Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang bersifat progresif.
Penyakit ini merupakan penyakit neurodegeneratif tersering kedua setelah demensia Alzheimer.
Penyakit Parkison paling banyak dialami pada usia lanjut dan jarang ditemukan pada umur
dibawah 30 tahun. Sebagian besar kasus ditemukan pada usia 40-70 tahun, rata-rata pada usia
58-62 tahun dan kirakira 5% muncul pada usia dibawah 40 tahun. (PERDOSSI, 2008). Insiden
lebih tinggi pada laki-laki, ras kulit putih dan didaerah industri tertentu, insidensi terendah
terdapat pada populasi Asia dan kulit hitam Afrika. Faktor lingkungan memiliki peranan penting
dalam menimbulkan penyakit ini (Sharma, 2008).
Angka prevalensi penyakit Parkinson di Amerika Utara diperkirakan sebesar 160 per
100.000 populasi dengan angka kejadian sekitar 20 per 100.000 populasi. Prevalensi dan
insidensi penyakit Parkinson semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi berkisar
antara 0,5-1% pada usia 65-69 tahun. Pada umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai 120 dan
angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi pertahun. Prevalensi meningkat sampai 1-3% pada
usia 80 tahun atau lebih. Di Indonesia belum ada data prevalensi penyakit Parkinson yang pasti,
namun diperkirakan terdapat sekitar 400.000 penderita penyakit Parkinson. Penyakit ini lebih
banyak ditemukan pada pria dari pada wanita dengan angka perbandingan 3:2 (Joesoef, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf?
B. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada sistem saraf?
C. Apa yang dimaksud dengan Parkinson?
D. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf : Parkinson?

1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem saraf
B. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi pada sistem saraf
C. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Parkinson
D. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
saraf : Parkinson
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Persarafan


2.1.1 Pengertian Sistem Saraf
Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling
berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya. Sistem tubuh yang
pentng ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system tubuh lainnya, karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai system tubuh
hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system
inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan
gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon
terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari system saraf yang
puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta Neuron
(sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu
sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.
2.1.2 Fungsi Sistem Saraf
Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf
mempunyai 3 fungsi utama yaitu :
A. Sebagai Alat Komunikasi
Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan
oleh alat indera, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan
adanya alat-alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui adanya
perubahan yang terjadi disekitar tubuh kita.
B. Sebagai Alat Pengendali
Sebagai pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat bekerja
serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua organ
tubuh akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang akurat.
C. Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan
Saraf merupakan pusat pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan atau
reaksi tubuh terhadap perubahan keadaan sekitar. Karena saraf sebagai
pengendali atau pengatur kerja seluruh alat tubuh, maka jaringan saraf
terdapat pada seluruh pada seluruh alat-alat tubuh kita.
2.1.3 Bagian-bagian Sel Saraf
Sel saraf terdiri dari Neuron dan Sel Pendukung
A. Neuron Adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan
perpanjangan sitoplasma.
1. Badan sel atau perikarion adalah Suatu neuron mengendalikan
metabolisme keseluruhan neuron. Bagian ini tersusun dari komponen
berikut :
a. Satu nukleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti
konpleks golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki
sentriol dan tidak dapat bereplikasi.
b. Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-
ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein.
c. Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat
melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
2. Dendrit adalah Perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan
pendek serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
3. Akson merupakan Suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih
panjang dari dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel
ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron
yang menjadi asal akson.

B. Sel Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam se yang
secara keseluruhan menyokong, melindungi, dan sumber nutrisi sel saraf pada
otak dan medulla spinalis, sedangkan sel Schwann merupakan pelindung dan
penyokong neuron-neuron diluar sistem saraf pusat. Neuroglia jumlahnya
lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar sepuluh banding
satu. Ada empat sel neuroglia yang berhasil diindentifikasi yaitu :
1. Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus
panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui
pedikel atau kaki vascular. Berfungsi sebagai sel pemberi makan bagi
neuron yang halus. Badan sel astroglia berbentuk bintang dengan banyak
tonjolan dan kebanyakan berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki
perivaskular. Bagian ini juga membentuk dinding perintang antara aliran
kapiler darah dengan neuron, sekaligus mengadakan pertukaran zat
diantara keduanya. Dengan kata lain, membantu neuron mempertahankan
potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi impuls dan transmisi
sinaptik. Dengan cara ini pula sel-sel saraf terlindungi dari substansi yang
berbahaya yang mungkin saja terlarut dalam darah, tetapi fungsinya
sebagai sawar darah otak tersebut masih memerlukan pemastian lebih
lanjut, karena diduga celah endothel kapiler darahlah yang lebih berperan
sebagai sawar darah otak.
2. Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah
prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek. Merupakan sel glia yang
bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam susunan saraf pusat. Sel
ini mempunyai lapisan dengan subtansi lemak mengelilingi penonjolan
atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung myelin.
3. Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya
memiliki peran fagositik. Sel jenis ini ditemukan di seluruh sistem saraf
pusat dan dianggap berperan penting dalam proses melawan infeksi.
4. Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga
serebral dan ronggal medulla spinalis. Merupakan neuroglia yang
membatasi system ventrikel sistem saraf pusat. Sel-sel inilah yang
merupakan epithel dari Plexus Coroideus ventrikel otak.
C. Selaput Myelin
Merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang mengisolasi
tonjolan saraf. Mielin menghalangi aliran Natrium dan Kalium melintasi
membran neuronal dengan hamper sempurna. Selubung myelin tidak kontinu
di sepanjang tonjolan saraf dan terdapat celah-selah yang tidak memiliki
myelin, dinamakan nodus ranvier, Tonjolan saraf pada sumsum saraf pusat
dan tepi dapat bermielin atau tidak bermielin. Serabut saraf yang mempunyai
selubung myelin dinamakan serabut myelin dan dalam sistem saraf pusat
dinamakan massa putih (substansia Alba). Serabut-serabut yang tak bermielin
terdapat pada massa kelabu (subtansia Grisea).
Myelin ini berfungsi dalam mempercepat penjalaran impuls dari transmisi di
sepanjang serabut yang tak bermyelin karena impuls berjalan dengan cara
meloncat dari nodus ke nodus lain di sepanjang selubung myelin. Cara
transmisi seperti ini dinamakan konduksi saltatorik.
Hal terpenting dalam peran myelin pada proses transmisi di sebaut saraf dapat
terlihat dengan mengamati hal yang terjadi jika tidak lagi terdapat myelin
disana. Pada orang-orang dengan Multiple Sclerosis, lapisan myelin yang
mengelilingi serabut saraf menjadi hilang. Sejalan dengan hal itu orang
tersebut mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-otonya dan
akhirnya menjadi tidak mampu sama sekali.
2.1.4 Synaps
Synaps merupakan tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain
atau dengan organ-organ efektor, dan merupakan satu-satunya tempat dimana
suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang
antara satu neuron dan neuron berikutnya dikenal dengan celah sinaptik (Synaptic
cleft). Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju sinaps disebut neuron
prasinaptik dan neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron
postsinaptik.
Sinaps sangat rentan terhadap perubahan kondisi fisiologis :

A. Alkalosis
Diatas PH normasl 7,4 meningkatkan eksitabilitas neuronal. Pada PH 7,8
konvulsi dapat terjadi karena neuron sangat mudah tereksitasi sehingga
memicu output secara spontan.
B. Asidosis
Dibawah PH normal 7,4 mengakibatkan penurunan yang sangat besar pada
output neuronal. Penurunan 7,0 akan mengakibatkan koma.
C. Anoksia
Atau biasa yang disebut deprivasi oksigen, mengakibatkan penurunan
eksitabilitas neuronal hanya dalam beberapa detik.
D. Obat-obatan
Dapat meningkatkan atau menurunkan eksitabilitas neuronal.
1. Kafein menurunkan ambang untuk mentransmisi dan mempermudah
aliran impuls.
2. Anestetik local (missal novokalin dan prokain) yang membekukan suatu
area dapat meningkatkan ambang membrane untuk eksitasi ujung saraf.
3. Anastetik umum menurunkan aktivasi neuronal di seluruh tubuh.
2.1.5 Impuls Saraf
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan
menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau
disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan
yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut :
Impuls > Reseptor > Saraf Sensorik > Otak > Saraf Motorik > Efektor (Otot)
2. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls
yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat
dan tidak melewati otak.Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
1. Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
2. Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang
masuk ke mata.
3. Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
4. Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
5. Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.
2.1.6 Pembagian Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi dua yakni :
A. Saraf Pusat berupa Otak dan Medulla Spinalis.
B. Saraf Tepi
2.1.7 Saraf Pusat Manusia
Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada
tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi
penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang.
Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh tulang
tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas
tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-sama dilindungi oleh
suatu membran yang melindungi keduanya. Membran pelindung tersebu
dinamakan meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu
piameter, arachnoid, dan durameter. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau
sumsum tulang belakang dari goncangan dan benturan.
Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf
pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.
2. Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater
dan duramater.
3. Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah
di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan
serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap
goncangan dan benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang
mengalami infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun
lapisannya yang disebut meningitis.

A. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat
total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4
kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di
otak dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan
neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai
pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak
seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam
(lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan)
dinamakan girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang
saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus.
Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak
tengah, dan otak belakang. Para ahli mempercayai bahwa dalam
perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang
mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah
laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi
dalam penciuman (Campbell, et al, 2006: 578)

1. Otak depan
Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus.
a. Otak besar
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume
seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling penting
dalam penerjemahan informasi yang Anda terima dari mata, hidung,
telinga, dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua
belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan
tersebut akan mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas
dua belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan
sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta bekerja
lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni atau
kreativitas. Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian
kanan serta bekerja aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan
bahasa atau komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak,
terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut dengan corpus
callosum.
b. Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak
besar. Talamus memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua
sinyal sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan
memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi
menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi.
c. Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam
hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah,
rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut
sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang
menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian
lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai
jam biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus
tidur dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian
yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon,
terdapat banyak sumber kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti
hipotalamus dan kelenjar pituitari (hipofisis). Bagian telensefalon
merupakan bagian luar yang mudah kita amati dari model torso.

Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap informasi
yang masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut.
a. Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
b. Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari penglihatan.
c. Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan
dengan pengenalan posisi tubuh.
d. Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan
perencanaan kegiatan manusia.
2. Otak tengah
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam sinkronisasi
pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil
pada mata. Otak tengah terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada
otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai pengatur gerak bola
mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi neurotransmitter yang
mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini, orang akan
mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi, bagian otak tengah banyak
menghasilkan neurotransmitter dopamin.
3. Otak belakang
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan pons
varoli. Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan
otot. Otak kecil akan mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem
gerak sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat
beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan sistem keseimbangan lainnya,
seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di telinga yang menjaga
keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh
yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan
saraf yang disebut pons varoli. Di bagian otak kecil terdapat saluran yang
menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan
medula oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam mengatur pernapasan,
denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, gerak menelan, dan
batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang tidak jelas.
Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan.
Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem
sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam
pengaturan pernapasan. Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia
masih dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya yang masih normal.
Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang masih baik. Peristiwa ini
umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma yang berkepanjangan.
Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata membentuk unit
fungsional yang disebut batang otak (brainstem).
3. Medulla Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)
Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem
saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak
kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang
belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher, hingga ke
selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu,
maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan
kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan sistem saraf
yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang atau biasa
disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak.
Secara rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini
adalah sebagai berikut:
Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 7
pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari segmen
lumbalis, 5 pasang dari segmen sacralis dan 1 pasang dari segmen koxigeus
1. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk
daerah tengkuk.
2. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan
membentuk bagian belakang torax atau dada.
3. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk
daerah lumbal atau pinggang.
4. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan
membentuk os sakrum (tulang kelangkang).
5. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan membentuk
tulang koksigeus (tulang tungging)
2.1.8 Saraf Tepi Manusia

Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang
belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan
serabut saraf sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang.
Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke
hidung, mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf
sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem
saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu
sebagai berikut.
1. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika
Anda makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya.
Saraf ini mene-ruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan
meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh.
Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak
dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang 31
pasang saraf spinal terlihat pada Gambar 8.8. Saraf-saraf spinal tersebut terdiri
atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua belas pasang saraf kranial
tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf
sensori.
b. Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut
merupakan saraf motorik.
c. Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut
merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih
memahami tentang jenis-jenis saraf kranial.
2. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)
Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah
kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung,
perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-
lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus
di otak. Coba Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di
depan. Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap
gerak otonom seperti contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat
denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja saluran
pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi dua.
a. Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama untuk
memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat
kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung,
memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat
ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.
b. Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf
simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak
jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat
pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena
cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.

2.3 Parkinson
2.3.1 Pengertian

Parkinson adalah suatu penyakit kronis yang diakibatkan oleh kelainan


neurologis progresif yang menyerang pusat otak yang bertanggung jawab
terhadap kontrol dan regulasi gerakan. Terjadi penipisan dopamin dalam substansi
nigra dan korpus stratum karena proses degenerasi. Kondisi ini megakibatkan
gejala khas bradikinestesia (melambatnya gerakan), tremor, dan rigiditas
(kekakuan otot).
2.3.2 Etiologi
Parkinson merupakan suatu kondisi neurodegeneratif yang progresif
akibat kematian sel-sel dopaminergik/sel-sel otak pada substansia nigra (Prof.
Zullies). Suatu kelmpok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Dan penyebab kematian sel-sel
SNcbelum diketahui dengan pasti tetapi faktor-faktor yang kemungkinan menjadi
penyebab adalah : genetic, lingkungan, umum, ras, cedera, kranioserebral, stress
emosional (Sudoyo Aru).
A. Primer/idiopatik
1. Penyebab tidak diketahui
2. Sebagian besar merupakan penyakit Parkinson
3. Ada peran toksin yang berasal dari lingkungan
4. Ada peran faktor genetic, bersifat sporadic
B. Sekunder atau akuisita
1. Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat
2. Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)
3. Terpapar kronis oleh toksin
4. Efek obat
5. Pasca stroke (vascular)
6. Lain-lain : hipotiroid, hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus
bertekanan normal.
C. Sindrom Parkinson plus : timbul bersama dengan gejala neurologi
D. Kelainan degenerative diturunkan (heredode generative disorder)
2.3.3 Klasifikasi
Penyakit Parkinson dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu :
Tingkat I Tingkat awal :
a. Kerusakan pada sebelah tungkai
dan lengan
b. Sedikit kelemahan
c. Tangan dan lengan bergetar
Tingkat II Tingkat ringan :
a. Kerusakan pada kedua belah
tungkai dan lengan
b. Wajah sepert berkedok
c. Gaya berjalan diseret dan pelan
Tingkat III Tingkat sedang :
Gangguan berjalan makin meningkat
Tingkat IV Cacat berat :
a. Akinesia
b. Rigidity
Tingkat V Ketergantungan penuh

2.3.4 Manifestasi Klinis


Gejala Parkinson dapat muncul pada usia berapapun, tetapi onset rata-rata gejala
terjadi pada usia 60 tahun dan jarang ditemukan pada usia 30 tahun.
Penyakit Parkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut :
A. Tremor
Tremor biasanya bermula disatu ekstermitas atas dan kemudian melibatkan
ekstermitas bawah pada sisi yang sama, beberapa waktu kemudian sisi lainnya
juga terlibat dengan urutan yang serupa. Kepala,bibir dan lidah sering tidak
terlibat, atau terlibat pada stadium penyakit yang lanjut. Frekuensi tremor
parkinson berkisar antara 4-7 gerakan pemenit. Tremor terutama timbul bila
penderita dalam keadaan istirahat dan dapat ditekan untuk sementara bila
ekstermitas digerakan. Sering dapat dihentikan sebentar bila diusahakan.
Tremor jadi bertambah hebat dalam keadaan emosi dan menghilang bila tidur.
B. Rigiditas
Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstermitas atas, dan hanya
terdeteksi pada gerakan pasif. Biasanya lebih jelas bila pergelangan di fleksi
dan ekstensi secara pasif dan pronasi serta supinasi lengan bawah secara pasif.
Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga
memberikan tahanan bila persendian-persendian digerakan secara pasif.
Rigiditas merupakan peningkatan jawaban terhadap regangan otot pada otot
antagonis dan agonis. Salah satu gejala dini dari rigiditas ialah hilangnya
gerak asosiasi lengan bila berjalan. Meningkatnya tonus otot pada sindrom
parkinson disebabkan oleh meningkatnya aktivitas neuron motorik alfa.

C. Bradikinensia (gerakan menjadi lamban, hilang secara spontan)


Pada bradikinensia, gerakan voluntar menjadi lamban dan memulai suatu
gerakan menjadi sulit. Didapatkan berkurangnya gerak asosiatif bila berjalan.
Sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lamban mengenakan
pakaian, lambat mengambil suatu obyek. Ekspresi atau mimik muka
berkurang (seolah muka topeng). Bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi
lambat. Gerak halus sewaktu menulis atau mengerjakan benda-benda
berukuran kecil menjadi sulit dan menghilang. Bradikinensia merupakan hasil
dari gangguan integrasi pada impuls optik, labirin, proprioseptik, dan impuls
sensorik lainnya di ganglia basal, ini mengakibatkan berubahnya aktivitas
refleks yang mempengaruhi neuron motorik, gamma dan alfa.
D. Migrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan tangan secara gradual
menjadi kecil dan rapat.
E. Sikap parkinson
Bradikinensia mengakibatkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit
parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut, sikap penderita dalam fleksi, kepala
difleksi ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung ke depan,
dan lengan tidak melengkung bila berjalan.
F. Bicara
Rigiditas dan bradikinensia otot pernapasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan
volume kecil, yang khas pada penyakit parkinson.
G. Disfungsi autonom
Dapat terjadi disfungsi autonom karena berkurangnya secara progresif sel-sel
neuron di ganglia simpatis. Ini mengakibatkan keringat berlebihan, gangguan
spingter terutama inkontenesia dan hipotensi ortostatik.
H. Hypokinase (berkurangnya gerakan)
I. Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol
J. Dysatria (kesulitan bicara karena kelumpuhan otot)
K. Dysphagia (kesulitan menelan)

L. Demensia
Penderita penyakit parkinson idiopatik banyak yang menunjukkan perubahan
status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospasial merupakan
defisit kognitif yang sering dilaporkan pada penyakit parkinson. Gangguan mental
ini dapat pula disertai halusinasi visual atau auditoar dan waham.
2.3.5 Patofisiologi
Penyakit parkinson diakibatkan oleh pembusukan dopaminergik neurons
di dalam substansia nigra, bagian dari basal ganglia yang menhasilkan dan
menyimpan neurotransmitter dopamine. Substansi nigra memainkan suatu peran
kritis di dalam extrapyramidal sistem motor, yang mana bertanggung jawab untuk
mengendalikan postur dan koordinasi dan pergerakan volunter.

Basal ganglia menjadi anggota caudate nucleus, putamen, dan globus


pallidus. Di bawah ini adalah strukturdari nucleus yang Lebih kecil, termasuk,
nucleus yang subthlamic, nukleus merah, dan substansia nigra. Secara normal
rangsangan basal ganglia mengakibatkan perbaikan dari aktivitas motor volunter
melalui keseimbangan neurotransmitters acetylcolin dan dopamin.

