Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH:

WAHYU DIAH HIDAYAT, S.Kep


202003053

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

2020/2021
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.  (Budi Anna
Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa”
dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini
dapat mengarah pada kematian (2007). 
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus
harapan merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan
respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang
secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara
lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu
akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat
berakhir dengan bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada
saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
Respon Adaptif Respon Mal-adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

B. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak
akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara
non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh
diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh


diri, meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

D. Faktor yang mempengaruhi


1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam
manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri
nyawa sendiri. Pandey mengetahui faktor tersebut setelah melakukan
eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal
akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C
(PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang
meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab
utama. Depresi timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban
permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan,
permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan
bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh
darah. Di dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin.
Ketiga cairan dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia.
Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga
cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para
korban kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu?
Sebagai contoh adanya masalah yang membebani seseorang sehingga
terjadi stress atau depresi. Itulah yang sering membuat kadar cairan otak
meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para
korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri.
Tidak hanya itu, bisa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya.
Proses pembelajran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam
memori seseorang. Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat
pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Sering
kali banyak yang idak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai
keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien
sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa orang
yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra yang halus, seperti minum
racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila
yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini
dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang
lain yang disayangi. Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat
alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena
perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak
aman merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta
dan sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk
menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal
mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang
hingga tahap bunuh diri.
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:

 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
E. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.

F. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.

G. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara
sadar memilih untuk bunuh diri.

H. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

I. Gambaran klinis dan diagnosis


Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu
tugas yang penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa resiko bunuh diri yang berhasil akan meningkat pada
jenis pria, berkulit putih, umur lanjut, dan isolasi sosial. Pasien dengan riwayat
keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang berhasil membuat resiko
makin tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri kronik, pembedahan
yang baru terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik. Demikian pula pasien
yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri, yang mengatur masalah–
masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari kematian anggota
keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan
berhasil, biasanya mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya bergantung
pada alkohol. Bunuh diri merupakan 15% sebab kematian pada kedua
kelompok orang diatas. Sedangkan resiko tinggi untuk peminum alkohol
dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu kehilangan anggota keluarga.
Skizofrenia merupakan gangguan yang jarang, oleh sebab itu menjadi faktor
pengurangan angka bunuh diri pada kasus ini, namun 10% dari para pasien
skizofrenik meninggal akibat bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri terletak pada
penemuan dan terapi sedini mungkin dari gangguan psikiatri yang
menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai resiko
bunuh diri saat mendatang amat kompleks, kebanyakan dari para korban
bunuh diri yang berhasil tidak pernah mencoba pada masa sebelumnya,
biasanya mereka akan berhasil pada percobaan pertama. Walaupun para
pelaku yang mencoba bunuh diri masa lampau menunjukkan perilaku yang
mampu merusak diri, hanya 10% para pelaku percobaan bunuh diri yang
berhasil dalam 10 tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan tindak
merusak diri seperti memotong nadi atau membakar diri dengan cara yang
jelas tidak mematikan tanpa keinginan sungguh untuk membunuh diri.
Berbagai motif mungkin berada dibelakang ini, termasuk manipulasi secara
sengaja dan amarah yang tak sadar terhadap orang lain yang berarti dalam
hidupnya. Secara diagnostik, pasien dapat memenuhi kriteria untuk gangguan
anti sosial atau ambang, atau perilaku itu dapat berada bersama dengan
gagasan aneh yang lain dan perilaku skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal ialah
peristiwa parasuisida (usaha percobaan bunuh diri) berulang, dan biasanya
berperilaku bunuh diri yang mendekati letal sedangkaan ia menyangkal
adanya gagasan bunuh diri itu. Varian yang paling sering dijumpai ialah
pasien yang minum obat overdosis secara berulang dan tidak bertujuan. Pasien
macam ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian tanpa gejala psikiatrik
gawat. Mereka sering meminta dipulangkan dari rumah sakit secepatnya
setelah pulih dari intosikasi akutnya, kadang lebih cepat lebih senang, dan
ternyata sulit untuk menentukan perawatan dengan agak paksa. Namun
demikian, lebih bijaksana untuk menahan orang semacam ini secara paksa
atau involunter bila frekuensi perilaku parasuisidanya meningkat.

J. Pedoman wawancara dan psikoterapi


Awali pembicaraan dengan bertanya pada pasien apakah ia pernah
merasa ingin menyerah saja terhadapa hidup ini? atau mereka merasa lebih
baik mati. Pendekatan seperti ini membewa stigma kecil saja dan dapa
diterima oleh kebanyakan orang. Lalu bicaralah soal tepatnya apa yang
dipikirkan oleh pasien? Dan catatlah semua pikiran itu. Begitu masalahnya
telah mulai diperbincangkan, gunakan kata seperti “bunuh diri” dan mati
daripada “cidera” atau “melukai” karena beberapa pasien bingung dengan
kata-kata itu dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun
bila mereka ingin membunuh dirinya.
Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda?
Apakah pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda hanya punya
pikiran yang kurang baik saja atau pernahkah anda merencanakan cara bunuh
dirinya? Apakah pikiran bunuh diri anda hanya sepintas saja atau benar-benar
serius? Pertimbangkan umur pasien dan kecanggihan serta keinginan dan cara
bunuh dirinya. Cocokkan ucapan dan rencana dari cara yang akan dilakukan
itu.
K. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Isolasi Sosial
Penyebab

Harga Diri Rendah

L. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri


Pengkajian

1. Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji peristiwa


yang menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal,
catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan
kekerasan, racun.
2. Gejala : perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri
sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi,
agitasi gelisah, insomnia menetap, berat badan menurun, bicara
lamban, keletihan, withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik : uoaya bunuh diri sebelumnya, kelainan, afektif,
zat adiktif, depresi remaja, gangguan mental lansia
4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan,
stress multiple (pindah, kehilangan,putus hubungan, masalah sekolah,
krisis disiplin), penyakit kronik.
5. Faktor kepribadian: impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative
dan kaku, putus asa, harga diri rendah, antisocial
6. Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

Diagnosa Keperawatan

Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan


dengan takut terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi
kemarahan, ketidakmampuan mengungkapkan perasaan secara verbal,
ancaman harga diri karena malu, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.

- Sasaran jangka pendek : klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan
ingin mencederai diri.
- Saran jangka panjang : klien tidak akan mencederai diri
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Kondisi Klien
Dea berusia 17 tahun. Tinggal daerah perbukitan. Ia selalu tampak murung
dan sedih. Setiap orang yang ingin mendekatinya akan selalu dijauhi. Dea
sering sekali mengatakan  “segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya. Saya
adalah orang yang selalu membawa musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh
dari sini sehingga semua orang akan baik-baik saja”. Kondisi ini mulai terjadi
sejak tujuh hari yang lalu, semenjak sahabatnya yang bernama Nina jatuh dari
tebing yang curam ketika sedang bermain berdua dengannya dan hal tersebut
mengakibatkan Nina meninggal. Ibu dan ayah Dea sangat cemas melihat
kondisi Dea sekarang ini.

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya

D. Tindakan Keperawatan
Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko bunuh
diri meliputi :

1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat
dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
7. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting, garpu,
pisau, silet, tali pinggang, dan gelas)
8. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
9. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan untuk bunuh diri.
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

 ORIENTASI:
”Selamat pagi mbak, ini dengan mbak siapa?

“Senang dipanggil apa mbak?”

“Perkenalkan saya Annisa Dian, biasa di panggil Nisa, saya mahasiswa


Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang mendapat tugas
untuk praktek di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 08.00 – 14.00 .”

“Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang mengenai apa yang


Dea rasakan selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin Dea
sampaikan dan saya akan menjaga kerahasiaannya. Bagaimana kalau kita
lakukan disini saja Dea? Jam berapa kita dapat berbincang – bincang?

 KERJA
“Bagaimana perasaan Dea hari ini?
”Apa yang Dea rasakan setelah ini terjadi?

“Apakah dengan masalah ini Dea paling merasa menderita di dunia ini?

“Apakah Dea pernah kehilangan kepercayaan diri untuk mengahadapi


hidup ini?

“Apakah Dea merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada
orang lain?

“Apakah Dea merasa bersalah atau pernah mempersalahkan diri sendiri?

“Apakah Dea sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?


“Apakah Dea berniat untuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau
berharap bahwa Dea mati saja? Apakah Dea pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang Dea rasakan setelah
mencoba melakukannya?”

“(Baiklah, tampaknya Dea membutuhkan pertolongan segera karena ada


keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar Dea ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan Dea)”

”Karena Dea tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk


mengakhiri hidup maka saya tidak akan membiarkan Dea sendiri”

”Apa yang Dea lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”

”Ya, saya setuju dengan Dea, kalau keinginan itu muncul maka Dea harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga
atau teman yang sedang membesuk. Jadi Dea jangan sendirian ya,
katakan kepada teman, perawat, atau keluarga jika ada dorongan untuk
mengakhiri hidup.”

”Saya percaya Dea dapat mengatasi masalah ini.”

 TERMINASI :
“Bagaimana perasaan Dea setelah kita bincang – bincang ?
“Tadi kita sudah berdiskusi tentang cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri, coba sekarang Dea sebutkan cara tersebut ?
“Ya benar sekali Dea. Untuk pertemuan selanjutnya kita akan
membicarakan tentang meningkatkan harga diri ya Dea. Jam berapa Dea
bersedia berbincang-bincang seperti ini lagi? Mau dimana tempatnya
Dea?”
“Baik kalau begitu saya permisi dulu ya Dea, Selamat pagi Dea.”
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18
Maret 2015 dari alamat web:
http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-resiko-
bunuh-diri.html

Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly


easy, Volume 6(3).

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai