SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu efek stigmatisasi gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita terhadap orang
orang di sekitarnya termasuk keluarga, perawat dan masyarakat. Sebaliknya, penderitamengalamikekerasan dari
keluarga, masyarakat dan profesional keperawatan. Penelitian ini bertujuan memahami dampak stigmatisasi dalam
hubungannya dengan perilaku kekerasan terhadap penderita; serta untuk mengetahui perilaku kekerasan yang dilakukan
oleh penderita terhadap orang lain. Penelitian ini menggunakan Constructivist Grounded Theory. Metode pengumpulan
data termasuk wawancara semi-terstruktur, dokumen reviw, catatan lapangan, dan memo. Analisis data menggunakan
metode Paillé. Perilaku kekerasan adalah efek stigmatisasi termasuk kekerasan diri sendiri dan kekerasan terhadap
keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan.Kekerasan fisik juga dialami penderita dari orang lain. Dampak stigmatisasi
dimanifestasikan dengan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita, keluarga, staf rumah sakit, masyarakat, dan
aparat.Hasil temuan ini relevan untuk para perawat jiwa yang memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
perilaku kekerasan.Penelitian lanjut diperlukan untuk melihat perspektif keluarga, masyarakat dan staf pemerintah
terkait stigma dengan perilaku kekerasan.
Rumusan Masalah
1. Laporan pendahuluan
2. Starategi pelakasanaan
3. Konsep dan asuhan keperawatan yang terjadi pada klien dengan perilaku kekerasan
Tujuan
4. Memberikan informasi terkait perilaku kekerasan pada klien gangguan jiwa yang disusun dalam laporan pendahuluan.
5. Menjelaskan strategi pelaksanaan perilaku kesehatan
6. Menguraikan konsep dan asuhan keperawatan yang terjadi pada klien dengan perilaku kekerasan
BAB II
PEMBAHASAN
Laporan Pendahuluan
A. Pengertian
1. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria,2009).
2. Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk mengancam atau melukai
diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang ataumenyerang
3. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik,
baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan:
memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan
membakarrumah.
B. Rentang ResponMarah
Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1 berikut:
Triggeringincidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian:
provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap
jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan keluarga baru datang.
a. Escalationphase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi
kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik
bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri
dan koping tidak efektif.
b. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini klien
sudah melakukan tindakan kekerasan.
c. Settlingphase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan
berisiko kembali ke fase awal.
d. Post crisisdepression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
e. Return to normalfunctioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.
f. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
3. Memberontak (actingout)
4. Perilaku kekerasan
D. Mekanisme kopling
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk
mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego sepertidisplacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial
danreaksiformasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena
ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka
dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau
bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada keselamatan
dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan berduka yang
berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (kopingkeluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Fitria, (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut:
Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajahmemerah, serta postur tubuhkaku.
Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras dan kasar, sikapketus.
Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, sikap menentang,
danamuk/agresif.
Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan inginberkelahi.
Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan mengeluarkan kata-kata
bernadasarkasme.
Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka mengejek, danmengkritik.
Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang lain memenuhi keinginannya,
F. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan
G. Factor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan
teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
b. Biokimia
c. Genetik
d. GangguanOtak
2. TeoriPsikologik
3. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya hargadiri.
4. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian
yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik
akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
5. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok
sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak
dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
H. Factor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2007):
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton
sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dansebagainya.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosialekonomi.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikankonflik.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yangdewasa.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasafrustasi.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau
perubahan tahap perkembangan keluarga.
I. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : PerilakuKekerasan
Pertemuan : Ke 1(satu)
A. ProsesKeperawatan
1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marah-marah dan menggigit
badan ibunya dan memukuliibunya
2. Diagnosa : Risiko perilakukekerasan
3. Tujuan Keperawatan:
Tujuanumum
Klien dapat mengontrol perasaan marah sehingga prilaku kekerasan tidak terjadi
Tujuankhusus
Klien dapat mengidentifikasi penyebabmarah
Klien dapat mengidentifikasi yang dirasakan pada saatmarah
Klien dapat mengidentifikasi bentuk marah yang pernahdilakukan
Klien dapat mengidentifikasi kerugian dari bentuk marah yangdilakukan
Klien dapat mendemonstrasikan cara marah yangkonstrutifari
Klien dapat memasukkan kegiatan cara mengontrol marah dengan cara fisik relaksasi dalam kegiatan
harian pasien
4. Intervensi keperawatan
Bantu klien mengidentifikasi penyebabmarah
Bantu klien mengidentifikasi gejala yang dirasakan pada saatmarah
Bantu klien mengidentifikasi bentuk-bentuk marah yang pernahdilakukan
Bantu klien mengenalkan kerugian akibat marah yang dilakukan
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisiklien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
3. TujuanKhusus
4. TindakanKeperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas
dalam).
SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua (evaluasi latihan nafas
dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal
kegiatan harian cara ke dua.
SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian
tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal
(menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan
perilaku kekerasan secara fisik dansosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa
SP 5 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip
5 benar ( benar pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
ASUHAN KEPERAWATAN
c. PendidikanPasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara mengekpresikan marah yang tepat. Banyak pasien
yang mengalami kesulitan mengekpresikan perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan
semua ini pada orang lain. Jadi dengan perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau
mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien adaptif atau maladaptif.
d. LatihanAsertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu mampu berkomunikasi secara langsung dengan
setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan mengekpresikan
penghargaan dengan tepat.
e. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan menghakimi,
bicara netral dengan cara yang kongkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi pembicaraan,
dengarkan pembicaraan, jangan terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang tidak dapat ditepati.
f. PerubahanLingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, kelompok program yang dapat
mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok
pasien yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi sedangkan kelompok digunakan
sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2005). TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi: perilaku kekerasan.
g. TindakanPerilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
Modalitas
Kolaboratif
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-hipnotics. Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
BenzodiazepineS seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan pasien.
Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
Obat anti depresi, amitriptyline
Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam,clobozam
Obat anti insomnia, phneobarbital
Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
Saran
Jangan melakukan perilaku kekerasan baik pada diri sendiri,orang lain ataupun lingkungan sekitar
Daftar Pustaka
1. Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba
Medika :Jakarta
2. Townsend C. Mary , 2000, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ;Jakarta.
5. Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC