Anda di halaman 1dari 4

Preeklampsia saat ini menempati peringkat pertama sebagai penyebab kematian

ibu di  di Surabaya. Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai


dengan terjadinya peningkatan tekanan darah (> 140/90 mmHg) disertai 1 atau
lebih gangguan organ yang sebelumnya tidak ada, dan terjadi pada kehamilan
diatas 20 minggu ( 5 bulan). Tingginya angka preeklampsia ini bisa dicegah
dengan pemberian obat dan perubahan gaya hidup pada pasien yang mempunyai
resiko mengalami preeklampsia seperti pasien hamil pertama, Hamil terlalu tua
atau terlalu muda, riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, kegemukan
(obesitas) dan pasien dengan penyakit tertentu yang sudah diderita sejak sebelum
hamil seperti Lupus, Hipertensi, dan Diabetes.  Sehingga perlu dilakukan skrining
yang efektif dan efisien  untuk mendeteksi resiko preeklampsia pada ibu hamil
terutama yang mempunyai faktor resiko.

Berbagai metode skrining preeklampsia dapat dilakukan dari cara yang sederhana
sampai dengan pemeriksaan biomolekuler yang canggih. Namun karena
keterbatasan sarana, seringkali pemeriksaan yang canggih tidak mampu laksana di
tingkat fasilitas kesehatan dasar.  Sehingga diperlukan metode skrining yang murah
dan mudah dilakukan. Metode yang skrining yang dapat dilakukan antara lain
pengukuran tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial Presure (MAP)), pemeriksaan
perubahan tekanan darah saat tidur miring dan telentang ( Roll Over
Test (ROT))dan pemeriksaan Indeks Masa Tubuh (IMT). 
MAP dan ROT merupakan suatu metode pemeriksaan untuk menggambarkan
keadaan haemodinamik pada pasien hamil, metode ini mudah dilakukan dan tidak
memerlukan peralatan yang canggih, hanya diperlukan tensimeter untuk mengukur
tekanan darah. MAP diukur dengan menjumlahkan 2x tekanan darah sistole dan
tekanan darah diastole kemudian dibagi 3, hasil dikatakan abnormal bila nilainya
lebih dari 90 mmHg. Pengukuran ROT yang dilakukan dengan membandingkan
pengukuran tekanan darah saat tidur miring dan telentang, dikatakan abnormal jika
terdapat perbedaan tekanan darah lebih darai 15 mmHg pada kedua pengukuran
tersebut. Dan IMT dihitung dari kuadrat tinggi badan dalam meter dibagi dengan
berat badab dalam kilogram. IMT dikatakan beresiko bila nilainya lebih dari 30
yang artinya pasien masuk dalam kelompok obese. Ketiga metode pemeriksaan ini
mudah dan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dasar, namun beberapa penelitian
menyatakan bahwa pemeriksaan ROT tidak bermanfaat untuk skrining
preeklampsia karena tingginya bias pada pemeriksaan ini. 

Penelitian yang dilakukan pada 90 wanita hamil yang melakukan pemeriksaan


antenatal pada trimester pertama dan kedua di Puskesmas Sidotopo Wetan
Surabaya, terdiri dari 45 pasien preeklampsia dan 45 pasien hamil normal
menunjukkan bahwa, lebih dari 95,6% pasien yang mengalami preeklampsia
mempunyai hasil pengukuran MAP pada trimester pertama yang melebihi nilai
normal yaitu lebih dari 90 mmHg, sedang pada pasien yang hamil normal hanya
tercatat 40% pasien yang mempunyai nilai MAP abnormal. Dari hitungan secara
statistik menunjukkan wanita hamil yang mempunyai MAP yang abnormal
mempunyai resiko mengalami preeklampsia sebesar 32.2 kali lipat lebih tinggi
dibanding wanita hamil yang mempunyai nilai MAP normal. Hal ini menunjukkan
bahwa pengukuran MAP mempunyai manfaat untuk mendeteksi resiko
preeklampsia pada wanita hamil di trimester pertama. 

Namun sebaliknya hasil pengukuran ROT pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pada kedua kelompok ibu hamil baik yang mengalami preeklampsia maupun yang
hamil normal sama-sama mempunyai nilai ROT yang normal. Artinya bahwa
pemeriksaan ROT tidak bisa dipakai untuk skrining preeklamsia sesuai dengan
penelitian yang dilakukan dibeberapa negara maju. 
Sedangkan pengukuran IMT menunjukkan bahwa pasien yang mengalami
preeklampsia ternyata sebagian besar mempunyai IMT yang melebihi normal
(>30). Sehingga pasien obesitas beresiko mengalamai preeklampsia yang lebih
tinggi dibandingkan pasien yang mempunyai IMT yang normal. Wanita obese
yang mempunyai IMT lebih dari 30 mempunyai resiko mengalami preeklampsia 5
kali lipat lebih tinggi dibanding wanita yang mempunyai IMT kurang dari 30. Dari
penelitian ini nampak bahwa jika tidak terdapat fasilitas untuk melakukan
pemeriksaan yang canggih untuk melakukan deteksi dini resiko preeklampsia,
maka metode pemeriksaan yang sederhanapun dapat digunakan untuk skrining
preeklampsia, yaitu pemeriksaan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan pemeriksaan
Indeks Masa Tubuh (IMT) yang dilakukan di trimester pertama sampai awal
trimester 2.

Penulis: Dr. Ernawati, dr. SpOG(K)


Link terkait tulisan di atas: The Role of Mean Arterial Pressure (MAP) Roll
Over Test (ROT) and Body Mass Index (BMI) in Preeclampsia Screening in
Indonesia http://repository.unair.ac.id/96679/

Berdasarkan penelitian oleh Nining Mustika Ningrum STIKES Insan Cendekia Medika
Jombang, Indonesia dalam jurnal analisis pemeriksaan mean arterial pressure (map), roll over
test (rot), body mass indeks (bmi) sebagai skrining pre-eklampsia pada kehamilan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan bahwa ibu hamil
dengan Mean Arterial Pressure (MAP) positif memiliki resiko lebih besar terjadinya
preeklampsia dibandingkan ibu hamil dengan MAP negatif, ibu hamil degan Roll Over
Test (ROT) positif juga memiliki resiko yang besar mengalami preeklampsia sedangkan
ibu hamil dengan Body Mass Indeks (BMI) berlebih dan Obesitas juga memiliki resiko
terjadi preeklampsi dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki Body Mass Indeks (BMI)
yang normal. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Mean Arterial Pressure
(MAP), Roll Over Test (ROT) dan Body Mass Indeks (BMI) dapat dijadikan sebagai
skrining preeklampsia pada ibu hamil.

The Role of Mean Arterial Pressure (MAP) Roll Over Test (ROT) and Body
Mass Index (BMI) in Preeclampsia Screening in
Indonesia http://repository.unair.ac.id/96679/

Anda mungkin juga menyukai