Anda di halaman 1dari 19

Health Care Sysytem

Coordinator:
Ns. Harizza Pertiwi, S.Kep., MN

Disusun oleh :

1. Nur Ravica Aprilia 012011012


2. Tiska Patra Lestina D. 012011016
3. Dyah Restu Syaira C. 012011036
4. Putri Zahra Salsabila 012011026
5. Jeihan Mutia 012011027
6. Syafira Salsabilla 012011038
7. Amanda Zeilika S. 012011045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
TA: 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmatnya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya sesuai dengan harapan kami. Ucapan terima
kasih kami sampaikan kepada Ns. Harizza Pertiwi, S.Kep., MN selaku dosen pengampu mata
kuliah Health Care System yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman
mengenai tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami selaku penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang kami
tulis bisa bermanfaat untuk kami sendiri maupun orang lain.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 5
1. 2. 1 Tujuan Umum ...................................................................................................... 5
1. 2. 2 Tujuan Khusus ..................................................................................................... 5
1.3 Metode Penulisan ........................................................................................................ 5
1.4 Sistematika Penulisan.................................................................................................. 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
A. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan .......................................... 6
a. Pengertian ....................................................................................................................... 6
b. Tujuan ............................................................................................................................. 6
c. Unsur-unsur..................................................................................................................... 6
d. Prinsip ............................................................................................................................. 7
e. Penyelenggaraan ............................................................................................................. 8
Kondisi nyata di pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas ........................................ 8
A. Karakteristik Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit ....................................................... 8
a. Uncertainty...................................................................................................................... 9
b. Asymetry of information................................................................................................. 9
c. Externality ..................................................................................................................... 10
Pelayanan kesehatan masyarakat ......................................................................................... 11
A. DISKUSI .......................................................................................................................... 13
Kasus Malpraktik ..................................................................................................................... 14
Diskusi ..................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang dilakukan oleh semua
masyarakat dari semua tingkatan secara sinergis agar subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan makanan. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman adalah bentuk
dan cara penyelenggaraan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman, khusus untuk obat dijamin ketersediaan
dan keterjangkauan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Sediaan farmasi adalah obat,
bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika (Perpres No.72 Tahun 2012). Dalam subsistem ini
diatur juga tentang ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan
(Lampiran Perpres No.72 Tahun 2012).

Subsistem ini dibutuhkan dalam rangka terwujudnya derajat kesehatan masyarakat setinggi-
tingginya. Hal ini dapat dilihat dari strategi dalam mencapai kesehatan masyarakat yang
dikemukakan oleh Moeloek (2017), yaitu:

1. Penguatan kepemimpinan dalam manajemen pelayanan kesehatan kepada masyarakat,


2. Adanya sarana fisik yang baik dan bersih
3. Adanya prasarana yang memenuhi kebutuhan masyarakat (alat kesehatan sebagai
penunjang dan obat-obatan yang memadai)
4. Terpenuhinya sumber daya manusia di fasilitas kesehatan. Sehingga penulis tertarik
untuk menulis studi literatur terkait aspek-aspek yang mendukung dalam terwujudnya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Skn memiliki tujuh subsistem
yang digunakan dalam upaya mewujudkan tujuannya. Salah satu subsistem yang
digunakan adalah pengadaan alat kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) yang merupakan acuan bentuk dan cara penyelenggaraan
kesehatan di daerah. Salah satu subsistem dalam SKN adalah subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan. Tujuan penyelenggaraan subsistem tersebut adalah supaya
tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/
bermanfaat dan bermutu. Selain itu, subsistem alat kesehatan juga menjamin aspek persediaan

4
dan pemerataan alat kesehatan di institusi kesehatan. Salah satu institusi kesehatan yang harus
meenjamin.
1.2 Tujuan Penulisan

1. 2. 1 Tujuan Umum

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Health Care
System dan menambah pengetahuan serta pemahaman tentang subsistem sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan.

1. 2. 2 Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan penulisan makalah ini, penulis diharapkan mampu:


1. Menjelaskan konsep/teori subsistem kesehatan.
2. Menjelaskan kondisi nyata di pelayanan kesehatan rumah sakit dan
puskesmas.
3. Mendiskusikan kasus malpraktik penangananya.

1.3 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka dengan
mencari dan membaca beberapa literature yang terkait dengan subsistem sediaan farmasi,
alat kesehatan dan makanan.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari:


BAB I: Pendahuluan
BAB II: Pembahasan
BAB III: kesimpulan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan


a. Pengertian

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan


berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/ manfaat, mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika.

b. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan


adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman,
berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan
keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.

c. Unsur-unsur

Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:
a. Komoditi
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah komoditi untuk penyelenggaraan
upaya kesehatan.
2. Makanan adalah komoditi yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
3. Sediaan farmasi harus tersedia dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan
khasiatyang tepat.
4. Alat kesehatan harus tersedia dalam jenis, bentuk, jumlah, dan fungsinya.
5. Makanan harus tersedia dalam jenis dan manfaat.
b. Sumber daya
1. Sumber daya manusia yang mengerti dan terampil dalam bidang sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan harus dengan jumlah yang cukup serta
mempunyai standar kompetensi yang sesuai dengan etika profesi
2. Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan serta makanan adalah peralatan atau
tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik di

6
fasilitas produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekun
der dan tersier.
3. Pembiayaan yang cukup dari pemerintah dan pemerintah daerah diperlukan
untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat dan
alatkesehatan esensial bagi masyarakat miskin.
c. Pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua
fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.

d. Prinsip

Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:
a. Aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu
Pemerintah menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan melalui pembinaan, pengawasan, dan pengendalian secara
profesional, bertanggung jawab, independen, transparan, dan berbasis bukti ilmiah.
b. Tersedia, merata, dan terjangkau
Obat merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan
dalam pelayanan kesehatan, sehingga obat tidak boleh diperlakukan sebagai komo
dita sekonomi semata.
c. Rasional
Setiap pelaku pelayanan kesehatan harus selalu bertindak berdasarkan buktiilmiah
terbaik dan prinsip tepat biaya (costeffective) serta tepat manfaat (cost- benefit)
dalam pemanfaatan obat agar memberikan hasil yang optimal
d. Transparan dan bertanggung jawab
Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, lengkap, dan tidak
menyesatkan tentang sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan dari produsen,
distributor, dan pelaku pelayanan kesehatan.
e. Kemandirian
Potensi sumber daya dalam negeri, utamanya bahan baku obat dan obattradisional
harus dikelola secara profesional, sistematis, dan berkesinambungan sehingga
memiliki daya saing tinggi dan mengurangi ketergantungan dari sumberdaya luar
negeri serta menjadi sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara.

7
e. Penyelenggaraan

Penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari
Upaya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan.
Penyediaan dan pelayanan obat berpedoman pada daftar obat esensial nasional (doen)
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan Pemerintah dan pemerintah daerah
dengan pengaturan khusus menjamin tersedianya obat bagi masyarakat di daerah
terpencil, daerah tertinggal dan perbatasan, serta daerah bencana, daerah rawan konflik
dan obat yang tidak mempunyai nilai ekonomis (orphan drug). Pemerintah melakukan
pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran untuk menjamin
ketersediaan dan pemerataan obat dan alat kesehatan. Pemerintah mengatur harga obat
dan alat kesehatan.

Kondisi nyata di pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas

A. Karakteristik Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Pelayanan rumah sakit mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tersendiri. Karakteristik


ini diakibatkan oleh karena rumah sakit merupakan suatu organisasi yang sangat kompleks.
Kompleksitas maupun karakteristik pelayanan rumah sakit perlu diketahui dan dipahami
oleh setiap orang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dan
penyelenggaraan rumah sakit.
Kompleksitas dari rumah sakit tersebut antara lain karena adanya berbagai kegiatan
yang kadang-kadang kontradiktif bahkan sering menimbulkan konflik. Konflik terutama
disebabkan oleh karena kehadiran dari pada aneka ragam tenaga dengan latar belakang
pendidikan yang berkisar dari tenaga berpendidikan tinggi dan terampil sampai kepada
tenaga yang tidak berpendidikan. Konflik membakat terjadi antara profesi medis dan
profesi manajemen yang disebabkan disatu pihak menggunakan pendekatan teknis medis
(medical clinical approach) sedangkan dilain pihak menggunakan pendekatan manajerial
(manajerial approach).
Menurut Evans, dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain kebutuhan
pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan rumah sakit, mempunyai tiga ciri utama yang
unik uncertainty, asymetri of information, dan externality (Evans, 1984). Ketiga ciri utama
tersebut menurunkan berbagai ciri lain yang menyebabkan pelayanan rumah sakit sangat
unik dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh pada

8
komoditas lain inilah yang mengharuskan kita membedakan perlakuan pengaturan atau
intervensi pemerintah.

a. Uncertainty

Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan rumah


sakit tidak bisa dipastikan, baik waktunya, tempatnya, maupun besarnya biaya yang
dibutuhkan. Sifat inilah yang menyebabkan timbulnya respons penyelenggaran mekanisme
asuransi di dalam pelayanan kesehatan. Mekanisme asuransi yang mentrasfer dan
menghimpun (pool) risiko perorangan/ kelompok kecil menjadi risiko kelompok besar
merupakan solusi yang paling tepat terhadap ciri ini. Dengan membagi risiko itu kepada
kelompok (dengan membayar premi) maka risiko tiap orang menjadi kecil/ringan, karena
dipikul bersama. Phelps (1992) juga mengemukakan sifat ini yang mendasari mekanisme
asuransi kesehatan. Ciri ini pula yang mengundang mekanisme derma di dalam masyarakat
tradisional dan modern. Karena pada akhirnya ciri ini menurunkan keunikan lain yang
menyangkut aspek peri kemanusiaan (humanitarian) dan etika.
Rapoport (1982) juga menambahkan bahwa semua pelayanan kedokteran untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak pasti tersebut mengandung uncertainty atau risiko.
Dengan ketidak-pastian ini, sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk
memenuhi kebutuhan akan pelayanan rumah sakit, seseorang yang tidak miskin di
Indonesia dapat menjadi miskin atau bangkrut manakala ia menderita suatu penyakit atau
mengalami kecelakaan yang berat (medically poor).

b. Asymetry of information

Sifat kedua, asymetry of information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan rumah


sakit berada pada posisi yang lebih lemah sedangkan provider (dokter, dll) mengetahui jauh
lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayanan yang "dijualnya". Misalnya kasus
ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah
ia membutuhkan Kondisi ini sering dikenal dengan consumer ignorance atau konsumen
yang bodoh.
Dapat dibayangkan bahwa jika sebuah rumah sakit atau penjual memaksimalkan laba
dan tidak mempunyai integritas yang kuat terhadap norma-norma agama dan sosial, sangat
dengan mudah terjadi abuse atau moral hazard yang dapat dilakukan rumah sakit melalui
dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut. Sebagai contoh sebuah rumah sakit bersalin di
Jakarta, suatu ketika terdapat hampir semua pasien di suatu lantai yang menjalani

9
persalinan dengan operasi saesar dengan alasan yang sama yaitu lilitan tali pusat. Perbedaan
yang sangat unik ini menyebabkan demand pelayanan rumah sakit ditentukan oleh rumah
sakit bukan oleh pasien. Sementara dalam pasar yang normal, konsumenlah yang
menentukan jenis barang atau jasa dan jumlah yang dibelinya. Jadi pada komoditas pasar
kekuatan (power) terletak pada konsumen atau pembeli dan oleh karenanya konsumen
menjadi raja. Di dalam pelayanan rumah sakit, sebaliknya, rumah sakit-lah yang
mempunyai power dan menjadi raja. Oleh karena itu, apa yang akan terjadi sangat
tergantung dari moral petugas dan pemilik rumah sakit. Pemilik dan petugas rumah sakit
yang memiliki hati nurani (raja yang adil dan berbudi luhur) yang tinggi akan menjadi dewa
penolong bagi pasien.
Menyadari adanya ketidak seimbangan informasi, maka praktek kedokteran dan
pelayanan rumah sakit di negara manapun memerlukan lisensi khusus dan dikontrol dengan
sangat ketat oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk melindungi pasien dari pelayanan
yang tidak berkualitas, harga yang mencekik, atau pelayanan yang dapat membodohi
pasiennya. Akibat dari keharusan lisensi ini maka terjadi entry barrier yang membatasi
masuknya supply.
Di Indonesia, pembiayaan obat mencapai sekitar 40% dari total pembiayaan kesehatan.
Karena yang menentukan obat yang perlu dibeli pasien adalah dokter dan pasien tidak
memiliki kemampuan memilih, maka kolusi antara perusahaan obat dengan dokter sangat
mudah terjadi dan sudah banyak terjadi. Hal ini tambah memberatkan beban pasien, apalagi
jika rumah sakit ikut memfasilitasi atau ikut berkolusi dengan perusahaan farmasi.

c. Externality

Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan/rumah sakit tidak saja


mempengaruhi "pembeli" tetapi juga bukan pembeli. Demikian juga risiko kebutuhan
pelayanan kesehatan tidak saja mengenai diri pembeli. Contohnya adalah konsumsi rokok
yang mempunyai risiko lebih besar pada yang bukan perokok. Akibat dari ciri ini,
pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuknya. Oleh karenanya,
pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan
tetapi perlunya digalang tanggung jawab bersama (publik). Ciri unik tersebut juga
dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein (1993) dan
Rappaport (1982).
Selain itu, pelayanan kesehatan mempunyai aspek sosial yang rumit dipecahkan sendiri
oleh bidang kedokteran atau ekonomi. Bidang kedokteran tidak bisa membiarkan keadaan

10
seseorang yang memerlukan bantuan medis tetapi teknologinya atau biayanya belum
tersedia. Dokter, tidak bisa memperlakukan pasien sebagai komputer yang jika salah satu
komponennya tidak berfungsi, orang (seperti komputer) dapat dimusnahkan saja, jika
teknologi untuk memfungsikannya sulit atau mahal. Dokter berusaha mencari teknologi
baru untuk memecahkan masalah klinik yang tidak pernah tuntas. Teknologi baru tersebut
menuntut penelitian longitudinal dan biaya besar. Akibatnya, teknologi baru menjadi mahal.
Hal ini berdampak pada aspek ekonomi, dimana teknologi kedokteran dapat mengatasi
keadaan pasien. Akan tetapi biaya untuk itu sering tidak tejangkau oleh kebanyakan orang.
Karena manusia memberikan nilai yang sangat tinggi akan kehidupan dan kesehatan, maka
seringkali timbul dilema besar yang menyangkut kelangsungan hidup seseorang hanya
karena faktor biaya. Karena secara sosial kita tidak bisa melakukan pertimbangan biaya
dan efisiensi maka harus ada suatu mekanisme yang mampu memecahkan pembiayaan
pelayanan bedah, diagnostik canggih, pelayanan gawat darurat, dan pelayanan intensif lain
yang mahal.

Pelayanan kesehatan masyarakat

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di Indonesia mulai dikembangkan sejak


dicanangkannya pembangunan jangka panjang (PJP) yang pertama tahun 1971. Adapun
tujuan pemerintah mengembangkan puskesmasadalah untuk mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang sebagian besar masih tinggal di pedesaan (Muninjaya,
2004).
Menurut Azwar (1996) puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada
suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Berdasarkan KEPMENKES128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar
puskesmas, mengatakan bahwa puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas Kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja. Dalam pengertian tersebut terdapat empat hal pokok yang dijabarkan
sebagai berikut:
a. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota (UPTD), puskesmas
berperan menyelenggarakan sebagian tugas teknis operasional dinas kesehatan

11
kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia.
b. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Pertanggungjawaban Penyelenggara
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di
wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas
bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan
oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di
satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja
(desa/kelurahan/RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional
bertanggungjawab kepada dinas Kesehatan kabupaten/kota.
Berdasarkan pedoman kerja puskesmas yang disusun Departemen Kesehatan (1990)
puskesmas memiliki empat fungsi dasar, yaitu:
1. Preventif (pencegahan penyakit).
2. Promotif (peningkatan kesehatan).
3. Kuratif (pengobatan penyakit).
4. Rehabilitative (pemulihan kesehatan).
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan Kesehatan tingkat pertama
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi pelayanan kesehatan perseorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Usaha Pokok Puskesmas
Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan puskesmas ialah
pelayanan yang bersifat pokok (basic health service), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian
besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan
masyarakat dan pelayanan medik. Umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini
bersifat pelayanan rawat jalan. Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di
wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan Kesehatan pemerintah yang

12
wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata.
Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi:
1. Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif, dengan pendekatan kelompok masyarakat, serta sebagian besar
diselenggarakan bersama masyarakat melalui upaya pelayanan dalam dan luar gedung
di wilayah kerja puskesmas.
2. Pelayanan medic dasar yang labih mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitative
dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya melalui upaya rawat jalan
dan rujukan. Pada kondisi tertentu bila memungkinkan dapat dipertimbangkan
puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap sebagai rujukan antara sebelum
dirujuk ke rumah sakit.

