Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN MUSKULOSKELETAL : RHEUMATOID


ARTHRITIS

Disusun Oleh:

KELOMPOK : 2

ULFA RAHMI
YANDA MULIA
ZAHARA SYIFA KHAIRINA
YAZID FIRZATULLAH
SITI NURHALIZA
SRI WAHYUNI
SUSANNA WARDANI
ULFA PUTRI NAZIRA
ERNA JUWITA
WULAN TARI RAMADHANI
ALISYA HUMAIRA
CUT FARANITA
IZA HUMAIRA
M. YUSUF
MAULISA

PENGASUH : Ns.ERVINA,S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT  yang telah memberikan rahmat

serta  karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikanatau menyusun

makalah ini yang berjudul “Askep Pada Lansia Dengan Gangguan Musculoskeletal :

Rheymatoid Arthitis”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari dosen pembina mata kuliah dan rekan-rekan yang bersifat membangun

selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan

serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT

senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.

Sigli, 14 Desember 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
A. Konsep Dasar Lanjut Usia……………………………………….. 3
1. Definisi Lanjut Usia…………………………………………... 3
2. Batasan Lanjut Usia…………………………………………… 3
3. Teori Menua…………………………………………………... 4
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia………………….. 8
B. Konsep Dasar Osteoporosis........................................................... 10
1. Pengertian……………………………………………………... 10
2. Etiologi Dan Faktor Resiko…………………………………… 10
3. Patofisiologi…………………………………………………... 11
4. Manifestasi Klinis…………………………………………….. 12
5. Dampak Rheumatoid Arthritis………………………………. 13
6. Komplikasi……………………………………………………. 13
7. Penatalaksanaan Dan Terapi………………………………….. 15
BAB III PEMBAHASAN KASUS…………………………………………… 16
A. Pengkajian………………………………………………………… 16
B. Analisa Data………………………………………………………. 17
C. Diagnosa Keperawatan……………………………………………. 18
D. Intervensi………………………………………………………….. 18
E. Implementasi Dan Evaluasi……………………………………….. 20
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 22
A. Kesimpulan.................................................................................... 22
B. Saran.............................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai
usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu proses
alami yang ditentukan oleh tuhan yang maha esa. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup ma54rnusia yang terakhir.
Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap.
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi kronis yang
menyerang berbagai system organ.Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit
autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi
merupakan target utama.Rheumatoid arthritis ini memiliki karakteristik terjadinya
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas (Sudoyo et al., 2010)
Faktor penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal, dan faktor system
reproduksi.Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma, dan virus. Menurut (Z. N. Helmi, 2014), ada beberapa faktor risiko
yang dapat menyebabkan seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :

1
B. Tujuan
1. Untuk Bisa Mengetahui Konsep Dasar Lanjut Usia
2. Untuk Bisa Mengetahui Konsep Dasar Rheumatoid arthritis
3. Untuk Bisa Membuat Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan
musuloskeletal : Rheumatoid arthritis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lanjut Usia


1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-
tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya
menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang
ditentukan oleh tuhan yang maha esa. Semua orang akan mengalami proses
menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup ma54rnusia yang terakhir.
Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap.

Menurut Surini & Utomo (2003) dalam lilik, 2011, lanjut usia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan
dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan.

2. Batasan Lanjut Usia


Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1999 dalam Lilik (2011)
menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4
kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Menurutnya bahwa pada kelompok ini individu tersebut sudah terjadi proses
penuaan, dimana sudah terjadi perubahan aspek fungsi seperti pada jantung, paru-
paru, ginjal, dan juga timbul proses degenerasi seperti osteoporosis (pengeroposan
tulang), gangguan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi dan timbulnya proses
alergi dan keganasan.

