Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

PADA NN. Y YANG MENGALAMI TB PARU DENGAN PENGOBATAN OAT


DI RUANG INAP LANTAI 4 RUMAH SAKIT KHUSUS PARU KARAWANG

Oleh:
DINA TRISNAWATI NIM
: 12192012

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BOROBUDUR
2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman jenis bakteri yang bernama Mycobacterium tuberculosa. Penyakit ini dapat
menyerang semua tingkat usia mulai dari anak, remaja, dewasa hingga lansia. TBC
lebih sering menyerang paru-paru daripada organ lain di dalam tubuh manusia
seperti tulang, kulit dan ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit pembunuh ketiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernafasan, serta merupakan penyakit
menular nomor satu yang menjadi penyebab kematian di Indonesia (Purwanda,
Fibriawan, Sasmito, Fatkhunisa, & Widiyanti, 2012).

Penatalaksanaan TBC yang direkomendasikan oleh WHO adalah dengan strategi


DOTS (Directly Observed Treatment Shotcourse) atau pengobatan jangka pendek
yang diawasi secara langsung. Strategi ini dinilai sangat efektif untuk pengendalian
tuberkulosis walaupun beban penyakit tuberkulosis di seluruh dunia pada saat ini
masih sangat tinggi. Data yang didapat sejak tahun 2003 hingga saat ini diperkirakan
masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru tuberkulosis dan sekitar 0,5 juta orang
meninggal akibat tuberkulosis di seluruh dunia. Kondisi ini membuat WHO masih
menyatakan TBC sebagai kedaruratan global bagi kemanusiaan di seluruh dunia
sehingga langkah-langkah penatalaksanaan untuk mengendalikan penyakit ini terus
dilakukan (Kemenkes RI, 2011)

Penyakit tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang juga dipandang
cukup penting di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah penderita TBC di Indonesia
menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia
setelah India dan China. Pada tahun 2009 peringkat ini telah menurun menjadi
nomer 5 setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Jumlah penderita TBC di
Indonesia saat ini adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TBC dunia dan
diperkirakan masih terdapat 528.000 kasus TBC baru dengan kematian sekitar
91.000 orang per tahun dan sebanyak 70% dari angka itu terjadi pada usia produktif

1
2

(Kemenkes RI, 2011). Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai hambatan yang
mempengaruhi pemenuhan kehidupan sehari-hari pada penderitanya, sehingga
wajar kiranya jika pemerintah Indonesia memberi perhatian yang besar terhadap
pengendalian penyakit TBC di tanah air.
Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih gencar melakukan upaya-upaya
pengendalian penyakit TBC. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2010
tentang Millenuim Developmen Goal’s (MDG’s) mempertegas komitmen Indonesia
untuk melakukan percepatan pencapaian pengendalian terhadap penyakit TBC.
Laporan pencapaian MDG’s tahun 2010 menyebutkan bahwa target pengendalikan
penyebaran tuberkulosis sejauh ini telah dilakukan dengan benar dan memberikan
kontribusi yang sangat besar pada upaya pembangunan nasional secara keseluruhan.
Kondisi ini merupakan suatu prestasi yang positif walaupun masih belum memenuhi
target penurunan angka kesakitan dan kematian akibat TBC yang tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Target
kasus TBC tahun 2014 dalam RPJMN 2010-2014 adalah 224 kasus saja per 100.000
penduduk, namun saat ini kasus TBC masih berada pada angka 235 kasus
(Kemenkes RI, 2011). Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi
pemerintah Indonesia dan memerlukan upaya- upaya penanggulangan yang
membutuhkan perhatian dan komitmen bersama dari setiap elemen masyarakat.

Penyebaran penyakit TBC kerap kali dihubungkan dengan beberapa keadaan


diantaranya akibat memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas
pelayanan kesehatan, meningkatnya jumlah penduduk miskin dan adanya epidemi
dari infeksi HIV (Human Imunodeficiency Virus). Kondisi lain yang berhubungan
erat adalah menurunya daya tahan tubuh manusia serta meningkatnya virulensi dan
jumlah kuman yang beredar (Kemenkes RI, 2011). Selain itu pesatnya laju
pembangunan dan perubahan gaya hidup masyarakat di zaman serba modern, serta
kondisi alam yang penuh dengan polusi dan faktor stress yang meningkat dipercaya
telah memperburuk status kesehatan masyarakat secara umum. Hal ini membuat
penyakit ini dapat diderita oleh siapapun tidak hanya terbatas pada masyarakat
golongan miskin saja dan membuat penyebaran TBC paru merupakan hal yang sulit
3

untuk dicegah.

Penyakit tuberkulosis dapat menimbulkan berbagai dampak yang dapat berpengaruh


terhadap kondisi kesehatan penderita. Secara fisik penderita paru dapat mengalami
berbagai masalah kesehatan. Menurut Depkes (2008) gejala- gejala TB paru terdiri
dari gejala utama dan gejala tambahan. Gejala utama berupa batuk terus menerus
dan batuk berdahak selama tiga minggu atau lebih, sementara yang termasuk gejala
tambahan yang sering dijumpai diantaranya adalah batuk berdahak yang
bercampur darah (hemaptoe), sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.

Kondisi kesehatan fisik yang menurun akibat menderita suatu penyakit pada
penderita TB paru juga dapat menimbulkan masalah lain terkait kondisi psikologis
penderita. Salah satu kondisi psikologis yang dapat mengalami gangguan adalah
konsep diri. Harga diri rendah situasional merupakan salah satu masalah konsep diri
yang dapat dialami oleh seorang penderita TB paru. Hal ini sebagaimana terdapat
dalam Potter, Perry (2009) yang menyebutkan bahwa beberapa kondisi yang dapat
menjadi sumber stresor bagi harga diri seseorang meliputi perubahan hubungan dan
perkembangan, penyakit, operasi, kecelakaan dan respon individu lain terhadap
perubahan yang terjadi. Dari pernyataan ini jelas kiranya bahwa kondisi sakit fisik
akibat TB paru dapat mempengaruhi kondisi psikologis individu, selain itu masalah
harga diri rendah perlu mendapatkan penanganan yang kondisi lingkungan atau
respon orang lain yang berada disekitarnya juga dapat mempengaruhi kondisi harga
diri penderita.tepat karena jika tidak hal ini dapat menyebabkan timbulnya masalah
psikologis lain yang lebih serius. Morton, Louise, Reid, dan Stewart (2011)
menyebutkan bahwa masalah harga diri rendah dapat berkembang menjadi
gangguan jiwa seperti depresi.

Pansietas dan panik. Potter, Perry (2009) juga menyebutkan bahwa perilaku individu
biasanya sesuai dengan konsep diri dan harga diri yang dimilikinya, individu yang
memiliki harga diri yang rendah sering kali tidak dapat mengontrol situasi dan tidak
4

merasakan manfaat dari pelayanan yang akan mempengaruhi keputusan tentang


pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perawat perlu memberikan perhatian yang
serius dalam mengatasi masalah harga diri rendah situasional yang dialami
penderita TB paru. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah
psikologis itu sendiri tapi juga diharapkan dapat mencegah terjadinya masalah
kesehatan lain yang lebih serius.

Penderita TB paru selain dapat mengalami masalah psikososial berupa HDR


situasional akibat kondisi kesehatannya yang menurun juga dapat mengalami
masalah ansietas atau kecemasan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Stuart
(2002) yang menerangkan bahwa salah satu stressor pencetus terjadinya kecemasan
adalah berupa ancaman yang terjadi pada pertahanan sistem diri yang akan
membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada diri
individu. Dari kondisi ini jelas bahwa seorang penderita TB paru yang mengalami
HDR situasional juga memiliki kemungkinan mengalami kecemasan akibat
merasakan ketidaknyamanan, kekhawatiran atau ketakutan terkait kondisi
kesehatannya. Kondisi kecemasan yang dialami dapat membuat penderita menjadi
tidak fokus dan kurang mampu berpikir positif dan realistis. Oleh karena itu
pendekatan asuhan keperawatan pada penderita TB paru perlu dilakukan secara
holistik untuk menciptakan pelayanan yang lebih berkualitas. Hal ini juga
diharapkan dapat membantu meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanan
keperawatan dan diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif terhadap
pengendalian penyakit dan pemberantasan TB paru dari muka dunia.

B. Rumusan Masalah
Penderita TB paru dapat mengalami berbagai dampak meliputi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Secara fisik seorang penderita TB paru dapat mengalami
berbagai gejala penyakit yang akan menimbulkan kesakitan dan ketidaknyamanan.
Kondisi ini akan mempengaruhi kondisi psikososial dan spiritual dimana penderita
mungkin mengalami perasaan yang tidak nyaman, pikiran-pikiran yang negatif dan
mungkin perasaan tertekan akibat kondisi sakit ditambah adanya tuntutan yang
diterimanya dari lingkungan sekitar. Kompleksnya masalah yang bisa ditimbulkan
5

oleh penyakit TB paru membuat keadaan ini perlu mendapatkan perhatian yang
cukup ekstra, sehingga perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada
penderita TB paru perlu memperhatikan setiap aspek yang ada pada diri individu.

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien penderita TB paru hendaknya


bersifat holistik dengan memperhatikan setiap aspek yang ada pada diri individu.
Asuhan keperawatan holistik bertujuan tidak hanya untuk mencapai kembali tingkat
kesehatan yang optimal secara fisik saja tetapi juga untuk memberikan dukungan
psikososial untuk mendukung proses penyembuhan. Selain itu hal ini juga memiliki
tujuan yang lebih luas lagi yaitu untuk mendukung program yang hingga saat ini
masih gencar dilakukan oleh pemerintah dan juga WHO dalam program
pengendalian penyakit TB paru di seluruh dunia.

C. TB Paru
1. Definisi
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit yang dikendalikan oleh daya tahan
tubuh seseorang. Price, Wilson (2006) mendefinisikan tuberkulosis sebagai
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Smeltzer, Bare (2002) menyebutkan bahwa tuberkulosis atau TB adalah penyakit
infeksius yang terutama menyerang parenkim paru dapat ditularkan kebagian
tubuh yang lain, misalnya meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfa. Sementara
menurut Kumar, Cotran, dan Robbins (2004) tuberkulosis adalah suatu penyakit
granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa, penyakit ini biasanya mengenai paru tapi mungkin dapat menyerang
semua organ atau jaringan di tubuh lainnya, secara patologi biasanya bagian
tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis merupakan


salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang lebih sering menyerang parenkim paru dan secara patologi ciri
khas TBC adalah adanya nekrosis perkijuan pada bagian tengah granuloma
tuberkularnya.
6

2. Tanda dan gejala Fisik


Penderita tuberkulosis dapat menunjukkan beberapa gejala. Menurut Depkes
(2008) gejala TB paru terdiri dari gejala utama dan gejala tambahan. Gejala
utama berupa batuk berdahak terus menerus selama tiga minggu/lebih,
sementara yang gejala tambahan yang sering dijumpai diantaranya adalah batuk
berdahak yang bercampur darah (hemaptoe), sesak nafas, nyeri dada, badan
lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.

3. Dampak Psikologis
Gejala yang dapat dirasakan seorang penderita TB paru tidak hanya berupa
gejala fisik saja. Penderita TB paru juga rentan mengalami masalah atau gejala
psikososial. Doenges, Moorhouse, dan Murr (2010) menyebutkan bahwa
seseorang yang mengalami TB paru akan menunjukkan gejala-gejala psikologi
seperti merasa stres berkepanjangan, tidak ada harapan dan putus asa, penderita
mungkin menunjukkan penyangkalan khususnya pada fase awal penyakit,
kecemasan, ketakutan, cepat marah, ceroboh dan terjadi perubahan mental pada
tahap lanjut. Dampak psikologis ini tentunya tidak boleh diabaikan begitu saja,
karena masalah psikologis yang dibiarkan berlarut-larut dapat berkembang
menjadi kondisi yang semakin buruk dan menyebabkan masalah baru bagi
penderita TB paru itu sendiri.

Masalah psikososial dapat muncul akibat berbagai faktor. Penderita TB paru


dapat mengalami beban pikiran yang berat akibat kondisi sakit yang tidak
diharapkan atau akibat mengalami beban perasaan atas tuntutan masyarakat yang
dikelilingi oleh banyak stigma. Menurut Setiawan (2011) ada beberapa stigma
negatif yang berkembang terkait penyakit tuberkulosis diantaranya adalah
anggapan bahwa tuberkulosis merupakan penyakit guna-guna atau kutukan,
penyakit keturunan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Stigma-stigma
7

ini kerap kali mempengaruhi kondisi kesehatan penderita, dimana penderita


mungkin akan merasa malu dan takut akan dikucilkan oleh lingkungannya
sehingga penderita lebih memilih menyembunyikan penyakitnya dan menolak
untuk berobat.

4. Pemeriksaan penunjang
Penyakit tuberkulosis dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan yang
perlu dilakukan secara seksama. Hal ini diperlukan untuk menentukan rencana
pengobatan dan perawatan yang sesuai. Beberapa pemeiksaan yang
biasanya dilakukan diantaranya adalah dengan mencermati keluhan dan gejala
klinis dari penderita. Selain itu diagnosa TB paru pada orang dewasa juga dapat
ditegakkan dengan bantuan beberapa pemeriksaan penunjang salah satunya
dengan pemeriksaan BTA (Bakteri Tahan Asam) terhadap sputum penderita.
Apabila terdapat keraguan hasil, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan,
rontgen dada, immunologis dan tes mantoux (Crofton et al, 2002 dalam Rian,
2010). Price, Wilson (2006) menambahkan bahwa selain pemeriksaan tes
mantoux dan rontgen dada pemeriksaan diagnosis bagi penderita TB paru juga
dapat meliputi tes anergi, pemeriksaan bakteriologi atau histologi.

5. Pengobatan TB paru
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis atau OAT (Misnadiarly, 2006
dalam Rian, 2010). Obat-obat yang sering dipergunakan dalam pengobatan TB
diantaranya adalah Isoniazid (H), rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomycin
dan Ethambutol (E). Prinsip dari pengobatan TBC adalah mengikuti Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes RI tahun 2008 yang terdiri dari:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih dianjurkan.
8

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan


langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Minum Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan. Pada tahap awal, pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
tahap ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam dua bulan. Pada tahap lanjutan,
pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap ini diperlukan dengan tujuan untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kambuh.
Obat-obat anti tuberkulosis memiliki berbagai macam efek samping diantaranya
adalah kehilangan nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai
dengan rasa terbakar di kaki dan warna kemerahan pada air seni, efek samping
yang lebih berat dapat terjadi berupa gatal dan kemerahan pada kulit, tuli,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, ikterus tanpa penyebab lain,
bingung dan muntah - muntah hingga purpura dan renjatan atau syok (Depkes,
2008).

Berbagai macam efek samping yang dapat ditimbulkan oleh OAT tidak hanya
menimbulkan ketidaknyamanan secara fisik saja tapi juga dapat menimbulkan
dampak secara psikososial. Doenges, Moorhouse, dan Murr (2010) menyebutkan
bahwa penderita TB paru dapat merasa stres berkepanjangan, tidak ada harapan,
putus asa, kecemasan dan ketakutan. Meminum OAT dalam jangka waktu yang
cukup lama kiranya dapat menjadi suatu beban yang menimbulkan
ketidaknyamanan secara fisik dan psikologis hingga penderita beresiko untuk
mengalami kegagalan dalam program pengobatan. Kondisi ini secara lebih luas
dapat mempengaruhi keberhasilan program pemberantasan TBC dari muka
dunia. Rian (2010) yang menyebutkan bahwa pasien TB yang mempunyai
keluhan efek samping OAT berisiko 2,84 kali lebih besar untuk mengalami
9

default dibandingkan dengan pasien TB yang tidak mempunyai keluhan efek


samping OAT.

6. Masalah psikososial pada pasien dengan TB paru


Penderita tuberkulosis dapat mengalami berbagai masalah kesehatan
sebagaimana tanda dan gejala yang dirasakan dari proses penyakit itu sendiri.
Sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual ketika mengalami suatu penyakit
manusia tidak hanya merasakan ketidaknyamanan secara fisik saja tetapi juga
dapat mengalami ketidaknyamanan secara psikologis, sosial, dan spiritual.
Masalah psikososial yang dapat dialami penderita TB paru diantaranya meliputi
gangguan konsep diri dan kecemasan. Gangguan konsep diri yang mungkin
muncul diantaranya adalah harga diri rendah (HDR) yang sifatnya masih
situasional bukan kronik. HDR situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009)
didefinisikan sebagai suatu perkembangan persepsi negatif terhadap harga diri
individu sebagai respon terhadap situasi tertentu misalnya akibat menderita suatu
penyakit, kondisi ini dapat disebabkan akibat adanya gangguan citra tubuh,
kegagalan dan penolakan, perasaan kurang penghargaan, proses kehilangan, dan
perubahan pada peran sosial yang dimiliki. Morton, Louise, Reid, dan Stewart,
(2011) juga menyebutkan bahwa masalah harga diri rendah dapat berkembang
menjadi gangguan jiwa seperti depresi, ansietas, panik, dan masalah kejiwaan
lain yang lebih berat. Pendekatan asuhan keperawatan yang holistik perlu
dilakukan untuk mengurangi beban penderitaan yang dialami penderita dan
ditujukan untuk menciptakan asuhan keperawatan yang lebih berkualitas.

Masalah psikososial lain yang dapat muncul pada penderita TB paru adalah
kecemasan atau ansietas. Masalah ansietas menurut Wilkinson, Ahern (2009)
didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon autonom atau sebagai perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap suatu hal yang dianggap sebagai bahaya. Stuart (2002)
menyatakan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh defisiensi pengetahuan
atau oleh stressor pencetus berupa ancaman yang terjadi pada pertahanan sistem
10

diri yang akan membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang
terintegrasi pada individu. Dari kedua pernyataan diatas dapat disimpulkan
bahwa penderita TB paru dapat mengalami kecemasan yang berupa perasaan
tidak nyaman, khawatir atau perasaan takut akibat kondisi penyakit yang
mungkin dianggapnya sebagai suatu bahaya dan kondisi ini dapat disebabkan
oleh keadaan-keadaan lain yang menganggu keadaan konsep diri serta kurangnya
pengetahuan tentang masalah-masalah tertentu yang dialami oleh penderita.

7. Asuhan keperawatan psikososial pada penderita TB paru


Pengkajian HDR situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009) difokuskan pada
batasan karakteristik yang meliputi keluhan subjektif dan objektif pasien. Secara
subjektif klien dapat mengeluhkan dirinya tidak sanggup menghadapi situasi atau
peristiwa yang ada, menunjukkan ekspresi diri tidak berguna dan tidak ada
harapan, perkataan peniadaan diri, dan mungkin melaporkan secara
verbal tantangan situasional saat ini terhadap harga diri, secara objektif klien
biasanya tampak bimbang dan tidak asertif.

Masalah HDR situasional dapat diatasi dengan beberapa intervensi keperawatan.


Rencana intervensi keperawatan yang dapat diberikan dirangkum dari Potter,
Perry (2009), Wilkinson, Ahern (2009) dan Standar Asuhan Keperawatan (SAK)
diagnosa fisik dan psikososial FIK- UI, RSMM (2012) adalah sebagai berikut :
a. Fasilitasi lingkungan dan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan harga
diri.
b. Masalah psikososial lain yang dapat dialami oleh penderita TB paru adalah
ansietas. Stuart (2002) menyebutkan bahwa pengkajian terhadap masalah
ansietas dapat difokuskan pada respon fisiologis, perilaku, kognitif dan
afektif yang mungkin ditunjukkan oleh individu saat mengalami
kecemasan. Untuk mengatasi
c. Masalah kecemasan perawat dapat melaksanakan berbagai macam intervensi
keperawatan.

Rencana intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah


11

ansietas dirangkum dari beberapa sumber referensi, yaitu dari Wilkinson, Ahern
(2009), Stuart (2002) dan SAK diagnosa fisik dan psikososial FIK-UI, RSMM
(2012) adalah sebagai berikut:
a. Bantu pasien mengenal ansietas.
b. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri berupa pengalihan situasi., tarik napas dalam, latihan
mengerutkan dan mengendurkan otot-otot, dan hipnotis diri sendiri
(latihan 5 jari).
c. Lakukan pendekatan spiritual.
d. Sediakan informasi faktual yang terkait diagnosis, terapi, dan prognosis
sesuai kebutuhan informasi yang ditunjukkan klien.
e. Sediakan sarana seperti radio, alat permainan, majalah kesehatan, dan
sarana lainnya untuk mengalihkan perasaan klien.
f. Libatkan keluarga dalam memberi penguatan positif tekait perasaan
klien.
g. Berikan penguatan positif ketika klien mampu meneruskan aktivitas
yang positif selama di rawat di rumah sakit.
h. Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia seperti
teman, saudara, tetangga, tempat ibadah, tempat rekreasi dan lain lain.
PENGKAJIAN

1. Identitas pasien
Nama : Nn. Y
No. rekam medic : 00.81.91
Usia : 18 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Status marital : belum menikah
Pekerjaan : tidak bekerja
Suku : Sunda
Alamat : Tanjung Pura RT03 RW04 Desa Tanjung Mekat
Tanggal masuk RS : 03 Desember 2020
Tanggal pengkajian : 05 Desember 2020
Diagnosa Medis : TB paru dengan DIH
(Drug Induced Hepatitis)

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit saat ini
Klien masuk ke RS dengan keluhan mual disertai rasa ingin muntah, tidak nafsu
makan yang telah berlangsung selama dua minggu sebelum masuk RS. Keluhan
ini dirasakan klien sejak mengkonsumsi obat paru-paru yang diperolehnya dari
Puskesmas.

b. Riwayat penyakit masa lalu


Sekitar 6 minggu sebelum masuk RS klien pernah berobat ke Puskesmas akibat
mengalami batuk-batuk, klien sempat diberi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dari
Puskesmas tempatnya memeriksakan diri. Sejak mengkonsumsi obat-obat
tersebut kondisi kesehatannya menjadisemakin memburuk. Klien baru 5 minggu
menjalani pengobatan OAT dan penggunaannya dihentikan sejak seminggu yang
lalu akibat klien mengalami efek samping dari OAT yang sangat
memprihatinkan.

12
13

c. Riwayat penyakit keluarga


Menurut orang tua klien riwayat sakit paru-paru ada pada kakek klien dari pihak
ibu. Sementara riwayat sakit hipertensi dan gangguan ginjal ada pada nenek dari
pihak ibu. Riwayat pengobatan keduanya tidak diketahui secara pasti.

d. Struktur keluarga
Klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, saat ini klien tinggal serumah
bersama kedua orangtua dan kedua saudara kandungnya. Pola komunikasi dalam
keluarga cukup terbuka. Kepala keluarga adalah ayah klien dan setiap keperluan
rumah tangga disiapkan oleh ibu klien yang berperan sebagai ibu rumah tangga.

e. Riwayat alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD: 100/80 mmHg, nadi
88x/menit, suhu 37°C, frekuensi nafas 22 x/menit. Tinggi badan saat ini 155 cm,
berat badan 36 Kg (sebelum sakit 42 kg), lingkar lengan atas 18cm, IMT (Indeks
Massa Tubuh) 15.
1) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut
Bentuk simetris, kulit kepala bersih, tidak tampak lesi, rambut hitam, kuat,
bersih, distribusi merata.
b) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva tampak pucat, warna pink muda, sklera agak
keruh, warna putih, ikterik tidak ada, fungsi penglihatan tidak ada
kelainan.
c) Hidung
14

Bentuk simetris, tidak ada lesi atau hambatan pada saluran pernafasan
atas, bersih, tidak ada secret.
d) Mulut
Bentuk bibir simetris, warna merah muda, agak pucat dan kering, gigi
bersih dan lengkap, lidah bersih, fungsi pengecapan tidak ada kelainan.
e) Telinga
Bentuk kedua daun telinga simetris, bersih, tidak ada serumen ataupun
lesi, fingsi pendengaran tidak ada kelainan.
f) Leher
Bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak
tampak bendungan vena jugularis.
g) Ekstremitas atas
Bentuk simetris, fungsi pergerakan tidak ada kelainan. Terpasang infuse
pada tangan klien sebelah kanan.
h) Dada
Bentuk dan pergerakan dinding dada simetris, suara paru vesikuler,
terdengar ronki pada area apeks paru kanan dan kiri.
i) Abdomen
Bentuk abdomen tidak ada kelainan, tidak terdapat nyeri tekan, peristaltic
usus ada.
j) Genitourinaria dan anus Tidak diperiksa
k) Kulit dan kuku
Warna kulit sawo matang, bersih, tidak terdapat lesi, tidak tampak
jaundice, turgor kulit baik.kuku bersih.
l) Ekstremitas bawah
Bentuk simetris, fungsi pergerakan tidak ada kelainan.

4. Pemeriksaan Psikososial
Hasil pemeriksaan kondisi psikososial klien pada awal interaksi dengan perawat
menunjukkan bahwa klien cenderung murung dan pasif, klien mengatakan merasa
malu tentang penyakit paru-paru yang diderita, tidak berani menceritakan tentang
15

penyakitnya kepada orang lain, cenderung menyembunyikan tentang penyakitnya


dan memilih menyebutkan jenis penyakit lain jika ada yang bertanya tentang
penyakit. Klien juga mengatakan merasa sedih karena terpaksa harus berhenti
bekerja akibat menderita penyakit ini dan merasa malu karena menjadi tidak
produktif dan merasa khawatir akan masa depannya kelak. Klien dan keluarganya
masih memandang bahwa penyakit TB paru merupakan penyakit yang memalukan
dan merupakan suatu aib bagi keluarga.

Pada hari kelima interaksi dengan perawat klien juga mengatakan bahwa dirinya
merasa khawatir terkait kemungkinan rencana pengobatan OAT dan efek
sampingnya. Klien mengatakan langsung merasa mual jika membayangkan obat-
obat paru yang pernah diminumnya. Klien juga mengatakan khawatir dan takut akan
ditolak oleh lingkungan, dijauhi atau dicemooh oleh orang lain akibat penyakit TB
paru-nya ini. Klien tampak tegang jika membicarakan tentang obat TBC. Klien dan
keluarga juga mengatakan bahwa selama ini belum pernah mendapatkan informasi
tentang cara pengobatan dan perawatan TB paru dan mengharapkan akan
mendapatkan informasi yang tepat dari perawat.
5. Pola kebiasaan sehari-hari
No. Kegiatan Di rumah Di rumah sakit Keterangan
harian
1 Makan Sebelum sakit Sejak dirawat Klien mengeluh
klien memang suka klien hanya mual disertai
pilih-pilih makan 1-3 suap Rasa ingin
makanan, makan nasi
hanyasedikit, dan muntah, dan
lebih sering jajan tidak nafsu
diluar. makan.
2 Minum Klien mengatakan Klien hanya
jarang minum 2-3 gelas
air putih
minum terutama
saat berada di luar
rumah
16

3 BAB Klien BAB dua Belum BAB sejak


hari sekali, masuk RS
konsitensi lunak,
bau, warna dan
jumlah dalam batas
normal.

4 BAK Klien BAK 4-5x/ Klien BAK 5-


hari, bau, warna, 6x/hari. Bau,
dan jumlah khas warna dan jumlah
normal.

5 Tidur Klien tidur 6-8 Klien tidur 7-8


jam/hari jam/hari.

6 Kebersihan Klien mandi 1- Klien hanya di lap


diri 2x/hari, keramas dengan washlap
dan gosok gigi rutin oleh orang tua,
setiap hari sikat gigi 1x/hari,
dan keramas
belum dilakukan

6. Pemeriksaan penunjang
Waktu Jenis Hasil pemeriksaan
pemeriks
aan
03/12/2020 Rontgen thorax (hasil Kesan:
pemeriksaan di klinik KP
Katili- Bogor) Jantung tampak normal
03/12/2020 Laboratorium Hematologi:
 Hemoglobin: 11,6
 Leukosit: 5.100
 Trombosit: 552.000
Hematokrit: Kimia darah:
 SGOT: 330
 SGPT: 90
 Ureum: 19,5
 Kreatinin : 0,57
 GDS: 89
17

04/12/2020 Laboratorium Kimia darah:


 Bilirubin direct: 0,58
 SGOT: 159
 SGPT: 156
 Bilirubin total: 1,07
 Bilirubin indirect: 0,49
03/12/2020 Laboratorium Kimia darah:
 Bilirubin direk: 0,39
 SGOT: 31
 SGPT: 93
 Bilirubin total: 0,81
 Bilirubin indirect: 0,42

7. Daftar Terapi medis


a. Infus RL : D5% @ 8 jam/kolf
b. Injeksi ranitidine 2x1 ampul ( jam 11.00 dan 23.00)
c. Injeksi Ondancentron 3x4mg (jam 06.00, 14.00, 22.00)
d. HP pro 3x1 tablet
18

ANALISA DATA
No. Data Subjektif dan Objektif Masalah keperawatan
1. DS: Ketidakseimbangan
Perut terasa mual, ada rasa ingin nutrisi: kurang dari
muntah, makan sulit hanya masuk 1- kebutuhan tubuh
3 suap.

DO:
 Klien tampak lemah
 TD: 100/80 mmHg, nadi 88x/menit, suhu
37 C, dan frekuensi napas 22x/menit.
 Tinggi badan 155 cm
 BB sebelum sakit 42 kg (± 1bulan
sebelum masuk RS)
 Berat badan saat ini 36 kg.
 BB ideal 49,5 - 60,5 kg.
 IMT= 15
 Lingkar lengan atas 18 cm
 Konjungtiva pucat, warna pink muda.
 Sklera agak keruh, ikterik tidak ada.
 Bibir agak pucat dan kering
 Hb: 11,6 mg/ dL
 SGOT: 330, SGPT: 90
2. DS: Harga diri rendah
Malu tentang penyakit paru-paru yang situasional
diderita, tidak berani menceritakan tentang
penyakitnya kepada orang lain, sedih
karena terpaksa harus berhenti bekerja
akibat menderita penyakit ini, merasa malu
karena menjadi tidak produktif dan merasa
khawatir akan masa depannya kelak.
Klien dan keluarganya masih memandang
bahwa penyakit TB paru Merupakan
penyakit yang memalukan dan merupakan
suatu aib bagi keluarga.

DO:
 Klien tampak murung
 Pasif
 Cenderung menyembunyikan tentang
penyakitnya
 Memilih menyebutkan jenis penyakit lain
jika ada yang bertanya tentang penyakit.
19

3. DS: Ansietas
Khawatir dengan pengobatan TB paru dan
efek sampingnya, langsung merasa mual
jika membayangkan obat-obat paru yang
pernah diminumnya, khawatir dan takut
akan ditolak oleh lingkungan, dijauhi atau
dicemooh oleh orang lain akibat penyakit
TB paru. Klien dan keluarga juga
mengatakan bahwa selama ini belum pernah
mendapatkan informasi tentang cara
pengobatan dan perawatan TB paru dan
mengharapkan akan mendapatkan informasi
yang tepat dari perawat.

DO:
 Klien tampak murung
 Tidak ceria
 Tegang jika membicarakan tentang
obat TBC
 Meminta informasi kepada
perawat tentang cara pengobatan
dan perawatan
TB paru kepada perawat
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa I :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Status nutrisi klien bisa mencapai keseimbangan.
Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan klien menunjukkan kondisi :
a. TTV dalam batas normal (TD: 110-120/ 70-80 mmHg, Nadi: 80-
100x/menit, suhu: 36-27 C, Frekuensi nafas: 16-20x/ menit
b. Keluhan mual muntah berkurang atau hilang, selera makan meningkat
c. Klien mampu melakukan aktivitas makan yang adekuat: porsi makan yang
disediakan RS habis
d. Berat badan dapat dipertahankan, tidak tambah menurun, atau meningkat
mendekati BB ideal (55kg)
e. Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb: 13-15, albumin 3,5-5 mg/ dL).

Rencana intervensi keperawatan


Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau status nutrisi klien; ukur Mengetahui status nutrisi klien dan
BB, IMT, dan LiLA (lingkar memudahkan dalam menentukan
lengan atas) asuhan keperawatan yang sesuai
2. Pantau TTV Status hemodinamik penting untuk
dipantau guna mengetahui kondisi
sistemik tubuh pasien.
3. Evaluasi keluhan mual muntah Menilai kemajuan efektivitas
dan pengaruhnya terhadap intervensi keperawatan yang
asupan nutrisi klien diberikan.

4. Motivasi klien untuk makan Porsi sedikit tapi sering dapat


dalam porsi sedikit tapi sering menurunkan resiko mual akibat
asupan nutrisi yang tiba-tiba
terhadap lambung.

20
21

5. Motivasi klien untuk melakukan Menurunkan ketidaknyamanan


perawatan mulut secara adekuat stomatitis oral dan rasa tak disukai
dengan menggosok gigi minimal dalam mulut.
2x perhari atau berkumur-kumur
dengar cairan desinfektan.
6. Motivasi klien untuk segera Sajian makanan yang hangat dapat
mengkonsumsi makanan dalam meningkatkan nafsu makan.
keadaan masih hangat
7. Anjurkan klien untuk modifikasi Makanan yang disukai dapat
makanan disesuaikan dengan diit meningkatkan selera makan sehingga
kesukaan klien yang masih kebutuhan nutrisi yang adekuat dapat
sesuai dengan diit anjuran saat dipenuhi.
ini.
Kolaborasi
1. Pantau nilai laboratorium Nilai laboratorium dapat membantu
menetukan status nutrisi secara
biokomiawi.
2. Kolaborasi dengan dietisian atau
Asupan kalori dan protein yang
ahli gizi terkait program diet cukup tinggi pada penderita TB paru
yang sesuai dengan kebutuhan diperlukan untuk melawan proses
klien infeksi dan mendukung proses
penyembuhan.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam Antiemetik berfungsi menekan
pemberian terapi anti emetik, keluhan atau gejala mual dan muntah,
dan antibiotik. antibiotik sebagai agent melawan
mikrobiologi penyebab
penyakit.

2. Diagnosa II :
Harga diri rendah (HDR) situasional
Tujuan : Klien mampu mencapai kembali harga diri yang positif Kriteria
Evaluasi : Ssetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3-4 x interaksi,
diharapkan klien mampu:
a. Klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara
harga diri dan pemecahan masalah yang efektif
b. Klien dapat melakukan keterampilan perawatan diri untuk meningkatkan
harga diri.
22

c. Klien dapat melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan balik


yang efektif.
d. Klien dapat menyadari hubungan yang positif antara harga diri dan
kesehatan fisik.
Rencana intervensi keperawatan
Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan klien HDR Memberi kesempatan pada klien untuk
situasional, meliputi penyebab, mengeksplorasi perasaan sehingga
proses terjadinya, tanda dan beban perasaannya dapat berkurang,
gejala, serta akibat dari perasaan membantu klien mengenali masalah
negatif yang dirasakannya. psikososial yang perlu diatasi.
2. Bantu pasien mengembangkan Meningkatkan kemampuan klien
pola pikiran positif dalam mengenal aspek positif yang
dimiliki sehingga dapat meningkatkan
kemampuan dalam pemecahan
masalah.
3. Bantu klien mengembangkan Membantu klien meningkatkan
kembali harga diri positif aktualisasi diri melalui kegiatan
melalui kegiatan yang positif yang bermanfaat sehingga klien
kembali merasa berharga.
4. Minta bantuan pada sumber- Memberikan dukungan sosial yang
sumber yang ada pada keluarga, lebih maksimal pada klien agar klien
rumah sakit, dan lingkungan meraasa bahwa dirinya tidak sendiri
terdekat (misalnya layanan dan memiliki faktor pendukung yang
keagamaan, petugas sosial, baik
perawat spesialis klinis, tenaga
kesehatan lain, dan sebagainya).

3. Diagnosa III: Ansietas


Tujuan : klien mampu mengatasi kecemasan yang dirasakan.
Kriteria evaluasi : Setelah dilakukan intervensi keperawatan sebanyak 2-3x
intervensi diharapkan :
a. Klien mengungkapkan perasaan cemas yang dirasakan secara jujur/terbuka.
b. Klien dapat menggunakan kemampuan pribadinya dalam melakukan
relaksasi melalui pengalihan perhatian.
c. Klien dapat memanfaatkan faktor pendukung yang dimiliki .
23

Intervensi Rasional
1. Bantu klien mengenal Klien mampu mengenali kondisi
kecemasannya. psikologisnya sehingga mampu
mengontrol pikiran dan
perasaannya.
2. Ajarkan pasien teknik relaksasi Mengalihkan klien dari pikiran-
untuk meningkatkan kontrol dan pikiran negatif dan membantu
rasa percaya diri. klien agar lebih rileks.
3. Lakukan pendekatan spiritual. Pendekatan spiritual diperlukan
untuk memberikan penguatan
pikiran atas beban yang dirasakan
klien.
4. Sediakan informasi faktual yang Kondisi defisiensi pengetahuan
terkait diagnosis, terapi, dan tentang kesehatannya kerap kali
prognosis sesuai kebutuhan berakibat pada munculnya
informasi yang ditunjukkan klien. kecemasan.
5. Libatkan keluarga dalam memberi Keluarga merupakan sistem
penguatan positif tekait perasaan pendukung klien yang paling
klien. utama
Rencana intervensi keperawatan:
24

Implementasi Rencana Intervensi Keperawatan:


Waktu Implementasi Evaluasi
Hari ke- I, S: mual masih ada tapi sudah agak
Dinas pagi Diagnosa: ketidakseimbangan berkurang, ingin makan nasi tidak
03/12/2020 nutrisi kurang dari kebutuhan mau makan bubur terus
tubuh O: keluhan mual berkurang, infuse
08.00  Mengevaluasi keluhan terpasang RL 8 jam/kolf, tetesan
mual, mengukur TTV, lancar. TD 110/60 mmHg, nadi
mengobservasi tetesan 80x/menit, suhu 36°C, RR 18x/menit,
infus makan siang habis ¾ porsi
09.00  Memotivasi klien untuk A: masalah teratasi sebagian
meningkatkan asupan P:
makan adekuat; makan Klien:
disaat masih hangat, makan  tingkatkan asupan makan
sedikit-sedikit tapi sering.  makan segera saat masih hangat
11.00  Memberi terapi injeksi  makan sedikit sedikit tapi sering
Ranitidine 1 ampul (IV) Perawat:
12.30  Memfasilitasi makan siang,  Evaluasi keluhan mual dan aktivitas
mengobservasi aktivitas makan klien
makan siang klien.  Pantau TTV, ukur BB setiap hari
 Memberi terapi oral : HP  Tingkatkan motivasi klien untuk
pro 1 tablet makan adekuat
 Berikan terapi sesuai indikasi dan
order medis
 Kolaborasi dengan ahli gizi terkait
diet klien
14.00 Diagnosa: HDR situasional S: Masih belum yakin kalau teman-
 Mengeksplorasi perasaan teman akan menerima keadaan saya
klien terkait rasa malu yang sakit paru-paru
yang dirasakan akibat O: Masih tampak murung, bicara masih
penyakitnya terbatas dan seperlunya.
 Memotivasi klien untuk A: masalah belum teratasi
menggali aspek positif P:
yang dimiliki dan Klien:
mensyukuri hal tersebut  Ungkapkan perasaan kepada orang
sebagai suatu anugerah yang dipercaya
dari Tuhan YME  Gali aspek positif yang dimiliki
Perawat:
 Bina hubungan saling percaya dengan
lebih dalam
 Eksplorasi kembali perasaan klien
disaat yang tepat
 Gunakan teknik komunikasi yang
tepat
25

Waktu Implementasi Evaluasi


Hari ke II DS: sekarang makannya sudah S: mual masih ada tapi sudah agak
Dinas pagi lumayan banyak, mual berkurang, ingin makan nasi tidak
04/12/2020 hanya sedikit itupun mau makan bubur terus
kadang-kadang saja, O: keluhan mual berkurang, TD 120/60
badan masih lemes mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36°C,
DO: makan pagi habis ½ porsi, RR 16x/menit, BB 36 kg, makan
klien masih tampak siang habis ½ porsi A: masalah
08.15 lemas. teratasi sebagian
Diagnosa : ketidakseimbangan P:
nutrisi: kurng dari kebutuhan Klien:
tubuh Implementasi:  tingkatkan asupan makan, lakukan
 Mengevaluasi keluhan ngemil sehat
mual, mengukur TTV,  makan segera saat masih hangat,
mengobservasi tetesan makan sedikit-sedikit tapi sering
11.00 infuse Perawat:
 Mengukur Berat badan  Evaluasi keluhan mual dan aktivitas
 Memotivasi klien untuk makan klien
terus meningkatkan asupan  Pantau TTV, Ukur BB
makan adekuat; makan  Tingkatkan motivasi klien untuk
disaat masih hangat, makan makan adekuat
sedikit-sedikit tapi sering.  Motivasi keluarga untuk
 Memberi terapi injeksi menyediakan cemilan sehat : roti,
Ranitidine 1 ampul (IV) juss, susu hangat
12.30  Memfasilitasi makan siang,  Berikan terapi sesuai indikasi dan
mengobservasi aktivitas order medis
makan siang klien,  Kolaborasi dengan ahli gizi terkait
 Memberi terapi oral : HP keinginan klien untuk makan nasi
pro 1 tab bukan bubur.
DS: Kemarin sore ada teman S: Belum yakin kalau teman-teman
14.00 datang, saya bilang saya akan menerima keadaan saya yang
sakit liver, malu kalau sakit paru-paru
bilang sakit paru-paru O: Masih tampak murung, bicara masih
DO: Klien masih tampak terbatas dan seperlunya. A: masalah
murung dan pasif belum teratasi
Diagnosa : HDR situasional P:
Implementasi: Klien:
 Mengeksplorasi perasaan  Ungkapkan perasaan kepada orang
klien terkait rasa malu nya yang dipercaya.
 Memotivasi klien untuk  Gali aspek positif yang dimiliki.
berpikir positif terkait Perawat:
kondisinya  Bina hubungan saling percaya dengan
 Memotivasi klien untuk lebih dalam, gunakan teknik
menggali aspek positif yang komunikasi yang sesuai
dimiliki dan mensyukuri hal  Eksplorasi kembali perasaan klien
tersebut sebagai suatu disaat yang tepat
anugerah dari Tuhan YME.
26

Waktu Implementasi Evaluasi


Hari ke III DS: makannya sudah banyak, S: Alhamdulillah sekarang sudah enak
Dinas Pagi tadi pagi habis satu porsi makannya
05/12/2020 DO:Klien tampak lebih segar, O: keluhan mual berkurang, TD
makan pagi habis satu 120/70 mmHg, nadi 76x/menit,
porsi, aktivitas ngemil ada. suhu 36°C, RR 16x/menit, BB 36
08.00 Diagnosa: ketidakseimbangan kg, makan siang habis 1 porsi A:
nutrisi : kurang dari kebutuhan masalah teratasi sebagian
tubuh P:
Implementasi: Klien:
 Mengevaluasi keluhan  tingkatkan terus asupan makan,
mual, mengukur TTV, lanjutkan ngemil sehat Perawat:
mengobservasi tetesan  Evaluasi keluhan mual dan aktivitas
infuse makan klien
 Mengukur Berat badan  Pantau TTV
 Memotivasi klien untuk  Ukur BB setiap hari
terus meningkatkan asupan  Tingkatkan lagi motivasi klien untuk
makan adekuat (TKTP) dan makan adekuat
melanjutkan aktivitas  Motivasi keluarga untuk
ngemil sehat menyediakan cemilan sehat
11.00  Memberi terapi injeksi  Berikan terapi sesuai indikasi dan
Ranitidine 1 ampul (IV) order medis
12.30  Memfasilitasi makan siang,  Kolaborasi dengan ahli gizi terkait
 mengobservasi aktivitas keinginan klien untuk makan nasi
makan siang klien, bukan bubur.
13.30  Memberi terapi oral : HP pro 
1 tablet
 Memfasilitasi visite dr.
advise:
 Cek ulang laboratorium
 Ripamfisin 150 mg 3x1
 INH 100mg 1x1 tablet
14.00 DS: sudah gak mikirin S: tidak akan mikir yang jelek-jelek
omongan orang, biar saja lagi, besok akan mulai membaca
orang mau bilang apa buku atau menulis diary
DO: tampak lebih ceria, sikap O: Sudah tampak ceria, sikap lebih
lebih aktif dan terbuka terbuka. A: masalah teratasi sebagian
Diagnosa II: harga diri P:
rendah situasional Klien:
 Memberi pujian atas sikap  Lakukan hobi yang dapat dilakkan di
dan pikiran positif yang RS seperti membaca dan menulis
ditunjukkan klien  Ungkapkan perasaan kepada orang
 Memotivasi klien untuk yang dipercaya
melakukan hobi yang masih Perawat:
dapat dilakukan di RS  Evaluasi pelaksanaan aktivitas hobi
di RS
Waktu Implementasi Evaluasi
27

Hari ke – IV DS: makannya sudah normal S: Alhamdulillah sekarang sudah enak


Dinas pagi malah kalau malam suka makannya
06/12/2020 minta dibelikan bubur O: keluhan mual tidak ada, TD 110/70
nasi, tadi pagi makannya mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36°C,
habis satu porsi RR 20x/menit, BB 36,5 kg, makan
DO: Klien tampak lebih siang habis 1 porsi, nilai
segar, makan pagi habis laboratorium sudah ada, Hb: 12
satu porsi, aktivitas mg/dL, SGOT 31, SGPT 93.
ngemil ada. A: masalah teratasi sebagian
Diagnosa: ketidakseimbangan P:
08.20 nutrisi : kurang dari kebutuhan Klien:
tubuh  tingkatkan terus asupan makan,
Implementasi: lanjutkan ngemil sehat
 Mengevaluasi aktivitas Perawat:
makan, mengukur  Pantau TTV
TTV, mengobservasi  Ukur BB setiap hari
tetesan infus  Tingkatkan lagi motivasi klien untuk
 Mengukur Berat badan makan adekuat
 Memotivasi klien untuk  Motivasi keluarga untuk
terus meningkatkan asupan menyediakan cemilan sehat, seperti
makan adekuat (TKTP) dan juss, susu, roti, dll
melanjutkan aktivitas  Berikan terapi sesuai indikasi dan
ngemil sehat order medis
 Memberi terapi injeksi
Ranitidine 1 ampul (IV)
10.00 DS: sudah lebih baikan, bebas, S: sudah siap pulang kerumah dan
pasrah, dan optimis saja. menjalani pengobatan, tidak apa-
DO: Tampak lebih ceria, sikap apa orang lain tau kalau saya
lebih aktif dan terbuka, sakit paru-paru yang penting
aktivitas hobi dilakukan di saya yakin bisa sembuh
RS O: Sudah tampak ceria, sikap
Diagnosa : HDR situasional terbuka, aktivitas membaca dan
Implementasi: menulis dilakukan dengan
 Memberi pujian atas sikap mandiri
positif klien A: masalah teratasi sebagian
 Memotivasi klien untuk P:
terus berpikir positif Klien:
 Memotivasi klien untuk  Lanjutkan aktivitas hobi di RS seperti
melakukan hobi yang masih membaca dan menulis
dapat dilakukan di RS Perawat:
 Mengeksplorasi perasaan  Evaluasi pelaksanaan aktivitas hobi
klien ketika merasa mampu di RS
melakukan aktivitas yang  Berikan reinforcement positif atas
bermakna dalam keadaan usaha klien dalam melakukan hobi
sakit selama di rawat di RS
 Memotivasi keluarga untuk
mendukung kegiatan klien
selama di RS dan
28

dilanjutkan dirumah jika


klien telah selesai masa
rawatnya
12.00  Memfasilitasi makan siang,
Memberi terapi oral : HP
pro 1 tablet
 Memantau nilai
laboratorium
14.00 DS:khawatir dengan S: semoga apa yang saya khawatirkan
pengobatan paru dan efek tidak terjadi ya sus..., nanti saya akan
sampingnya, langsung mencari buku-buku kesehatan tentang
merasa mual jika pengobatan TBC...
membayangkan obat-obat O: klien lebih rileks, masih tampak
paru yang pernah murung, sikap cukup antusias dalam
diminumnya, khawatir dan menerima informasi yang
takut akan ditolak oleh disampaikan perawat
lingkungan, dijauhi, atau A: masalah teratasi sebagian
dicemooh oleh orang lain P:
akibat penyakit TB paru- Klien:
nya ini  Ungkapkan perasaan cemas kepada
DO:Klien tampak murung, orang yang dipercaya
tidak ceria,tegang jika  Cari informasi dari sumber-sumber
membicarakan tentang informasi lain yang dapat
obat TBC dipertanggung jawabkan
Dx : Ansietas Perawat :
 Mengeksplorasi perasaan  Fasilitasi klien untuk mendapat
klien terkait rasa cemas. informasi yang terpercaya tentang
 Membantun klien mengenal perawatan dan pengobatan TBC
kecemasannya, meliputi:  Fasilitasi proses diskusi antara klien
penyebab, tanda dan gejala, dengan dokter untuk mendapat
efek yang ditimbulkan penkes tentang pengobatan TBC
 Membantu klien
mengalihkan pikiran-
pikiran negatif yang
menyebabkan kecemasan
 Mengkaji kebutuhan klien
akan informasi kesehatan
yang menyebabkan cemas
 Mendiskusikan dengan
klien tentang perawatan
dirumah: mengatasi efek
samping OAT
 Menganjurkan klien untuk
mencari sumber informasi
lain untuk meningkatkan
pengetahuan tentang
masalah kesehatan
29

waktu Implementasi Evaluasi


Hari ke V DS: makannya sudah normal S: Alhamdulillah sekarang sudah sehat
Dinas pagi DO: Klien tampak lebih rasanya, senang sudah bisa
07/12/2020 segar, makan pagi habis diizinkan pulang oleh dokter
satu porsi, aktivitas O: keluhan mual tidak ada, TD 120/70
ngemil ada. mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36, 7°C,
08.00 Diagnosa: ketidakseimbangan RR 20x/menit, BB naik 700 ons dari
nutrisi : kurang dari kebutuhan 6 hari yang lalu, saat ini BB 36,7kg,
tubuh. makan siang habis 1 porsi, ngemil
Implementasi : ada.
 Mengukur TTV, observasi A: masalah menjadi otensial peningkatan
tetesan infus status nutrisi
 Mengukur Berat badan P:
 Memotivasi klien untuk Klien:
terus meningkatkan asupan  Tingkatkan terus asupan makan,
makan adekuat (TKTP) dan lanjutkan ngemil sehat
melanjutkan aktivitas  Hubungi fasilitas kesehatan jika
ngemil sehat kembali merasakan keluhan mual,
 Memberi terapi injeksi muntah, dan masalah fisik lainnya
Ranitidine 1 ampul (IV) Perawat:
 Anjurkan klien untuk melanjutkan
aktivitas makan adekuat (TKTP)
 Rujuk klien pada sistem pelayanan
kesehatan terpercaya
10.00 DS: gak sabar ingin pulang S: sudah siap pulang
DO: lebih ceria, sikap lebih O: Sudah tampak lebih ceria, sikap
aktif dan terbuka, aktivitas terbuka, aktivitas membaca dan
membaca dilakukan di RS menulis dilakukan dengan mandiri
Diagnosa: harga diri rendah A: masalah teratasi
situasional P:
 Memberi pujian atas Klien:
sikapdan pikiran positif  Lanjutkan kebiasaan berpikir positif
klien yang ditunjukkan dan melakukan aktivitas hobi dirumah
kepada perawat seperti di RS saat mengisi waktu
 Memotivasi klien untuk luang.
tetap melakukan hobi saat Perawat:
sudah kembali ke rumah  Rujuk klien pada system pelayanan
Memotivasi keluarga untuk kesehatan yang terpercaya untuk
mendukung kegiatan klien mendapat pelayanan kesehatan yang
setelah tiba dirumah optimal.
12.30  Memfasilitasi makan siang
 Memberi terapi oral : HP
pro 1 tablet
 Memfasilitasi visite dr.
advise:
 Besok boleh pulang
 O bat dirumah: Ripamfisin :
30

3 hari pertama 1x300 mg


3 hari berikutnya 1x450
 INH :
3 hari pertama 1x200 mg
3 hari berikutnya 1x300
 kontrol ke poli paru hari
Rabu, 22 Desember 2020
13.30 DS: kalau nanti ada S: semoga apa yang suster jelaskan
gejala mual muntah tentang apa yang perlu saya lakukan
lagi bagaimana dirumah dapat dilaksanakan, semoga
solusinya sus, saya juga proses pengobatan yang akan
masih kepikiran.. saya terima setelah pulang dari RS
DO:klien masih cemas, cocok dengan tubuh saya. terima
bertanya tentang kasih atas informasi yang suster
solusi masalah berikan
kesehatan yang O: klien tampak lebih rileks, antusias
dikhawatirkannya dalam proses diskusi, klien dapat
jika telah kembali mengulang kembali informasi yang
dirumah disampaikan peawat A: masalah
Diagnosa : Ansietas teratasi sebagian
 Memfasilitasi konsultasi P:
klien dengan dokter Klien :
Memfasilitasi kebutuhan  lanjutkan aktivitas mencari informasi
informasi klien dengan dari sumber-sumber yang terpercaya
memberikan leaflet tentang Perawat:
cara perawatan klien  Rujuk klien pada sistem pelayanan
dirumah. kesehatan yang tepat
31

Anda mungkin juga menyukai