Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH GERONTIK : SISTEM INDERA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KATARAK

Disusun Oleh :

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


UNGARAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Katarak merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka
penderita katarak tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau
lebih dari tiga juta orang menderita katarak. Sebagian besar penderita katarak adalah lansia
berusia 60 tahun ke atas. Lansia yang mengalami kebutaan karena katarak tidak bisa mandiri dan
bergantung pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.
Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996,
menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan penyebab utama adalah katarak
(0,78%); glaukoma (0,20%); kelainan refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di
Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Sedangkan
insiden katarak 0,1% (210.000 orang/tahun), sedangkan operasi mata yang dapat dilakukan lebih
kurang 80.000 orang/ tahun. Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) katarak yang
cukup tinggi. Penumpukan ini antara lain disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi yang
masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan
tenaga dan fasilitas pelayan kesehatan mata yang masih terbatas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pasien dengan
penyakit Katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan katarak.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan katarak.
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan katarak.
d. Mahasiswa mampu menerapkan implementasi keperawatan pada klien dengan
katarak.

C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang katarak
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien katarak
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarhakies” yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya
( Anas Tamsuri, 2011 ).
Sedangkan katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun
juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat
terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul
lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan
radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain
seperti uveitis anterior. (Brunner & Suddart, 2002)

B. Penyebab
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Fisik : Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan mempengaruhi
keadaan lensa.
2. Kimia : Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat paparan
ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
3. Usia : Dengan bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun dan
mengakibatkan katarak.
4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin : Jika ibu pada saat mengandung terkena atau
terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus tersebut akan mempengaruhi tahap
pertumbuhan janin. Misal ibu yang sedang mengandung menderita rubella.
5. Penyakit : Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis.

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Biasanya terjadi karena adanya infeksi virus pada saat kehamilan/pertumbuhan janin,
infeksi maternal selama masa kehamilan seperti infeksi toksoplasmosis, ibu hamil
dengan diabetes melitus, kelainan genetik ; Trisomi 21, galaktosemia, sindrom lowe..
Lensa terbentuk pada usia kehamilan minggu ke 5 sampai ke 8, pada masa ini belum
terbentuk kapsul pelindung sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa,
seluruh lensa buram tampak abu – abu putih. Katarak congenital digolongkan dalam :
1) Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
2) Katarak lentikuler
Merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln
sampai 9 tahun .
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan dibawah 40 tahun.
Katarak ini pertumbuhannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
c. Katarak senile ( 95 % )
Katarak ini disebabkan oleh ketuaan ( lebih 60 tahun ).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74
tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat katarak diduga terjadi
pada semua orang pada usia70 tahun.
Ada 4 stadium katarak senile :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa
yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah mengenai seluruh bagian lensa. Lensa sudah
keruh seluruhnya sehingga Katarak ini dapat dioperasi.
d. Katarak hipermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya
terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul
yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar
sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang
disebut katarak Morgageeni.
2. Berdasarkan penyebabnya :
a. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma
tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan
radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam
sampai tahun.
b. Katarak toksik: Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu ( korticostirot,
Klorpromasin / torasin, miotik, agen untuk pengobatan glaucoma).
c. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid, Down sindrom dan
dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan
katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi
alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol
dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat
osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air.
d. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa,
glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus,diperifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nekleus mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa menyebabkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus múltiple (zunula) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah diluar
lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influís air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain menyebutkan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi di lateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemas, seperti diabetes, Namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenitaldan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Factor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katrak meliputi radiasi sinar ultra violet B, obat-obatan, alcohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin anti oxidan yang kurang dalam jangka waktu lama
Lensa berisi 65% air, 35% protein, dan mineral penting. Katarak merupakan kondisi
penurunan ambulan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya
protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaan ,lensa secara
bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan
densitasnya.Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi central serat lensa yang lebih
tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi dikortek, serat lensa ditekan menjadi central. Serat-
serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya tranparansi lensa yang tidak terasa
nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan
ganguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini, menyebabkan perubahan
kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan
kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada
gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh lensa yang keruh atau buram.
Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibatnya otak
menginterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi,
lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat atau hitam
dan klien mengalami kesulitan dalam membedakan warna.

E. Manifestasi Klinik
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
 Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
 Peka terhadap sinar atau cahaya.
 Dapat melihat dobel pada satu mata ( diplopia )
 Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
 Lensa mata berubah menjadi buram atau keruh seperti kaca susu.
Pada katarak senil(usia lebih dari 40 tahun) dikenal 4 stadium:
INSIPIEN IMATUR MATUR HIPERMATUR
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans(hanya bila
zonula putus)
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, glaukoma
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai
berikut:
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : untuk pemeriksaan visus, mungkin terganggu
dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : untuk mengetahui tekanan intra okuler, TIO normal 12 – 25
mmHg.
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit untuk mengetahui segmen anterior dan derajat kekeruhan lensa
12. Biometri untuk mengukur power IOL
13. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
14. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
15. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak dan menyingkirkan adanya
kelainan selain katarak.