Dopamine, yang mana diproduksi oleh substansia nigra, diteruskan kepada


putamen dan caudate nucleus dan mempunyai suatu efek yang bersifat mencegah
pergerakan. Acetylcholine, yang mana diproduksi sepanjang seluruh basal
ganglia, mempunyai suatu excitatory yang mempengaruhi pergerakan.
Pembusukan substansia nigra mengakibatkan ketidak seimbangan excitatory
acetylcholin dan bersifat mencegah dopamin. Penghabisan dopamin yang relatif
itu mengakibatkan dominasi oleh aktivitas cholinergic, menimbulkan karakteristik
gejala kekakuan otot, tremor, dan bradykinesia (melambatnya gerakan).
Pathway
Usia,Arteriosklerosis, Dopamine menipis dalam substansi kehilangan kelola
Post ensefalitis,induksi nigra dan korpus striatums dari substansi niga
Obat,keracunan logam
Globus palidus
Mengeluarkan
Impuls yang
abnormal

aliran darah serebral kerusakan control gerakan volunteer tidak melakukan


Regional menurun yang memiliki ketangkasan sesuai hibisi terhadap
Dan gerakan otomatis teks piramidalis dan
Ekstrapiramidalis

Manisfestasi gangguan N. VIII gangguan N.III tremor gang- manifestasi


psikiatrik ritmik guan otonom
regreditas desere- gangguan kon- bradi N. IX
perubahan rasi traksi otot-otot kinesia X berkeringat
kepribadian bola mata kulit ber-
psikosis, perubahan gaya perub sulit minyak,
demensia dan kon- berjalan,kekakuan gangguan kon- wajah me- dermatitis,
fusi akut dlm beraktivitas vergensi dan nelan rasa lelah
sikap berlebihan
kognitif menurun perub hambatan pandangan tubuh Nutrisi
persepsi menurun aktivitas mobilitas kabur Kurang
fisik fisik gangguan
Dari
kerusakan umum perub citra
Kebutu
komunikasi verbal persepsi tubuh
han
konstipasi sensori
Koping individu
tdk efektif
Resiko
jatuh
2.3.6 Penatalaksanaan
A. Terapi Obat-Obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
1. Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan
pergerakan, mengontrol tremor dan kekakuan.
2. Carbidopa/levodopa
Merupakan preparat yang paling efektif untuk menghilangkan gejala
Derivat dopamin-agonis-ergot berguna jika ditambahkan kedalam
levodopa untuk mempelancar fluktasi klinis.
3. Obat-obat antihistamin untuk menghilangkan tremor.
Preparat antivirus, Amantandin hidroklorida,digunakan untuk mengurangi
kekakuan,tremor dan bradikinestesia.
4. Inhibitor MAO untuk menghambat pemecahan dopamine
5. Obat-obat antidepresan
6. Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar
diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi
(malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu
mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas,
cairan dan beberapa obat.
B. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.
Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan
diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi
fisik pada penyakit Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis
terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya
perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya. Latihan fisik yang
teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga
dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of
motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi,
mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
C. Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment (LSVT).
LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara.
D. Terapi Gen
Penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan
penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang
disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan
untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase
(GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA
bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
E. Pencangkokan Syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel
sistem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai
dilakukan.

2.4 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : riwayat medis dan pembedahan yang lain (lamanya tanda-
tanda dan gejala-gejala (lambat kemudian berkembang secara progressive)
kelemahan dan mudah lelah, berkeringat, konstipasi, kesulitan untuk berkemih,
kesulitan untuk menelan, keram otot dan kegelisahan
2. Pengkajian fisik : Tremor, kekakuan pada otot rangka, wajah topeng dan kurang
ekspresi, ekspresi wajah tampak kesakitan bila membuka mulut, mata berputar,
meningkat sekresi air mata dan saliva, rendah tonus suara, mengeluarkan liur,
monotonous, ketidak mampuan duduk tegak, mempertahankan keseimbahangan
atau koordinasi.
3. Psikososial : usia, jenis kelamin, pekerjaan, gaya hidup, mekanisme koping yang
bisa digunakan, penerimaan/ adaptasi terhadap perubahan tubuh, peran dan
tanggung jawab yang biasa dilakukan.
4. Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang proses penyakit dan
pragnosa, kesulitan untuk mobilisasi, makan dan kebersihan perseorangan,
pengobatan, tingkat pengetahuan, membaca dan berlajar.
B. Diagnosa
1. Resiko cidera berhubungan dengan tremor, kekakuan, terganggu koordinasi dan
keseimbangan.
2. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan keterbatasan mobilitas.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan fleksibilitas otot/sendi.
4. Perubahan dalam nutrisi kurang dari dibutuhkan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan, terbatasan untuk makan sendiri.
5. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol
bladder.
6. Perubahan eliminasi feses: konstipasi berhubungan dengan kurang pemasukan
cairan, diet dan immobilisasi.
7. Koping individu tidak efektif berhubugan dengan hilangnya secara nyata fungsi
tubuh.
8. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan, prognosa dan hasil yang
dicapai.
C. Intervensi
DX Tujuan Intervensi
1 Klien akan bebas dari 1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan untuk
bahaya cidera. menetapkan kemungkinan terjadinya cidera.
2. Bantu ambulasi sebagaimana kebutuhan dengan
memberikan perlindungan tangan, lengan atau
memberikan besi pengangan untuk klien, instruksikan
untuk mengayunkan tangan seperti biasa bila
memungkinkan dan melihat lurus ke depan.
3. Berikan tongkat, walker,kursi roda sebagaimana
kebutuhan untuk ambulasi, konsultasikan ke fisioterapi
sebagaimana kebutuhan.
4. Instruksikan untuk menggunakan lampu panggil bila
ingin meminta
5. Evaluasi keadaan rumah dan diskusikan dengan klien,
keluarga untuk kemungkinan bahaya, mialnya penerangan
yang kurang , bantu untuk memodifikasi lingkungan
dengan pegangan tangan.
6. Anjurkan untuk menluangkan waktu mobilisasi ke kamar
mandi.
7. Anjurkan untuk tidak menggunakan sepatu yang mudah
terpeleset.
2 Klien akan 1. Kaji fungsional motorik untuk menetapkan kemungkinan
adanya resiko kerusakan kulit.
mempertahankan
2. Monitor kulit klien, meliputi keutuhan, warna, tempratur,
keutuhan kulit kekeringan/kelemahan, turgor.
3. Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit, dimana
lingkugan yang lembab dapat menimbulkan kerusakan
kulit.
4. Anjurkan atau bantu merubah posisi sesering mungkin,
pemijatan pada kulit dan tulang yang menonjol
mengurangi tekanan dan meningkatkan sirkulasi.
5. Gunakan alat bantu untuk memcegah tekanan sesuai
kebutuhan.
3 Klien akan ambulasi: 1. Kaji fungsi motorik untuk menetapkan kemapuan dan
akan menggerakan keterbatasa.
sendi secara mudah 2. Tetapkan derajat ambulasi (ketergantungan dan
dan fleksibilitas kemandirian).
secara maksimum. 3. Konsultasikan kepada fisioterapi untuk mendapatkan alat
bantu mobilisasi dan atau latihan yang mempengaruhi
otot.
4. Lakukan atau intruksikan klien atau keluarga untuk
melakukan latihan pergerakan sendi (ROM)
5. Konsultasikan kepada occupational therapist untuk melatih
taangan atau lengan.
6. Bantu klien atau anjurkan untuk mengganti posisi sendiri
setiap 2 ja.
7. Bantu dengan ambulasi sebagimana kebutuhan untuk
keamanan.
8. Anjurkan untuk memaksimumkan kemudaian bila
memungkinkan.
4 klien akan 1. Tetapkan kemampuan klien untuk mendeteksi
memepertahankan kemungkinan aspirasi
status nutrisi dan 2. Monitor pemasukan dan pengeluaran diet untuk
pemasukan cairan menetapkan adanya kekurangan
secara optimal 3. Berikan posisi yang nyaman untuk memudahkan makan
dan mencegah aspirasi selama makan dengan bagian
kepala tempat tidur di tinggikan atau di dudukan
4. Kaji makanan yang di sukai dan tidak disukai untuk
memotivasi pemasukan yang adekuat
5. Monitor BB setiap hari
5 klien akan 1. Monitor pemasukan dan pengeluaran
mengosongkan 2. Kaji karakter urin untuk menetapkan kosentrasi
kandung kemih 3. Palpasi bladder untuk memastikan adanya distensi
4. Tetapkan kemampuan klien untuk menggunakan lampu
panggil, menggunakan urinal, berjalan ke kamar mandi
5. Kumpulkan bahan untuk memeriksa urinalisa atau kultur
dan sensitivitas
6 klien akan 1. Tetapkan pemasukan nutrisi yang biasa dilakukan untuk
mengeluarkan feses mencegah perubahan BAB
secara teratur 2. Anjurkan untuk banyak minum dan makan tinggin serat
jika dapat di toleransi
3. Bantu dengan mobilisasi dan meningkatkan aktivitas,
instruksikan keluarga tentang pentingnya latihan untuk
merangsang peristaltic
4. Berikan pelembek feses, laxative bentuk serat, suppositoria,
enema sesuai kebutuhan,evaluasi efektifitasnya
7 klien akan 1. Kaji kemampuan koping klien
memfokuskan 2. Gali perasaan dan ketakutan seperti jatuh, hilangnya
kemampuan dan control,ketergantungan, isos, perubahan ekspresi wajah
ketiddakmampuannya 3. Anjurkan untuk mengungkapkan secara verbal tentang
gambaran masa mendatang
4. Anjurkan untuk melakukan pekerjaan, hobby, rekreasi
5. Konsultasikan dengan ahli mental untuk membantu
program terapi medis
6. Hargai kemampuan, bantu untukmefokuskan pada apa yang
dapat klien lakukan/tidak
8 Klien akan 1. Tetapkan pengetahuan yang ada dari kllien/keluarga
memperlihatkan tentang penyakit
pengetahuan yang 2. Kaji kemampuan belajar klien
adekuat tentang 3. Berikan informasi tertulis tentang penyakit
penyakit parkinson 4. Yakinkan klien perlunya tindakan lanjut medic
5. Bantu mengembangkan kegiatan sehari-hari
6. Konsultasikan klien pada pusat rehabilitasi jika perlu
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Parkinson adalah suatu
penyakit kronis yang diakibatkan oleh kelainan neurologis progresif yang menyerang
pusat otak yang bertanggung jawab terhadap kontrol dan regulasi gerakan. Terjadi
penipisan dopamin dalam substansi nigra dan korpus stratum karena proses degenerasi.
Kondisi ini megakibatkan gejala khas bradikinestesia (melambatnya gerakan), tremor,
dan rigiditas (kekakuan otot).
Penyebab yang pasti dari penyakit Parkinson (parkinsonism) tidak diketahui. Dalam
banyak kasus, penyebabnya adalah idiopathie. Bagaimanapun, gejala atau parkinsonism
sekunder berhubungan dengan berbagai gangguan pada sistem saraf seperti bahan
beracun, tumor otak di dalam basal ganglia, trauma cerebral, infeksi/peradangan,
pengapuran pembuluh darah cerebral, dan induksi obat.

3.2 Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,
penatalaksanaan dari penyakit Parkinson ini, agar dalam menjalankan proses keperawatan
dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga
mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien dengan kelainan
persarafan. Selain itu Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi
seminar dan membaca dari berbagai sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Feriyawati, Lita. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot
Rangka. Medan: Fakultas Kedokteran USU.
Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung: Yrama
Widya.
Nanda Internasional. 2009-2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Mediacton Jogja: Jogjakarta
Nur, Iis. 2013. Sistem Saraf Pada Manusia. Bandung: Sekolah Tinggi Farmasi.
Prince & Wilson Lorraine M. 2005: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai