CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah:
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat
dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b) Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa
dalam waktu 1-3 minggu
c) Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d) Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
e) Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena
oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi
stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a) Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa
jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam
beberapa hari,minggu atau bulan.
b) Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran
biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada
organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari,
minggu atau bulan.
5. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer, 2012 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh
pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan
atau penyumbatan pembuluh darah.
6. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan fisiologis arah aliran darah ke otak dan
kelangsungan fungsinya sangat tergantung pada oksigen, dan otak tidak
mempunyai cadangan oksigen. Apabila terdapat anorexia seperti pada
stroke metabolisme serebral terganggu dan kematian sel serta kerusakan
yang melekat dapat terjadi dalam 3 – 10 menit (Pahria,2014).
Berbagai kondisi yang menyebabkan gangguan perfusi serebral
dapat mengakibatkan hipoksia dan anoxia, bila aliran darah ke otak
berkurang 24 – 30 ml/100gr jaringan otak dan akan terjadi iskemia,
untuk gangguan yang lama otak hanya mendapatkan suplai darah kurang
dari 16 ml/100 gr jaringan otak/mnt akan terjadi infark jaringan yang
sifatnya permanen (Pahria,2014).
Gangguan aliran darah serebral yang mengakibatkan stroke dapat
disebabkan oleh penyempitan/ tertutupnya salah satu pembuluh darah ke
otak dan ini terjadi umumnya pada trombosis serebral dan pendarahan
intra kranial. Pada dasarnya stroke infark serebra terjadi akibat
berkurangnya suplai peredaran darah menuju otak. Aliran atau suplai
darah tidak disampingkan ke daerah tersebut. Oleh karena arteri yang
bersangkutan tersumbat atau padat sehingga aliran darah ke otak
berkurang sampai 20 – 70 ml/ 100 gr. Jaring akan terjadi iskemik untuk
jangka waktu yang lama dan akan mengalami kerusakan yang bersifat
permanen (Pahria,2014).
Tipe gangguan otak tergantung pada area otak yang terkena dan ini
tergantung pula pada pembuluh darah serebral yang mengalami
gangguan. Gangguan aliran darah serebral yang mengakibatkan stroke
dapat disebabkan oleh penyempitan atau tertutupnya salah satu
pembuluh darah ke otak dan ini terjadi pada umumnya oleh:
(Pahria,2014)
a. Trombosis Serebral.
Yang diakibatkan adanya Arterosklerosis yang pada
umumnya menyerang usia lanjut. Trombosis ini biasanya terjadi
pada pembuluh darah dimana ekluri terjadi. Trombosis ini dapat
menyebabkan iskemik jaringan otak. Endemik-endemik kongesti di
area sekitarnya stroke karena terbentuknya thrombus biasanya terjadi
pada orang tua yang mengalami penurunan aktivitas simpatis dan
posisi recumben menyebabkan menurunnya tekanan darah sehingga
dapat mengakibatkan Iskemik Serebral.
b. Emboli Serebral.
penyumbatan pembuluh darah otak oleh bawaan darah, lemak
ataupun udara, pada umumnya berasal dari trombus di jantung yang
terlepas, dan menyumbat sistem ateriserebral. Emboli serebral
biasanya cepat dan gejala yang timbul < 10 – 30 detik.
c. Pendarahan Intra Serebral
Terjadi karena Arterosklerosis dan Hipertensi, keadaan ini
pada umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun, sehingga
menyebabkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, akibatnya otak akan membengkak. Jaringan otak
internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema, dan
kemungkinan hemiase otak.
7. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer dan Bare, (2012) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a) Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b) Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c) Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan
stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan
hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d) Dysphagia
e) Kehilangan komunikasi
f) Gangguan persepsi
g) Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h) Disfungsi Kandung Kemih
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin, (2011), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c) CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
d) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
f) EEG
9. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer dan Bare, (2012) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemam puan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli.
4. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
5. Nyeri akut
6. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan
mobilisasi
8. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan fisik
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : Nutrition
kebutuhan tubuh food and Fluid Intake Management
Kriteria Hasil : - Kaji adanya alergi
Definisi : - Adanya peningkatan makanan
Intake berat badan sesuai - Kolaborasi dengan ahli
nutrisi tidak dengan tujuan gizi untuk menentukan
cukup - Berat badan ideal jumlah kalori dan nutrisi
untuk sesuai dengan tinggi yang dibutuhkan pasien.
keperluan badan - Anjurkan pasien untuk
metabolism - Mampu meningkatkan protein dan
e tubuh. mengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi - Berikan makanan yang
Batasan - Tidak ada tanda tanda terpilih ( sudah
karakteristi malnutrisi dikonsultasikan dengan
k: - Tidak terjadi ahli gizi)
- Berat badan 20 penurunan berat badan - Berikan informasi tentang
% atau lebih di yang berarti kebutuhan nutrisi
bawah ideal - Kaji kemampuan pasien
- Dilaporkan untuk mendapatkan
adanya intake nutrisi yang dibutuhkan
makanan yang
kurang dari RDA Nutrition
(Recomended Monitoring
Daily - BB pasien dalam batas
Allowance) normal
- Membran - Monitor adanya
mukosa dan penurunan berat badan
konjungtiva - Monitor tipe dan jumlah
pucat aktivitas yang biasa
- Kelemahan otot dilakukan
yang digunakan - Monitor interaksi anak
untuk atau orangtua selama
menelan/mengun makan
yah - Monitor lingkungan
- Luka, inflamasi selama makan
pada rongga - Jadwalkan
mulut pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
Definisi :
Pain Level, Pain Management
Sensori Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri
yang tidak
menyenang Comfort level
secara komprehensif
kan dan Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
pengalaman
- Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
emosional
yang nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
muncul
nyeri, mampu faktor presipitasi
secara
aktual atau menggunakan tehnik - Gunakan teknik
potensial
nonfarmakologi untuk komunikasi terapeutik
kerusakan
jaringan mengurangi nyeri, untuk mengetahui
atau
mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
menggamb
arkan - Melaporkan bahwa - Bantu pasien dan
adanya
nyeri berkurang dengan keluarga untuk mencari
kerusakan
(Asosiasi menggunakan dan menemukan
Studi Nyeri
manajemen nyeri dukungan
Internasion
al): - Mampu mengenali - Kontrol lingkungan yang
serangan
nyeri (skala, intensitas, dapat mempengaruhi
mendadak
atau pelan frekuensi dan tanda nyeri seperti suhu
intensitasny
nyeri) ruangan, pencahayaan
a dari
ringan - Menyatakan rasa dan kebisingan
sampai
nyaman setelah nyeri Analgesic
berat yang
dapat berkurang Administration
diantisipasi
- Tentukan lokasi,
dengan
akhir yang karakteristik, kualitas,
dapat
dan derajat nyeri sebelum
diprediksi
dan dengan pemberian obat
durasi
- Cek instruksi dokter
kurang dari
6 bulan. tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Batasan
karakteristi - Cek riwayat alergi
k:
- Pilih analgesik yang
- Laporan secara
verbal atau non diperlukan atau
verbal
kombinasi dari analgesik
- Fakta dari
observasi ketika pemberian lebih
- Posisi antalgic
dari satu
untuk
menghindari - Tentukan pilihan
nyeri
- Gerakan analgesik tergantung tipe
melindungi
dan beratnya nyeri
- Tingkah laku
berhati-hati