G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Sebelum Pembedahan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang
dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi. Pencegahan
terjadinya injury atau cidera karena adanya penurunan fungsi penglihatan dan kaji fungsi
mobilitas dan aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Modifikasikan
lingkungan sekitar klien dan lingkungan tempat tinggal klien untuk menghindarkan klien
dari cidera agar klien mampu beradaptasi dengan kondisinya dan memudahkan klien
dalam aktifitas dan mobilitas untuk memenuhi kebutuhannya sehari – hari. Berikan
edukasi tentang kondisi, resiko yang mungkin terjadi serta perlunya klien untuk periksa
ke fasilitas kesehatan.
Periksa kesehatan secara umum untuk menentukan kondisi klien, dilakukan
pemeriksaan mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti; adanya
infeksi, glaukoma serta penyakit lain.
b. Setelah Pembedahan
Cegah terjadinya infeksi, cegah terjadinya komplikasi setelah pembedahan;
edema kornea, inflamasi, uveitis, atonik pupil, kekeruhan kapsul posterior, ablasio retina,
endoftalmus, sisa massa lensa. Anjurkan klien untuk memakai penutup mata ( kaca mata
hitam ), berikan tetes mata sesuai anjuran, dan anjurkan klien untuk menghindari
menggosok mata yang sakit, tidak membungkuk terlalu lama, membaca yang berlebih,
tidak menonton TV, mengejan keras sewaktu BAB, bersin, batuk, tidur pada sisi yang
sakit, mencuci muka.

2. Medis
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea)
terdiri dari 3 struktur:
a. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
b. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa
fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada
objek jauh
c. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.

Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan
dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan
katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
a. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan.
b. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
c. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m
didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun
1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa
diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini
dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal
detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler.
Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan
probe super dingin dan kemudian diangkat.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manualsetelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehinggapenyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti
nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai
waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi
telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih
cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah
mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai
95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

H. Komplikasi
1. Sebelum Pembedahan
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan
mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan
Uveitis.
2. Setelah Pembedahan
a. Edema kornea
b. Inflamasi dan uveitis
c. Atonik pupil
d. Papillary captured
e. Kekeruhan kapsul posterior
f. TASS ( Toxic Anterior Segment Syndrom )
g. Ablasio retina
h. Endoftalmus
i. Sisa massa lensa

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien, meliputi :
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Status Perkawinan, Suku Bangsa, Pendidikan,
Pekerjaan, Tgl. Masuk RS, No. Register Serta Penanggung Jawab.
b. Keluhan utama ; fugsi penglihatan yang menurun
c. Riwayat Kesehatan ; adanya trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit
diabetes, hipothyroid, uveitis, glaukoma, stadium katarak.
d. Pengkajian khusus mata ; adanya gambaran kekeruhan lensa, diplopia, pandangan
berkabut, penurunan tajam penglihatan, bilik mata depan menyempit, tanda
glaukoma.
e. Psikososial ; kemampuan aktifitas, gangguan membaca, resiko jatuh
f. Pemeriksaan penunjang yang mendukung

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori (visual) b.d perubahan resepsi, transmisi, dan atau
integrasi sensori ditandai dengan :
DS :
a. Klien mengatakan penglihatan tidak jelas
b. Klien mengatakan penglihatan ganda ( diplopia )
c. Klien mengatakan silau bila melihat cahaya
DO :
a. Lensa keruh
b. Perubahan visus pada pemeriksaan kartu snellen
c. Klien tampak kesulitan dalam membaca
NOC :
a. Pengendalian Resiko Masalah Penglihatan
1. Mengidentifikasi faktor resiko gangguan penglihatan
2. Monitoring gejala kerusakan penglihatan
3. Mencari informasi terkini tentang masalah gangguan penglihatan
4. Memperoleh pemeriksaan mata
5. Memperoleh skrining glaucoma
6. Menggunakan lampu yang terang saat aktifitas
b. Perilaku kompensasi penglihatan
1. Pantau gejala semakin buruknya penglihatan
2. Mengompensasi defisit sensori dengan memaksimalkan indera yang tidak
rusak
3. Posisikan diri untuk meningkatkan penglihatan
4. Gunakan alat bantu penglihatan
NIC :
a. Peningkatan komunikasi tentang masalah penglihatan
1. Identifikasi/perkenalkan diri perawat ketika masuk ke ruang pasien
2. Catat reaksi pasien terhadap pengurangan penglihatan missal:depresi,
menarik diri, marah
3. Jalan satu atau dua langkah didepan pasien dengan tangan pasien di siku
perawat.
4. Gambarkan lingkungan ke pasien.
5. Jangan pindahkan barang di ruang pasien tanpa izin pasien.
6. Informasikan kepada pasien dimana lokasi suara
7. Kolaborasi: pembedahan
b. Perawatan mata
1. Tentukan derajat penurunan penglihatan atau tes tajam penglihatan
2. Monitor reflek kornea
3. Anjurkan klien untuk gunakan kacamata
4. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan
penglihatan
5. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
penglihatan
c. Manajemen Lingkungan
6. Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan
7. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik
dan fungsi kognitif serta riwayat perilaku pasien
8. Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap keamanan
9. Tempatkan benda – benda di sekitar klien untuk mudah dijangkau
10. Tempatkan area penyimpanan pada daerah yang mudah dijangkau
11. Modifikasi lingkungan untuk meminimalisir resiko dan cidera
12. Bantu klien memperkuat jaringan sosial/ komunitas

1. Resiko cidera berhubungan dengan internal : disfungsi sensorik, usia


perkembangan, fisik ; rancangan struktur dan penataan bangunan atau peralatan
DS :
a. Klien mengatakan penglihatan kurang jelas
b. Klien mengatakan penglihatan ganda ( diplopia )
c. Klien mengatakan silau bila melihat cahaya
DO :
a. Lensa keruh
b. Perubahan visus pada pemeriksaan kartu snellen
c. Penataan ruangan, peralatan di sekitar klien yang kurang sesuai / rapi,
pencahayaan yang kurang terang
NOC :
a. Pengendalian resiko
1. Klien terbebas dari cidera
2. Memantau faktor resiko perilaku individu dan lingkungan
3. Mengembangkan strategi pengendalian resiko yang efektif
4. Menerapkan strategi pengendalian resiko pilihan
5. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
6. Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan
7. Menggunakan penerangan yang cukup selama beraktifitas
b. Perilaku keamanan personal
1. Penggunaan alat bantu yang tepat
2. Pencegahan tindakan yang beresiko tinggi
3. Pengaturan lingkungan yang aman
c. Pengetahuan keamanan Pribadi
1. Klien mampu mendeskripsikan tindakan untuk mengurangi resiko cidera
2. Klien mampu mendeskripsikan tindakan keamanan di rumah
NIC :
a. Identifikasi resiko
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
2. Kaji kemampuan penglihatan dan ingatkan klien untuk menggunakan
kacamata ketika ambulasi
3. Orientasikan kembali klien terhadap realitas dan lingkungan saat ini
4. Tempatkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah dijangkau
b. Manajemen lingkungan : keamanan
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
2. Identifikasi resiko keamanan lingkungan misal lingkungan yang licin
3. Pindahkan bahaya dari lingkungan bila mungkin modifikasi lingkungan
supaya tidak berbahaya bagi klien.
4. Lengkapi pasien dengan nomor gawat darurat.
5. Monitor lingkungan untuk mengganti status keamanan
6. Bantu pasien ke tempat yang lebih aman.
7. Edukasikan dari lingkungan yang berbahaya.
8. Kolaborasi dengan agensi lain untuk lingkungan yang aman
9. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau klien
10. Kaji keluarga dalam mengindentifikasi bahaya di rumah dan bagaimana
memodifikasikannya
11. Ajarkan keluarga tentang faktor resiko yang berkontribusi pada jatuh dan
bagaimana mengurangi resiko jatuh
2. Anxietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, stress
DS :
a. Kien mengungkapkan kekhawatiran karena perubahan dalam hidup
b. Klien mengungkapkan ketakutan karena kondisinya
c. Klien mengungkapkan bingung dengan prosedur therapi dan perawatan
d. Klien mengungkapkan ketakutan tentang prosedur therapi
e. Klien sering bertanya tentang kondisinya dan prosedur therapi yang akan
dilakukan
DO :
a. Klien tampak gelisah
b. Klien tampak bingung
c. Peningkatan tanda – tanda vital
d. Klien tampak murung
NOC :
a. Tingkat anxietas
1. Ansietas berkurang
2. Klien tampak tenang, rileks
3. Tanda – tanda vitas dalam rentang normal
4. Tidak ada tremor, berkeringat banyak
b. Pengendalian diri terhadap anxietas
1. Klien mampu mengidentifikasi gejala anxietas
2. Mampu menggunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi anxietas
3. Klien mampu mempertahankan performa peran
c. Koping
1. Klien mampu mengidentifikasi pola koping yang efektif
2. Klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
3. Klien melaporkan penurunan dari perasaan negatif / tidak nyaman
NIC :
a. Penurunan kecemasan / anxiety reduction
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Identifikasi tingkat kecemasan
3. Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
4. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
5. Berikan informasi faktual tentang diagnosis, prosedur therapi, dan
prognosis
6. Temani klien
7. Dengarkan keluhan klien dengan penuh perhatian
8. Ajarkan kklien tehnik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
b. Peningkatan koping
1. Kaji kemampuan koping klien
2. Nilai dan diskusikan respon alternatif untuk situasi yang dihadapi
3. Bantu klien mengidentifikasi respon positif
4. Anjurkan klien menggunakan sumber spiritual
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
DS :
a. Klien melaporkan nyeri secara verbal
DO :
b. Klien tampak gelisah
c. Ekspresi wajah menahan nyeri
d. Perubahan tanda – tanda vital
NOC :
a. Level nyeri
1. Klien melaporkan nyeri berkurang dari level 1-5
2. Ekspresi wajah rileks
3. Klien tidak gelisah
4. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
b. Kontrol nyeri
5. Klien mengenal penyebab nyeri
6. Klien mengenal gejala nyeri
7. Klien melakukan tindakan pencegahan nyeri
8. Klien melakukan tindakan non analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Klien melaporkan gejala – gejala kepada tenaga kesehatan
c. Tingkat kenyamanan
10. Klien melaporkan kesejahteraan fisik
11. Klien melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala
12. Klien mengekspresikan kepuasan hati dengan lingkungan fisik
NIC :
a. Manajemen nyeri
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan komunikasi terapiutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
4. Tentukan dampak dari nyeri
5. Berikan informasi tentang nyeri; penyebab, berapa lama terjadi dan
tindakan pencegahan
6. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan ( penyinaran )
7. Ajarkan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyaeri
8. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri
9. Beritahu dokter bila nyeri tidak berkurang dengan tindakan pengontrol
nyeri
b. Manajemen lingkungan ; kenyamanan
10. Batasi pengunjung
11. Siapkan ruangan yang bersih dan tempat tidur yang nyaman
12. Atur penerangan sesuai aktifitas dan kebutuhan klien, hindarkan nyala
lampu secara langsung ke mata
13. Posisikan klien untuk memperoleh kenyamanan
c. Pemberian analgetik
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan beratnya nyeri sebelum
diberikan pengobatan
2. Kaji adanya alergi obat
3. Berikan analgetik sesuai jam pemberian
4. Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul

4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan utama tidak adekuat ; prosedur


invasive, jaringan yang luka
DS :
a. Klien mengungkapkan nyeri yang berlebihan pada area yang dioperasi (
mata )
b. Klien mengungkapkan suhu tubuh meningkat
DO :
c. Tampak adanya tanda – tanda infeksi ( tumor, kalor, dolor, rubor,
fungsiolaesa )
d. Tampak ada exudat / sekret yang banyak
e. Oedem palpebra
f. Konjungtiva kemerahan
NOC :
a. Deteksi resiko
g. Klien mampu mengenal tanda – tanda dan gejala yang menunjukkan
adanya infeksi
h. Klien menggunakan sumber untuk mendapatkan informasi tentang adanya
potensi resiko
i. Klien mampu melakukan perawatan sesuai dengan kebutuhan
b. Kontrol resiko
1. Klien mengetahui resiko
2. Klien memperhatikan faktor resiko perilaku individu
3. Klien mampu mengikuti strategi yang dipilih
4. Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan
5. Klien mampu menggunakan sistem pendukung pribadi untuk mengontrol
resiko
c. Pengetahuan kontrol infeksi
1. Klien mampu mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi
2. Klien mampu mendeskripsikan fakto – faktor yang menyebabkan infeksi
3. Kklien mampu mendeskripsikan tindakan pencegahan infeksi
4. Klien mampu mendeskripsikan cara pengobatan
d. Penyembuhan luka
1. Klien mampu menuruti tindakan pencegahan yang direkomendasikan
2. Tidak ada pengeluaran nanah/ exudat, perubahan suhu, perubahan warna,
dan nyeri yang berlebih
3. Klien mampu menggunakan alat yang benar
NIC :
a. Perlindungan terhadap infeksi
1. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan anjurkan
untuk melaporkan ke petugas kesehatan
2. Ajarkan klien dankeluarga cara mencegah infeksi
3. Ajarkan tehnik mencuci tangan yang benar
4. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada klien
6. Pastikan tehnik perawatan luka yang benar
7. Lakukan terapi antibiotik yang benar
8. Tingkatkan pemasukan nutrisi yang tepat
9. Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat
b. Manajemen lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien
2. Hindari objek yang berbahaya dari lingkungan
3. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senile, kongenital,
traumatic, toksik, asosiasi, dan komplikata.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan
mengganti kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat
bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang
paling sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Tamsuri. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC.

Sidarta, llyas. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI.

Wilkinson, Judith M. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA


Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC

Suddart, Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol.3. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai