Anda di halaman 1dari 34

Salsabila Arta (2014901012)

Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Laporan Pendahuluan Sistem Neurologi ( Sistem Persyarafan)

Neurologi, neuro: syaraf, logi (logos): ilmu


Neurologi adalah ilmu yang mempelajari tentang syaraf dan berbagai kelainan yang terjadi.

A. Pengertian Sistem Saraf


Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu
dengan yang lain. Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran
impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan
rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem saraf ialah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat
berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup bisa menyesuaikan diri dan
menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas yaitu kemampuan
menanggapi rangsangan.
Sistem saraf terdiri dari berjuta-juta sel saraf yang bentuknya bervariasi.Sistem ini terdiri dari
sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang
dan sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf
memiliki tiga fungsi utama, yakni menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus; memproses
informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan.

B. Fungsi Sistem Saraf


Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf mempunyai 3 fungsi utama
yaitu :
1. Sebagai Alat Komunikasi
Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan oleh alat indera, yang
meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan adanya alat-alat ini, maka kita akan dengan
mudah mengetahui adanya perubahan yang terjadi disekitar tubuh kita.
2. Sebagai Alat Pengendali
Sebagai pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat bekerja serasi sesuai dengan
fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua organ tubuh akan bekerja dengan kecepatan dan
ritme kerja yang akurat.
3. Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Saraf merupakan pusat pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan atau reaksi tubuh terhadap
perubahan keadaan sekitar. Karena saraf sebagai pengendali atau pengatur kerja seluruh alat tubuh,
maka jaringan saraf terdapat pada seluruh pada seluruh alat-alat tubuh kita.

C. Bagian – Bagian Sel Saraf


Sel saraf terdiri dari Neuron dan Sel Pendukung
1. Neuron
Adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma.
a) Badan sel atau perikarion
Bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan
dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan
sitoplasma. Suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Bagian ini
tersusun dari komponen berikut :
 Satu nukleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti konpleks
golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat
bereplikasi.
 Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas
serta berperan dalam sintesis protein.
 Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui
mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
b) Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang, seperti cabang-cabang
pohon. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Ini adalah daerah reseptif neuron.
Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c) Akson
Tonjolan sitoplasma yang panjang (lebih panjang daripada dendrit), berfungsi untuk
menjalarkan impuls saraf meninggalkan badan sel saraf ke neuron atau jaringan lainnya.
Jumlah akson biasanya hanya satu pada setiap neuron.

D. Klasifikasi Neuron
Berdasarkan Fungsi dan Arah transmisi Impulsnya, neuron diklasifikasi menjadi :
 Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ indera atau
suatu organ internal ke SSP (Sistem Saraf Pusat).
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

 Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP (Sistem Saraf Pusat) ke efektor.
 Neuron konektor ditemukan seluruhnya dalam SSP (Sistem Saraf Pusat) Neuron ini
menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.

Berdasarkan bentuknya, neuron dapat diklasifikasikan menjadi :


 Neuron unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadi satu cabang sentral yang
berfungsi sebagai satu akson dan satu cabang perifer yang berguna sebagai satu dendrite. Jenis
neuron ini merupakan neuron-neuron sensorik saraf perifer (misalnya sel-sel ganglion
cerebrospinalis).
 Neuron bipolar mempunya dua serabut, satu dendrite dan satu akson. Jenis ini banyak dijumpai
pada epithel olfaktorius dalam retina mata dan dalam telinga dalam.
 Neuron multipolar mempunyai banyak dendrite dan satu akson. Jenis neuron ini merupakan yang
paling sering dijumpai pada sistem saraf sentral (sel saraf motoris pada cornu anterior dan
lateralis medulla spinalis, sel-sel ganglion otonom).

1. Sel Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam sel yang secara
keseluruhan menyokong, melindungi, dan sumber nutrisi sel saraf pada otak dan medulla
spinalis, sedangkan sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron
diluar sistem saraf pusat. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan
perbandingan sekitar sepuluh banding satu. Ada empat sel neuroglia yang berhasil
diindentifikasi yaitu :
a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang,
sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau “kaki vascular”.
Berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi neuron yang halus. Badan sel astroglia
berbentuk bintang dengan banyak tonjolan dan kebanyakan berakhir pada pembuluh
darah sebagai kaki perivaskular. Bagian ini juga membentuk dinding perintang antara
aliran kapiler darah dengan neuron, sekaligus mengadakan pertukaran zat diantara
keduanya. Dengan kata lain, membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris
yang sesuai untuk konduksi impuls dan transmisi sinaptik. Dengan cara ini pula sel-sel
saraf terlindungi dari substansi yang berbahaya yang mungkin saja terlarut dalam darah,
tetapi fungsinya sebagai sawar darah otak tersebut masih memerlukan pemastian lebih
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

