangsungan hidup di masa depan. Dari pelbagai

permasalahan di atas, perlu dicari determinan perilaku seksual berisiko di kalangan

pecandu narkotika. Pelbagai penelitian tentang narkoti- ka telah dilakukan di

masyarakat. Perbedaan dari peneli- tian ini adalah masyarakat pecandu narkotika yang

dirawat inap dan yang direhabilitasi di rumah sakit sebagai responden. Kesadaran

pecandu narkotika untuk datang ke fasilitas pelayanan dan pusat rehabilitasi

merupakan hal positif yang dapat mencegah komorbiditas dan perilaku-perilaku

berisiko.  Masyarakat yang menggunakan narkotika sejak dini akan berdampak buruk

dan menjadi beban berat bagi ne- gara, masyarakat dan keluarga pecandu narkotika.

Penelitian lain mengungkapkan bahwa semakin muda seorang pecandu

narkotika melakukan hubungan seksual dan mengkonsumsi narkotika, akan memiliki

kemung- kinan risiko yang sangat besar untuk mengalami kom- plikasi penyakit

seperti hepatitis B dan C, tuberkulosis paru, dan Human Immunodeficiency

Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrom (HIV/AIDS). Pengguna narkotika pada

usia muda, baik laki-laki maupun perempuan, berhubungan dengan pelbagai masalah

seperti kesehatan fisik dan mental serta berdampak negatif terhadap perilaku seperti
tindakan melakukan kriminal seksual seperti pemerkosaan, ter- ganggunya ketertiban

umum, dan risiko tertularnya pelbagai penyakit seksual.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Narkoba?


2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang mengkonsumsi Narkoba?
3. Apa Pengertian Prilaku Seks Tidak aman?
4. Apa Pengertian HIV&Aids?
5. Apa saja kah yang termasuk ke dalam faktor prilaku penyebaran HIV?
6. Apa hubungan narkoba dengan perilaku seks bebas?
7. Apa saja Pencegahan penggunaan Narkoba dan Perilaku Seks bebas?
8. Bagaimanakah penanggulangan HIV berdasarkan pola prilaku ODHA?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dengan jelas

Hubungan Antara Narkoba Dan Perilaku Seks Tidak Aman Dengan HIV.

2. Tujuan Khusus
Secara lebih spesifik kami mengharapkan dari proses penyusunan makalah
tentang Hubungan Antara Narkoba Dan Perilaku Seks Tidak Aman Dengan HIV
didapatkan hasil:
a. dapat memehami pengertian Narkoba
b. dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
mengkonsumsi narkoba
c. dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan prilaku seks tidak aman
d. dapat memehami pengertian HIV/AIDS
e. dapat menjelaskan faktor prilaku penyebaran HIV/AIDS
f. Dapat menjelaskan hubungan antara narkoba dan perilaku seks tidak
aman dengan HIV
g. Dapat memahami proses pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
D. Manfaat Penyusunan Makalah

1. Bagi Penyusun
Seorang perawat tidak akan bisa bekerja tanpa modal ilmu yang dimilikinya,

pengetahuan mengenai HIV, Narkoba dan hubungan antara keduanya, merupakan

modal utama bagi seorang perawat untuk menjaga dirinya sendiri dari resiko

tertular selama melakukan pelayanan pada pasien pada ODHA.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

STIKES Sukabumi sebagai suatu lembaga pendidikan, makalah hubungan

antara Narkoba, Seks tidak aman dengan HIV adalah satu dari sekian banyak

referensi yang harus ada dan dijadikan salah satu dari pedoman pembelajaran pada

pendidikan keperawatan

3. Bagi Pelayanan Keperawatan

Kesadaran akan infeksi nosokomial dengan Universal Precaution di layanan

kesehatan terutama terhadap HIV penting bagi seorang perawat mengetahui cara

penularan, pencegahan dan penanggulangan ODHA dengan riwayat seks tidak

aman dan ODHA pengguna narkoba jarum suntik.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Narkoba

Narkoba berarti narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.Narkoba

merupakan obat, bahan, ataupunzat serta bukan terkategori santapan bila

diminum, diisap, dihirup, ditelan ataupun disuntikkan, mempengaruhi paling

utama pada kerjaotak, serta kerap menimbulkan ketergantungan. Akibatnya, kerja

otak berubah, begitu pula fungsi vital organ lain di dalam tubuh.

Menurut Kurniawan (2008),“Narkoba adalah zat adiktif yangmampu merubah

afektif, kognitif sertaperilaku jika masuk ke dalamtubuhmanusia baik dengan cara

dimakan,diminum, dihirup, suntik, intravena, danlain sebagainya”. Sedangkan,

menurut Wresniwiro (1999), “Narkoba adalah zatatau obat yang dapat

mengakibatkanketidaksadaran atau pembiusan, karenazat-zat tersebut bekerja

mempengaruhisaraf sentral”. Maka dapat disimpulkanbahwa Narkoba adalah

suatu zat yangdapat menimbulkan perubahanperasaan, suasana pengamatan

ataupengelihatan karena zat tersebutmempengaruhi susunan syaraf.

Narkoba dikategorikan menjadi IIImenurut UU No. 35 Tahun 2009

yaitu,Narkotika gologan I adalah narkotikayang biasa dipergunakan dengan

tujuanpengembangan ilmu pengetahuan dantidak digunakan dalam terapi,

sertamempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki manfaat untukpengobatan,

digunakan sebagai pilihanterakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyaipotensi tinggi

mengakibatkanketergantungan. Narkotika golongan III adalah narkotika yang


memliki manfaat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang ringan

mengakibatkan ketergantungan.

2. Faktor-faktor penggunaan Narkoba

Ada beberapa faktor yang mempengaruhiseseorang menggunakan narkoba,


antara lain:
1. Faktor individual
Yang termasuk dalam faktor individual antara lain :
a. Faktor kepribadian.
Ciri-ciri kepribadian yang beresiko lebih besar menggunakan NAPZA,
sepertikurang percaya diri, mudah kecewa, agresif, murung, pemalu,
pendiam dan sebagainya.
b. Faktor usia.
Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang
mengalami perubahan biologis, psikologis maupun sosial yang pesat.
c. Pandangan atau keyakinan yang keliru
d. Religiusitas yang rendah
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang sedikit banyak mempengaruhi seseorang
menggunakannarkoba seperti misalnya :
a. Keluarga
Seperti komunikasi orang tua dan anak kurang baik, orang tua yang
bercerai,kawin lagi, orang tua terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter dan
sebagainya.
b. Lingkungan pergaulan
Misalnya lingkungan kurang baik di sekitar rumah, sekolah, teman
sebayamaupun masyarakat.
3. Pengertian Seks Bebas

Perilaku seks bebas dapat diartikan melakukan seks bebas dengan

siapapun tanpa melihat siapa di sini sebagai pasangan sah atau bukan pasangan

sah nya atau juga perilaku seks menyimpang misalnya seks yang dilakukan

antara lelaki sesama lelaki, perempuan sesama perempuan, dimana perilaku

seks tersebut merupakan perilaku seks yang beresiko yaitu perilaku seks yang

dapat menimbulkan berbagai macam penyakit menular seksual. Penyakit IMS

yang sering terjadi di masyarakat diantaranya gonore, sifilis, klamidia,

kondiloma, bakterial vaginosis dan lain-lain. Penyakit gonore disebabkan bakteri

Neisseria Gonorrheae. Selain menimbulkan penyakit langsung maupun tidak

langsung dari perilaku seks bebas dan pemakaian atau penyalahgunaan

narkoba dengan jarum suntik, juga dapat menimbulkan masalah lain terutama

bagi kalangan remaja dimana melakukan perilaku seks bebas dapat

menimbulkan kehamilan di luar nikah. Hamil di usia muda yang rentan dari segi

medis dan belum siap secara mental sehingga akibat dari tidak dapat

menerima keadaan yang membuat jadi hamil seorang remaja bisa nekad

melakukan aborsi atau menggugurkan

4. Pengertian HIV/Aids

HIV (Human: Manusia, Immunodeficiency: Penurunan daya tahan tubuh,

Virus: virus) yaitu virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini

adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk

memproduksi kembali dirinya.

AIDS (Acquired: didapat, Immune Deficiency : Penurunan daya tahan tubuh

Syndrom : kumpulan gejala) adalah fase terakhir dari infeksi HIV, yang
merupakan kumpulan dari sejumlah penyakit yang mempengaruhi tubuh dimana

sistem kekebalan yang melemah tidak dapat merespon.

Perkembangan HIV&AIDS dapat dibagi kedalam 4 fase:

1. Periode Jendela (windows periode)

Yaitu HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi

terhadap HIV dalam darah. Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV

tampak sehat dan merasa sehat. Test HIV belum bisa mendeteksikeberadaan

virus ini. Tahap ini umumnya berkisar 3 bulan.

2. HIV Positif (tanpa gejala)

Rata-rata selama 5-10 tahun, HIV berkembang biak dalam tubuh.

Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat.

Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah

terbentuk antibodi terhadap HIV. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10

tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (ratarata 8 tahun di negara berkembang

lebih pendek).

3. HIV Positif (muncul gejala)

Yaitu Sistem kekebalan tubuh semakin turun. Mulai muncul gejala

infeksi oportunistik, misalnya pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh,

diare terus menerus, flu, dll. Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan,

tergantung daya tahan tubuhnya. 4) Tahap terakhir AIDS Yaitu kondisi sistem

kekebalan tubuh sangat lemah, berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik)

semakin parah.

Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) itu sendiri dari tahun

ketahun semakin berkembang. Menurut Joint United Nation Programme On

HIV and AIDS (UNAIDS) cakupan rata-rata HIV berjumlah 37,9 juta orang
dan AIDS berjumlah 770 ribu orang. Ada 19 juta orang didunia juga tidak tahu

akan status HIVpositif mereka (UNAIDS, 2019, p. 16).

Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2016, 2017dan 2018 berjumlah

kasus HIV sebanyak tahun 2016 41,250 juta orang, tahun 2017 48,300

juta orang dan pada tahun 2018 46,659 juta orang. Kasus penderita AIDS

dari tahun 2016 ada 10,146 juta orang,tahun 2017 ada 9,280 juta orang dan tahun

2018 sebanyak 10,190 juta orang. Data tersebut sempat mengalami penurunan

pada tahun 2017 (Kementerian Kesehatan RI, 2017, p. 7, 2018, p. 7, 2019, p.

7).Kasus HIV dan AIDS di Indonesia menurut Badan Narkotika Nasional (BNN)

tahun 2019 mencapai 22.600 juta orang (Badan Narkotika Nasional, 2019).

Beberapa perilaku pencegahan resiko HIV&AIDS antara lain :

a. Hindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian, hal ini

terkait misalnya dengan aktivitas pembuatan tato yang menggunakan jarum,

dan pengguna Napza suntik.

b. Tidak melakukan hubungan seks yang tidak aman, seperti berganti pasangaan

dan tidak menggunakan kondom. Melakukan hubungan seks yang tidak aman

dapat terjadi terutama pada remaja yang kurang mendapat pengetahuan yang

cukup bahwa melakukan hubungan seks sekali saja sangat berpotensi untuk

tertular HIV.

c. Melakukan proses persalinan yang aman bagi ibu dengan HIV positif .

Menerima transfusi darah yang tidak tercemar virus HIV

5. Populasi Kunci atau Faktor Prilaku Penyebaran HIV

Terdapat beberapa faktor yang berisiko terjadinya kejadian HIV di

Indonesia, yaitu :
a. Jenis Kelamin

Menurut penelitan Yunior dan Ika (2018), didapatkan bahwa jenis

kelamin laki-laki lebih berisko terinfeksi HIV/AIDS sebesar 1,77 kali

dibandingkan perempuan (16).

b. Usia

Berdasarkan penelitian Amelia dkk (2016), usia 28-44 tahun berisiko

5,4 kali berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS pada laki-laki (10). Selain

itu, menurut Yunior dan Ika (2018), usia <40 tahun berisiko berusia terinfeksi

HIV/AIDS 7,252 kali lebih besar dibandingkan dengan yang berusia ≥40

tahun (16).

c. Status Menikah

Menurut Sumini dkk (2017), status menikah ternyata lebih mungkin

terjadi HIV/AIDS sebesar 2,54 kali dibanding individu yang statusnya belum

menikah (17). Selain itu, usia pertama menikah <20 tahun berpengaruh

terjadinya HIV/AIDS sebesar 5,62 kali lebih besar dibandingkan pada wanita

yang usia pertama menikah ≥20 tahun (12).

d. Pendidikan

Kejadian HIV juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat

pendidikan yang rendah berisiko 4,709 kali lebih besar berpengaruh terhadap

kejadian HIV/AIDS (9). Pada Wanita yang pendidikannya ≤9 tahun memiliki risiko

HIV/AIDS 15 kali lebih besar dibanding wanita yang pendidikannya >9 tahun (12).

Menurut Yunior dan Ika (2018), responden yang berpendidikan rendah beresiko

terinfeksi HIV/AIDS 1,872 kali lebih besar dibandingkan dengan yang berpendidikan

tinggi (16). Menurut Susilawati, Muchlis, dan Ana (2018), individu yang

berpendidikan rendah berisiko terinfeksi HIV/AIDS sebesar 4,70 kali


e. Pengetahuan

Selain pendidikan rendah dapat berpengaruh pada kejadian HIV, ternyata

pengetahuan yang rendah juga dapat mempengaruhi individu untuk terinfeksi HIV

sebesar 3,32 kali

f. Riwayat Konsumsi Alkohol

Individu yang memiliki riwayat mengonsumsi alkohol memiliki risiko

7,65 kali lebih besar untuk terinfeksi HIV/AIDS

g. Riwayat Tindik

Menurut Susilawati, Muchlis dan Ana (2018), riwayat melakukan

tindik dengan jarum suntik yang tidak steril dapat berisiko terhadap kejadian

HIV/AIDS sebesar 3,42 kali dibandingkan dengan tindik yang menggunakan

jarum suntik steril

h. Riwayat HIV/AIDS Pada Keluarga atau Pasangan

Selain memiliki riwayat infeksi menular seksual, HIV berisiko terjadi

pada individu yang memiliki riwayat HIV/AIDS dalam keluarga ataupun

pasangannya. Hal ini didukung oleh Susilowati (2011) bahwa keluarga yang

memiliki riwayat HIV/AIDS berisiko 2,59 kali terjadi penularan HIV (9).

Selain itu, menurut Susilawati, Muchlis, dan Ana (2018), riwayat keluarga

yang positif HIV/AIDS dapat berisiko terjadinya penularan sebesar 2,95 kali

(18). Bahkan, menurut Musyarofah (2017) riwayat HIV/AIDS pada suami

memiliki risiko terjadi HIV/AIDS 83,74 kali lebih besar dibanding wanita

yang suaminya tidak ada riwayat HIV/AIDS.

i. Riwayat Penyakit Menular Seksual

Peningkatan risiko HIV selanjutnya adalah riwayat penyakit menular

seksual pada penderita atau pasangan, berdasarkan penelitian Susilowati

(2011), penyakit menular seksual berisiko 2,67 kali lebih besar berpengaruh
terhadap kejadian HIV/AIDS. Didukung pula oleh Susilawati, Muchlis, dan

Ana (2018), individu yang memiliki riwayat penyakit menular seksual

berisiko 2,56 kali terinfeksi HIV/AIDS (18). Selain itu, Murtono et al (2018)

menyatakan bahwa riwayat infeksi menular seksual memiliki risiko 2,92 kali

lebih besar dibanding tidak memiliki riwayat infeksi menular seksual. Bahkan,

individu yang terdiagnosa infeksi menular seksual (IMS) dalam 12 bulan

terakhir berisiko terinfeksi HIV 1,7 kali dibanding yang tidak terinfeksi

menular seksual. Dan ketika individu terinfeksi sifilis, berisiko terjadi HIV

sebesar 2,6 kali Infeksi menular seksual sangat berisiko ketika melakukan

hubungan seksual dengan pasangan selain melalui vagina, oral, ataupun anal,

hal ini didukung oleh Murtono et al (2018) bahwa bentuk kombinasi aktivitas

seksual lebih berisko 4,89 kali terjadinya HIV/AIDS dibanding melakukan

aktivitas seksual tanpa kombinasi (hanya oral, anal, atau vaginal).

j. Orientasi Seksual

1) Heteroseksual

Berdasarkan penelitian Yunior dan Ika (2018), Individu yang heteroseksual

berisiko terinfeksi HIV/AIDS 2,04 kali lebih besar dibandingkan dengan

individu yang bukan heteroseksual. Selain itu, menurut Nurhayati,

Sudirman, dan Afni (2018), responden yang heteroseksual berisiko

memiliki peluang 2,23 kali dan pada penelitian Susilawati, Muchlis & Ana

(2018), responden yang heteroseksual berisiko 3,15 kali lebih besar

menderita HIV/AIDS dibanding dengan tidak heteroseksual .

2) Homoseksual

Individu yang orientasi seksualnya adalah homoseksual, lebih berisiko 1,81

kali terinfeksi HIV/AIDS dibanding yang bukan homoseksual. Hal ini juga
di dukung oleh Nurhayati, Sudirman, dan Afni (2018), bahwa responden

yang melakukan hubungan lelaki seks lelaki berisiko memiliki peluang 1,97

kali lebih besar menderita HIV/AIDS dibanding dengan tidak melakukan

hubungan lelaki seks lelaki .

3) Biseksual

Menurut Yunior dan Ika (2018), menyatakan bahwa responden yang

biseksual beresiko terinfeksi HIV/AIDS 2,08 kali lebih besar dibandingkan

dengan yang bukan biseksual

k. Pasangan Seksual Lebih dari Satu

Peningkatan risiko HIV dipengaruhi juga oleh individu yang memiliki

pasangan seksual lebih dari satu, menurut Muchimba dkk (2013) dalam

Musyarofah dkk (2017), semakin banyak jumlah pasangan seksual akan

meningkatkan kemungkinan bahwa salah satu tindakan berhubungan seks

secara acak akan mengakibatkan infeksi. Hal ini didukung oleh penelitian

Sumini dkk (2017), bahwa melakukan hubungan seksual dengan jumlah

pasangan ≥ 2 orang berisiko 2,36 lebih mungkin terjadi HIV. Selain itu,

Musyarofah dkk (2017) menyatakan bahwa ada hubungan antara perempuan

yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu berisiko terjadinya HIV/AIDS

23,32 kali lebih besar dibanding wanita yang punya pasangan seksual hanya

satu.

l. Hubungan Seks Tanpa Kondom

Selain pasangan seksual lebih dari satu, ternyata risiko HIV juga

dipengaruhi oleh hubungan seks anal atau vaginal tanpa kondom. Menurut

Murtono et al (2018), ketika berhubungan seksual, banyak pasangan yang

tidak menggunakan kondom secara konsisten, hal ini berisiko terjadinya


HIV/AIDS 5,34 kali dibanding memakai kondom secara konsisten. Selain itu,

ternyata hubungan seksual melalui anal tanpa menggunakan perlindungan,

berisiko terinfeksi HIV 2 kali.

m. Pengguna Narkoba Suntik (Penasun)

Terdapat beberapa populasi yang mengalami

peningkatan risiko HIV, yaitu penggunaan jarum suntik yang tidak aman

secara bersama-sama di antara pengguna narkoba suntik, hal ini didukung oleh

penelitian Susilowati (2011), bahwa status penggunaan narkoba suntik berisiko 4,51

kali lebih besar berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS.

Menurut Inggariwati dan Sudarto (2018), perilaku sharing jarum suntik 2,42

kali lebih berisiko terjadinya infeksi HIV pada kelompok penasun (20). Selain itu,

menurut penelitian Susilawati, Muchlis dan Ana (2018), sebesar 4,51 kali

berpengaruh pada kejadian HIV (18).

Berdasarkan Nurhayati, Sudirman, dan Afni (2018), pengguna narkoba

suntik berisiko memiliki peluang 9,3 kali lebih besar menderita HIV/AIDS dibanding

dengan tidak menggunakan narkoba suntik. Studi di Nanjing, China pun menyatakan

individu yang pernah menggunakan narkoba berpotensi terinfeksi HIV 3,05 kali

lebih besar dibanding yang tidak pernah menggunakan narkoba suntik. Ditambah lagi,

pada penasun yang berstatus tidak bekerja lebih mungkin terjadi HIV/AIDS sebesar

3,33 kali dibanding penasun yang bekerja.

Lama menjadi Penasun sekitar 120- 240 bulan berisiko 1,78 kali terinfeksi

HIV. Bahkan pada penggunaan narkoba suntik (Penasun) >5 tahun berisiko 5,31 kali

lebih besar berisiko HIV, dan dalam seminggu lebih dari 6 kali menyuntik napza

memiliki risiko 4,02 lebih mungkin terjadi HIV. Faktor risiko utama kejadian HIV

pada penasun adalah pemakaian jarum suntik yang bergantian. Agar terlindung dari

HIV, penasun tidak boleh sekalipun menggunakan alat suntik bekas atau selalu

menggunakan alat suntik baru.


Gambar 2.1 Definisi Populasi Kunci Penyebaran HIV

Populasi Definisi

WPS Perempuan berusia 15 tahun ke atas yang menerima uang atau barang untuk
melakukan seks penetratif anal atau vaginal dalam 12 bulan terakhir.

LSL Laki-laki secara biologis yang berusia 15 tahun ke atas yang berhubungan seks
dengan laki-laki lain dalam 12 bulan terakhir
Penasun Laki-laki atau perempuan berusia 15 tahun ke atas yang menyuntik obat-
obatan yang dikategorikan sebagai napza dalam 12 bulan terakhir
Waria Laki-laki secara biologis berusia 15 tahun ke atas yang mengidentifikasi
identitas gender mereka sebagai perempuan
Pelanggan WPS Laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang membayar perempuan dengan
uang atau barang untuk melakukan seks penetratif anal atau vaginal dalam
12 bulan terakhir
Pelanggan Waria Laki-laki berusia 15 sampai 49 tahun yang membayar Waria (sesuai definisi
di atas) dengan uang atau barang untuk seks penetratif anal dalam 12 bulan
terakhir.

6. Hubungan Narkoba dengan prilaku seks bebas

Penyalahgunaan narkoba dan perilaku seks bebas dapat merusak kesehatan

tubuh pada umumnya juga kesehatan reproduksi yang akan diderita oleh si

pelaku, dalam hal kesehatan reproduksi pelaku penyalahguna narkoba

mempunyai kerentanan yang lebih parah dengan penyalahgunaan narkoba yang

menggunakan jarum suntik yang dapat mengakibatkan tertularnya penyakit

HIV/AIDS.Di dalam penelitian sebelumnya hubungan narkoba dan seks

bebas ditemukan Koefisien korelasi yang masuk dalam kategori interpretasi

ukuran korelasi dengan nilai 0,543 termasuk kolerasi sangat signifikan,

artinyasemakin tinggi seseorangmengkonsumsi narkoba maka akan

semakintinggi pula perilaku seks bebasnya (Asyiah et al., 2021).

Peningkatan kasus baru Human Immuno deficiency Virus (HIV) yang

disebabkan oleh pengguna Napza suntik (penasun) cukup besar. Penasun

mendorong laju epidemi HIV dibeberapa Negara di dunia (Mathers,et al, 2007;

UNAIDS & WHO, 2007). HIV dapat menyebar dengan cepat diantara pengguna
Napza suntik dan dapat meningkatkan prevalensi HIV dari yang pada awalnya

masih 0 menjadi meningkat hingga 20- 50%.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan dari 220.000

penasun yang hidup di Indonesia, sekitar 63% merupakan penyumbang dari

semua infeksi HIV, 55% diantaranya terinfeksi melalui praktik penyuntikkan dan

8% penularan melalui seksual oleh penasun (Kemenkes,2007) Terdapat beberapa

faktor yang menyebabkan penasun menjadi salah satu populasi yang memiliki

risiko tinggi untuk menularkan HIV.

Penasun tidak hanya menyumbang kasus HIV/AIDS melalui penggunaan

jarum secara bergantian tetapi juga melalui perilaku seksualnya yang tidak aman.

Perilaku seksual berisiko penasun berpotensi untuk menyebarkan HIV/AIDS ke

masyarakat umum sehingga perlu perhatian yang khusus terhadap perilaku seksual

penasun. Pencegahan risiko penularan HIV melalui seksual dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu : abstain from sex (sama sekali tidak melakukan hubungan

seks), be faithful (melakukan hubungan seks hanya denagn suami atau istri saja),

dan consistenly condom (selalu memakai kondom bila melakukan hubungan seks)

baik dengan pasangan tetap maupun tidak tetap.

Berikut adalah beberapa jenis narkotika yang berhubungan erat dengan seks

bebas dan sering digunakan oleh para remaja.

1. Extacy dan seks bebas

Extacy adalah jenis narkoba yang sering di gunakan remaja untuk

meningkatkan kesenangan mereka. Dampak dari kerja extacy ini akan

meningkatkan detak nadi sang pengguna. Detak Normal bagi seseorang

yang tidak menggunakan narkoba antara 60-80 permenit namun bagi sang
pengguna, detak nadi akan naik sampai 120 detak per menit. Selain itu

extacy akan membuat sang pengguna menjadi lebih hyperaktif sehingga

penderita akan terus bergerak. Setelah efek tersebut mulai berkurang maka

efek selanjutnya akan menstimulan/merangsang libido/nafsu seks. Saat

kondisi seperti ini, maka siapapun tidak akan merasa perlu untuk

menseleksi siapa partner seksnya dan tiak akan melihat dampak dari

perbuatan seks bebas mereka.

2. Shabu

Shabu adalah jenis narkoba yang memiliki efek menstimulan/merangsang

Susunan Saraf Pusat (SSP) untuk bekerja. Efek dari kerja shabu ini bisa

merangsang seseorang untuk mampu bekerja atau bertahan beraktifitas

lebih lama dari orang normal, bisa lebih dari dua hari dua malam bahkan

lebih. Biasanya orang mengkonsumsi shabu seringkali dikaitkan dengan

tujuan atau orientasi orang itu atas dampak yang diharapkan, misal untuk

kemampuan melakukan aktifitas berlebih (lembur kerja) atau juga untuk

orientasi kekuatan (lamanya) aktifitas seksual mereka. Salah satu orientasi

seseornag yang paling sering mengkonsumsi narkoba jenis shabu ini

adalah untuk mendukung aktifitas seksual mereka. Harapan sehingga

mampu memuaskan lawan seksnya dan kebutuhan identitas seks mereka

sendiri. Shabu ini pun memberikan efek pada tubuh luar sang pengguna.

Efeknya antara lain agar tubuh mereka menjadi lebih terang dan terkesan

lebih bersih, sehingga tidak jarang mereka yang mengkonsumsi jenis ini

lebih merasa percaya diri.

3. Narkoba jenis putaw (Heroin atau opium)


Merupakan narkoba yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi,

sehingga bila tanpa putaw mereka akan kesakitan (sakaw). Pemakaian

jenis putaw ini menyebabkan seseorang harus terus menerus

mengkonsumsi maka untuk memenuhi kebutuhan mengkonsumsi putaw

mereka (remaja) rela melakukan apapun, seperti mencuri, merampok, atau

yang lebih parah lagi melakukan seks komersil atau menjual diri mereka

sendiri. Seks secara komersil ini dilakukan baik ari pecandu perempuan

menjadi pelacur dan pecandu pria menjadi gigolo. Sheingga tidak jarang

para remaja melakukan seks bebas di luar dengan siapa pun partnernya

untuk mendapatkan uang sehingga bisa membeli narkoba tersebut dan

dapat di konsumsi oleh dirinya sendiri.

7. Pencegahan penggunaan Narkoba dan Perilaku Seks bebas

1. Upaya Preventif

Upaya penyalahgunaan narkoba dan tindakan seks bebas melalui keluarga dan

masyarakat. Strageti yang dibutuhkan dalam hal ini ialah dilakukan secara

simultan dan holistik, yaitu dilakukan secara bersama-sama dari semua

kalangan yang terkait dari pemakai, keluarga, masyarakat, aparat kepolisian

dan pemerintahan.

2. Upaya Kuratif

Upaya kuratif meliputi treatment dan rehabilitatif. Hingga saat ini belum

ditemukan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba secara sempurna

dan memuaskan, baik secara teratment maupun rehabilitatif. Namun hal ini

dapat digunakan sebagai tindakan pengobatan untuk remaja yang telah

terjerumus dalam penggunaan narkoba dan seks bebas.


3. Peranan orang tua dalam pemberantasan narkoba

Orang tua sebagai bagian dari masyarakat memiliki banyak peran penting

dalam mendukung upaya pemberantasan ancaman terhadap generasi muda

dari bahaya narkoba dan seks bebas. Langkah-langkah yang dapat di lakukan

antara lain:

a. Lingkungan Keluarga

1. Sejak anak dalam kandungan, hindari mengkonsumsi obat tanpa resep

dokter

2. Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak

3. Berikan informasi tentang bahaya narkoba dan bahaya seks bebas sejak

dini

4. Hindari anak mengkonsumi makanan yang tidak sehat

5. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan gejala-gejala yang tidak

wajar pada anak

6. Berobat sedini mungkin apabila diketahui secara pesti bahwa anak

tersebut adalah pengguna narkoba

b. Lingkungan Tempat Tinggal:

1. Berikan kegiatan-kegiatan yang positif kepada anak

2. Adakan kerjasama dengan RT/RW untuk mengadakan penyuluhan

tentang bahaya narkoba dan seks bebas

3. Informasikan kepada pihak kepolisian apabila dicurigai dilingkungan

tempat tinggal terdapat pengguna atau pengedar narkoba dan terdapat

tempat praktek seks bebas.


8. Penatalaksanaan Pengendalian HIV pada populasi kunci

Berikut beberapa upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui


fasyankes dalam rangka penanggulangan HIV:
1. Akses HIV gratis bagi seluruh warga negara indonesia, dengan persetujuan
ataupun tanpa persetujuan pasien dengan catatan pasien menunjukan gejala
HIV
2. Akses ARV Gratis bagi seluruh ODHA
3. Akses Jarum Suntik gratis bagi penasun dengan ODHA
4. Akses pemeriksaan CD4 dan Viral Load bagi ODHA yang berencana menikah
dan memiliki anak
5. Pemantauan kesehatan terhadap anak baru lahir dari ibu dengan ODHA
selama 6 bulan, sampai anak dinyatakan negatif ataupun positif HIV
6. Akses profilaksis dalam rangka pencegahan HIV ataupun infeksi sekunder
seperti obat-obatan untuk mencegah HIV
7. Konseling bagi ODHA dan keluarga ODHA oleh konselor terlatih
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Narkoba adalah zat adiktif yangmampu merubah afektif, kognitif sertaperilaku

jika masuk ke dalam tubuhmanusia baik dengan cara dimakan,diminum, dihirup,

suntik, intravena, danlain sebagainya.

Perilaku seks bebas dapat diartikan melakukan seks bebas dengan

siapapun tanpa melihat siapa di sini sebagai pasangan sah atau bukan pasangan

sah nya atau juga perilaku seks menyimpang misalnya seks yang dilakukan

antara lelaki sesama lelaki, perempuan sesama perempuan, dimana perilaku

seks tersebut merupakan perilaku seks yang beresiko yaitu perilaku seks yang

dapat menimbulkan berbagai macam penyakit menular seksual.

HIV (Human: Manusia, Immunodeficiency: Penurunan daya tahan tubuh,

Virus: virus) yaitu virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini

adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk

memproduksi kembali dirinya.

AIDS (Acquired: didapat, Immune Deficiency : Penurunan daya tahan tubuh

Syndrom : kumpulan gejala) adalah fase terakhir dari infeksi HIV, yang

merupakan kumpulan dari sejumlah penyakit yang mempengaruhi tubuh dimana

sistem kekebalan yang melemah tidak dapat merespon.


B. Saran

1. Orangtua

Sebagai orangtua yang baik, harus memberikan perhatian dan kasih sayang

kepada anak-anak. Jangan biarkan mereka merasa tidak di sayang karena

mereka pasti akan mencari kesenangan di luar bersama teman-teman

sebayanya dan bila terlalu bebas dapat memicu pergaulan bebas, seperti seks

bebas dan narkoba. Orang tua Harus memperhatikan dan membatasi pergaulan

dari sang anak sehingga ia tidak salah bergaul.

2. Para Remaja

Sebagai remaja muda harus bisa menghindari pergaulan bebas yang dapat

menjerumuskan kepada hal-hal negative, seperti narkoba dan seks bebas.

Remaja harus bisa memilih atau memilah mana yang baik dan yang benar dari

pergaulannya. Remaja harus membatasi dri untuk tidak terjerumus dalam

pergaulan yang salah. Jika ingin mengetahui sesuatu hal yang mungkin belum

diketahui sebaiknya bertanya terlebih dahulukepada orang tua dan cobalah

untuk terus melakukan seiring kepada orang tua.


DAFTAR PUSTAKA

A. E. Cahyani, B. Widjanarko, and B. Laksono, “Promosi kesehatan Indonesia,” Gambaran


Perilaku Berisiko HIV pada Pengguna Napza Suntik di Provinsi Jawa Teng., vol. 10,
no. 1, 2015.
A. K. Asyiah, R. S. Sundari, and F. F. Pratama, “Hubungan Antara Penyalahgunaan Narkoba
Dan Seks Bebas Dengan Infeksi Menular Seksual Di Tasikmalaya,” J. Ilmu Sos. dan
Hum., vol. 10, no. 2, p. 237, 2021, doi: 10.23887/jish-undiksha.v10i2.32756.

Assari S, Yarmohamadivasel M, Narenjiha H, Rafiey H, Noori R, Shirinbayan P, et al.


Having multiple sexual partners among Iranian injection drug users. Frontiers in Psychiatry.
2014; 5: 125.

Covington, S. 1991. Awakening Your Sexuality: A Guide for Recovering Women. New
York: Harper Collins Publishers.

Haryanto dan Haditono, S.R. 1997. Hubungan antara Jangka Waktu Pembinaan dengan
Penurunan Gejala- Gejala Ketergantungan Narkotika. Psikologika.

Heny LS. 2011. Perilaku berisiko remaja di Indonesia menurut survei kese- hatan reproduksi
remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007. Jurnal Kesehatan Reproduksi.

Iskandar S, Basar D, Hidayat T, Siregar I, Pinxten L, van Crevel R, et al.2010.  High risk
behavior for HIV transmission among former injecting drug users: a survey from Indonesia.
BMC Public Health.

Purnomowardani AD. Penyingkapan diri, perilaku seksual, dan penyalahgunaan narkoba.


2000. Jurnal Psikologi.

Y. Wulandari and I. S. Mustikawati, “Hubungan Pengetahuan tentang HIV & AIDS dengan
Perilaku Pencegahan Berisiko HIV & AIDS pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta,” Forum Ilm., vol. 10, no. 2, pp. 220–229, 2017.
Y. Zamrodah, “PENGEMBANGAN APLIKASI ANTI NARKOBA BERBASIS ANDROID
SEBAGAI MEDIA LAYANAN INFORMASI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP
NEGERI 1 PASURUAN,” vol. 15, no. 2, pp. 1–23, 2016.

Anda mungkin juga menyukai