Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Penyakit Hirschprung atau mega kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir 3 Kg. lebih banyak laki laki daripada perempuan. (Arief Mansjoeer,2000)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus. (Ngastiyah,2005)
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003)

1.2 Etiologi
1. Adanya kegagalan sel-sel Neural Crest embrional yang berimigrasi ke dalam dinding
usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang ke arah
kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
4. Faktor genetik
5. Sering terjadi pada anak dengan Down Syndrome. (Ngastiyah, 2005)
1.3 Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
1. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionik mulai dari kolon sigmoid, rectum dan anal canal. Ini merupakan70%
dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki
dibanding anak perempuan.dengan perbandingan 4 : 1
2. Penyakit hirschprung segmen panjang

Kelainan

dapat

melebihi

sigmoid,

bahkan

dapat

mengenai

seluruh

kolon

atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki laki maupun perempuan.Dengan
perbandingan 1 : 1. (Ngastiyah, 2005)
1.4 Patofisiologi
Adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak hanya gerakan tenaga
pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak
dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan
adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada
bagian yang rusak pada mega colon. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan Colon tersebut melebar
(Price, S & Wilson,2006).
Aganglionik megacolon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik (meisher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian
dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan
konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus
sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis
mempengaruhi dilatasi sfingter ani ainterna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan
pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin
banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan
dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah
enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat
mengalami kematian (Donna L.Wong,2003)

WOC:
Kegagalan sel neuro pada
masa embrio dalam
dinding usus, gagal
ekstensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub
mukosa dinding plexus

Sel ganglion pada


kolon tdk
ada/sangat sedikit

HIRSCHPRUN
G

Peristaltic tidak
sempurna
Obstruksi parsial

Refluk
peristaltik

Control kontraksi
dan relaksasi
peristaltic
abnormal

Spingter rectum
tdk dapat
relaksasi
Akumulasi benda
padat, gas, cair
Obstruksi dikolon

Mual dan
muntah

Perasaan penuh

MK: RESIKO
KEKURANGAN
VOLUME
CAIRAN

MK: GANGGUAN
RASA NYAMAN
NYERI

Fases tdk mampu


melewati spingter
Pelebaran
kolon/mega
kolon

Anoreksia
MK:
KETIDAKSEIMBANGA
N NUTRISI KURANG
DARI KEBUTUHAN

Intervensi
pembedahan

Kurangnya
informasi
MK: ANSIETAS

Gangguan
defekasi
MK:
KONSTIPASI

1.5 Manifestasi Klinis


Pada Neonatus
Obstruksi intestinal totalis, enggan minum, muntah berwarna hijau (berisi empedu),
obstipasi, distensi abdomen, pengeluaran meconium tertunda > 24 jam pertama,

enterokolitis yang ditandai dengan diare, muntah, distensi abdomen.


Pada Infant dan Child
Gangguan pertumbuhan, mual muntah, distensi abdomen, diare berbau busuk, konstipasi,
gejala lebih kronik, anoreksia, massa feses dalam abdomen, feses cair/berbutir/seperti
pita, diare/konstipasi, dehidrasi berat sampai dengan shock, dinding abdomen menipis
hingga vena terlihat.
(Mansjoer, 2000 )

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Biopsi isap
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari daerah
normal hipoganglionosis dipinggir anus. Biopsi ini dilakukan untuk memperlihatkan tidak
adanya sel sel ganglion di submukosa atau pleksus saraf intermuskular
2. Biopsi otot rectum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukkan aganglionosis otot
rectum.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap.
Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
5. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
6. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
Bisa ditemukan :
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur dibagian usus yang menyempit
entrokolitis pada segmen yang melebar terdapat retensi barium setelah 24 48 jam
pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran yang
jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini
terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan
diagnostik
7. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum. Balon akan
mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal.
Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa

8. Pemeriksaan colok anus


Pada

pemeriksaan

ini

jari

akan

merasakan

jepitan

dan

pada

yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja,

waktu

kotoran

tinja
yang

menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
9. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar normal
dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena usus besar yang
tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan u
sus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah. (Ngastiyah, 2005)
1.7 Penatalaksanaan (Behrman. 2006)
Secara garis besar penatalaksanaan ITP dibagi menjadi 2 yaitu nonfarmakologi/medis
dan farmakologi.
Medis :
1. Wash out
Pemasangan selang kateter kemudian diisi dengan Nacl 0,9 % hangat, untuk merangsang
peristaltic, mengurangi distensi, mengeluarkan feses dan persiapan operasi
2. Colostomy
Pengangkatan segmen aganglionik diikuti dengan anastomose dengan cara mengeluarkan
kolon ke permukaan abdomen untuk mengalihkan arus tinja sementara dilakukan pada
usia < 12 bulan.
3. Pull-Through
Prosedur operasi dengan menarik usus melalui anus, pada neonates setelah dikolostomi
dapat dioperasi lagi bila BB 9- 10 Kg. pada bayi dan anak yang lebih besar yang
terlambat didiagnosa, setelah kolostomi baru dioperasi lagi 3-6 bulan kemudian.
Farmakologi :
Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamasi digunakan dalam megakolon toksik. Tidak
memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba.
1.8 Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya untuk menghindari terjadinya suatu penyakit atau
kejadian yang dapat mengakibatkan seorang sakit.
1. Hindari mengkonsumsi makanan yang bersifat karsinogenik
2. Mengikuti penyuluhan terkait konsumsi gizi seimbang
3. Olahraga, istirahat yang cukup
4. Skrining kesehatan ibu hamil
b.Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang mana sasaran utamanya adalah pada
mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit (tertentu
melalui diagnosis dini (patogenesis awal)

Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung namun belum
timbul tanda/gejala sakit
Tujuan Pencegahan sekunder: menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
komplikasi. Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan (yang tepat).
Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit, seperti :
1. Melakukan Wash out atau pemasangan selang kateter diisi NaCl Hangat untuk
mengeluarkan feses
2. Melakukan Colostomy Pengangkatan segmen aganglionik diikuti dengan anastomose
dengan cara mengeluarkan kolon ke permukaan abdomen untuk mengalihkan arus tinja
sementara dilakukan pada usia < 12 bulan.
3. Melakukan Pull-Through Prosedur operasi dengan menarik usus melalui anus, pada
neonatus setelah dikolostomi dapat dioperasi lagi bila BB 9- 10 Kg. pada bayi dan anak
yang lebih besar yang terlambat didiagnosa, setelah kolostomi baru dioperasi lagi 3-6
bulan kemudian.
4. Memberikan Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamasi. digunakan dalam megakolon
toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba.
c. Pencegahan Tersier
Penceghan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya
pemulihan seseorang penderita.
1. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
2. Rutin melakukan medical check up sesuai advise dokter

DAFTAR PUSTAKA
Behrman. 2006. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta : EGC
https://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/ (Diakses pada
tanggal 17 Mei 2016, pukul 13.00 WIB)
https://id.scribd.com/doc/56613064/LP-dan-ASKEP-Hirschprung/ (Diakses pada tanggal 17 Mei
2016, pukul 13.05 WIB)
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2.Jakarta : FKUI: Media
Aesculapius.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC


Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa & NANDA NIC-NOC, Jilid 2, Edisi Revisi. Yogyakarta : MediAction Publishing
Price,Wilson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi.2. Jakarta :EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica
Ester (Alih bahasa) edisi 4 Jakarta : EGC.

BAB II
KONSEP ANAK
2.1 EPIDEMOLOGI
Insiden penyakit Hirschprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi

dengan penyakit Hirschprung. Sering terjadi pada usia 0 bulan 2 tahun, Kartono
mencatat 20-40 penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSCM
Jakarta.
Insiden bervariasi sesuai etnik, dengan insiden rata-rata pada etnik kulit putih
1 dalam 7000, kulit hitam 1 dalam 5000 dan Asia 4 dalam 5000 kelahiran hidup.
Menurut catatan Swenson 81,1% dari 880 kasus yang diteliti ditemukan pada anak
laki, yaitu lima kali lebih sering daripada anak perempuan. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan tendensi factor keturunan (ditemukan 57 kasus
dalam 24 keluarga).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit
Hirschprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan
yakni Down Syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan
adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,
hidronefrosis, dan gangguan vesika urinaria (mencapai 1/3 kasus).
2.2 TUMBUH KEMBANG BAYI USIA 0 bulan
2.2.1 PENGERTIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Pertumbuhan adalah perubahan kematangan fisik yang menghasilkan
perubahan berupa bertambahnya ukuran fisik seperti berat badan, tinggi badan.
Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada
kualitas fungsi organ.
(0 3 bulan )
Bayi yang baru lahir Cuma bisa menangis karena ini merupakan respon bahasa
alami untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Saat bayi usia 0
bulan (2 hari) akan tampak keriput. Pada wajah, mata serta bibirnya
kemungkinan agak bengkak terutama pada kelahiran normal, hal ini wajar
karena dia barusaja melewati proses persalinan melalui jalan yang sempit. Hal
ini tentunya berbeda dengan bayi yang dilahirkan secara SC. Untuk kulit
keriput terjadi Karena bayi terlalu lama berendam di air ketuban dan daging
serta lemak dibawah lapisan kulitnya yang belum terisi.
Untuk kemampuan refleks yang biasa bayi lakukan saat ini adalah menghisap,
menggenggam, dan mencari putting. Ini merupakan reflek PRIMITIF yang
dimiliki oleh setiap bayi untuk kemampuan mempertahankan hidup. Makanya
bayi baru lahir biasanya diposisikan tengkurap diatas dada ibu untuk berusaha
mencari puting dan menghisap ASI sebagai nutrisi awal bayi.
Bayi (3 bulan 6 bulan)
Berbalik dari telungkup ke telentang, menganggkat kepala setinggi 900,
menggenggam kuat mainan, meaih bendayang ada dalam jangkauannya,
memegang tangannya sendiri,
Bayi (6 bulan 9 bulan)
Merangkak untuk bisa mengambil mainan atau mendekati seseorang,
memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya saat duduk, bersuara

tanpa arti misalnya mamama bububu tatata bermain tepuk tangan,


makan kue sendiri
Bayi (9 bulan 12 bulan)
Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi, menggenggam erat
mainan yang disukainya, mulai mau berjalan dengan dituntun.
Anak (1 2 tahun)
2.3 DAMPAK HOSPITALISASI
2.3.1 PENGERTIAN
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Perasaan yang sering muncul
pada anak : Ansietas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2000).
Timbul karena :
1. Menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialaminya.
2. Rasa tidak aman dan nyaman
3. Perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan
Reaksi Terhadap Hospitalisasi:
1. Perpisahan dengan teman : gangguan bermain
2. Reaksinya : menangis, marah, banyak melakukan gerakan

2.3.2 DAMPAK HIRSCHPRUNG TERHADAP PETUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN:
1. Hirschprung yang banyak terjadi pada neonatus - 3 tahun dapat menyebabkan
Status gizi pada anak dengan Hirschprung dapat terjadi perburukan gizi
dikarenakan terjadinya proses muntah serta penurunan nafsu makan akibat
refluk peristaltik.
2. Hirschprung yang salah satu tandanya yaitu distensi abdomen sampai kulit
abdomen menipis membuat vena terlihat merupakan salah bentuk abnormal.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 DATA SUBYEKTIF
3.1.1.1 Biodata
Nama

: By.K

Tanggal Lahir

: 01 Mei 2016

Umur

: 3 Hari

Jenis Kelamin

: Laki- laki

Nama Ayah/Ibu

: Raka/Rika

Pekerjaan Ayah

: Wiraswasta

Alamat

: Gresik

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Pendidikan Ayah/Ibu

: SMA

Diagnosa Medis

: Hirschprung

Tanggal MRS

: 04 Mei 2016

Tanggal Pengkajian

: 04 Mei 2016

No. Reg. : 241194

3.1.2 ANAMNESA
3.1.2.1 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit waktu kecil : Baru 3 hari dilahirkan dan baru kali ini MRS
b. Pernah MRS
: Belum pernah dirawat di rumah sakit
c. Alergi
: Tidak ada alergi ASI

d. Imunisasi

: HB0 (Hepatitis B 0)

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


a. Keluhan Utama
Sejak 2 hari yang lalu setelah kelahiran, ibu pasien mengatakan
anaknya belum BAB.
b. Riwayat Penyakit sekarang
Selain ibu mengatakan anaknya belum BAB 2 hari, perut anak
tampak membesar, susah minum asi, muntah berwarna hijau.
Kemudian pada tanggal 03 Mei 2016 jam 09.30 ibu membawanya ke Rs X,
kemudian dokter mendiagnosa By.K menderita penyakit Hirschprung. Dan
disarankan untuk rawat inap agar By.K cepat sembuh.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga
a. Penyakit keturunan : Ada keluarga yang menderita penyakit ini
b. Penyakit menular

: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular

Genogram :

22
Hari
th

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan

: Hubungan keturunan
--------

: Pasien

: Tinggal serumah
: Meninggal

: Hubungan perkawinan
3.1.2.4 Riwayat Antenatal
Selama hamil ibu selalu memeriksakan kehamilannya ke rumah sakit
3.1.2.5 Riwayat Natal
Tempat melahirkan di rumah bersalin dengan pervaginam
Penolong persalinan bidan
Tidak ada komplikasi selama persalinan (tidak ada perdarahan)
Tanggal lahir : 01 Mei 2016
3.1.2.6 Riwayat Neonatal
Kondisi bayi : Tidak menangis saat dilahirkan
Jenis kelamin : Laki - laki

Antopometri :
BB : 2,8 kg
TB : 40 cm
3.1.2.7 Riwayat Gizi
a. Pemberian ASI : by.K susah minum ASI

3.1.2.8 Pola Aktifitas Sehari-hari


Pola
Nutrisi

Di Rumah
Makan
Jenis
Jumlah

Eliminasi

Di Rumah Sakit
Makan

: ASI
: 12 ml

Jenis

: ASI

Jumlah

: 12 ml

Frekuensi : 4 x/hari

Frekuensi : 4 x/ hari

Masalah

Masalah

: Nutrisi kurang dari

: Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

kebutuhan tubuh

Minum

Minum

Jenis

: ASI

Jenis

: ASI

Jumlah

: 12 ml

Jumlah

: 12 ml

Frekuensi : 4x/hari

Frekunsi : 4x/ hari

Masalah

Masalah : Kekurangan volume

: Kekurangan volume

cairan

cairan

BAB

BAB

Konsistensi : -

Konsistensi : -

Frekuensi

: Belum BAB

Frekuensi : Belum BAB

Warna

:-

Warna

:-

Bau

:-

Bau

:-

Masalah

: Konstipasi

Masalah

: Konstipasi

Pola

Di Rumah

Istirahat

Di Rumah Sakit

BAK

BAK

Frekuensi : 5x sehari

Frekuensi : 4 5 x sehari

Jumlah

: 90 cc

Jumlah

: 90 cc

Warna

: Kuning jernih

Warna

: Kuning jernih

Bau

: Khas urine

Bau

: Khas urine

Masalah

: Tidak ada masalah

Masalah

: Tidak ada masalah

Bayi lebih sering tidur

Bayi lebih sering tidur

3.1.2 DATA OBYEKTIF


3.1.2.1 Pemeriksaan Umum Anak
a. Keadaan Umum : Anak tampak lemas, tidur terus, tidak menangis
b. Kesadaran

: Composmentis

c. TTV
N

: 140 x/menit

: 37 C

RR

: 36 x/menit

3.1.2.2 Pemeriksaan Antopometri


a. BB

: 2,7 Kg

b. TB

: 40 cm

d. LILA

: 8 cm

3.1.2.3 Pemeriksaan Fisik Anak (diutamakan pada sistem yang terganggu sesuai
dengan penyakitnya)
a. Kepala
Inspeksi : Wajah simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
Palpasi : Tidak ada benjolan
b. Rambut
Inspeksi : Rambut hitam, pertumbuhan rambut belum merata, sedikit kotor
c. Mata
Inspeksi : Simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva pucat, pupil miosis
terhadap cahaya, sklera putih.
Palpasi : Tidak ada oedema palpebra
d. Hidung
Inspeksi : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada defiasi septum
nasi, tidak ada polip.

e. Mulut dan gigi


Inspeksi : Tidak ada kelainan bibir dan palatum, tidak ada stomatitis, lidah
bersih, belum tumbuh gigi, mukosa bibir kering
f. Telinga
Inspeksi : Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena
jugularis, tidak ada pembesaran limfe
h. Dada
Inspeksi : Dada simetris, bentuk normal chest
Paru
: Suara nafas vesikuler
Jantung
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal lup dub
i. Abdomen
Inspeksi : Tampak membesar, tampak otot vena di permukaan kulit
abdomen
Auskultasi : Bising usus 5x/menit
Palpasi : Terdapat distensi abdomen
Perkusi : Pekak
j. Genetalia : tidak dikaji
k. Kulit
Inspeksi : Warna kulit tampak putih kemerahan, tidak ada kelainan bentuk
kuku.
Palpasi : Turgor kulit menurun, akral hangat, CRT <2 detik
l. Ekstremitas
Pemeriksaan Muskuloskeletal :
MMT :

Keterangan :
0 : tidak ada kontraksi
1 : ada kontraksi
2 : ada kontraksi, bergeser
3 : ada kontraksi,bergerak melawan gravitasi tanpa beban
4 : ada kontraksi, bergerak melawan gravitasi dengan beban minimum
5 : ada kontraksi, bergerak melawan gravitasi dengan beban maksimum
3.1.2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Hb : 12,7 gr/dl

(N : 10 16 gr/dl)

Leukosit : 4.800/mm

(N : 5.000 10.000/mm)

Trombosit : 278.000/mm

(N :200.000 400.000/ mm)

Eritrosit : 4,6 juta/l

(N : 4,5-5,5 juta/l )

Ht : 39 %

(N : 35 38 %)

Bilirubin total: 9,3mg/dl

(N: 10-13 mg/dl)

Bilirubin direk: 1,8mg/dl

(N: >2 mg/dl)

Bilirubin indirek: 7,5mg/dl (N: 5-6 mg/dl)

Pemeriksaan radiologi
- Barium enema : adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium
enema dilakuka
Biopsi rektum : tidak ada ganglion pleksus submukosa meisner

3.1.2.5

Pelaksanaan Terapi
-

Cefotaxime 2x125 mg

Metronidazole 3x20 mg

Infus IV NS 500 cc

2. ANALISA DATA
NAMA PASIEN

: By.K

UMUR

: 3 hari

NO. REGISTER

: 241194

DATA GAYUT :

KEMUNGKINAN

DATA SUBYEKTIF

PENYEBAB

MASALAH

DATA OBYEKTIF
DS:
-

Hirschprung
belum BAB
Ibu mengatakan perut anak
tampak membesar

DO :
-

Perut tampak membesar


Terdapat distensi abdomen
Bising usus 5x/menit

DS :
-

Obstruksi kolon

Konstipasi

Hirschprung
Ibu mengatakan anaknya
susah minum ASI

Konstipasi

Ibu mengatakan anaknya

Ibu mengatakan anaknya

Refluk peristaltik

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Muntah

muntah berwarna hijau


DO :

Anoreksia

Anak tampak lemas, tidur

terus, tidak menangis


Turgor kulit menurun
Konjungtiva pucat
BB
: 2,7 Kg
LILA : 8 cm

DS :
-

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Refluk Peristaltik

Ibu mengatakan anaknya

Mual, muntah

susah minum ASI


DO:
-

Resiko kekurangan
volume cairan

Resiko kekurangan
volume cairan

3.DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


NAMA PASIEN

: By.K

UMUR

: 3 hari

NO. REGISTER

: 241194

NO
1

TANGGAL
MUNCUL
04 Mei 2016

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Konstipasi b/d obstruksi kolon sekunder

TANGGAL
TERATASI
05 Mei 2016

terhadap hirschprung ditandai dengan : Ibu


mengatakan anaknya belum BAB, Ibu
mengatakan perut anak tampak membesar,
Perut tampak membesar, Terdapat distensi
abdomen, bising usus 5x/ menit

04 Mei 2016

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh b/d muntah sekunder terhadap
refluk peristaltic sekunder terhadap hirschprung
ditandai dengan : Ibu mengatakan anaknya
susah minum ASI, Ibu mengatakan anaknya
muntah berwarna hijau, Anak tampak lemas,
tidur terus, tidak menangis, Turgor kulit
menurun, Konjungtiva pucat, BB

: 2,7 Kg

LILA : 8 cm

Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah


sekunder terhadap hirschprung

06 Mei 2016

4. INTERVENSI / RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NAMA PASIEN

: By.K

NO. REGISTER

: 241194

NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

Konstipasi b/d obstruksi kolon

NOC :

NIC :

sekunder terhadap hirschprung

Bowl elimination

Constipation/ impaction management

ditandai dengan :

Hydration

Ibu mengatakan anaknya

Setelah dilakukan tindakan

belum BAB

keperawatan 1 x 24 jam

Ibu mengatakan perut anak

diharapakan konstipasi teratasi

tampak membesar

Dengan Kriteria hasil :

Perut tampak membesar

Terdapat distensi abdomen

Bising usus 5x/ menit

1. Mengetahui adanya gangguan

1. Monitor tanda tanda konstipasi


2. Monitor bising usus
3. Anjurkan keluarga untuk sering
memberikan ASI pada anaknya
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
tindakan bedah (Kolostomi)

Ibu mengatakan anaknya

eliminasi BAB dan mengetahui


intervensi selanjutnya
2. Untuk memantau peningkatan
atau penurunan bising usus
3. Membantu mempermudah proses
defekasi
4. Membantu mengeluarkan feses

sudah BAB
-

RASIONAL

yang sudah menumpuk di kolon

Distensi abdomen
berkurang

Ketidakseimbangan nutrisi

NOC :

NIC :

kurang dari kebutuhan tubuh b/d

Nutritional Status : food and

Nutritional Management
19

1. Untuk mengetahui status gizi


anak dan untuk mengetahui

TTD

NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

muntah sekunder terhadap refluk

fluid intake, nutrient intake

1. Observasi antopometri

peristaltic sekunder terhadap

weight control

2. Monitor intake nutrisi

hirschprung ditandai dengan :

Setelah dilakukan tindakan

3. Monitor mual muntah

Ibu mengatakan anaknya

keperawatan selama 2 x 24 jam 4. Anjurkan keluarga untuk sering

susah minum ASI

masalah dapat berkurang

Ibu mengatakan anaknya

Dengan kriteria hasil :

muntah berwarna hijau

Anak tampak lemas, tidur


terus, tidak menangis

Ibu mengatakan anaknya

memberikan ASI pada bayinya


5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antiemetik

mulai mau minum ASI


-

Ibu mengatakan anaknya

Turgor kulit menurun

Konjungtiva pucat

Anak tampak segar

BB : 2,7 Kg

Turgor kulit baik

LILA : 8 cm

Konjungtiva merah muda

BB : 2,9 Kg

LILA : 8 cm

RASIONAL
intervensi selanjutnya
2. Mengetahui jumlah kebutuhan
nutrisi yang masuk dan
mengetahui intervensi
selanjutnya
3. Mengetahui jumlah kebutuhan
nutrisi yang dikeluarkan serta
terapi nutrisi yang dibutuhkan
4. Untuk menjaga status gizi bayi,
serta sumber kekuatan
5. Mengurangi mual pada anak

tidak muntah

20

TTD

NO
3.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

RASIONAL

Resiko Kekurangan volume

NOC :

1. Observasi intake output cairan

1. Mengetahui keseimbangan

cairan b/d muntah sekunder

Fluid balance

2. Monitor status hidrasi (kelembaban

terhadap hirschprung.

Hydration

cairan tubuh
2. Mengetahui kondisi dan

membran mukosa,nadi adekuat)

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan,
kekurangan

resiko
volume

3. Kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian cairan IV

cairan

hasil :
Tidak ada mata cowong

Kulit

dan

tubuh, mencegah terjadinya


dehidrasi

tidak terjadi dengan kriteria


-

intervensi selanjutnya
3. Memenuhi kebutuhan cairan

mukosa

lembab

21

TTD

5. IMPLEMENTASI/TINDAKAN KEPERAWATAN
NAMA PASIEN

: By.K

NO. REGISTER

: 241194

NO
1

DIAGNOSA

TANGGAL / JAM

KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI

Konstipasi b/d obstruksi kolon

IMPLEMENTASI

04 Mei 2016 (10.00 WIB)

1.

04 Mei 2016 (10.05 WIB)

1.

sekunder terhadap hirschprung

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh b/d muntah
sekunder terhadap refluk peristaltic
sekunder terhadap hirschprung

3.

Resiko kekurangan volume cairan b/d

04 Mei 2016 (10.10 WIB) 1.

muntah sekunder terhadap

22

TTD

hirschprung

23

6. EVALUASI / CATATAN PERKEMBANGAN


NAMA PASIEN

: By.K

NO. REGISTER

: 241194

NO
1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Konstipasi b/d obstruksi kolon sekunder
terhadap hirschprung

TANGGAL / JAM

EVALUASI

EVALUASI
05 Mei 2016 (10.00 WIB) S :
O:

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 05 Mei 2016 (10.05 WIB) S :


kebutuhan tubuh b/d muntah sekunder
terhadap

refluk

peristaltic

terhadap hirschprung

sekunder
O:
A : Masalah belum tertasi
P : Intervensi dilanjutkan nomer 1,2,3,4,5,6
S:
24

TTD

Ibu mengatakan nafsu makan anak mulai meningkat.

Ibu mengatakan muntah anaknya mulai berkurang

O:
-

Makan porsi sisa sedikit


Turgor kulit cukup baik
Anak tidak lemas
Rambut teraba kering.
Mata masih tampak sedikit cowong

A : Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan nomer 1,2,3,4,5,6

25

Resiko kekurangan volume cairan b/d


muntah sekunder terhadap hirschprung

05 Mei 2016 (10.15 WIB) S: Ibu mengatakan anaknya sudah tidak menggaruki kulitnya
O:
-

Kulit Lembab

Kulit tidak kemerahan

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

26

Anda mungkin juga menyukai