A. DISKUSI

Dari hasil diskusi kami bahwa ditemukan perbedaab antara pelayanan Kesehatan di rumah
sakit dan di puskesmas adalah Pelayanan rumah sakit mempunyai sifat-sifat atau
karakteristik tersendiri. Karakteristik ini diakibatkan oleh karena rumah sakit merupakan
suatu organisasi yang sangat kompleks. Kompleksitas maupun karakteristik pelayanan
rumah sakit perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab dalam pembinaan dan penyelenggaraan rumah sakit. Menurut Evans,
dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain kebutuhan pelayanan kesehatan,
khususnya pelayanan rumah sakit, mempunyai tiga ciri utama yang unik uncertainty,
asymetri of information, dan externality (Evans, 1984). ketiga ciri utama tersebut
menurunkan berbagai ciri lain yang menyebabkan pelayanan rumah sakit sangat unik
dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh pada
komoditas lain inilah yang mengharuskan kita membedakan perlakuan pengaturan atau
intervensi pemerintah.
Sedangkan puskesmas adalah pelayanan yang bersifat pokok (basic health service), yang
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk
meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
meliputi pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan medik.
puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya

13
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat
tinggal dalam suatu wilayah tertentu
Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas
merupakan sarana pelayanan Kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata.
Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif, dengan pendekatan kelompok masyarakat, serta sebagian besar diselenggarakan
bersama masyarakat melalui upaya pelayanan dalam dan luar gedung di wilayah kerja
puskesmas.

Kasus Malpraktik

Seorang warga di Tegal, Jawa Tengah tewas diduga akibat mal praktek saat
dirawat di rumah sakit. Korban diberi cairan infus yang sudah kadaluarsa saat
menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal sehingga kondisinya terus
memburuk dan akhirnya tewas. Sementara itu pihak Rumah Sakit Mitra Siaga
mengatakan, pemberian infus kadaluarsa tersebut bukan merupakan kesengajaan.
Solihul, warga Surodadi, Tegal, Jawa Tengah meninggal Selasa (25/03/08)
kemarin, di Rumah Sakit Harapan Anda Tegal. Tangis keluarga korban pun tak
terbendung saat mengetahui korban sudah meninggal. Istri korban Eka Susanti bahkan
berkali-kali tak sadarkan diri. Salah satu keluarga korban berteriak-teriak histeris
sambil menunjukkan sisa infus kadaluarsa yang diberikan ke korban saat menjalani
perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal Sabtu pekan lalu tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan infus tertera tanggal kadaluarsa 14 Januari 2008. Keluarga
korban menuding pemberian infus kadaluarsa inilah yang menyebakan korban meninggal.
Pihak Rumah Sakit Mitra Siaga dinilai teledor karena memberikan infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga korban, sejak diberi infus kadaluarsa, kondisi korban terus
memburuk. Korban yang menderita gagal ginjal awalnya dirawat di Rumah Sakit
Mitra Siaga Tegal selama 10 hari. Karena tak kunjung sembuh, pihak keluarga kemudian
memutuskan merujuk korban ke RSI Islam Harapan Anda Tegal. Korban langsung
menjalani perawatan di ruang ICU. Namun tiga hari menjalani perawatan di ICU
kondisi korban terus memburuk, hingga akhirnya meninggal dunia.

14
Direktur Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, Dokter Wahyu Heru Triono mengatakan,
tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus infus kadaluarsa yang di berikan kepada pasien
Solihul, namun pihaknya mengakui insiden ini menunjukkan adanya kelemahan
monitoring logistik farmasi. Meski belum dapat dipastikan meninggalnya korban
akibat infus kadaluarsa, pihaknya akan menjadikan kasus ini sebagai evaluasi untuk
memperbaiki monitoring logistik farmasi. Sementara itu keluarga korban mengaku tetap
akan menuntut pertanggungjawaban pihak Rumah Sakit Mitra Siaga atas terjadinya
kasus ini. Pasalnya, tidak saja telah kehilangan nyawa, namun keluarga korban tetap
harus membayar biaya perawatan sebesar 7 juta rupiah. (Kuncoro Wijayanto/Sup/26-Mar-
2008 PATROLI INDOSIAR).

Diskusi

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992, pekerjaan kefarmasian tidak hanya pembuatan dan
pengendalian mutu sediaan farmasi, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, tetapi juga pengamanan pengadaan, penyimpanan,
pengelolaan dan distribusi obat. Kelalaian seorang farmasis dalam memantau tanggal
kadaluarsa dari suatu sediaan obat mengakibatkan hilangnya nyawa manusia. Hal ini
sebenarnya dapat dihindarkan apabila seorang Farmasis berpatisipasi aktif dalam program
monitoring keamanan obat dan beruhasa menciptakan sistem untuk mendeteksi secara
dini suatu penyimpangan distribusi atau pengalihan obat.

Farmasis forensik adalah seorang farmasis yang profesinya berhubungan dengan proses
peradilan, proses regulasi, atau pada lembaga penegakan hukum (criminal justice system).
Salah satu peran farmasi forensik pada kasus ini adalah menganalisa reaksi berbahaya
yang ditimbulkan oleh infus yang telah kadaluarsa, dan menganalisa sistem distribusi
sediaan farmasi di rumah sakit tersebut. Hasil analisa kemudian dibuat sebagai suatu
penjelasan terhadap kesalahan pengobatan dan farmasi forensik sebagai saksi ahli pembuktian
peristiwa kasus yang terjadi sampai membuktikan pelaku yang terlibat dalam tindak kriminal
tersebut. Sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan saksi ahli adalah keterangan
yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlakukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan
(Wirasuta, tt).

Keterangan ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau jaksa
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan

15
mengingat sumpah diwaktu menerima jabatan ataupun pada saat persidangan untuk dicatat
dalam berita acara pemeriksaan (Pasal 186 KUHAP) (Wirasuta, tt). Apabila dari
penyidikan polisi dan keterangan saksi ahli diketahui terdapat kelalaian dalam
penyelenggaraan pemantauan atau pemantauan yang tidak mengikuti standar (kurang
tepat) oleh farmasis klinik dapat dikategorikan dalam kegiatan malpraktek kefarmasian.

Namun, apabila hasil pemeriksaan medis diketahui bahwa penyebab kematian korban
bukan disebabkan oleh infus kadaluarsa, akan tetapi karena penyakit gagal ginjal kronis,
maka seorang farmasis rumah sakit tidak dapat dipersalahkan dalam kasus tersebut.
Maka dari itu, diperlukan otopsi terlebih dahulu untuk memperjelas penyebab kematian
korban. Hal yang paling terpenting untuk menekan angka terjadinya malapraktik, harus ada
saling kontrol antara dokter, farmasis, dan perawat, karena ketiganya memiliki tanggung
jawab pada kesehatan dan perawatan pasien.

Dengan demikian, suatu dugaan adanya malpraktik apoteker harus ditelusuri dan dianalisa
terlebihi dahulu untuk dapat dipastikan adanya atau tidaknya malpraktik, keculai apabila
faktanya sudah membuktikan bahwa telah terdapat kelalaian yaitu res ipsa loquitur (the thing
speaks for it self). Sebagai seorang profesionalisme dibidang obat-obatan, tindakan apoteker
harus didasarkan atas ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, karena
kecerobohan dalam bertindak yang berakibat terancamnya jiwa pasien, hal ini dijelaskan
didasarkan pada asas kehati-hatian,

Tanggung jawab hukum pidana dapat dilihat jika terjadi pelayanan obat yang dilakukan di
apotik mengakibatkan pemakai obat mati atau menderita cacat sementara atau cacat tetap.
Dalam Pasal 359 kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Ninik Mariyanti
menjelaskan bahwa asas kejujuran merupakan salah satu asas yang terpentingan untuk dapat
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada dokter (apoteker). Berdasarkan asas kejujuran ini
dokter (apoteker) berkewajiban untuk memberikan pertolongan sesuai dengan yang dibutuhkan
pasien, yaitu sesuai dengan standar profesinya.5 Berkenaan dengan pemberian pelayanan obat
itu dapat dikatakan perbuatan pidana atau tidak maka akan sangat ditentukan oleh fakta sejauh
mana apoteker atau staf apotik bertindak tidak hati-hati, tidak cermat dan tidak teliti sehingga
menyebabkan lalai dan khilaf dalam bertindak.

Sesuai dengan ajaran mengenai kesalahan atau kelalaian haruslah memenuhi syarat sebagai
berikut: ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana
merupakan dua pengertian dasar. Untuk memastikan tentang adanya perbuatan pidana harus

16
diteliti terlebihi dahulu apakah seorang telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan undang-undang hukum pidana yang disertai ancaman pidana pada barang siapa yang
melanggar aturan tersebut.

Didalam hukum pidana dikenal pula dengan asas lex specialis derogat lege generali
merupakan asas hukum yang menyatakan peraturan atau Undang-undang yang bersifat khusus
mengesampingkan peraturan atau Undang-undang yang umum. Oleh karena itu, sesuai dengan
contoh kasus tersebut diberlakukanlah asas lex specialis derogate lege generali untuk dapat
menetukan peraturan yang berlaku untuk kasus itu.

Dalam tinjauan terhadap berlakunya peraturan perundangan-undangan, yang dikenal


dengan asas undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan adanya undang-undang
yang bersifat umum. Penggunaan asas ini sudah bersifat universal. Asas-asas ini dikenal pula
untuk mengantisipasi jika terjadinya pertentangan antara dua peraturan perundang-undangan
yang sederajat. Misalnya pertentangan antara undang- undang. Sebagaimana kita ketahui
dalam hukum pidana, dikenal adanya peraturan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP),
peraturan tersebut mengatur tentang perbuatan tindak pidana yang bersifat umum, sehingga
sanksi yang diperoleh oleh tersangka berasal dari KUHP.

17
BAB III

KESIMPULAN

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan berbagai upaya
yang menjamin keamanan, khasiat/ manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Kesehatan
di rumah sakit dan di puskesmas adalah Pelayanan rumah sakit mempunyai sifat-sifat atau
karakteristik tersendiri. Karakteristik ini diakibatkan oleh karena rumah sakit merupakan suatu
organisasi yang sangat kompleks. Kompleksitas maupun karakteristik pelayanan rumah sakit
perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam pembinaan dan penyelenggaraan rumah sakit. Menurut Evans, dibandingkan dengan
kebutuhan hidup manusia yang lain kebutuhan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan
rumah sakit, mempunyai tiga ciri utama yangunik uncertainty, asymetri of information, dan
externality (Evans, 1984). Ketiga ciri utama tersebut menurunkan berbagai ciri lain yang
menyebabkan pelayanan rumah sakitsangat unik dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya.
Keunikan yang tidak diperoleh pada komoditas lain inilah yang mengharuskan kita
membedakan perlakuanpengaturan atau intervensi pemerintah.Dengan demikian, suatu dugaan
adanya malpraktik apoteker harus ditelusuri dan dianalisa terlebihi dahulu untuk dapat
dipastikan adanya atau tidaknya malpraktik, keculai apabila faktanya sudah membuktikan
bahwa telah terdapat kelalaian yaitu res ipsa loquitur (the thing speaks for it self).Sebagai
seorang profesionalisme dibidang obat-obatan, tindakan apoteker harus didasarkan atas
ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, karena kecerobohan dalam
bertindak yang berakibat terancamnya jiwa pasien, hal ini dijelaskan didasarkan pada asas
kehati-hatian,Tanggung jawab hukum pidana dapat dilihat jika terjadi pelayanan obat yang
dilakukan di apotik mengakibatkan pemakai obat mati atau menderita cacat sementara atau
cacat tetap. Dalam Pasal 359 kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Ninik
Mariyanti menjelaskan bahwa asas kejujuran merupakan salah satu asas yang terpentingan
untuk dapat menumbuhkan kepercayaan pasien kepada dokter (apoteker). Berdasarkan asas
kejujuran ini dokter (apoteker) berkewajiban untuk memberikan pertolongan sesuai dengan
yang dibutuhkan pasien, yaitu sesuai dengan standar profesinya. Berkenaan dengan pemberian
pelayanan obat itu dapat dikatakan perbuatan pidana atau tidak maka akan sangat ditentukan
oleh fakta sejauh mana apoteker atau staf apotik bertindak tidak hati-hati, tidak cermat dan
tidak teliti sehingga menyebabkan lalai dan khilaf dalam bertindak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Supardi, S., Sasanti, R., Herman, M., Raharni, & Susyanty, A. L. (2012). Kajian peraturan
Perundang-Undangan tentang pemberian informasi obat dan obat tradisional di
Indonesia. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 2(1), 20–27.

Fasilitas, D. I., & Kesehatan, P. (2020). ASPEK-ASPEK PENDUKUNG DALAM


PENGADAAN ALAT KESEHATAN | Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) adalah
pengelolaan kesehatan yang dilakukan oleh semua masyarakat dari terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya . SKN memiliki upaya mewujudka.
December.

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Naskah Akademik UU Rumah Sakit [Academic Review
on Hospital Law]. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI, December 12, 1–53.
http://www.hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/Naskah_Akademik_RUU_Rum
ah_Sakit.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai