S (170204041)
Kelas: D.3.1 Psik
2. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-
obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit
SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan
kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
3. Farmakologi
Jenis obat dan dosis yang diberikan kepada satu penderita lupus tidak sama dengan penderita
lupus yang lain, dan dapat berganti dari waktu ke waktu tergantung dari gejala yang
dirasakan dan tingkat keparahannya.
Obat Imunosupresan. Cara kerja obat ini adalah dengan menekan sistem kekebalan
tubuh. Ada beberapa jenis imunosupresan yang biasanya diberikan dokter,
yaitu azathioprine, mycophenolate
mofetil, cyclophosphamide, dan methotrexate.Imunosupresan akan meringankan
gejala SLE dengan menghambat kerusakan pada bagian-bagian tubuh yang sehat
akibat serangan sistem kekebalan tubuh. Obat ini dapat diberikan bersamaan dengan
kortikosteroid, sehingga dosis kortikosteroid dapat diturunkan. Beberapa efek
samping yang dapat ditimbulkan oleh obat imunosupresan antara lain adalah:
Muntah.
Kehilangan nafsu makan.
Pembengkakan gusi.
Diare.
Kejang-kejang.
Mudah lebam atau berdarah.
Jerawat.
Sakit kepala.
Bertambahnya berat badan.
Pertumbuhan rambut secara berlebihan.
Risiko terjadinya infeksi akan meningkat akibat penekanan sistem kekebalan tubuh
oleh imunosupresan. Gejala infeksi tersebut terkadang mirip dengan gejala aktifnya
lupus. Beberapa di antaranya adalah : batuk disetai dengan sesak, demam, diare,
sensasi terbakar saat buang air kecil, serta kencing darah (hematuria).
Hindarilah kontak dengan orang yang sedang mengalami infeksi seringan apa pun,
meski sudah memiliki kekebalan tubuh terhadap infeksi tersebut, misalnya cacar air
atau campak. Penularan mungkin akan tetap terjadi karena kinerja sistem kekebalan
tubuh sedang menurun akibat penekanan oleh obat imunosupresan. Obat ini juga
dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Karena itu, penderita SLE membutuhkan
pemeriksaan kesehatan dan tes darah secara rutin selama menggunakan
imunosupresan.
Rituximab. Jika obat-obat lain tidak efektif bagi penderita SLE, dokter akan
menganjurkan rituximab. Obat ini awalnya dikembangkan untuk menangani kanker,
seperti limfoma. Tetapi rituximab terbukti efektif untuk menangani penyakit
autoimun, seperti SLE dan rheumatoid arthritis. Cara kerja rituximab adalah dengan
mengincar dan membunuh sel B, yaitu sel yang memproduksi antibodi yang menjadi
pemicu gejala SLE. Obat ini akan diberikan melalui infus. Efek samping yang dapat
muncul dari penggunaan rituximabmeliputi pusing, muntah, serta gejala yang mirip
flu, misalnya demam dan menggigil. Obat ini juga dapat menimbulkan reaksi alergi,
namun jarang terjadi.
Selain obat-obatan yang diberikan, melindungi kulit dari sinar matahari sangat penting bagi
penderita lupus. Ruam pada kulit yang dialami penderita SLE dapat bertambah parah jika
terpapar sinar matahari. Langkah yang dapat dilakukan untuk melindungi kulit dari sinar
matahari adalah:
Mengenakan pakaian yang menutupi seluruh bagian kulit.
Memakai topi yang lebar dan kacamata hitam.
Mengoleskan krim tabir surya (minimal SPF 55 ketika keluar rumah) agar kulit tidak
terbakar sinar matahari.
Dengan menghindari paparan sinar matahari, penderita lupus berisiko kekurangan vitamin D,
karena sebagian besar vitamin D dibentuk dalam tubuh dengan bantuan paparan sinar
matahari. Oleh karena itu, diperlukan pemberian suplemen vitamin D untuk
mencegah osteoporosis.
4. Terapi diet
Jenis makanan untuk penderita autoimun yang boleh dikonsumsi
Selama menjalani diet, beberapa jenis makanan untuk penderita autoimun berikut bisa
disertakan dalam menu makan Anda:
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.Lesi eritematous
papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di
ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi
hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.
- DIAGNOSA
1. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi/malar pada lapisan kulit
2. Perubahan nutrisi berhubungan dengan hati tidak dapat mensintesa zat-zat penting
untuk tubuh
3. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrient ke sel
- INTERVENSI
1) Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi/malar pada lapisan kulit
a. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan
amati perubahan.R/: Menentukan garis dasar di man perubahan pada status dapat di
bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
c. Gunting kuku secara teratur.R/: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko
kerusakan dermal.
d. Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis,
duoderm, sesuai petunjuk.R/: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan
proses penyembuhan.
b. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi.
Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.R/: Mengurangi ketidaknyamanan
yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis.
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
d. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.R/: dapat meningkatkan napsu makan dan
perasaan sehat.
e. Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat
mendekati waktu makan.R/: mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan
energi untuk aktivitas makan.
f. Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.R/: mempermudah proses menelan
dan mengurangi resiko aspirasi.
3. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
INTERVENSI/TINDAKAN RASIONAL
MANDIRI
b. Tinjau ulang cara penularan penyakit.R/: mengoreksi mitos dan kesalahan konsepsi,
meningkatkan , mendukung keamanan bagi pasien/orang lain.
c. Dorong aktivitas/latihan pada tingkat yang dapat di toleransi pasien. R/: merangsang
pelepasan endorphin pada otak, meningkatkan rasa sejahtera.
INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi bunyi napas . Catat adanya Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
bunyi napas misalnya mengi, krekels, dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
ronchi. dimanifestasikan adanya bunyi napas
adventisius. Misalnya penyebaran , krekels
basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya
bunyi napas (asma berat).
- EVALUASI
Evaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan kepada pasien