3
Menurut Departemen Kesehatan RI membagi golongan usia lanjut menjadi 3
kelompok yaitu : kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) pada keadaan ini
dikatakan sebagai masa virilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa
presenium, dan kelompok kelompok usia lanjut (>65 tahun) yang dikatakan sebagai
masa pension.
3. Teori Menua
Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu teori penuaan secara
biologi dan teori penuaan psikososial.
a. Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses
menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh
selama masa hidup (zairt, 1980 dalam renny 2014). Teori ini lebih
menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/organ tubuh,
termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis.
1) Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakkan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika
sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu
diobservasi jumlah sel-sel yang akan membelah jumlah sel yang akan
membelah akan terlihat lebih sedikit (Spence & Masson dalam Watson
1992 dalam .
2) Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu
jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini
akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal
dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan ataupun penyakit
akhir yang katastrofal.
3) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastin)

4
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia.
Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan
kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lanjut usia
beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh
tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih
muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia (Tortora & Anagnostakos, 1990 dalam Lilik, 2011). Hal
ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit
yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.
4) Keracunan oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun
dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksis tersebut membuat
struktur membran sel mengalami perubahan dari rigrid, serta terjadi
kesalahan genetik (Tortora & Anagnostakos, 1990 dalam Lilik 2011).
5) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari
sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan.
6) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe).
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau
tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
7) Teori Menua Akibat Metabolisme

5
Menurut MC Kay et all (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004)
dalam Lilik (2011), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur
karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya
salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan
pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan
hormon pertumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi
lebih banyak bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang.
8) Kerusakkan Akibat Radikal Bebas
Radikal Bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh di
fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan
di dalam mitokondria. Untuk organisasi aerob radikal bebas terutama
terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokondria.
b. Teori Psikologis
1) Activity Theory (Teori Aktivitas Atau Kegiatan)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa
mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada
lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
2) Continuity Theory (Teori Kepribadian Berlanjut)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identitas pada lanjut usia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan
masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal.
3) Disengagement Theory (Teori Pembebasan)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu lainnya (Nugroho, 2000, dalam Lilik, 2011). Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang secara pelan
tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya.

6
4) Teori stratifikasi usia Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti
dengan masyarakat dengan individu lain.
5) Teori kebutuhan manusia Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut
penelitian 5% dan tidak semua orang mencapai kebutuhan yang
sempurna.
6) Jung Theory Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam
7) Course Of Human Life Theory Seseorang dalam hubungan dengan
lingkungan ada tingkat maksimumnya.
8) Development Task Theory Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
c. Teori Lingkungan (Environtmental Theory)
1. Radiation Theory (Teori Radiasi)
Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena sinar
ultraviolet maupun dalam bentuk gelombanggelombang mikro yang
lebih menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan
perubahan susunan DNA dalam sel hidup atau bahkan rusak dan mati.
2. Stress Theory (Teori Stres)
Stress fisik maupun psikologis dapat mengakibatkan pengeluaran
neurotransmiter tertentu yang dapat mengakibatkan perfusi jaringan
menurun sehingga jaringan mengalami kekurangan oksigen dan
mengalami gangguan metabolisme sel sehingga terjadi penurunan
jumlah cairan dalam sel dan penurunan jumlah cairan dalam sel dan
penurunan eksisitas membrane sel.
3. Pollution Theory (Teori Polusi)
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh mengalami
gangguan pada sistem psikoneuroimunologi yang seterusnya
mempercepat terjadinya proses menua dengan perjalanan yang masih
rumit untuk dipelajari.
4. Exposure Theory (Teori Pemaparan)

7
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip dengan
sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA sehingga
proses penuaan atau kematian sel bisa terjadi

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual.
a. Perubahan Fisik
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Lebih besar ukurannya
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d. Menurunya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun.
f. Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20%.
2. Sistem Indra
Organ sensori pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba, dan penghirup
memungkinkan kita berkomunikasi dengan lingkungan. Pesan yang
diterima dari sekitar kita membuat tetap mempunyai orientasi, ketertarikan
dan pertentangan. Kehilangan sensorik akibat penuaan merupakan saat
dimana lanjut usia menjadi kehilangan sensorik akibat penuaan merupakan
saat dimana lanjut usia menjadi kurang kinerja fisiknya dan lebih banyak
duduk.
3. Sistem Moskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lanjut usia antara lain sebagai
berikut:
a) Jaringan Penghubung (Kolagen dan Elastin)
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago,
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang
tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab

8
turunya fleksibilitas pada lanjut usia sehingga menimbulkan dampak
berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan
otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan
hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan
akhrinya permukaan sendi menjadi rata kemudian kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung
kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi
rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi
besar penumpu berat badan. Akibatnya perubahan itu sendi mengalami
peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya
aktifitas sehari-hari.
c) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi. Penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak
perbuahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan
fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan
fungsional otot. Untuk mencegah perubahan lebih lanjut, dapat
diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.
d) Sendi
Pada lanjut usia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, fasia
mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan periarkular
mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi,
erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan
fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi.

9
B. Konsep Dasar Rheumatoid arthritis
1. Pengertian
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi kronis yang menyerang
berbagai system organ.Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang
ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan
target utama.Rheumatoid arthritis ini memiliki karakteristik terjadinya kerusakan
pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas (Sudoyo et al., 2010)

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal, dan faktor system
reproduksi.Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma, dan virus. Menurut (Z. N. Helmi, 2014), ada beberapa faktor risiko
yang dapat menyebabkan seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :
a. Faktor genetik
Faktor genetik memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar
60%.Delapan puluh persen orang kulit putih yang menderita rheumatoid
arthritis mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat
dipermukaan sel T. pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3, 5 kali
lebih rentan terhadap rheumatoid arthriti.

b. Usia dan jenis kelamin


Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada
lakilaki dengan rasio 2:1 hingga 3:1.Perbedaan ini diasumsikan karena
pengaruh dari hormon.Wanita memiliki hormon estrogen sehingga dapat
memicu system imun. Onset rheumatoid arthritis terjadi pada orang-orang usia
sekitar 50 tahun.

10
c. Infeksi
d. Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah terinfeksi
secara genetic. Virus merupakan agen yang potensial memicu rheumatoid
arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.

3. Patofisiologi
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Pada kasus rheumatoid arthritis system imun tidak
mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan synovial serta jaringan
penyokong lain. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot
dan kekuatan kontraksi otot (Aspiani, 2014).
Imflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial seperti edema, kongesti
vascular, eksudat fibrin, dan infiltrasi selular.Peradangan yang berkelanjutan,
synovial menjadi menebal, terutama pada sendi articular kartilago dari sendi.Pada
persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.
Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler, sehingga kartilago menjadi
nekrosis.Tingkat erosi dari kartilago menentukan ketidakmampuan sendi.Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,
karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian.Keadaan seperti ini akan mengakibatkan
terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas(Aspiani,
2014).

11
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Aspiani, 2014) ada beberapa manifestasi klinis yang umum
ditemukan pada pasien rheumatoid arthritis. Manifestasi ini tidak harus timbul
secara bersamaan.Oleh karenanya penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang
sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
b. Poliaritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal,
hamper semua sendi diartrodial dapat terangsang.
c. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis
dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas
dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan
tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada
pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat
pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
d. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
sendi pada osteoartratis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa
menit dan selalu kurang dari satu jam.
e. Arthritis erosif, merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada gambaran
radiologic. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang dan dapat dilihat pada radiogram.
f. Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi
metakarpofalangeal, leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering di jumpai pasien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi
yang besar juga dapat terangsang dan akan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.

12
g. Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita rheumatoid arthritis. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa elekranon (sendi siku), atau di
sepanjang permukaan ekstanor dari lengan, walaupun demikian nodul-nodul
ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Nodul-nodul ini biasanya
merupakan suatu tanda penyakit yang aktif dan lebih berat.
h. Manifestasi ekstra articular, rheumatoid arthritis juga dapat menyerang
organorgan lain diluar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru (pleuritis),
mata, dan rusaknya pembuluh darah.

5. Dampak Rheumatoid Arthritis


Rheumatoid arthritis ditandai dengan peradangan kronis sinovium, yang dari waktu
ke waktu mengakibatkan kerusakan sendi, menyebabkan rasa sakit dan kecacatan
(Aspiani, 2014). Rheumatoid arthritis dikaitkan dengan peningkatan angka
kematian, terutama pada wanita yang lebih tua, dan ini dapat mengurangi harapan
hidup pada usia 3 sampai 18 tahun.

Yang paling ditakuti dari penyakit rheumatoid arthritis adalah akan menimbulkan
kecacatan baik ringan seperti kerusakan sendi maupun berat seperti kelumpuhan.
Hal ini mungkin akan menyebabkan berkurangnya kualitas hidup seseorang yang
berakibat terbatasnya aktivitas dan terjadinya depresi (Mudjaddid, Puspitasari,
Setyohadi, & Dewiasty, 2017). Dampak dari rheumatoid arthritis juga
menimbulkan kegagalan organ bahkan kematian atau mengakibatkan masalah
seperti rasa nyeri, sulit untuk beraktivitas, keadaan mudah lelah, perubahan citra
diri, serta resiko tinggi akan terjadinya cidera (Sudoyo et al., 2010)

6. Komplikasi
Komplikasi penyakit dapat mempersingkat hidup beberapa tahun pada beberapa
individu, meskipun rheumatoid arthritis itu sendiri tidak fatal.Secara umum
rheumatoid arthritis bersifat progresif dan tidak dapat disembuhkan, tetapi pada
beberapa pasien penyakit ini secara bertahap menjadi kurang agresif dan gejala
bahkan dapat membaik. Bagaimanapun jika terjadi kerusakan tulang dan

13
ligament serta terjadi perubahan bentuk, efeknya akan permanen (Aspiani,
2014).
Kecacatan dan nyeri sendi dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang umum.
Sendi yang terkena bisa menjadi cacat, kinerja tugas bahkan tugas biasa
sekalipun mungkin akan sangat sulit atau tidak mungkin. Faktor-faktor ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain itu, rheumatoid arthritis adalah
penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh selain sendi
(Sudoyo et al., 2010). Efek ini meliputi :
a. Anemia
b. Infeksi
Pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki risiko lebih besar untuk
infeksi. Obat imunosupresif akan lebih meningkatkan risiko.
c. Osteoporosis
Kondisi ini lebih umum daripada rata-rata pada wanita postmenopause
dengan rheumatoid arthritis, pinggul yang sangat terpengaruh.Risiko
osteoporosis tampaknya lebih tinggi daripada rata-rata pada pria dengan
rheumatoid arthritis yang lebih tua dari 60 tahun.
d. Penyakit paru-paru
Sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan paru dan
fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis rheumatoid arthritis, namun
temuan ini dapat dikaitkan dengan merokok.
e. Penyakit jantung
Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi pembuluh darah dan
meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik koroner.
f. Sindrom Felty
Kondisi ini ditandai dengan splenomegaly, leukopenia, dan infeksi
bakteri berulang. Ini mungkin merupakan respon disease-
modifyingantirheumatic drugs (DMARDs).
g. Limfoma dan kanker jaringan

14
Rheumatoid arthritis terkait perubahan system kekebalan tubuh mungkin
memainkan peran.Pengobatan yang agresif untuk rheumatoid arthritis
dapat membantu mencegah kanker tersebut.

7. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan atau program pengobatan ialah untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri dan peradangan, mempertahankan
bahkan mengoptimalkan fungsi sendi dan memaksimalkan kemampuan pasien,
serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
Penatalaksanaan yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut ialah
pendidikan kesehatan, istirahat yang adekuat, latihan fisik secara rutin dan
berkala, pemberian gizi seimbang serta obat analgesic atau inflamasi
nonsteroid (Aspiani, 2014).
Rheumatoid arthritis sulit untuk disembuhkan, oleh karenanya pengobatan yang
diberikan hendaknya dilaksanakan secara rutin, berkala, dan dimulai sejak dini.
Pendidikan kesehatan kepada pasien tentang penyakitnya dapat membantu
proses penyembuhan. Dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat juga
mampu untuk meningkatkan mental serta psikologis pasien (Aspiani, 2014).
Pemberian pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga maupun orang yang
sering berinteraksi dengan pasien merupakan tahap awal dalam
penatalaksanaanrheumatoid arthritis.Pendidikan kesehatan yang harus
dijelaskan secara terperinci adalah pengertian, patofisiologis, penyebab, dan
prognosis, semua komponen program penatalaksanaan termasuk obat-obatan
yang kompleks, serta sumber bantuan untuk mengatasi keluhan dari rheumatoid
arthritis itu sendiri.Pendidikan kesehatan ini hendaknya diberikan secara terus
menerus agar melekat dalam ingatan pasien dan orang-orang terdekat.Istirahat
yang adekuat juga merupakan komponen penting dari penatalaksanaan
rheumatoid arthritis

15
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan
a. Identitas Klien
Nama (umur) : Tn. A (64 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Agama/ Suku : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Keluarga yang dapat dihubungi : Tn. PS
Diagnosa medis : Rematik

b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama : Klien mengatakan saat ini merasa nyeri pada lutut,
nyeri dirasa saat klien duduk diam, namun nyeri terasa hilang saat
melakukan aktifitas, rasa nyeri seperti kaku pada daerah persendian
dengan skala nyeri sedang dan dirasa hilang timbul tidak pasti. Pada
bagian tubuh seperti lutut terlihat bengkak.
b. Kronologis keluhan
1. Faktor pencetus : Klien mengatakan pernah jatuh beberapa tahun yang
lalu, dan muncul keluhan ketika udara dingin
2. Timbulnya keluhan : Keluhan muncul secara bertahap
3. Upaya klien untuk mengatasi : Klien tidak melakukan apa-apa terhadap
keluhan yang dirasakan, baik mengkonsumsi obat maupun membawa
kepelayanan kesehatan terdekat

16
2. Riawayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat alergi : Klien mengatakan ada riwayat alergi terhadap makanan
b) Riwayat kecelakaan : Klien mengatakan pernah jatuh beberapa tahun
yang lalu namun tidak sempat
3. Riwayat di rawat di RS : Klien tidak pernah dirawat dengan penyakit
tertentu, klien cukup berobat ke Puskesmas terdekat dari rumah klien.
a) Orang terdekat dengan klien saat ini adalah mamak klien.
b) Riwayat pemakaian obat : Obat yang sering dikonsumsi klien adalah
Bodrex.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada masalah kesehatan seperti, kanker, diabetes
mellitus, penyakit jantung, epilepsi dan lainnya.
5. Riwayat Psikososial Dan SpiritualMasalah yang mempengaruhi klien saat
ini adalah kondisi pasien dengan kesehatan saat ini. Dimana klien
bergantung hidup dengan keluarga dekat yaitu mamak klien.

B. Analisa Data

N DIAGNOSA KEPERAWATAN MASALAH PENYEBAB


O
1 DS : Nyeri (kronik) Ketundayaan fisik
1. Tn. A mengatakan merasa nyeri atau psikososial
pada persendian kronis
2. Tn. A mengatakan nyeri dirasa
saat duduk dan hilang saat dibawa
beraktifitas
3. Klien mengatakan nyeri hilang
timbul dengan skala nyeri sedang

DO :

17
Klien tampak sekali-kali meringis
dan memegang bagian yang sakit 2.
tampak sulit memulai pergerakan
tubuh dengan bertumpu pada alat
bantu
2 DS : Gangguan pola tidur Nyeri kronik
1. Klien mengatakan tidur 6 jam
sehari dan sering terbangun
jika mengeluh nyeri pada
kaki klien.
DO :
1. Klien tampak lemah dan lesu
2. Klien tampak sering mengantuk

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kronik

D. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA NOC NIC


O KEPERAWATAN
1 Nyeri kronik  pain control  monitor kepuasan pasien
berhubungan dengan  pain level terhadap manajemen nyeri
ketunadayaan fisik atau setelah dilakukan  tingkatkan istirahat dan
psikososial kronis tindakan keperawatan tidur yang adekuat
selama Nyeri kronis  kolaborasi pemberian
pasien berkurang dengan analgetik
kriteria hasil:  Jelaskan pada pasien
 tidak ada penyebab nyeri
gangguan tidur  lakukan tehnik

18
 tidak ada nonfarmakologis
gangguan (relaksasi, masase
konsentrasi tidak punggung)
ada gangguan
hubungan
interpersonal
 tidak ada
ekspresi menahan
nyeri dan
ungkapan secara
verbal
 tidak ada
tegangan otot
2 Gangguan pola tidur  anxiety control  evaluasi efek-efek
berhubungan dengan  comfort level medikasi terhadap pola
nyeri kronik  pain level tidur

 rest : extent and  jelaskan pentingnya tidur


pattern yang adekuat

 sleep : extent ang  fasilitasi untuk


pattern setelah mempertahankan aktivitas
dilakukan tindakan sebelum tidur (membaca)
keperawatan selama  ciptakan lingkungan yang
Gangguan pola tidur nyaman
pasien teratasi  kolaborasi pemberian obat
dengan kriteria hasil tidur
jumlah jam tidur
dalam batas normal
 pola tidur,kualitas
dalam batas normal
 perasaan fresh
sesudah

19
tidur/istirahat
 mampu
mengidentifikasi
halhal yang
meningkatkan tidur

E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

HARI DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


/TGL KEPERAWATAN
Selasa 1. Nyeri kronik  Memonitor kepuasan S: - Klien
/ berhubungan dengan pasien terhadap mengatakan masih
Jam ketunadayaan fisik manajemen nyeri merasa nyeri pada
11.30 atau psikososial  Meningkatkan istirahat persendia
WIB kronis dan tidur yang adekuat O : - Sekali-kali
 Mengkolaborasi klien tampak
pemberian analgetik meringis

 Menjelaskan pada pasien A : - masalah nyeri


penyebab nyeri kronik belum

 Melakukan tehnik teratasi


nonfarmakologis P : - intervensi

(relaksasi, masase 1,2,3,4,5 dilanjutkan


punggung)

Rabu/ 2. Gangguan pola tidur  Mengevaluasi efek-efek S: - Klien


Jam berhubungan dengan medikasi terhadap pola mengatakan masih
13.40 nyeri kronik tidur susah untuk tidur
WIB  Menjelaskan pentingnya karena nyeri yang
tidur yang adekuat dirasakan
 Memfasilitasi untuk
mempertahankan O : - Klien tampak

20
aktivitas sebelum tidur kurang bersemangat
(membaca) dan lesu
 Menciptakan lingkungan A : - masalah
yang nyaman gangguan pola tidur
 Mengkolaborasi belum teratasi
pemberian obat tidur P : - intervensi
1,2,3,4,5 dilanjutkan

BAB IV

21
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rematik atau Arthritis Rheumatoid adalah peradangan sendi kronis yang disebabkan oleh
gangguan autoimun. Gangguan autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyusup seperti, bakteri , virus dan jamur, keliru
menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada penyakit Rematik, sistem imun gagal
membedakan jaringan sendiri dengan benda asing, sehingga menyerang jaringan tubuh
sendiri, khususnya jaringan sinovium yaitu selaput tipis yang melapisi sendi. Hasilnya
dapat mengakibatkan sendi bengkak, rusak, nyeri, meradang, kehilangan fungsi bahkan
cacat.
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan Tn. A dengan Athtritis Reumatoid
yang di Wilayah Kerja Puskesmas Barung Barung Belantai Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2018 dapat dilakukan dengan baik. Data yang ditemukan selaras dengan konsep
teori. Pada diagnosa asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan Athtritis Reumatoid
yang di Wilayah Kerja Puskesmas Barung Barung Belantai Kabupaten Pesisir Selatan
dapat dirumuskan 4 diagnosa pada tinjauan kasus.
1. Nyeri Kronis berhubungan dengan ketudayaan fisik
2. Gangguan Pola tidur berhubung dengan nyeri kronik
B. Saran

Setelah pemakalah membuat kesimpulan tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. A


dengan Athtritis Reumatoid, maka penulis menganggap perlu adanya saran untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

22
Huda,A.dan Kusuma,H.(2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Medis dan NANDA( North
American Nursing Diagnosis Associatiaon).Mediaction,Jogjakarta

Nugroho, Wahyudi. 2016. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Stanley, Mickey dkk. 2017. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Watson, Roger. 2016. Perawatan pada Lansia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Maryam, siti dkk. 2015. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika

23

Anda mungkin juga menyukai