lanjut, karena diduga celah endothel kapiler darahlah yang lebih berperan sebagai sawar
darah otak.
b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya
lebih sedikit dan lebih pendek. Merupakan sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan myelin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan
subtansi lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk
selubung myelin.
c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran
fagositik. Sel jenis ini ditemukan di seluruh sistem saraf pusat dan dianggap berperan
penting dalam proses melawan infeksi.
d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan ronggal
medulla spinalis. Merupakan neuroglia yang membatasi system ventrikel sistem saraf
pusat. Sel-sel inilah yang merupakan epithel dari Plexus Coroideus ventrikel otak.

2. Selaput Myelin
Merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang mengisolasi tonjolan
saraf. Mielin menghalangi aliran Natrium dan Kalium melintasi membran neuronal dengan
hamper sempurna. Selubung myelin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf dan terdapat
celah-selah yang tidak memiliki myelin, dinamakan nodus ranvier, Tonjolan saraf pada
sumsum saraf pusat dan tepi dapat bermielin atau tidak bermielin. Serabut saraf yang
mempunyai selubung myelin dinamakan serabut myelin dan dalam sistem saraf pusat
dinamakan massa putih (substansia Alba). Serabut-serabut yang tak bermielin terdapat pada
massa kelabu (subtansia Grisea).
Myelin ini berfungsi dalam mempercepat penjalaran impuls dari transmisi di
sepanjang serabut yang tak bermyelin karena impuls berjalan dengan cara “meloncat” dari
nodus ke nodus lain di sepanjang selubung myelin. Cara transmisi seperti ini dinamakan
konduksi saltatorik.
Hal terpenting dalam peran myelin pada proses transmisi di sebaut saraf dapat
terlihat dengan mengamati hal yang terjadi jika tidak lagi terdapat myelin disana. Pada
orang-orang dengan Multiple Sclerosis, lapisan myelin yang mengelilingi serabut saraf
menjadi hilang. Sejalan dengan hal itu orang tersebut mulai kehilangan kemampuan untuk
mengontrol otot-otonya dan akhirnya menjadi tidak mampu sama sekali.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

3. Neurotransmitter
Merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung
sinaptik pada ujung akson, Zat kimia ini dilepaskan dari ujung akson terminal dan juga
direabsorpsi untuk daur ulang.
Neurotransmitter merupakan cara komunikasi antar neuron, setiap neuron
melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel
neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang dapat menyalurkan impuls. Diketahui
terdapat 30 macam neurotransmitter, diantaranya adalah Norephinephrin, Acetylcholin,
Dopamin, Serotonin, Asam Gama-Aminobutirat (GABA) dan Glisin.
4. Synaps
Synaps merupakan tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain
atau dengan organ-organ efektor, dan merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls
dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan
neuron berikutnya dikenal dengan celah sinaptik (Synaptic cleft). Neuron yang
menghantarkan impuls saraf menuju sinaps disebut neuron prasinaptik dan neuron yang
membawa impuls dari sinaps disebut neuron postsinaptik.
Sinaps sangat rentan terhadap perubahan kondisi fisiologis :
1. Alkalosis
Diatas PH normasl 7,4 meningkatkan eksitabilitas neuronal. Pada PH 7,8 konvulsi
dapat terjadi karena neuron sangat mudah tereksitasi sehingga memicu output secara
spontan.
2. Asidosis
Dibawah PH normal 7,4 mengakibatkan penurunan yang sangat besar pada output
neuronal. Penurunan 7,0 akan mengakibatkan koma.
3. Anoksia
Atau biasa yang disebut deprivasi oksigen, mengakibatkan penurunan eksitabilitas
neuronal hanya dalam beberapa detik.
4. Obat-obatan
Dapat meningkatkan atau menurunkan eksitabilitas neuronal.
1) Kafein menurunkan ambang untuk mentransmisi dan mempermudah aliran
impuls.
2) Anestetik local (missal novokalin dan prokain) yang membekukan suatu area
dapat meningkatkan ambang membrane untuk eksitasi ujung saraf.
3) Anastetik umum menurunkan aktivasi neuronal di seluruh tubuh.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

E. Impuls Saraf
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan menyebabkan terjadinya
gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Impuls
yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah
sebagai berikut:
Impuls > Reseptor > Saraf Sensorik > Otak > Saraf Motorik > Efektor (Otot)
b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan
gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak..
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
 Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
 Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang masuk ke mata.
 Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
 Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
 Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.

F. Sistem Saraf Pusat


Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, yang terletak di
rongga tubuh dorsal. Ini adalah sangat penting untuk kesejahteraan kita dan tertutup dalam
tulang untuk perlindungan. Otak bersambungan dengan sumsum tulang belakang di foramen
magnum. Fungsi utama dari sumsum tulang belakang adalah untuk menyampaikan impuls
sensorik dari tepi (perifer) ke otak dan untuk mengkonduksikan impuls motorik dari otak ke
tepi.
Otak merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh tulang tengkorak. Sementara itu,
sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang
belakang sama-sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya. Membran
pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu
piameter, arachnoid, dan durameter. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang
belakang dari goncangan dan benturan.
Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

a) Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat. Lapisan ini
banyak sekali mengandung pembuluh darah.
b) Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan duramater.
c) Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di antara piamater dan
arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak
akan lebih tahan terhadap goncangan dan benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang
mengalami infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut
meningitis.

Meninges
Meninges adalah tiga membran jaringan ikat yang terletak eksternal ke organ SSP.
Meninges:
a) Menutupi dan melindungi SSP
b) Melindungi pembuluh darah dan megelilingi sinus vena
c) Mengandung cairan serebrospina
d) Membentuk partisi di tengkorak kepala
Dari eksternal ke internal, meninges adalah dura mater, araknoid mater, dan pia
mater. Ruang antara pia mater dan arachnoid mater, disebut ruang subaraknoid, terisi
dengan CSS.

G. CAIRAN CEREBROSPINALIS (CCS)


Cairan serebrospinal, atau (CSS), adalah bening, cairan berair yang menggenangi SSP,
komposisinya mirip(tapi tidak identik) dengan plasma darah dari mana dia terbentuk. Namun,
mengandung sedikit protein daripada plasma dan konsentrasi ion yang berbeda. Sebagai contoh,
CSS mengandung lebih banyak ion Na+, Cl-, dan H+ daripada plasma darah, dan sedikit Ca2+dan
K+. CSS sepenuhnya mengelilingi SSP dan mengisi sejumlah rongga yang terletak dalam otak dan
sumsum tulang belakang, membentuk bantal cair yang memberikan daya apung untuk struktur SSP
sehingga tidak bersandar langsung pada permukaan tengkorak atau dura mater.
Daya apung CSS mengurangi berat otak hampir 30 kali lipat. Berat lebih ringan berarti sedikit
tekanan pada pembuluh darah dan saraf yang melekat pada SSP. CSS juga melindungi otak dan
sumsum tulang belakang dari pukulan dan trauma lainnya. Selainitu, melindungi otak terhadap
guncangan gerakan kepala yang cepat. CSS juga memberikan beberapa nutrisi ke jaringan SSP.
CSS disekresi secara terus menerus oleh pleksus koroid, daerah khusus pada dinding ventrikel
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Setelah diproduksi, CSS bergerak bebas melalui ventrikel otak, kanal sentral dari sumsum
tulang belakang, dan ruang subarachnoid sekitar SSP. Sel-sel pleksus koroid secara selektif
memompa natrium dan zat terlarut lainnya (transpor aktif) dari plasma ke dalam ventrikel,
menciptakan gradien osmotik yang menarik air bersama dengan zat terlarut (gambar 9 b). Molekul
besar diangkut secara pinositosis.
Sel endotel pembuluh darah di pleksus koroid, bergabung dengan tight junction (lihat modul 1
KB 2), sawar darah otak, atau lebih tepatnya sawar darah-cairan serebrospinal. Akibatnya, zat tidak
dapat lolos antara sel tetapi harus melewati sel.Pada orang dewasa, volume total CSS sekitar 150 ml
(sekitar setengah cangkir) diganti setiap 8 jam atau lebih. Sekitar 500 ml CSS terbentuk setiap hari.
Pleksus koroid juga membantu membersihkan CSS dengan membuang produk limbah dan zat
terlarut yang tidak perlu. Setelah diproduksi, CSS bergerak bebas melalui ventrikel.
Biasanya, CSS diproduksi dan dialirkan dengan laju yang konstan. Namun, jika sesuatu (seperti
tumor) menyumbat sirkulasi atau alirannya, CSS terakumulasi dan memberikan tekanan pada otak.
Kondisi ini disebut hidrosefalus ("air di otak").Hidrosefalus memperbesar kepala bayi yang baru
lahir karena tulang tengkorak belum menyatu. Namun, pada orang dewasa, tengkorak yang kaku
dan keras, dan hidrosefalus cenderung merusak otak karena cairan terakumulasi menekan pembuluh
darah dan meremukkan jaringan saraf yang lunak. Hidrosefalus diterapi dengan memasukkan pirau
(shunt) ke dalam ventrikel untuk mengalirkan kelebihan cairan ke dalam rongga perut.
Secara klinis, sampel cairan serebrospinal dianggap menjadi indikator lingkungan kimia di
otak. Prosedur pengambilan sampel ini, dikenal sebagai spinal tap atau pungsi lumbal, umumnya
dilakukan dengan menarik cairan dari ruang subaraknoid antara vertebra di ujung bawah dari
sumsum tulang belakang. Adanya protein atau sel darah dalam cairan serebrospinal menunjukkan
infeksi.
1. Fungsi CSS
CCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung dari air.
Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar
metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa
perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan
cerebrospinal).
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

2. Komposisi Cairan Cerebrospinalis

3. Sirkulasi CCS
CCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam
ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di
sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis
dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui
apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid.
Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid
spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di
piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam
vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas konveksitas
superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan
reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di
dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.
4. Tingkat Utama dari Fungsi Sistem Saraf Pusat (SSP)
Ada tiga tingkat utama dari fungsi SSP:
1. Sumsum tulang belakang (spinal cord). Memproses refleks, mengirimkan impuls saraf ke
dan dari otak.
2. Batang otak (brainstem). Menerima input sensorik dan mengawali output motorik,
mengontrol proses kelangsungan hidup (misalnya, respirasi, sirkulasi, pencernaan).
3. Otak besar (serebrum) dan korteks serebral. Memproses, mengintegrasikan, dan
menganalisis informasi; terlibat dengan tingkat tertinggi kognisi, mengawali gerakan
secara sadar, persepsi sensorik, dan bahasa.

H. Otak
Otak adalah organ yang sangat kompleks. Mengandung sekitar 100 miliar neuron dan prosesus
neuronal dan sinapsis tak terhitung jumlahnya. Otak terdiri dari empat komponen utama: otak besar
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

(serebrum), otak kecil [serebelum (cerebellum)], diensefalon, dan batang otak (brainstem) (gambar
12). Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan
menerima 1,5% curah jantung. Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12
pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia
dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Para ahli
mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang
mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah
berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman.
a) Otak depan
Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus.
1) Otak besar
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume seluruh bagian otak.
Bagian tertentu merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan informasi yang Anda
terima dari mata, hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua
belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan tersebut akan
mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua belahan, yaitu hemisfer otak
kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh
bagian kiri, serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni
atau kreativitas. Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja
aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan bahasa atau komunikasi. Di antara
bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang
disebut dengan corpus callosum.
2) Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak besar. Talamus
memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan.
Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu
talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan
ditanggapi.
3) Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam hormon. Hipotalamus
juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual.
Hipotalamus juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh
obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian lain
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai jam biologis. Jam biologis
ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur dan bangun tidur. Di bagian permukaan
otak besar terdapat bagian yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian
diensefalon, terdapat banyak sumber kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti
hipotalamus dan kelenjar pituitari (hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian luar
yang mudah kita amati dari model torso.
Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap informasi yang
masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut.
a. Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
b. Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari penglihatan.
c. Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan dengan
pengenalan posisi tubuh.
d. Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan perencanaan kegiatan
manusia.

b) Otak tengah
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam sinkronisasi pergerakan
kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada mata. Otak tengah
terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada otak tengah terdapat lobus opticus
yang berfungsi sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi
neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini,
orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi, bagian otak tengah banyak
menghasilkan neurotransmitter dopamin.

c) Otak belakang
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan pons varoli.
Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil akan
mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting dalam
menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan
sistem keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di telinga yang
menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh
yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan saraf yang
disebut pons varoli. Di bagian otak kecil terdapat saluran yang menghubungkan antara otak
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan
pula dalam mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah,
gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang tidak
jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan.
Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem sirkulasi,
kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan. Bahkan,
jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia masih dapat hidup karena detak jantung dan
pernapasannya yang masih normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang
masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma yang
berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata membentuk unit
fungsional yang disebut batang otak (brainstem).

I. Medulla Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)


Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem saraf
pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak kepala yang keras,
sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang
memanjang dari pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini
mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan
bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan sistem saraf yang
dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang atau biasa disebut medulla
spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara rinci, ruas-ruas tulang
belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai berikut: Sumsum tulang
belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 7 pasang dari segmen servikal, 12
pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5 pasang dari segmen sacralis dan
1 pasang dari segmen koxigeus.
 Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk daerah tengkuk.
 Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan membentuk bagian
belakang torax atau dada.
 Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
 Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk os sakrum
(tulang kelangkang).
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

 Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan membentuk tulang
koksigeus (tulang tungging).

J. Saraf Tepi Manusia


Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang belakang
(spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut saraf sumsum tulang
belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke
alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas
serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf
pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut:
1) Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda makan,
menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan impuls dari
reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot
kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak dan
31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal terlihat
pada Gambar 8.8. Saraf-saraf spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik.
Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut:
a) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori.
b) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut merupakan
saraf motorik.
c) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut merupakan saraf
gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf
kranial.
2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)
Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah kehendak saraf
pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak alat
pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak
dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah
dijelaskan di depan. Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak
otonom seperti contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan
pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan
menjadi dua:
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

1) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama untuk memacu kerja
organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi
memacu, antara lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar
bronkus. Adapun fungsi yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan,
menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.
2) Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf simpatik.
Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil
pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan, merangsang ereksi,
dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan,
makamengakibatkan keadaan yang normal.

K. Kelainan pada Sistem Saraf


a. Stroke
Stroke adalah kematian sel-sel otak disertai fungsinya karena terganggunya aliran darah di
otak. Penyakit ini seringkali disebabkan oleh tekanan darah tinggi yangmenyebabkan pecahnya
pembuluh darah di otak. Selain itu, atheroskeosis juga dapat menyebabkan penyumabatan
pembuluh darah di otak. Gejala penyakit ini bervariasi bergantung pada hebatnya stoke dan daerah
otak yang terkena, misalnya pusing-pusing, sulit bicara, tidak melihat, pingsan, lumpuh sebelah,
bahkan kematian.
b. Tumor Otak
Penyakit ini disebabkan oleh adanya pertumbuhan liar dari sel-sel saraf, maupun jaringan
penyokongnya. Adanya pertumbuhan tersebut mengakibatkan berbagai gangguan, mulai dari
pusing-pusing, kesulitan berjalan, kehilangan memori/ingatan, sampai kematian.
c. Ayan (Epilepsi)
Penyakit ini ditandai dengan timbulnya kejang-kejang yang tidak terkendali. Penderita epilepsy
tidak diperkenankan berada di dekat lokasi yang berbahaya, seperti tepian sungai, sumur, dan
telaga. Bila berada di lokasi tersebut dan mengalami kekambuhan, dikawatirkan akan tenggelam
karena tidak mampu mengendalikan gerakan tubuhnya. Belum ada sebab yang jelas mengapa
penyakit ini bis timbul, namun melihat gejala kejang tersebut, diduga ada gangguan pada otak
daerah motorik yang mengatur gerakan tubuh.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Laporan Pendahuluan Konsep Stroke Hemoragic


A. Defenisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Stroke atau cedera cerebrovaskuler
adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat
berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul
kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin,
2008).

B. ANATOMI FISIOLOGI

Vaskularisasi Otak Stenosis pada arteri karotis

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan
vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.

Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah,
korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus
frontalis, parietalis dan temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
sepasang arteri serebeli inferior.

Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan
medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior
memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,
hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.

C. KLASIFIKASI
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilangdalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapitidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)Gejala neurologik makin lama
makin berat.d.Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)Kelainan neurologik
sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
olehterbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
olehtingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan
padapembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri
kecilterhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

b. Stroke Emboli/Non TrombotikStroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung
atau lapisan lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisamengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

D. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebabutama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau
hari.
2. Embolisme serebral Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang
-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba
dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung
atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorhagi serebral a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam
beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup. b. Patofisiologi Haemorhagi subdural pada
dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya
jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau gejala. c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat
trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area
sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak. d. Haemorrhagi intracerebral
adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi
membesar, makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboliektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkanoleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu alirandarah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung
pada terjadinyakematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaqueathersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima
arteri akibattrauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian
kiriatrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadangkadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombivalvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infarkmiokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma.Sebanyak 23 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuksistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulusposterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteriserebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteridapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resikopembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensiprotein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yangberkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteriserebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aortathorasik, arteritis).

E. PATOFISIOLOGI

Bekuan darah/Emboli Bekuan darah

Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder . Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus.

Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh


darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan
otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat
dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.

Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam macam manifestasi klinis dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.

3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis
sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

1. Keadaan pembuluh darah.

2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi
lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.

3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan
intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun
ada perubahan tekanan perfusi otak

4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karenalepasnya embolus


sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahandan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan
jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
alirandarah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 46
menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

F. FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh
darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke
otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
3. Penyakit Jantung Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko
ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
4. Hiperkolesterolemi Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding
pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad
ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyakit jantung koroner.
5. Infeksi Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis,
malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
6. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
7. Merokok Manifestasi Klinis Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark
jantung.
8. Kelainan pembuluh darah otak Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah
dan menimbulkan perdarahan.
9. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral) Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai
hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
10. Penyalahgunaan obat (kokain)
11. Konsumsi alcohol
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

12. Lain–lain, Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

G. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral.
Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan
pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah
hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu
kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan.
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari
kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
6. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius
karena kerusakan kontrol motorik. (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostic:
1. CT Scan (Computer Tomografi Scan) Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
3. Pungsi Lumbal Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4. Magnatik Resonan Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
7. Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari – hari
pertama.
2. Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg didalam serum. (Arif Muttaqin, 2008).
3. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

4. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsurrangsurturun
kembali

5. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

I. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi inidapat
dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,konstipasi
dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,deformitas dan
terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. HidrocephalusIndividu
yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol responpernapasan atau
kardiovaskuler dapat meninggal.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

J. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tandatanda vital dengan melakukan tindakan
sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering,oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaikihipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harusdirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 1530 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapimaknanya:
pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasanagregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atauemboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arterikarotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
palingdirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

K. PATHWAY

L. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klienMeliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

2. Keluhan utamaBiasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapatberkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarangSerangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukanaktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar,disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala,kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obatobat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obatobatadiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluargaBiasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.

Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat:Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis,hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensiarterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandungkemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan :Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan
denganberbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit.Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas
dan kadangkadangpada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan Sensorik
motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi
Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak
mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan kesadaran.

N. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak terhambat
1) Tujuan Keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatandiharapkan suplai aliran darah ke otak lancar dengan
kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurangsampai dengan hilang
b. Berfungsinya saraf dengan baik
c. Tanda tanda vital stabil
2) Intervensi:
Monitorang neurologis
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitir tandatanda vital
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah


5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan system humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur

2. Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak


1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampuuntuk berkomunikasi lagi
dengan kriteria hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami pesan pesan melalui gambar
c. dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
2) Intervensi
1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /memahamkan informasi dari / ke klien
2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
3. Gunakan kata kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien
4. Dorong klien untuk mengulang kata kata
5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
6. Programkan speech-language teraphy
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
3. Defisit perawatan diri; mandi, berpakaian, makan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi,
dengan kriteria hasil:
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

a. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri


b. Klien dapat mandi dengan bantuan orang lain
c. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain / mandiri
d. Klien dapat toileting dengan bantuan alat
2) Intervensi
1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
2 Pantau kebutuhan klien untuk alat alat bantu dalam makan, mandi, berpakaian dan
toileting
3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai kemampuannya
5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien

4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler


1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama, diharapkan klien dapat melakukan
pergerakan fisik dengan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan foot drop
b. Pasien berpartisipasi dalam program latihan
c. Pasien mencapai keseimbangan saatduduk
d. Pasien mampu menggunakan sisitubuh yang tidak sakit untukkompensasi hilangnya
fungsi padasisi yang parese/plegi
2) Intervensi
1 Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat
2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam toleransi nyeri
3 Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau mangurangi bengkak
4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama, diharapkan pasien mampu mengetahui dan
mengontrol resiko dengan kriteria hasil:
a. Klien mampu mengenali tanda dangejala adanya resiko luka tekan
b. Klien mampu berpartisipasi dalam pencegahan resiko luka tekan (masase sederhana, alih
baring,manajemen nutrisi, manajemen tekanan).
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

2) Intervensi
1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanyaluka tekan, tanda dan gejala luka tekan,
tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)
2 Berikan masase sederhana
a) Ciptakan lingkungan yang nyaman
b) Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
c) Lakukan masase secara teratur
d) Anjurkan klien untuk rileks selama masase
e) Jangan masase pada area kemerahan untuk menghindari kerusakan kapiler
f) Evaluasi respon klien terhadap masase
3 Lakukan alih baring
a) Ubah posisi klien setiap 30 menit 2 jam
b) Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi kekuatan geseran
c) Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
d) Observasi area yang tertekan (telinga, matakaki, sakrum, skrotum, siku, ischium,
skapula)
4 Berikan manajemen nutrisi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi
b) Monitor intake nutrisi
c) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk memelihara keseimbangan nitrogen
positif
5 Berikan manajemen tekanan
a) Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah pecah
b) Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah pecah
c) Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
d) Monitor aktivitas dan mobilitas klien
e) Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan
6. Resiko Aspirasi berhubungandengan penurunan tingkat kesadaran
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan tidak terjadi aspirasi padapasien dengan
kriteria hasil:
a) Dapat bernafas dengan mudah
b) frekuensi pernafasan normal
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

c) Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi


2) Intervensi
Aspiration Control Management :
a) Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
b) Pelihara jalan nafas
c) Lakukan saction bila diperlukan
d) Haluskan makanan yang akan diberikan
e) Haluskan obat sebelum pemberian
7. Resiko Injuri berhubungan denganpenurunan tingkat kesadaran
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien dengan
kriteria hasil:
a) bebas dari cedera
b) mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan carauntuk mencegah cedera
c) menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
2) Intervensi
Risk Control Injury
a) menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
b) memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
c) memberikan penerangan yang cukup
d) menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria
hasil :
a) Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas normal,frekuensi
nafas normal,tidak ada suaranafas tambahan
b) Tanda tanda vital dalam batas normal
2) Intervensi
Respiratori Status Management
a) Pertahankan jalan nafas yang paten
b) Observasi tanda tanda hipoventilasi
c) Berikan terapi O2
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

d) Dengarkan adanya kelainan suara tambahan


e) Monitor vital sign
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M.,et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
UpperSaddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. NewJersey:
Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba
Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit edisi 4. Penerbit BukuKedokteran
EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20052006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2.
alihbahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi Komara Yuda,
Jakarta: EGC, 2009.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta.EGC.
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America:
Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke Non Hemoragik. Laporan-Pendahuluan-Asuhan Keperawatan-Klien-
Dengan-Stroke. Diakses di internet 13 April 2012
Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.
Herdman Heather T, Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Editor edisi
bahasa Indonesia Monica Ester, Jakarata: EGC, 2009.
Jurnal, Informasi Tentang Data Stroke, Obat Stroke, Pengobatan Stroke, Rehabilitasi Stroke. Dalam bentuk
Jurnal. Diambil dari http://data-stroke.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. Diakses di
internet 13 April 2012
Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby
Elseveir Acadamic Press, 2004.
Salsabila Arta (2014901012)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta. EGC
Feriyawati, Lita. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi
Kontraksi Otot Rangka. Medan : Fakultas Kedokteran USU
Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung :
Yrama Widya
Nur, Iis. 2013. Sistem Saraf Pada Manusia. Bandung : Sekolah Tinggi Farmasi
Sari, Mega. 2004. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Medan : Fakultas
Kedokteran USU
Sinaga, Erlintan dkk. 2011. Anatomi Fisiologi Manusia. Medan : FMIPA Unimed
Gerard Tortora, 2014, Principles of Anatomy and Physiology,.
Sanders Tina, Scanlon Valerie, 2006, Essentials of Anatomy and Physiology.
Saladin, 2003, Anatomy and Physiology The Unity of Form and Function.
Rizzo C Donald, 2015, Fundamentals of Anatomy and Physiology.
Marieb Elaine Nicpon, 2013, Human Anatomy and Physiology
Sherwood, 2014: Human, Physiology -From Cells to Systems
Seeley's, 2014, Anatomy & Physiology, Ed. Ke-10.
Gunstream Stanley, 2015, Anatomy and Physiology with Integrated Study.
Carson, The Anatomy and Physiology Learning System(4E).
Rodney Rhoades, David R Bell, 2013, Medical physiology principles for clinical medicine.

Anda mungkin juga menyukai