Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa
orifisium, serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de
Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa,
sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
Etiologi SSJ suit ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai
faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.
Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,
parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain
(penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum
jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi
kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh
limfosit T yang spesifik. Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak
tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom steven johnson dapat timbul
sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada
kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta
dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat
terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan
sistem imun seperti HIV dan AIDS serta lapus angka kejadiannya dapat meningkat
secara tajam.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-baru ini
diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada dasar
penentuan kriteria klinis.Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk memisahkan
spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem multiformis, ditandai
oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering rekuren namun morbiditasnya
1

rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan makulopapular,
biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka morbiditas yang
tinggi dan prognosisnya buruk. Dalam konsep ini, SJS dan TEN kemungkinan samasama merupakan proses yang diinduksi obat yang berbeda dalam derajat
keparahannya. Terdapat 3 derajat klasifikasi yang diajukan :
1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
Dari jumlah kejadian diatas dan kondisi penyakit yang memerlukan pendeteksian
dan penanganan spesifik, penulis tertarik untuk menulis makalah Asuhan Keperawatan
sindrom steven johnson.

1.2 Rumusan Masasalah


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Apa Definisi Steven Johnson Syndrome ?


Apa saja Etiologi dari Steven Johnson Syndrome ?
Bagaimana Patofisiologi Steven Johnson Syndrome ?
Bagaimana Manifestasi klinis Steven Johnson Syndrome ?
Bagaimana Komplikasi Steven Johnson Syndrome ?
Apa saja Pemeriksaan penunjang pada kasus Steven Johnson Syndrome ?
Bagaimana Penatalaksanaan Pada Steven Johnson Syndrome ?
Bagaimana WOC Steven Johnson Syndrome ?
Bagaimana Asuhan Keperawatan Teoritis pada pasien dengan Steven Johnson
Syndrome?

1.3 Tujuan Penulisan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Untuk mengetahui definisi Steven Johnson Syndrome


Untuk mengetahui etiologi dari Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui patofisiologi Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui manifestasi klinis Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui komplikasi Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada kasus Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui penatalaksanaan Pada Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui WOC Steven Johnson Syndrome
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Teoritis pada pasien dengan Steven Johnson
Syndrome

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil pelaksanaan makalah ini akan memberi manfaat yang berarti bagi mahasiswa
dan instansi, diantaranya adalah :
1. Bagi Mahasiswa
Penulisan makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam memberikan
informasi kepada mahasiswa yang belum mengetahui tentang Steven Johnson
Syndrome serta bagaimana penerapan Asuhan keperawat ketika menemukan
kasus Steven Johnson Syndrome
2. Bagi Instansi
Dengan penulisan makalah ini, akan memberikan manfaat bagi instansi
sebagai media informasi pembelajaran yang dapat membantu dalam proses
belajar mengajar serta menambah wawasan informasi dalam materi
pembelajaran Keperawatan Dewasa II ( KD II).

1.5 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan dari makalah ini dibagi dalam tiga bab antara lain :
BAB I yaitu pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB II yaitu Pembahasan terdiri
dari definisi Steven Johnson Syndrome, etiologi Steven Johnson Syndrome, patofisiologi
Steven Johnson Syndrome, manifestasi klinis Steven Johnson Syndrome, komplikasi
Steven Johnson Syndrome , Pemeriksaan penunjang, Penatalaksanaan Pada Steven
Johnson Syndrome, WOC Steven Johnson Syndrome, serta asuhan keperawatan teoritis
pada kasus Steven Johnson Syndrome yang terdiri dari proses, Pengkajian, Diagnosa,
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi. BAB III

yaitu penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Definisi Steven Johnson Syndrome


a. Steven Johnson Adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura( Mochtar Hamzah, 2005 :
147 )
b. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.( Kapita Selekta
Kedokteran, 2000 : 136 )
c. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di
orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat
kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura( Djuanda,
Adhi, 2000 : 147 )
d. Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi
kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis ( Junadi, 1982: 480 )
e. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk ( Mansjoer, A. 2000: 136 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang
mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi
dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula disertai
purpura, kelainan dimukosa dan konjungtiva.

2.2

Etiologi Dari Steven Johnson Syndrome

Etiologi pasti Sindrom Stevens Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu
penyebabnya ialah alergi obat sistemik, diantaranya penisilin dan semisintetiknya,
streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya : derivate
salisil/pirazolon,

metamizol,

metampiron,

dan

parasetamol),

klorpromazin,

karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat
dianggap sebagai penyebab adalah:
a) Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )

Penisilline
Sthreptomicine
Sulfonamide
Tetrasiklin
b) Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol )

Kloepromazin
Karbamazepin
Kirin Antipirin
Tegretol

c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )


d) Neoplasma dan factor endokrin
e)

Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan,


kehamilan)

f)

2.3

Makanan (coklat)

Patofisiologi Steven Johnson Syndrome

Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitif


tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang
membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV
terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
1. Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak
ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada
beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya
kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen
dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat
terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai
memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000:
72).
2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil
Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang
bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed)
memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
2.4

Manifestasi Klinis Steven Johnson Syndrome


Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita
dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal
berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

a.

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula.


Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas.
Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya
generalisata.

b.

Kelainan selaput lendir di orifisium. Kelainan selaput


lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh
kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus
jarang (masing-masing 8% dan 4%).

c.

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah


sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam
terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah krusta
berwarna hitam yang tebal.

d.

Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus


respiratorius bagian atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan
penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat
menyebabkan keluhan sukar bernafas.

e.

Kelainan mata, konjungitivitis (radang selaput yang


melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata), konjungtivitas
kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan
sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus
yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang
diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid
bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

f.

Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat


kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

g.

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa


demam, malaise, batuk, korizal, sakit nyeri dada, muntah, pegal otot dan
atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala
tersebut.

2.5

Komplikasi Steven Johnson Syndrome


7

Bronkopneumonia

(16%),

sepsis,

kehilangan

cairan/darah,

gangguan

keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.


Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Kehilangan cairan dan darah


Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
Gastroenterologi - Esophageal strictures
Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis

vagina
f. Pulmonari pneumonia, bronchopneumoni
g. Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi
kulit sekunder
h. Infeksi sitemik, sepsis

2.6

Pemeriksaan Penunjang Pada Kasus Steven Johnson Syndrome

1. Laboratorium
a. Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
b. Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
Histopatologi
a.
b.
c.
d.
e.

Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial


Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal
Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
Spongiosis dan edema intrasel di epidermis

Imunologi
a. Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih
darah yang mengalami kerusakan
b. Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau
dalam kombinasi

2.7 Penatalaksanaan Pada Steven Johnson Syndrome


a. Penatalaksanaan Medis
1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari.Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.
Pasien steven Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason
65 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak
timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat,
setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang
diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama
pengobatan kira-kira 10 hari.Seminggu setelah pemberian kortikosteroid
dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah
garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat
dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak
tergantung berat badan).
2. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x
80 mg.Infus dan tranfusi darah
3. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien
sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta
kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 %
dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut,
terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas.
4. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg
atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
5. Topikal :
9

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di
kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapkan kebersihan personal
2. Mandirilah setidaknya sekali sehari dan keringkan kulit sehingga benar-benar
kering
3. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena
dapat meyebabkan penyebaran virus kekornea yang mengakibatkan kebutaan
4. Perbanyak minum air
5. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan
lainnya yang terjadi.Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada
status dapat dibandingkan dan melakukan intervwnsi yang tepat.
6. Jaga kebersihan alat tenun.Rasional: untuk mencegah infeksi
7. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun.Raional: menurunkan iritasi garis jahitan
dan tekanan dari baju,membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat
proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi

2.8

Woc Steven Johnson Syndrome

Alergi
obat2an

Infeksi
mikroorganism
e

Neoplasma

faktor fisik

Makanan

Steven Johnson
Syndrome
Reaksi Alergi Type III

Reaksi Alergi Type IV

Kompleks antigen & antibodi

Sel T

Terperangkap dalam jar.


Kapiler

Limfosit & sitotoksin terlepas

10

Sel Mast

Jaringan kapiler rusak

Akumulasi neutrofil

Reaksi Radang

Kelainan pada mata

Jaringan kulit dan mucosa


eritema
Kelainan selaput
lendir dan ofisium

Inflamasi dermal dan


epidermal

Kesulitan menelan

Nyeri

Conjungtivitis

Persepsi sensori
Kelainan penglihatan

Intake tidak adekuat

Integritas kulit

Kelemahan Fisik

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Supply Nutrisi ke
jaringan otot

Intoleraksi aktivitas

11

2.9 Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Pasien Dengan Steven Johnson Syndrome
1. Pengkajian
a. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven
Johnson biasanya mengeluhkan demam , malaise, kulit merah dan gatal, nyeri
kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu,
riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.
12

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
5) Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
a) Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b) Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi
obat-obatan tertentu?
c) Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
Pada pola ini kita mengkaji:
pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat
konsumsi obat obatan tertentu.
2) Pola nutrisi metabolic
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit?
b) Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c) Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah
sakit?
d) Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e) Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f) Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau
sebaliknya?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan
nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.
3) Pola eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b) Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c) Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d) Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin,
konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau
perawat.
13

4) Pola aktivitas - latihan


Pada pola ini kita mengkaji:
a) Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah
sakit?
b) Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c) Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
d) Apakah klien mengeluh mudah lelah?
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa
lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.
5) Pola istirahat tidur
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b) Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c) Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan
istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
6) Pola kognitif - persepsi
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Kaji tingkat kesadaran klien
b) Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah
mengalami perubahan?
c) Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d) Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada
penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
7) Pola persepsi diri - konsep diri
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?
14

b) Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?


c) Apakah klien merasa rendah diri?
: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa
malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra
dirinya.
8) Pola peran - hubungan
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b) Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c) Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Bagaimanakah status reproduksi klien?
b) Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
10) Pola koping dan toleransi stress
Pada pola ini kita mengkaji:
a) Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b) Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c) Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

11) Pola nilai dan kepercayaan


Pada pola ini kita mengakaji:
1) Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
2) Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema

e. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


a. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
b. Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah
merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema
intrasel di epidermis.
15

c. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang


mengandung IgG, IgM, IgA

2. Diagnosa
a. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
b.

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

c.

Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit

d. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik


e.

Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

3. Intervensi
Menurut Smeltzer (2008, hlm. 1975), adapun rencana asuhan yang dapat disusun
berdasarkan diagnosa dengan pasien sindrom steven johnson diatas sebagai berikut:

NO DIAGNOSA
1.

Gangguan
integritas kulit
b.d. inflamasi
dermal dan
epidermal

TUJUAN DAN
KRETERIA
HASIL

INTERVENSI

RASIONAL

Setelah dilakukan
1. Observasi kulit 1.
tindakan keperawatan
setiap hari catat
selama...x 24 jam pasien
turgor sirkulasi
diharapkan
dan
sensori
a. Menunjukkan
serta perubahan
kulit dan
lainnya
yang
jaringan kulit
terjadi.
yang utuh
2. Gunakan
2.
pakaian
tipis
dan alat tenun
yang lembut

Menentukan garis
dasar dimana
perubahan pada
status dapat
dibandingkan dan
melakukan intervensi
yang tepat
Menurunkan iritasi
garis jahitan dan
tekanan dari baju,
membiarkan
insisi terbuka
terhadap udara
meningkat proses
penyembuhan dan
menurunkan resiko
infeksi
3. Jaga kebersihan
3. Untuk mencegah
alat tenun.
infeksi
4. Kolaborasi
4. Untuk mencegah
dengan
tim
16

medis.

infeksi lebih lanjut

2.

Gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d.
kesulitan
menelan

Setelah dilakukan
1. Kaji kebiasaan 1. memberikan
tindakan keperawatan
makanan yang
pasien/orang
selama...x 24 jam pasien
disukai/tidak
terdekat rasa
diharapkan
disukai.
kontrol,
a. Menunjukkan
meningkatkan
partisipasi dalam
berat badan
perawatan dan dapat
stabil/peningkata
memperbaiki
n berat badan
pemasukan.
2. Berikan
2. membantu
makanan dalam
mencegah distensi
porsi
sedikit
gaster/ketidaknyama
tapi sering.
nan
3. Hidangkan
3. hidangan yang
makanan dalam
hangat dapat
keadaan hangat.
meningkatkan nafsu
makan
4. Kolaborasi
4. kalori protein dan
dengan
ahli
vitamin untuk
gizi.
memenuhi
peningkatan
kebutuhan
metabolik,
mempertahankan
berat badan dan
mendorong
regenerasi jaringan.

3.

Gangguan rasa
nyaman, nyeri
b.d. inflamasi
pada kulit

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama...x 24 jam pasien
diharapkan
a. Melaporkan nyeri
berkurang
b. Menunjukkan
ekspresi
wajah/postur
tubuh rileks

1. Kaji keluhan 1. nyeri hampir selalu


nyeri,
ada pada beberapa
perhatikan
derajat beratnya
lokasi
dan
keterlibatan jaringan
intensitasnya
2. meningkatkan
2. Berikan
relaksasi,
tindakan
menurunkan
kenyamanan
tegangan otot dan
dasar
ex:
kelelahan umum
pijatan pada
area
yang
sakit.
17

3. Pantau

TTV. 3. untuk mengetahui


kondisi pasien
4. Kolaborasi
4. menghilangkan rasa
pemberian
nyeri
analgetik
sesuai indikasi
4.

5.

Gangguan
intoleransi
aktivitas b.d.
kelemahan
fisik

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama...x 24 jam pasien
diharapkan
a. Klien
melaporkan
peningkatan
toleransi
aktivitas

1. Kaji
respon 1. mengetahui tingkat
individu
kemampuan
terhadap
individu dalam
aktivitas.
pemenuhan aktivitas
sehari-hari.
2.
energi yang
2. Bantu klien
dikeluarkan lebih
dalam
optimal
memenuhi
aktivitas
sehari-hari
dengan
tingkat
keterbatasan
yang dimiliki
3. energi penting untuk
klien.
membantu proses
3. Jelaskan
metabolisme tubuh
pentingnya
pembatasan
4. klien mendapat
energi.
dukungan psikologi
4. Libatkan
dari keluarga
keluarga
dalam
pemenuhan
aktivitas klien.

Gangguan
Persepsi
sensori:
kurang
penglihatan
b.d
konjungtifitis

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama...x 24 jam pasien
diharapkan
a. Kooperatif
dalam tindakan
b. Menyadari
hilangnya
pengelihatan
secara permanen

1. Kaji dan catat


ketajaman
pengelihatan
2. Kaji deskripsi
fungsional apa
yang
dapat
dilihat/tidak.
3. Sesuaikan
lingkungan
dengan
kemampuan
pengelihatan.

1. Menetukan
kemampuan visual
2. Memberikan
keakuratan thd
pengelihatan dan
perawatan.
3. Meningkatkan self
care dan mengurangi
ketergantungan
4. Untuk mengetahui
perkembangan
penglihatan yang
18

4. Kolaborasi
dengan dokter
ahli mata

sudah di alami
pasien

4. Implementasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dialami ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. (Gordon,1994, dalam Potter & Perry, 1997)

5. Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.

Kulit Pasien tampak menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Berat badan klien stabil/peningkatan berat badan
Klien Melaporkan nyeri berkurang
Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Klien Menyadari hilangnya pengelihatan

19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa
orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Penyebab dari Syndrom Steven Johnson
belum diketahui jelas , namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)


Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
Neoplasma dan faktor endokrin
Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
Makanan

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk
mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada
organ sasaran (target organ). Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1. Kelainan Kulit
2. Kelainan Di selaput Lendir Atau Orifisium
3. Kelainan Mata
Syndrome ini sering menimbulkan komplikasi seperti bronkopneumonia, kehilangan
cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan
karena gangguan lakrimal. Pemeriksaan diagnosisnya bisa dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan seperti : pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah lengkap, Determine
renal function and evaluate urine for blood, Pemeriksaan elektrolit, Kultur darah, urine, dan
luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi. Penatalaksanaan syndrome Steven Johnson
terdiri dari : Kortikosteroid, antibiotic, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit, Pada
kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg
intravena sehari dan hemostatik, Topikal.
20

Dalam pemberian asuhan keperawatan pada Syndrome Steven Johnson, diagnose yang
biasa muncul :
f. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
g.

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

h. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit


i. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
j.

Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

Disini peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah :


1. Mengobservasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan
lainnya yang terjadi.
2. Menganjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
3. Memberi health education tentang syndrome steven Johnson
4. Melakukan kolaborasi dengan tim medis.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat mengerti dan
memahaminya. Kami mengharapkan pembaca dapat memberi kritik dan saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

21

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jual, 2004 Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III, Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai