Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ………………………………….

Oleh:
A…………………………..
NIM 193.005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:

Nama : ………………………
NIM : ………………………
Program Studi : ………………………
Judul : ………………………

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat


menyetujui bahwa Laporan pendahuluan ini dinyatakan layak

Mahasiswa :

Lidya Novita Sari


NIM. : 1710051

Surabaya, November 2020


Pembimbing

Dr. Setiadi, S.Kep., Ns., M.Kep


NIP. 03001

2
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN iii
DAFTAR ISI vii

A. Konsep Fraktur Collum Femur 8


1. Pengertian Fraktur Collum Femur 8
2. Etiologi Fraktur Collum Femur 9
3. Anatomi Fisiologi Tulang 10
4. Patofisiologi Fraktur Collum Femur 12
5. Klasifikasi Fraktur Collum Femur 14
6. Komplikasi Fraktur Collum Femur 17
7. Pemeriksaan Penunjang 19
8. Penatalaksanaan Fraktur Collum Femur 19
B Konsep Asuhan Keperawatan pada Fraktur Collum Femur 21
1. Pengkajian Keperawatan 21
2. Diagnosa Keperawatan 33
3. Intervensi Keperawatan 34
4. Implementasi Keperawatan 40
5. Evaluasi Keperawatan 40
6. WOC Fraktur Collum Femur 41
DAFTAR PUSTAKA 91
4

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ………………………………….
A. Konsep ………………….
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Anatomi Fisiologi
4. Tanda dan Gejala
5. Klasifikasi
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penatalaksanaan

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Fraktur Collum Femur


Asuhan keperawatan adalah proses menemukan pemecahan kasus

keperawatan secara ilmiah yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah pasien,

merencanakan secara sistematis dan melaksanakan dengan cara mengevaluasi

hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Wijaya & Putri, 2013).

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data yang

dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi unsur bio-psiko-sosial-spiritual.

Beberapa pengkajian yang dilakukan antara lain adalah:

a. Identitas pasien

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, bahasa yang

digunakan, suku, bangsa, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan,

status perkawinan, asuransi, golongan darah, tanggal MRS, diagnosa

medis dan nomor registrasi (Asikin & Nasir, 2016).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noorisa & dkk (2017),

menjelaskan bahwa fraktur collum femur paling banyak dijumpai pada


5

laki-laki berusia 15-24 tahun (36%) yang diakibatkan oleh trauma atau

kecelakaan lalu lintas. Insiden fraktur yang paling sering dialami pada

pasien di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya tahun 2013-2016 adalah

kecelakaan lalu lintas dengan prevalensi 100 insiden (92%). Sedangkan

fraktur pada usia diatas 40 tahun dapat dijelaskan sebagai fraktur

osteoporosis dimana pengeroposan tulang sudah mulai terjadi. Pasien

fraktur biasanya wanita tua, dan berkaitan dengan onset terjadinya

menopause osteoporosis. Osteoporosis memiliki ciri-ciri lemahnya

kekuatan tulang akibat pengeroposan tulang, hal ini meningkatkan resiko

terjadinya fraktur akibat terjatuh dari ketinggian maupun terpeleset.

International Osteoporosis Foundation (2013), menyatakan bahwa pria

dan wanita kehilangan kepadatan tulang saat mendekati umur 30 tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu rasa nyeri. Nyeri bisa akut atau

kronik tergantung dari lamanya serangan (Asikin & Nasir, 2016). Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri pasien

digunakan:

1) Provoking inciden: apa ada peristiwa yang menjadi faktor prespitasi

nyeri.

2) Qulity of pain: bagaimana adanya rasa nyeri saat dirasakan pasien.

Apakah panas, berdenyut atau menusuk.

3) Region radiation, relief: apakah sakit bisa reda dalam sekejap, apa

terasa sakit menjalar dan dimana posisi rasa sakitnya.


6

4) Savarity/scale of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien

berdasarkan skala nyeri.

5) Time: berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada

malam hari atau pada pagi hari.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma atau kecelakaan, dapat

secara degeneratif atau patologis yang disebabkan awalnya perdarahan,

kerusakan jaringan sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak,

pucat atau perubahan warna kulit dan terasa kesemutan. Selain itu dengan

mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka

kecelakaan yang lain. Kaji kronologis terjadinya trauma, yang

menyebabkan terjadinya patah tulang paha, pertolongan apa yang telah

dilakukan dan apakah sudah berobat ke dukun patah. Dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka

kecelakaan yang lain.

d. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit-penyakit yang tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget

menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain

itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat berisiko mengalami

osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses

penyembuhan tulang. Kaji apakah pasien mengalami patah tulang paha

atau pernah punya penyakit yang menurun. Sebelumnya memiliki penyakit

menderita osteoporosis atau arthritis atau penyakit lain yang sifatnya

menurun dan menular.


7

e. Riwayat ksehatan keluarga

Hal ini mencakup riwayat penyakit keluarga, riwayat ekonomi keluarga,

riwayat sosial keluarga, sistem dukungan keluarga dan pengambilan

keputusan keluarga. Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita

DM, Hipertensi, Asma dan dengan siapa pasien tinggal satu rumah dan

jumlah anggota keluarga

f. Riwayat psikososial

Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun

dalam masyarakat.

g. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi hidup sehat

Pada pasien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan

pada personal hygiene seperti mandi, dan terjadi kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan

hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu

metabolisme kalsium, pengkonsumsian alcohol yang bisa mengganggu

keseimbangannya dan apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada pasien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu

makanan disesuaikan dari rumah sakit. Pada pasien fraktur harus


8

mengkonsumsi nutrisi melebihi kebuutuhan sehari-harinya, seperti

kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu

proses penyembuhan tulang. Evalulasi terhadap pola nutrisi pasien bisa

membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama

kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang

emrupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan

mobilitas pasien.

3) Pola eliminasi

Kebiasaan pola eliminasi biasanya tidak terganggu, tetapi perlu dikaji

frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya,

warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini dikaji ada kesulitan atau

tidak.

4) Pola istirahat dan tidur

Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga

hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

5) Pola aktivitas dan latihan

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semuma bentuk

kegiatan pasien seperti memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi


9

berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan pasien

perlu dibantu oleh orang lain.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu kecacatan akibat fraktur,

rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara

optimal, dan gangguan citra diri.

7) Pola hubungan dan peran

Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena pasien harus menjalani rawat inap, pasien biasanya merasa

rendah diri terhadap perubahan dalam penampilan, pasien mengalami

emosi yang tidak stabil.

8) Pola sensori kognitif

Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan, begitu

juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,

timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9) Pola reproduksi seksual

Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual

dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan

mengalami gangguan pola reproduksi seksual.

10) Pola penanggulangan stress

Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakuatan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya,

mekanisme koping yang ditempuh pasien bisa tidak efektif.


10

11) Pola tata nilai dan keyakinan

Pasien fraktur tidak dapat melaksankan kebutuhan beribadah dengan

baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena

nyeri dan keterbatasan gerak pasien.

h. Pemeriksaan fisik

Menurut Krisdiyana (2019) pemeriksaan fisik ada dua macam

pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan fisik secara umum (status general)

untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local).

Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan perawatan total.

1) Keadaan umum, yaitu keadaaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda

yang perlu dicatat adalah kesadaran klien:

a) Kesadaran pasien:

(1) Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna

(2) Apatis: terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan

pemeriksaan penglihatan, pendengaran dan perabaan normal.

(3) Samnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh

dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita

tidur lagi.

(4) Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan

terus menerus

(5) Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan


11

b) Keadaan penyakit, yaitu akut, kronis, ringan, sedang atau berat.

Pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot dan hilang rasa.

c) Tanda-tanda vital biasanya tidak normal karena ada gangguan, baik

fungsi maupun bentuk.

2) Pemeriksaan B1-B6

a) B1 (Breathing)

Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien

fraktur collum femur tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada

palpasi thoraks, didapatkan taktik fremitus seimbang kanan dan

kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara nafas tambahan.

b) B2 (Blood)

Pada pemeriksaan inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi

meningkat, iktus teraba, dan pada pemeriksaan auskultasi seuara

S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.

c) B3 (Brain)

(1) Tingkat kesadaran, biasanya composmentis, (1) Kepala: tidak

gangguan, yaitu normosefalik simetris dan tidak ada

penonjolan, tidak ada sakit kepala. (2) Leher: tidak ada

gangguan, yaitu simetris, tidak penonjolan, refleks menelan

ada. (3) Wajah: wajah terlihat menahan sakit dan bagian

wajah yang lain tidak ada perubahan fungsi dan bentuk.

Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema. (4) Mata: tidak ada

gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (pada klien

dengan patah tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan).


12

Klien fraktur terbuka dengan banyaknya perdarahan yang

keluar biasanya mengalami konjungtiva anemis. (5) Telinga:

tes bisik atau weber dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

atau nyeri tekan. (6) Hidung: tidak ada deformitas, tidak ada

pernapasan cuping hidung. (7) Mulut dan Faring: tidak ada

pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

(2) Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi

penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental

tidak mengalami perubahan.

(3) Pemeriksaan saraf kranial: (1) Saraf I. Pada klien fraktur

femur, fungsi saraf 1 tidak ada kelainan. Fungsi penciuman

tidak ada kelaianan. (2) Saraf II. Setelah dilakukan tes,

ketajaman penglihatan dalam kondisi normal. (3) Saraf III,

IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat

kelopak mata dan pupil isokor. (4) Saraf V. klien fraktur

femur umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah

dan refleks kornea tidak ada kelainan. (5) Saraf VII. Persepsi

pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris. (6) Saraf

VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi. (7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik. (8)

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleimastoideus dan

trapezius. (9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi

pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan


13

normal. d) Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan

refleks-refleks patologis. e) Pemeriksaan sensorik. Daya raba

klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak

mengalami gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.

d) B4 (Bladder)

Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik

urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur collum

femur tidak mengalami kelainan pada system ini.

e) B5 (Bowel)

Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

Palpasi: turgor baik, tidak ada defans maskular dan hepar tidak

teraba. Perkusi: suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.

Auskultasi: peristastik usus normal ±20 kali/menit. Inguinal-

genitalia-anus: tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, dan

tidak ada kesulitan BAB.

f) B6 (Bone)

Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut:

(1) Inspeksi (look)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut:

(1) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan

seperti bekas operasi), (2) Fistula warna kemerahan atau

kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi, (3) Benjolan,

pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak


14

biasa (abnormal), (4) Posisi dan bentuk dari ekstermitas

(deformitas), (5) Posisi jalan.

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada

dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dari dua arah, baik pemeriksa maupun pasien.

Kekuatan otot: otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi

sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan

gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh (3), kekuatan otot kurang

(4), kekuatan otot penuh (5).

(3) Pergerakan (move)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan

dengan menggerakan ekstermitas dan dicatat apakah terdapat

keluhan nyari pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini

perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan

sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,

dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau

dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang

dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.


15

3) Pemeriksaan diagnostik

a) Pemeriksaan radiologi

Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan

tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan

(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari

karena adanya superposisi. Hal yang harus dibaca pada sinar-X

mungkin dapat diperlukan teknik khusus, seperti hal-hal sebagai

berikut:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur

yang lain tertutup yang sulit divisualisasi.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang vertebrae yang mengalami kerusakan

akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena ruda paksa.

(4) Computed tomografi-scaning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang

yang rusak.

b) Pemeriksaan laboratorium

(1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

(2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastic dalam membentuk tulang.


16

Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehydrogenase

(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolas yang

meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

(3) Hematocrit dan leukosit akan meningkat.

4) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama

dengan pemeriksaan diatas tetapi diindikasikan bila terjadi

infeksi.

(3) MRI: mnggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

i. Terapi

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada diagnosa fraktur collum

femur berdasarkan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017):

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, pergerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan tulang, pemasangan traksi, stress/ansietas.

b. Risiko disfungsi neurovascular perifer berhubungan dengan penurunan

aliran darah (cedera vascular, edema, dan pembentukan trombus).

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular,

gangguan muskuloskeletal, dan perubahan integritas dan struktur tulang.


17

d. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi atau kesalahan

interpretasi terhadap informasi.

e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap

konsep diri, atau kurang terpapar informasi.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan ini sesuai dengan Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)

serta tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019)

pada pasien fraktur collum femur sebagai berikut:

a. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma).

Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka

tingkat nyeri menurun.

Kriteria hasil:

Tabel 2.1 Kriteria Hasil Keperawatan Nyeri Akut


Luaran Utama Tingkat Nyeri (SLKI 1. Keluhan nyeri menurun.
L.08066) hal. 145 2. Meringis menurun.
3. Frekuensi nadi emmbaik.
4. Tekanan darah membaik.
Luaran Tambahan Kontrol Nyeri (SLKI 1. Melaporkan nyeri
L. 08063 hal. 58 terkontrol meninngkat.
2. Kemampuan menggunakan
teknik non-farmakologis
meningkat.
3. Keluhan nyeri emnurun.
4. Penggunaan analgesic
menurun.
Mobilitas fisik (SLKI 1. Kekuatan otot meningkat.
18

L. 03028) hal. 107 2. Nyeri menurun.


3. Kelemahan fisik menurun.
Sumber: (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

Rencana tindakan:

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Nyeri Akut


No Intervensi Rasional
1. Manajemen Nyeri (SIKI. I.08238)
hal.201
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Mengetahui
durasi, frekuensi, kualitas, skala dan perkembangan nyeri
intensitas nyeri pasien.
2. Kontrol lingkungan yang 2. Lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu nyaman dan tenang
ruangan, pencahayaan, kebisingan) dapat menurunkan skala
nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara 3. Agar pasien dapat
mandiri mengontrol nyeri.
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis 4. Untuk mengurangi
(mis, Tarik nafas dalam, terapi nyeri.
musik)
5. Kolaborasi pemberian analgetik. 5. Mengurangi dan
mengontrol nyeri.
6. Monitor efek samping penggunaan 6. Mengontrol komplikasi
analgetik. dan alergi obat
7. Fasilitasi istirahat dan tidiur. 7. Agar klien bisa
relaksasi.
2. Pemberian Analgesik (SIKI I.08243)
hal. 251
1. Monitor tanda-tanda vital sebelum 1. Memantau keadaan
dan sesudah pemberian analgesik. pasien dalam pemberian
analgesik.
2. Dokumentasikan respon terhadap 2. Mengetahui apakah ada
efek analgesik dan efek yang tidak alergi atau efek yang
diinginkan. menimbulkan.
3. Identifikasi riwayat alergi obat. 3. Memonitor alergi obat.
4. Jelaskan efek terapi dan efek 4. Menambah pengetahuan
samping obat. pada klien dan keluarga.
5. Kolaborasi pemberian dosis dan 5. Mengurangi kesalahan
jenis analgesik sesuai indikasi. dalam pemberian obat.
3. Edukasi Teknik Nafas Dalam (SIKI I.
19

12452) hal.111
1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar informasi yang
kemampuan menerima informasi. disampaikan cepat
diterima.
2. Jelaskan tujuan dan manfaat teknik 2. Mengetahui informasi
nafas. mengenai teknik nafas.
3. Anjurkan memposisikan tubuh 3. Menambah kenyamanan.
senyaman mungkin. 4. Menambah relaksasi dan
4. Ajarkan melakukan inspirasi dengan membuat tubuh merasa
menghirup udara melalui hidung santai.
secara perlahan. 5. Menambah relaksasi dan
5. Ajarkan melakukan ekspirasi dengan membuat tubuh merasa
menghembuskan udara mulut santai.
mencucu secara perlahan. 6. Membuat klien nyaman
6. Demonstrasikan menarik nafas dan mennambah
selama 4 detik, menahan nafas wawasan kepada klien.
selama 2 detik dan menghembuskan
nafas selama 8 detik.
Sumber: (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

b. Diagnosa 2

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.

Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka

mobilitas fisik meningkat.

Kriteria hasil:

Tabel 2.3 Kriteria Hasil Keperawatan Gangguan Muskuloskeletal


Luaran Utama Mobilitas Fisik (SLKI. 1. Kekuatan otot meningkat
L. 05042) hal.65 2. Pergerakan ekstermitas
meningkat.
3. Kaku sendi menurun.
4. Nyeri menurun
5. Kelemahan fisik menurun
Luaran Tambahan Status Neurologis 1. Tingkat kesadaran
(SLKI. L. 06053) meningkat
hal.120 2. Tekanan darah sistolik
membaik
3. Frekuensi nadi membaik
4. Frekuensi napas membaik
20

Toleransi Aktivitas 1. Frekuensi nadi meningkat


(SLKI. L. 03032) 2. Tekanan darah membaik
hal.148 3. Frekuensi napas membaik
Sumber: (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
Rencana tindakan:

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik


No Intervensi Rasional
1. Dukungan Mobilisasi (SIKI. I.05173)
hal.30
1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Mengetahui kesiapan
keluhan fisik lainnya mobilisasi.
2. Identifikasi toleransi fisik 2. Mengetahui kesiapan
melakukan pergerakan untuk pergerakan.
3. Monitor kodisi umum selama 3. Mencegah terjadinya
melakukan mobilisasi komplikasi.
4. Libatkan keluarga untuk membantu 4. Dukungan keluarga
pasien dalam meningkatkan menambah semangat
pergerakan klien.
5. Jelaskan tujuan dan prosedur 5. Menambah informasi
mobilisasi dan pengetahuan.
6. Anjurkan mobilisasi sederhana yang 6. Dapat meningkatkan
harus dilakukan mobilitas fisik.
2. Manajemen Nyeri (SIKI. I.08238)
hal.201
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1. Mengetahui
durasi, frekuensi, kualitas, skala dan
perkembangan nyeri
intensitas nyeri pasien.
2. Kontrol lingkungan yang
2. Lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu nyaman dan tenang
ruangan, pencahayaan, kebisingan) dapat menurunkan skala
nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara 3. Klien dapat mengontrol
mandiri nyeri.
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis 4. Untuk mengurangi
(mis, Tarik nafas dalam, terapi nyeri.
musik)
5. Kolaborasi pemberian analgetik. 5. Mengurangi dan
mengontrol nyeri.
6. Monitor efek samping penggunaan 6. Mengontrol komplikasi
analgetik. dan alergi obat
7. Fasilitasi istirahat dan tidur. 7. Klien bisa relaksasi.
3. Pencegahan Jatuh (SIKI. I.14540)
21

hal.279
1. Identifikasi faktor resiko jatuh. 1. Memonitor faktor
resiko.
2. Hitung resiko jatuh dangan 2. Mengetahui skala resiko
menggunkan skala jatuh.
3. Pastikan roda tempat tidur dan kursi 3. Mencegah terjadinya
roda selalu dalam kondisi terkunci resiko jatuh.
4. Pasang handrail tempat tidur 4. Mencegah resiko jatuh.
5. Tempatkan pasien beresiko jatuh 5. Mempermudah perawat
dekat dengan pentauan perawatan dalam pemantauan dan
dari nurse station memonitor klien.
6. Dekatkan bel pemanggil dalam 6. Memudahkan klien
jangkauan pasien dalam meminta bantuan.
Sumber: (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

c. Diagnosa 3

Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam, maka

tingkat pengetahuan membaik.

Kriteria hasil:

Tabel 2.5 Kriteria Hasil Keperawatan Defisit Pengetahuan


Luaran Utama Tingkat Pengetahuan 1. Kemampuan menjelaskan
(SLKI. L. 12111) pengetahuan tentang suatu
hal.146 topik meningkat.
2. Perilaku sesuai anjuran
meningkat.
3. Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat.
4. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi menurun.
5. Persepsi yang keliru
terhadap amsalah menurun.
Luaran Tambahan Motivasi (SLKI 1. Pikiran berfokus masa
L.09080) hal.67 depan meningkat.
2. Upaya menyusun rencana
tindakan meningkat.
22

3. Inisiatif meningkat.
4. Harga diri positif
meningkat.
5. Keyakinan positif
meningkat.
Tingkat kepatuhan 1. Verbalisasi kemauan
(SLKI L. 12110) mematuhi program
hal.142 perawatan atau pengobatan
meningkat.
2. Verbalisasi mengikuti
anjuran meningkat.
3. Perilaku mengikuti
program perawatan atau
pengobatan membaik.
4. Risiko komplikasi penyakit
menurun.
Sumber: (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

Rencana tindakan:

Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan Defisit Pengetahuan


No Intervensi Rasional
1. Edukasi Kesehatan (SIKI. I. 12383)
hal.65
1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mengetahui keadaan
kemampuan menerima informasi. umum klien.
2. Sediakan materi dan media 2. Memudahklan klien
pendidikan kesehatan. dalam pemahaman.
3. Berikan kesempatan untuk bertanya. 3. Memberi fasilitas
kelpada klien.
4. Jelaskan faktor risiko yang dapat 4. Mengajarkan faktor
mempengaruhi kesehatan. resiko penyakit.
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan 5. Mengajarkan perilaku
sehat. hidup bersih dan sehat.
2. Edukasi Latihan Fisik (SIKI I. 12389)
hal.68
1. Jelaskan jenis latihan yang sesuai 1. Agar emmudahkan
dengan kondisi kesehatan. klien.
2. Jelaskan frekuensi, durasi, dan 2. Agar klien dapat
intensitas program latihan yang memilih dan nyaman
diinginkan. saat latihan.
3. Ajarkan latihan pemanasan dan 3. Mempertahankan dan
pendinginan yang tepat. meningkatkan
23

kebugaran.
4. Ajarkan teknik menghindari cedera 4. Agar tidak terjadi cidera
saat berolahraga. atau kesalahan otot.
5. Ajarkan teknik pernafasan yang 5. Memaksimalkan
tepat. penyerapan oksigen
selama latihan fisik.
3. Edukasi Teknik Ambulasi (SIKI I.
12450) hal. 110
1. Monitor kemajuan pasien dalam 1. Mengetahui keadaan
ambulasi. umum klien.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan 2. Menambah wawasan
ambulasi dengan atau tanpa alat dan pengetahuan klien
bantu. tentang ambulasi.
3. Anjurkan menggunakan alas kaki. 3. Mencegah cedera.
4. Ajarkan cara mengidentifikasi 4. Memudahkan dan
sarana dan prasarana yang memandirikan klien
mendukung untuk ambulasi di ambulasi di rumah saat
rumah. keluar rumah sakit.
5. Demonstrasikan cara ambulasi tanpa 5. Memudahkan klien
alat bantu. dalam belajar.
6. Demonstrasikan cara ambulasi 6. Memudahkan klien
dengan alat bantu (mis, walker. dalam memahami cara
Kruk, kursi roda) ambulasi.
Sumber: (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

d. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan

kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi

menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan

tergantung pada situasi dan kondisi pasien.

e. Evaluasi Keperawatan

Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah

diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin

dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau

belum, dapat juga tercapai sebagaian atau timbul masalah baru.


24

2.1 WOC Fraktur Collum Femur


25

DAFTAR PUSTAKA

Ashar, P. (2016). Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh pada Lansia di Panti
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Jurnal Keperawatan, 1(3).

Asikin, M., & Nasir, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dharmayudha, C. G. O. (2018). Fraktur Neck Femur. Universitas Udayana.

Evelyn C. Pearce. (2016). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Helmi, Z. (2012). Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Orthopedic. Jakarta:


Salemba Medika.

Jane, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Elshevier.

Kemenkes Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Retrieved from


www.depkes.go.id

Krisdiyana. (2019). Asuhan Keperawatran pada Pasien Post Orif Fraktur Femur di
Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahrane Samarinda Kalimantan.
Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur.

Mubarak, & dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Noorisa, R., & dkk. (2017). The Characteristic of Patients with Femoral Fracture
in Department of Orthopaedic and Traumatology RSUD DR. Soetomo
Surabaya 2013-2016. Journal of Orthopaedi & Traumatology Surabaya,
6(1).

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Rantesigi, N. (2019). Penerapan Massage Abdomen dan Minum Air Putih Hangat
untuk Mencegah Konstipasi pada Asuhan Keperawatan dengan Kasus Stroke
di RSUD Poso. Jurnal Ilmu Kesehatan, 13(2), 91–95.

Sutanto, I. (2012). Long Ferm Folow Up Evalation Fibular Auto Graft In Femoral
Neck Fracture At Soetomo General, Surabaya, Hospital Surabaya. Kesehatan
Masyarakat.

Tamsuri. (2014). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.


26

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Wahyudi, B., & dkk. (2019). Pengaruh Hypnosis Auditori Lima Jari Terhadap
Tanda-Tanda Vital pada Pasien Fraktur Ekstermitas. Jurnal Keperawatan
Medikal Bedah Dan Kritis, 8(1).

Wicahyanti, N., & dkk. (2017). Penyebab Konstipasi pada Klien Stroke di Rumah
Sakit Islam Jemursari Surabaya. Jurnal Keperawatan, X(3), 124–132.

Wijaya, A., & Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha
Medika.

World Health Organization. (2014). Helmets: A Road Safety Manual for


Decision-Makers ad Practitioners. In Global Road Safety Partnership.

Yanuar, C. Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Op Close Fraktur Femur Dengan
Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer DI Ruang Melati RSUD.
Bangil Pasuruan (2018).

Yulinar, A. Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur Collum Femur Post


Skeletal Traksi dan Aplikasi Pijat Virgin Coconut Oil Sebagai Pencegahan
Dekubitus di Ruang Trauma Center RSUP M. Djamil (2013).
27

Anda mungkin juga menyukai