Anda di halaman 1dari 10

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya kekerasan
pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse di atas). Saat abuse
terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan
orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak.

1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau
saudaranya untuk beberapa waktu.

2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.

3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse

4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi
(seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan
perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)

5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.

6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.

7. Kaji respon psikologis pada trauma

8. Kaji keadekuatan dan adanya support system

9. Situasi Keluarga.

Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan


berkaitan dengan child abuse, antara lain:

1) Psikososial

 Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau

 Gagal tumbuh dengan baik

 Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial

 With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa

2) Muskuloskeletal

 Fraktur

 Dislokasi

 Keseleo (sprain)

3) Genito Urinaria
 Infeksi saluran kemih

 Perdarahan per vagina

 Luka pada vagina/penis

 Nyeri waktu miksi

 Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.

4) Integumen

 Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)

 Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi

 Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan

 Bengkak.

Evaluasi diagnostik

Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan laboratorium.

a) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

1) Penganiayaan fisik. Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:

 Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.

 Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-
tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong.
Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.

 Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan


retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat
penyembuhan yang berbeda.

 Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang
pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas
usia 2 tahun.

2) Pengabaian

 Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang


mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan
anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan
dan kebutuhan emosi anak.

 Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada


anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita
penyakit kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya.
Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat
kesehatan gigi dan mulut anak sehingga.
3) Penganiayaan seksual. Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:

 Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.

 Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.

 Pubertas prematur pada wanita

 Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman


sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan
seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.

 Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada
orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri,
depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.

b) Laboratorium

Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan
seksual, dilakukan pemeriksaan:

 Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah


penganiayaan seksual.

 Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus

 Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B

 Analisa rambut pubis

c) Radiologi

Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak,
yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,

Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk
meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa
nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur
multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.

 CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.

 MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan
kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.

 Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral

 Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami


penganiayaan seksual.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

I. Perilaku kekerasan berhubungan dengan keluarga tidak harmonis ,harga diri rendah.
II. Isolasi social berhubungan dengan koping keluarga inefektif, keluarga yang tidak
harmonis.

III. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan keluarga tidak harmonis.

IV. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

I. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan.

 Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan


orang lain.

Kriteria hasil:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya.

 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang


dimiliki.

 Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

 Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan


yang dimiliki.

 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

 Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik.

Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat


dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.

3. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.

Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam


hidupnya.

4. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif
klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

5. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.


Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.

6. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.

Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.

7. Berikan pujian.

Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.

8. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.

Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan
yang dimiliki.

9. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.

10. Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.

11. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.

Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.

12. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.

Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya


menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.

13. Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

14. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

II. Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang tidak harmonis.

Tujuan

 Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.

Kriteria hasil

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

 Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.

 Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.

 Kecemasan klien telah berkurang.

Intervensi

1. Psikoterapeutik.
a. Bina hubungan saling percaya

 Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan


waktu interaksi dan tujuan.

 Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk


menunjukkan penghargaan yang tulus.

 Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak


akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.

 Selalu memperhatikan kebutuhan klien.

b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka

 Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah
yang sederhana

 Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan
teratur.

 Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan


perawat.

 Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk


mengungkapkan perasaanya

c. Kenal dan dukung kelebihan klien

 Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan


klien, cara menceritakan perasaanya kepada orang lain yang
terdekat/dipercaya.

 Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif

 Dukung koping klien yang konstruktif

 Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.

d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal

 Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal


terapi.

 Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.

 Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.

 Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap,


dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua perawat,
kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.

 Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.

2. Pendidikan kesehatan
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata
seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain
musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan berhubungan
dengan orang lain.

b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.

c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan


dengan klien.

d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas


dilingkungan masyarakat.

3. Kegiatan hidup sehari-hari

a. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat


melaksanakannya sendiri.

b. Bimbing klien berpakaian yang rapi

c. Batasi kesempatan untuk tidur

d. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio
dan televisi.

e. Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.

4. Lingkungan Terapeutik

a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang


lain dari ruangan.

b. Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka
waktu yang lama.

c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.

III. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan keluarga tidak harmonis.

Tujuan

 Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.

Kriteria hasil

 Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya


dengan tindakan yang tepat.

Intervensi

1. Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .

Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima perasaannya


sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak dengan benar.

2. Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.


Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik dan
benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang buruk.

3. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak.

Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat


dilaksanakan keluarga terhadap anak.

4. Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status
pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.

Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk meningkatkan


peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh kembang anaknya.

5. Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.

Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga ( orang


tua ),tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak,memiliki
pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan
kesadaran untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.

IV. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan

Tujuan.

 Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.

Kriteria hasil:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya.

 Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

 Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.

 Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

 Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara


konstruktif.

 Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

 Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

 Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan
interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang,
observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.

Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.

3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak


mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian
persoalan.

4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari


penyelesaian masalah yang konstruktif pula.

5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan


untuk intervensi.

6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.

7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.

8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.

Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.

9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.

Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan


masalahnya.

10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.

11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.

Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.

12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.

Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.

13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.


Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri
klien.

14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.

Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.

Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar
diberi kesabaran.

Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.

15. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku


kekerasan.

16. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.

Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.

17. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.

Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.

18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

19. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel /
marah.

Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.

20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.

Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.

21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam


perubahan perilaku klien.

Anda mungkin juga menyukai