Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

“Perkembangan sistem kebijakan kesehatan dan kecenderungan


pemikiran sistem pelayanan kesehatan ”

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Azzahra Prastya P3.73.24.3.20.005


2. Deborah P3.73.24.3.20.008
3. Fina Fatimah P3.73.24.3.20.015
4. Nabilah Maharani P3.73.24.3.20.027
5. Nanda Puspita Ratri P3.73.24.3.20.028
6. Nisrina Nur Thifal P3.73.24.3.20.030

Dosen Pengampu :

Dr. Abdul Aziz, BE, SKM, MM,MARS

Mata Kuliah :

Administrasi Kebijakan Kesehatan

PRODI D-IV PROMOSI KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


2021

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan YME. Atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun tugas ini dengan judul “Perkembangan sistem
kebijakan kesehatan dan kecenderungan pemikiran sistem pelayanan kesehatan”

Dalam penyusunan makalah ini penyusun mendapatkan arahan dan bimbingan dari
berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai rencana dan target yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Abdul Aziz, BE, SKM, MM, MARS. selaku dosen pengajar mata kuliah yang
telah memberikan pengarahan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sebagaimana mestinya.
2. Orang tua kami tercinta yang telah membantu, mendoakan, memotivasi, dan menanti
keberhasilan kami.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Bekasi 04 Agustus 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... 2
BAB I...................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN...................................................................................................................... 5
2.1 Sistem Kesehatan........................................................................................................5
2.2 Sistem Kebijakan Kesehatan.......................................................................................5
2.3 Perkembangan sistem kebijakan kesehatan kecenderungan.......................................7
2.4 Pemikiran Sistem Pelayanan Kesehatan......................................................................9
BAB III.................................................................................................................................. 11
PENUTUP............................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 11
3.2 Saran.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga oleh karena itu pemerintah
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata adil dan
terjangkau bagi masyarakat serta negara bertanggung jawab mengatur sepenuhnya hak hidup
sehat bagi setiap penduduk termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu sebagaimana
diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) menyebutkan bahwa
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Kesehatan merupakan hal yang melekat dalam diri setiap orang. Ia tidak bisa
dirampas oleh siapapun. Kondisi fisik ini ditakdirkan secara alamiah pada tubuh. Baik atau
buruk kondisi tubuh, pemilik tubuh nyalah yang merasakan. Oleh karena itu, kebutuhan
untuk mendapat kesehatan dan bebas dari keadaan tidak sehat adalah hak bagi setiap orang,
semenjak lahir sampai ajal menjemputnya. Tidak ada sedikit pengecualian apapun, bagi
warga kelas menengah, atas, dan bawah, sama derajat haknya mendapat perlindungan
kesehatan dari negara.
Kebijakan kesehatan harus berdasarkan pembuktian yang menggunakan pendekatan
problem solving secara linear. Penelitian kesehatan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan
bukti yang akurat. Setelah dilakukan penelitian kesakitan dan penyakit dari masyarakat,
termasuk kebutuhan akan kesehatan, sistem kesehatan, tantangannya selanjutnya adalah
mengetahui persis penyebab dari kesakitan dan penyakit itu. Walaupun disadari betapa
kompleksnya pengertian yang berbasis bukti untuk dijadikan dasar dari kebijakan (Fafard,
2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari sistem kesehatan?
2. Apa pengertian dari kebijakan kesehatan?
3. Bagaimana perkembangan sistem kebijakan kesehatan kecenderungan?
4. Bagaimana pemikiran sistem pelayanan kesehatan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem kesehatan
2. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan kesehatan
3. Untuk mengetahui perkembangan sistem kebijakan kesehatan kecenderungan
4. Untuk mengetahui pemikiran sistem pelayanan kesehatan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Kesehatan


A. Pengertian Sistem Kesehatan
WHO mendefinisikan sistem kesehatan sebagai seluruh kegiatan yang mana
mempunyai maksud utama untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan.
Mengingat maksud tersebut di atas, maka termasuk dalam hal ini tidak saja pelayanan
kesehatan formal, tapi juga tidak formal, seperti halnya pengobatan tradisional. Selain
aktivitas kesehatan masyarakat tradisional seperti promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya, pendidikan yang
berhubungan dengan kesehatan merupakan bagian dari sistem.
Sistem Kesehatan menurut WHO adalah semua kegiatan yang tujuan
utamanya untuk meningkatkan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Tujuan
utama sistem kesehatan ada tiga, yaitu (USAID Indonesia, 2013):
1. Peningkatan status kesehatan.
2. Perlindungan risiko terhadap biaya kesehatan: Universal coverage.
3. Kepuasan publik.
B. Menurut Para Ahli:
1. John MC Manama, Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari
fungsi- fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu unit
organik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
2. Ryans, Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan
oleh suatu proses atau struktur dan fungsi sebagai satu kesatuan organisasi
dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.

Sistem kesehatan paling tidak mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: Pelayanan


kesehatan, pembiayaan kesehatan, penyediaan sumber daya dan stewardship/
regulator. Fungsi-fungsi tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk subsistem
dalam sistem kesehatan, dikembangkan sesuai kebutuhan. Masing-masing
fungsi/subsistem akan dibahas tersendiri.

2.2 Sistem Kebijakan Kesehatan


Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang
berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan dan
pengaturan keuangan dari sistem kesehatan (Walt,1994). Kebijakan kesehatan
merupakan bagian dari sistem kesehatan (Bornemisza & Sondorp,2002). Komponen

5
sistem kesehatan meliputi sumber daya, struktur organisasi, manajemen, penunjang
lain dan pelayanan kesehatan (Cassels, 1995). Kebijakan kesehatan bertujuan untuk
mendesain program-program di tingkat pusat dan lokal, agar dapat dilakukan
perubahan terhadap determinan-determinan kesehatan (Davies 2001; Milio 2001),
termasuk kebijakan kesehatan internasional (Hunter 2005; Labonte, 1998; Mohindra
2007). Kebijakan Kesehatan itu adalah tujuan dan sasaran, sebagai instrumen, proses
dan gaya dari suatu keputusan oleh pengambil keputusan, termasuk implementasi
serta penilaian (Lee Buse & Fustukian, 2002).
Kebijakan kesehatan harus berdasarkan pembuktian yang menggunakan
pendekatan problem solving secara linear. Penelitian kesehatan adalah suatu kegiatan
untuk mendapatkan bukti yang akurat. Setelah dilakukan penelitian kesakitan dan
penyakit dari masyarakat, termasuk kebutuhan akan kesehatan, sistem kesehatan,
tantangannya selanjutnya adalah mengetahui persis penyebab dari kesakitan dan
penyakit itu.

A. Pendekatan Sistem Kebijakan Kesehatan


Pada hakikatnya, ada 3 komponen dalam sistem kesehatan atau yang biasa
disebut dengan segitiga kesehatan yang saling berhubungan, yaitu kebijakan
kesehatan itu sendiri (health policy), para pelaku kebijakan (actor of policy), dan
lingkungan kebijakan (environment of policy).
Pelaku kebijakan adalah seluruh unsur yang terkait dengan proses lahirnya
kebijakan kesehatan yaitu; Pemerintah dan DPR,DPD, DPRD. Lingkungan kebijakan
adalah keadaan atau kondisi kesehatan yang melandasi suatu kebijakan kesehatan,
misalnya angka kesakitan, angka kematian, kejadian luar biasa atau wabah dan
sebagainya. Kebijakan kesehatan adalah produk pilihan pemerintah untuk
menyelesaikan kesehatan yang ada.
Walaupun demikian dari sudut pandang yang lain “segitiga kesehatan”
dianggap masih kurang menggambarkan komponen kebijakan kesehatan secara
komprehensif karena dalam kebijakan kesehatan, masyarakat sebagai sasaran
kebijakan turut memiliki andil dalam proses kebijakan kesehatan.
Pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengerti suatu proses
kebijakan adalah yang disebut “stages heuristic” yaitu memilah proses kebijakan
tersebut ke dalam suatu rangkaian tingkatan dengan menggunakan teori dan model
serta tidak mewakili apa yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Langkah-langkahnya
adalah pengenalan akan hal-hal yang baru termasuk besar persoalan-persoalannya.
Pada langkah ini dieksplorasi bagaimana hal-hal yang menjadi perhatian masuk dalam
ke dalam agenda. Kedua, formulasi kebijakan yang mengeksplorasi siapa-siapa saja
yang terlibat dalam perumusan kebijakan, bagaimana kebijakan itu disepakati dan
bagaimana akan dikomunikasikan. Ketiga, implementasi kebijakan. Tahap ini sering
kali diabaikan namun demikian merupakan fase yang sangat penting dalam membuat
suatu kebijakan, karena apabila kebijakan tidak diimplementasikan maka dapat
dianggap keliru. Keempat, evaluasi yang terjadi termasuk hal-hal yang muncul dan
tidak diharapkan dari suatu kebijakan (Pollard & Court, 2005).

6
B. Tujuan Kebijakan Kesehatan
Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola pencegahan,
pelayanan yang berfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit dan
perlindungan terhadap kaum rentan (Gormley, 1999). Kebijakan kesehatan juga peduli
terhadap dampak dari lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kesehatan (Poter, Ogden and
Pronyk, 1999). Kebijakan kesehatan dapat bertujuan banyak terhadap masyarakat. Untuk
kebanyakan orang kebijakan kesehatan itu hanya peduli kepada konten saja. Contohnya,
pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan swasta atau kebijakan dalam hal pemantapan
pelayanan kesehatan ibu dan anak (Walt, 1994).
Kebijakan kesehatan berpihak pada hal-hal yang dianggap penting dalam suatu
institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai sasaran, menyediakan
rekomendasi yang praktis untuk keputusan-keputusan penting (WHO, 2000)

2.3 Perkembangan sistem kebijakan kesehatan kecenderungan

Proses pengembangan kebijakan menurut Brehaut dan Juzwishin adalah


mengumpulkan, memproses, dan mendiseminasikan informasi yang berhubungan dengan
kebijakan yang akan dikembangkan; mempromosikan pilihan-pilihan untuk langkah yang
akan diambil; mengimplementasi pada pengambil keputusan; memberikan sanksi bagi yang
tidak bisa mentaati; dan mengevaluasi hasil pencapaian (Brehaut & Juzwishin, 2005).
Perkembangan kebijakan kesehatan di Indonesia saat ini terlihat tumbuh secara tidak
maksimal. Sebagai contoh, standar mutu pelayanan rumah sakit masih belum tertata dengan
baik, jumlah dokter khususnya spesialis masih sedikit, penyebaran dan pendapatan dokter
tidak merata dan sebagian dokter rendah pendapatannya, indikator kinerja lembaga pelayanan
kesehatan belum dipergunakan secara nyata. Bagian ini bertujuan membahas perkembangan
komponen komponen sektor kesehatan di Indonesia agar analisis dapat dilakukan secara baik.
Pembahasan ini diperlukan untuk memahami hambatan hambatan yang ada dalam
pertumbuhan sektor pelayanan kesehatan di Indonesia.
1. Pemerintah
Pemerintah Selama hampir setengah abad ini, pemerintah Indonesia cenderung
memandang kesehatan sebagai suatu sektor yang tidak berdasar pada hukum ekonomi.
Masyarakat terbiasa memandang kesehatan sebagai sektor yang dibiayai oleh pemerintah dan
murah. Keadaan ini mencerminkan ketidakjelasan situasi mengenai peran pemerintah dalam
sektor kesehatan. Hal tersebut menjadi tidak selaras dengan PT Askes Indonesia atau JPKM
dengan rumah sakit terutama tenaga kesehatan.
2. Masyarakat
Masyarakat merupakan pihak yang harus merubah pandangan ekonomi terhadap kesehatan
mereka sendiri.Masyarakat tidak siap membayar untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Hal ini terbukti dari data Susenas di berbagai daerah yang menunjukkan bahwa pengeluaran
rumah tangga untuk tembakau lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk
kesehatan. Dalam konteks masyarakat yang seperti ini haruslah dicari upaya agar timbul
kebutuhan pada sistem asuransi kesehatan dengan cara pooling risiko. Dapat dipahami JPKM

7
yang saat ini bertumpu pada pelayanan kesehatan primer sederhana tidak mampu menarik
para peserta. Dalam hal ini tidak ada demand untuk membeli premi asuransi yang rendah
biayanya karena masyarakat masih beranggapan bahwa tarif pelayanan masih rendah
(Sudibya, 1997)
Dalam hal ini perlu upaya yang sistematik sehingga masyarakat siap menerima kenyataan
bahwa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, sehingga tertarik untuk
membayar dengan cara pre-payment seperti premi asuransi kesehatan dan JPKM. Peluang
untuk mendapatkan dana kesehatan dari masyarakat masih tinggi karena pengeluaran belanja
rumah tangga untuk merokok masih tinggi.
3. Asuransi Kesehatan
Indonesia saat ini pengembangan sistem asuransi kesehatan dijalankan tanpa menggunakan
kaidah lembaga usaha yang berbasis ekonomi. Sistem penghitungan iuran dan pembayaran
rumah sakit yang dilakukan oleh PT Askes Indonesia sebagai pengelola asuransi kesehatan
terbesar di Indonesia belum sepenuhnya menggunakan pendekatan ekonomi. Sistem PT
Askes Indonesia yang wajib untuk pegawai negeri dengan Surat Keputusan Bersama
(SKB)antara menteri terkait belum mampu menggairahkan para dokter dan pengelola rumah
sakit pada pihak pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat untuk membelinya. Di masa
mendatang diharapkan JPKM dan perusahaan asuransi kesehatan merupakan unit usaha yang
berdasarkan prinsip-prinsip risiko dan memenuhi kriteria industri. Dalam hal ini diperlukan
keterampilan manajemen mikro untuk mengolah asuransi kesehatan dan Badan Pelaksana
(Bapel) JPKM. Keterampilan manajerial dan kemantapan sistem manajemen ternyata masih
memiliki kekurangan.
4. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Di Indonesia saat ini lembaga pemberi pelayanan kesehatan sedang mencari bentuk,
apakah mengarah ke lembaga usaha atau bentuk lainnya. Rumah sakit pemerintah sedang
bergerak dari lembaga birokrasi ke lembaga usaha. Demikian pula rumah sakit swasta sedang
bergerak dari lembaga misionaris dan kemanusiaan menuju ke lembaga yang didasari oleh
konsep usaha. Perkembangan ke arah lembaga usaha ini seperti tidak dapat ditolak karena
sudah merupakan fenomena global. Apabila sektor rumah sakit di Indonesia tidak mengikuti,
kemungkinan rumah sakit akan kesulitan dalam mengikuti persaingan dunia.
Keadaan ini disebut dengan patologi dari birokrasi. Pada sektor rumah sakit, berbasis pada
pandangan Dwiyanto (1998) beberapa fenomena patologi dari birokrasi adalah sebagai
berikut:
1. Sikap dan perilaku rumah sakit yang belum menghargai konsumen.
Salah satu sebab adalah langkanya tenaga dokter dan lemahnya posisi pasien sehingga
terjadi paternalistik dalam pelayanan dokter. Sikap arogan dari dokter ini berlawanan
dengan berbagai hasil penelitian yang menginginkan pelayanan dokter yang
manusiawi (Dranove dkk, 1998; Like dan Zyzanski, 1988). Data mengenai jumlah
dokter spesialis menunjukkan hal yang memprihatinkan. Indonesia kekurangan dokter
spesialis yang pada akhirnya membuat laju perkembangan ekonomi sektor kesehatan
menjadi rendah.
2. Koordinasi buruk antara berbagai instansi yang mengurusi rumah sakit.
Sebagai contoh adalah koordinasi dalam penempatan dokter spesialis yang dapat
berlawanan dengan logika. Contoh kasus, sebuah rumah sakit di era sebelum

8
desentralisasi yang sudah mempunyai banyak dokter spesialis dipaksa oleh Kantor
Wilayah Bagian I 47 Departemen Kesehatan (Kanwil Depkes) menerima tambahan
tenaga dokter spesialis, walaupun tidak dibutuhkan (Permana, 1999, komunikasi
pribadi).
3. Prosedur pengadaan alat, peralatan serta bahan habis pakai yang berbelit-belit.
Berbagai bukti empirik seperti adanya Keputusan Presiden (Kepres) yang mengurangi
efisiensi dalam pengadaan barang, pembelian alat kesehatan oleh pemerintah pusat
yang tidak diperlukan oleh rumah sakit, pengadaan obat secara sentralisasi yang kaku
merupakan contoh-contoh patologi birokrasi yang sangat mudah ditemui di sektor
rumah sakit pemerintah.
4. Penggunaan prosedur (ICW) sudah tidak cocok lagi dengan situasi saat ini.
Prosedur ICW ini sampai tahun 2003 di saat Musyawarah Kerja Asosiasi Rumah
Sakit Daerah (ARSADA) di Balikpapan masih diperdebatkan karena pengelola rumah
sakit meminta otonomi pengelolaan keuangan, sementara otoritas keuangan
menyatakan sebaliknya.
5. Birokratisasi akreditasi rumah sakit.
Proses akreditasi yang tercampur dengan pengaruh birokrat akan menimbulkan
ketakutan sehingga justru menghilangkan esensi dari proses akreditasi yaitu
pengembangan mutu pelayanan.

2.4 Pemikiran Sistem Pelayanan Kesehatan


a. Pengertian sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan adalah bagian penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan melalui sistem ini tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai
dengan cara efektif, efisien dan tepat sasaran keberhasilan sistem pelayanan kesehatan
tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan diantaranya
perawat, dokter, atau tim kesehatan lain yang saling menunjang Sistem ini akan
memberikan pelayanan kesehatan yang merupakan bagian penting dalam pelayanan
kesehatan, para perawat diharapkan juga dapat memberikan layanan secara
berkualitas.

b. Menurut para ahli:


Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo Pelayanan kesehatan adalah sub
sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
Menurut Dubois & Miley (2005 : 317), Sistem Pelayanan Kesehatan adalah
upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau
masyarakat.
Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

9
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat.

c. Jenis Jenis Sistem Pelayanan Kesehatan


Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara
umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran
(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perorangan dan keluarga. Dengan ciri- ciri:
a. Tenaga pelaksanaannya adalah tenaga para dokter
b. Perhatian utamanya adalah penyembuhan penyakit
c. Sasaran utamanya adalah perorangan atau keluarga.
d. Kurang memperhatikan efisiensi.
e. Tidak boleh menarik perhatian karena bertentangan dengan etika
kedokteran.
f. Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat undang-undang.
g. Penghasilan diperoleh dari imbal jasa.
h. Bertanggung jawab hanya kepada penderita.
i. Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat
saingan.
j. Masalah administrasi sangat sederhana

2. Pelayanan kesehatan masyarakat


Dalam pemikiran pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok
kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat. Contoh
dari pemikiran pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah GERMAS
(Gerakan Masyarakat Hidup Sehat). Germas merupakan suatu tindakan
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh
komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku
sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem kebijakan kesehatan adalah
kebijakan kesehatan yang didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang berpengaruh
terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan, dan pengaturan keuangan dari
sistem kesehatan (Walt,1994). Pada hakikatnya, ada 3 komponen dalam sistem kesehatan
atau yang biasa disebut dengan segitiga kesehatan yang saling berhubungan, yaitu kebijakan
kesehatan itu sendiri (health policy), para pelaku kebijakan (actor of policy), dan lingkungan
kebijakan (environment of policy).
Dalam pemikiran pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan
masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan
masyarakat. Contoh dari pemikiran pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah GERMAS
(Gerakan Masyarakat Hidup Sehat).

3.2 Saran
Dengan adanya penyusunan makalah tentang “Perkembangan sistem kebijakan
kesehatan kecenderungan dan pemikiran sistem pelayanan kesehatan” ini diharapkan
pembaca dapat memahami materi ini secara detail. Demi kesempurnaan makalah ini,
dimohon kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun agar makalah ini bisa lebih
baik untuk kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gormley K, 1999. Social Policy and Health Care. Churchill Livingstone.

Poter J, Ogden J, Pronyk P, 1999. Infectious disease policy: towards the production of
health. Health Policy and Planning; 14(4): 322–8.

Roy G.A. 2009.Kebijakan Kesehatan: Proses, Implementasi, Analisis Dan Penelitian


Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 12 No. 4 Oktober 2009: 409–417

Syamsul A, dkk. Buku Ajar: Dasar-dasar Manajemen Kesehatan. Pustaka Banua.


Banjarmasin

Universitas Islam Sunan Gunung Djati


http://digilib.uinsgd.ac.id/1435/4/4_Bab1.pdf

Walt G, 1994. Health policy: an introduction to process and power. London: Zed Books.
UK.

https://kebijakankesehatanindonesia.net/images/buku/MRS1/MRS_BAB%20III%20-
%20PERKEMBANGAN%20SEKTOR%20KESEHATAN.pdf
Diakses Rabu,4 Agustus 2021

Rahmat, 2016. Administrasi Kebijkan Kesehatan.


https://www.academia.edu/31917466/MODUL_ADMINISTRASI_KEBIJAKAN_KESEHATA
N_docx

Orpan dkk. 2011. SISTEM PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS AKELAMO DI


KECAMATAN SAHU TIMUR KABUPATEN HALMAHERA BARAT.
https://media.neliti.com/media/publications/74775-ID-sistem-pelayanan-kesehatan-
puskesmas-ake.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai