Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

Oleh:

ARI CENDANI PRABAWATI


219012694

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman,
Silverman, dan Bongar (2011) bunuh diri memiliki 4 pengertian antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif) misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Menurut Miramis (2014), bunuh diri (suicide) adalah segala perbuatan
dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan
sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin
pada waktu yang singkat.
Tanda dan gejala yaitu : sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan
isyarat verbal maupun non verbal

2. Faktor Predisposisi
Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, terbagi menjadi :
a. Faktorgenetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
b. Faktorbiologis lain
Biasanya penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya : Stroke,
Gangguan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Kanker, HIV/AIDS
c. Faktorpsikososial dan ligkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika : Teori Freud yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Prilaku Kognitif : Teori Beck yaitu pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
3) Stressor Lingkungan : kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial.

3. Jenis Bunuh Diri


MenurutYosep (2012) macam-macam pembagian bunuh diri dan
percobaan bunuh diri yaitu :
a. Bunuh diri Egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyrakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian.
b. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat
dengan suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan, masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan
kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap
kebutuhannya.
4. Psikodinamika bunuh diri
Terdapat hubungan yang erat antara suicidedan depresi. Individu
yang mengalami depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk
menghilangkan depresinya. Namun banyak orang yang melakukan bunuh
diri tidak memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Helbert
Hendin dalam Maramis (2014) mengemukakan psikodinamika bunuh diri
yaitu :
a. Kematian sebagai pelepasan pembalasan ( Death as retaliotary
abandonment) artinya yaitu suicide meruapakan usaha untuk mengurangi
preokupasi.
b. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) ( Death as
retroflexed murder) artinya bagi individu yang mengalami gangguan
emosi hebat, suicide dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang
tidak dapat direpresi.
c. Kematian sebagai penyatuan kembali ( Death as reunion) artinya
kematian memiliki arti yang menyenangkan karena individu bersatu
kembali dengan orang yang telah meninggal.
d. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri ( Death as self punishment)
artinya menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi jika seorang ibu tidak mampu mencintai
maka keinginan untuk menghukum dirinya dapat terjadi.

5. Tanda –tanda bunuh diri


Solomon dalam Maramis (2011) membagi besarnya resiko bunuh
diri dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu yaitu :
a. Tanda-tanda resiko berat
1) Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-
ulang baha individuingin mati
2) Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama
terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin
dihukum berat,rasa cemas yang hebat serta adanya gangguan tidur
yang berat.
3) Adanya psikosa terutama penderita psikosa impulsive serta adanya
perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya
jika penderita mendengar suara yang memerintahkan untuk
membunuh dirinya.
b. Tanda – tanda bahaya
1) Pernah melakuakn percobaan bunuh diri
2) Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis berat
dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan
penyakitnya.
3) Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek
melemahkan kontrol dan mengubah dorongan sehingga
memudahkan bunuh diri
4) Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam
tanpa sebab organis dapat menimbukan depresi yang berbahaya.
5) Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan
masa depan mempunyai keluarga dan dudukan sosial yang tinggi.
6) Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan
bunuh diridianggap sebagai tanda bahaya.

6. Psikopatologi bunuh diri


Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematiannya dengan
tindakan kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai nilai
untuk melakukannya. Perilaku bunuh diri dapat dibagi 4 yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/non verbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan bunuh
diri. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh dirinamun
tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi
ini pasien aktif mencoba unuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi.
d. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat
pada waktunya.

7. Rentang respon

Peningkatan Berisiko Perilaku Pencenderaan Bunuh


Diri destruktif destruktif diri diri diri
tak langsung

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri

secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.

b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko

mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi

yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah


semangt bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan

padahal sudaj melakukan pekerjaan secara optimal.

c. Destruktif diri tak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang

tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk

mempertahankan dirinya.

d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau

pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan

nyawanya hilang.

8. Pengobatan

Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius.

Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan

terhadap luka ataupun keracunan. Bila luka atau keracunan sudah dapat

diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasian depresi bisa diberikan

terapi elektrokonvulsi, obat – obatan berupa antidepresan dan psikoterapi.

9. Progmosa

Faktor yang mempengaruhi prognosa yaitu:

a. Pasien : bila pasien dapar menyesuaikan diri dengan baik dan stress yang

menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar maka

prognosanya lebih baik.

b. Lingkungan : bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang yang

memperhatikan penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam

kehidupan pasien, maka progonosanya akan lebih baik.


Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Identitas meliputi ruangan rawat, inisial paisen, umur, pekerjaan,

pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status dan

informasi.

b. Alasan masuk RSJ

Disesuaikan dengan kondisi pasien. Biasanya pasien yang

mengalami resiko bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan

perasaan sedih, marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat

verbal maupun non verbal, mengenai keinginannya untuk bunuh diri.

c. Faktor predisposisi

Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat

keluarga yang mengalami gangguan jiwa di masa lalu dengan pengobatan

yang kurang berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,

dan lain sebagainya.

d. Fisik

Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungkin terjadi seperti

tidak nafsu makan, merasa lemas.

e. Psikososial

Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien

yang terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri dan harga diri,

ubungan sosial dengan orang terdekat/ masyarakat serta kehidupan

spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya


harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk

misal perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhdap diri

sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/ saya

tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu apa –apa, menarik diri,

percaya diri kuranf, dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah

disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri

kehidupannya.

f. Status mental

Perlu dikaji penampilan psien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam

perasaa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,

tingkat kesadaran diri. Pada paie dengan resiko bunuh diri mungkin akan

tampak penampilam tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas motorik lesu,

alam perasaan sedih dan putus asa, interkasi selama wawancara

kurangdan lebih banyak membisu.

g. Kebutuhan pesiapan pulang

Perlu dikaji kesiapan pasien pulang mecakup kebutuhan ADL,

istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam

rumah dan luar rumah.

h. Mekanisme koping

Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping

maladaptif yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,

dukungan kelompok lingkunan, pendidikan, oerumahan, dan ekonomi.


Mungkin pada pasuen resiko bunuh diri akan tampalk masalah dengan

dukugan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri

dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu mnganggap dirinya

tidak bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.

j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping

penyakit fisik/ obat-obatan.

k. Aspek medik

Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.

Masalah keperwatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri

adalah :

1) Resiko bunuh diri

DO : Menyatakan ingin bunuh diri/ mati saja, tak ada gunanya hidup.

DS : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba

bunuh diri.

2) Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan

DS : Mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau

dirinya sendiri, memberi kata – kata ancaman

DO : Tampak menyerang orang lain/ menyentuh orang lain dengan

cara menakutkan, memecahkan perabot dan lain sebagainya,

memperlihatkan permusuhan

3) Harga diri

DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada

harapan dan rak berguna, malu.


DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah tidak dapat mengontrol

ipmuls.

Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain

dan lingkungan.

Risiko bunuh diri

Harga diri rendah

2. Diagnosa Keperawatan

1) Risiko bunuh diri

2) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan

3) Harga diri rendah


3. Intervensi

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan


TUM:
Klien tidak melakukan
percobaan bunuh diri
TUK 1: Setelah diberikan askep selama 1. BHSP dengan menggunakan prinsip komunikasi terapiutik:
Klien dapat membina 1x15 menit selama 2x pertemuan a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal
hubungan saling percaya diharapkan: ekspresi wajah b. Perkenalkan diri dengan sopan
bersehabat, menunjukkan rasa c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
senang, ada kontak mata, mau disukai
berjabat tangan, mau menyebutkan d. Jelaskan tujuan pertemuan
nama, mau menjawab salam, mau e. Jujur dan menepati janji
duduk berdampingan dengan f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
perawat, mau mengutarakan g. Berikan perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
masalah yang dihadapi.
TUK 2: Setelah diberikan askep selama a. Jauhkankliendaribendabenda yang dapatmembahayakan
Klien dapat terlindung dari 1x15 menit selama 1x pertemuan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
perilaku bunuh diri diharapkan:
b. Tempatkanklien di ruangan yang
Tidak terdapat benda-benda tajam
tenangdanselaluterlihatolehperawat.
disekitar klien, klien nyaman
dengan ruangannya, klien terawasi
c. Awasikliensecaraketatsetiapsaat.
TUK 3: Setelah diberikan askep selama a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Klien dapat mengekspresikan 1x15 menit selama 2x pertemuan b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
perasaannya diharapkan: Klien mampu ketakutan dan keputusasaan.
mengatakan perasaannya atau c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
keluhannya, mengungkapkan bagaimana harapannya
harapannya, mampu menceritakan d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
arti penderitaan, kematian dan lain penderitaan, kematian, dan lain sebagainya
sebagainya, dan mengungkapkan e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
keinginan untuk hidup. menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4: Setelah diberikan askep selama a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
Klien dapat meningkatkan 1x15 menit selama 2x pertemuan keputusasaannya
harga diri diharapkan: b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
Klien menyadari bahwa dapat c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
mengatasi keputusasaannya, hubungan antar sesama,    keyakinan, hal hal untuk
mengadari kemampuan internal diselesaikan)
yang dimiliki, dan mampu
mengidentifikasi sumber sumber
harapan

TUK 5: Setelah diberikan askep selama a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
Klien dapat menggunakan 1x15 menit selama 2x pertemuan yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
koping yang adaptif diharapkan: membaca buku favorit, menulis surat dll.)
Klien mampu menyampaikan b. Bantu untuk mengenali hal hal yang klien cintai dan yang
pengalaman pengalaman yang klien sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang
menyenangkan setiap hari dan lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kemudian melaksanakan saat punya kesehatan.
masalah, klien mengenal hal-hal c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang dicintai, disayangi dan yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang
pentingnya kehidupan sosial sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
4. Implementasi

Pasien Keluarga

SP 1 SP 1
 Identifikasi penyebab, tanda dan  Identifaksi masalah yang
gejala serta akibat perilaku dirasakan keluarga dalam
kekerasan merawat pasien
 Cara latihan fisik 1 : tarik nafas,  Jelaskan tentang perilaku
dalam kekerasan :
 Masukkan dalam jadwal harian o Penyebab
pasien o Akibat
o Cara merawat
 Latih cara merawat
 RTL keluarga / jadwal merawat
pasien
SP 2 SP 2
 Evaluasi kegiatan ang lalu (SP 1)  Evaluasi kegiatan yang lalu
 Latih cara latihan fisik 2 : pukul ( SP 1 )
bantal,  Latihan 2 cara untuk merawat
 Masukkan dalam jadwal harian pasien
pasien  Latih langsung ke pasien
 RTL keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP 3 SP 3
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1  Evaluasi SP 1, dan 2
dan 2)  Latih langsung ke pasien
 Latih secara sosial / verbal  RTL keluarga /jadwal keluarga
 Menolak dengan baik untuk merawat pasien
 Meminta dengan baik
 Mengungkapkan dengan baik
 Masukkan dalam jadwal harian
pasien
SP 4 SP 4
 Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP  Evaluasi SP 1,2, dan 3
1, 2, 3)  Latuh langsung ke pasien
 Latih cara spiritual  RTL Keluarga : Followup,
 Masukkan dalam jadwal kegiatan Rujukan
harian
SP 5
 Evaluasi SP 1,2,3,4)
 Latih patuh obat
o Minum obat secara teratur
dengan menggunakan prinsif
5B
o Susun jadwal minum obat
 Masukkan ke dalam jadwal
harian

5. Evaluasi

Selanjutnya setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap

kemampuan pasien risiko bunuh diri serta kemampuan perawat dalam merawat pasien risiko

bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA
Maramis. 2014. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press : Surabaya.

Herman, Ade.2011.Buku Ajar AsuhanKeperawatanJiwa.Yogyakarta.Medical Book

Keliat, Budi Anna. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama : Bandung.

Stuart, GW. 2012. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai