Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh:

CAHYO TRI WIDIANTORO

NIM: P2005013

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN AJARAN 2021


LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi
kata – kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan. Dan yang paling berat
adalah melukai atau merusak secara social. (Keliat, Budi Anna 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2017; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2011).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk  melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2017; hal, 146).

B. RENTANG RESPON
Rentang adaptif Respon Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif amuk

Keterangan :
a. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
b. Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat
c. Pasif : Respon lanjut klien tidak mampu ungkapkan perasaan
d. Agresif: Perilaku dekstruksi masih terkontrol
e. Kekerasan : Perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol
( stuart dan sundeen, 2008)
Pasif Asertif Agresif
Isi pembicaraan Negatif menurun Positif dan Menyombongkan
menandakan diit, menwarkan diri, diri,
contoh contoh : memindahkan
“dapatkah saya?” “saya dapat…. orang lain contoh
“Dapatkah “saya akan…. “ kamu selalu….”
kamu ?” “kamu tidak
pernah…”
Tekanan suara Cepat lambat , Sedang Keras dan
mengeluh. mengotot
Posisi badan Menundukan Tegap dan Kaku, cenderung
kepala santai
Jarak Menjaga jarak Mempertahanka Siap dengan jarak
dengan sikap acuh n jarak yang dan menyerang
mengabaikan nyaman orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam
tenang posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/ sama Mepmpertahank Mata melotot dan
sekali tidak an kontak mata di pertahankan
sesuai dengan
hubungan

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan  menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh Towsend
( dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.
Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap
perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.
Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan 
dengan (Yosep, 2017):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

E. MANIFESTASI KLINIS
Yosep (2017) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e.  Bermusuhan
f.  Mengamuk, ingin berkelahi
g.  Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
F. PSIKODINAMIKA
1. Marah dengan perilaku konstruktif
2. Marah diekspresikan dengan perilaku agresif
3. Perilaku tidak asertif seperti menahan perasaan marah atau melarikan diri sehingga
rasa marah tidak terungkap.
4. Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal dan internal:
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Mengekspresikan perilaku kekerasan dapat disebabkan karena
frustasi,takut,manipulasi/ intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan terjadi karena
gangguan konsep diri, HDR, mudah tersinggung, destruktif terhadap diri sendiri.
Akibatnya muncul resiko menciderai diri sendiri, orang lain/ lingkungan ditandai
dengan klien marah, suka membanting barang, suka menganiaya orang lain, dan
berusah melukai diri sendiri.

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (stuart dan sundeen, 2008)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain :
1. Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
3. Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.

H. SUMBER KOPING
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang individu dapat
mengatur emosinya dengan menggunakan sumber koping dilingkungan, sumber koping
tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah interaksi dengan orang lain dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan emosi dan
mengandopsi strategi koping yang berhasil.

I. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan
pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

J. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan / amuk

Gangguan harga diri : harga diri rendah


K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subjektif : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah,
riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif: Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai, ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam, merusak dan
melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data Subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

L. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Perilaku Setelah Pasien mampu : Intervensi untuk pasien :
kekerasan dilakukan 1. Mengidentifikasi Sp 1
tindakan penyebab,tanda dan 1. Identifikasi penyebab,tand
keperawatan gejala,PK yang dan gejala PK yang
selama 12 x 30 dilakukan dan akibat dilakukan,akibat PK
menit di PK 2. Jelaskan cara mengontrol PK
harapkan klien 2. pasien mampu secara fisik,obat,verbal dan
tidaak mengontrol PK : fisik : spiritual
menciderai diri tarik nafas dalam,pukul 3. Latih cara mengontrol PK
sendiri,orang kasur dan bantal secara fisik : tarik nafas
lain dan dalam dan pukil bantal
lingkungan 4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan latihan
fisik

Sp 2
1. Evaluasi kegiatan latihan
fisik. Beri pujian
2. Latihan cara mengontrol PK
dengan minum obat (6 benar)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan fisik
dan minum obat

Sp 3
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik
dan obat.. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol PK
secara verbal ( 3 cara :
mengungkapkan,meminta dan
menolak dengan benar )
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
fisik,minum obat dan verbal

Sp 4
1. Evaluasi kegiatan latihan
fisik,obat dan verbal. Beri
pujian
2. Latih cara mengontrol PK
secara spiritual ( 2 kegiatan )
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan latihan fisik,obat
verbal dan spiritual

Sp 5
1. Evaluasi kegitan latihan
fisik,obat verbal dan spiritual .
Beri pujian
2. Nilai kemampuan yang telah
mandiri
3. Nilai apakah pk terkontrol

Intervensi untuk keluarga:


Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pengertian , tanda &
gejala , dan proses
terjsdinyaPK ( gunakan
booklet )
3. Jelaskan cara merawat PK
4. Latih 1 cara merawat PK
dengan menggunalan kegiatan
fisik : tarik nafas dalam dan
pukul bantal
5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian

Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien secara fisik. Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberi
obat
3. Latih cara
memberikan/mmbimbing
minum obat
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saat besuk dan
beri pujian

Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien secara fisik dan
memberikan obat. Beri pujian
2. Latih cara membimbing : cara
bicara yang baik
3. Latih cara membimbing
kegiatan spiritual
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian

Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien secara fisik,minum
obat,latih bicara yang baik dan
kegiatan spiritual. Beri pujian
2. Jelaskan Follow up ke
RSJ/PKM , tanda kambuh,
rujukan
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian

Sp 5
1. Evaluasi kegiatan kelurga
dalam merawat atau melatih
pasien secara fisik,minum
obat,latih bicara yang
baik,kegiatan spiritual dan
follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga
dalam merawat klien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan control ke
RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari. 2014. Pendekatan Holitik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia. FKUI:Jakarta
Keliat Budi Ana. 2012. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. FIK,UI:Jakarta
Aziz R,dkk. 2013. Pedoman Asuhan Keoerawatan jiwa Semarang:RSJD Dr.Amino
Gonohutomo
Carpenito,L.J.2010.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8.Jakarta:EGC
Maramis,WT.2015.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Ed 9.Jakarta : EGC
Stuart, GW dan Sundeen, S.J .2008.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai