Anda di halaman 1dari 33

PATHOFISIOLOGI DALAM KEBIDANAN

PATOFISIOLOGI NEUROVASKULER DAN SISTEM SYARAF

disusun oleh :

B5

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas karunianya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi Neurovaskuler Dan
Sistem Syaraf “.

Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dosen


pembimbing dan beberapa sumber yang telah membantu dalam proses pembuatan
makalah ini. Semoga Allah mengganti budi baik itu dengan balasan yang berlipat.

Jika dalam makalah ini terdapat kekurangan atau penyajian yang kurang
tepat, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya karena keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki penulis. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Oktober 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem Saraf Pusat (SSP) memiliki kriteria yang sama dengan organ tubuh
lainnya yaitu kerjanya sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk
nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah ke otak
merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah
yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua arteria, yaitu a.carotis
interna dan a.vertebralis yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk
sirkulus arteriosus willisi (Price & Wilson, 2006).
Stroke adalah penyakit fungsional otak fokal maupun global akut
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya
tanpa peringatan; dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau bahkan
sampai berujung pada kematian; akibat gangguan aliran darah ke otak karena
perdarahan ataupun non perdarahan (Junaidi, 2005). Tanda-tanda klinis pada
penyakit stroke berkembang cepat dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler (PERDOSSI, 2011)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa itu gangguan sistem saraf ?
2. Ada berapa saja jenis-jenis gangguan sistem saraf ?
3. Apa-apa saja Diagnosa pada gangguan sistem saraf Stroke dan bell's palsy?
4. Bagaimana penanganan pada gangguan sistem saraf Stroke dan bell's palsy?

C. Tujuan Penulisan

3
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengerti apa itu gangguan sistem saraf
2. Mengetahui ada berapa saja jenis-jenis gangguan sistem saraf
3. Mengetahui apa-apa saja diagnosa pada gangguan sistem saraf Stroke dan
bell's palsy
4. Mengetahui bagaimana penanganan pada gangguan sistem saraf Stroke dan
bell's palsy?

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Gangguan Sistem Saraf


Jaringan saraf merupakan jenis keempat dari jaringan dasar. Terdapat
hamper di seluruh tubuh sebagai jaringan komunikasi. Dalam melaksanakan
fungsinya jaringan saraf mampu menerima rangsang dari lingkungannya,
mengubah rangsang tersebut menjadi impuls, meneruskan impuls tersebut menuju
pusat dan akhirnya pusat akan memberikan jawaban atas rangsang tersebut.
Rangkaian kegiatan tersebut dapat terselenggara oleh karena bentuk sel saraf yang
khas yaitu mempunyai tonjolan yang panjang dan bercabang-cabang. Selain
berkemampuan utama dalam merambatkan impuls, sejenis sel saraf
berkemampuan pula untuk bersekresi seperti halnya sel kelenjar endokrin. Sel
saraf mensekresikan hormon melatonin untuk perkembangan reproduksi dan
siklus fisiologis sehari-hari. Komponen jaringan saraf terdiri atas sel saraf dan sel
penyokong.

Sel Saraf
Sel saraf dinamakan pula sel neuron, berbeda degan sel-sel dari jaringan
dasar lainnya karena adanya tonjolan-tonjolan yang panjang dari badan selnya.
Berperan dalam menghantarkan dan memproses informasi, yaitu dengan
menjalankan fungsi sistem saraf seperti mengingat, berfikir, dan mengontrol
semua aktivitas tubuh. Bagian sel saraf secara umum terdiri atas nukleus, badan
sel, dendrit, lapisan mielin, akson, ujung-ujung saraf, neurilema, dan nodus
ranvier.

5
1. Bagian Sel Saraf

Gambar 2.1 Sel saraf


1) Nukleus. Terletak di dalam badan sel. Protoplasma sel saraf
terdapat granula yang disebut nissl bodies. Berfungsi sebagai
pengendali sel saraf.
2) Dendrit. Bagian sel saraf yang merupakan percabangan pendek
tempat impuls saraf masuk ke dalam sel.Berfungsi sebagai serabut
yang menghantar impuls-impuls ke badan sel. Dendrit pada sel
saraf sensorik lebih panjang dibandingkan dengan sel saraf motorik.
3) Badan sel. Berfungsi sebagai tempat melekatnya akson dan dendrit.
Tempat sintesis dan integrasi impuls saraf. Sering disebut juga
dengan soma atau perikaryon.
4) Akson/neurit. Disebut juga silinder aksis. Berupa serat tunggal
tempat impuls keluar dari sel. Panjang akson mulai dari beberapa
millimeter hingga beberapa sentimeter tergantung tipe sel saraf
tersebut. Berfungsi sebagai serabut yang menghantar impuls keluar
dari sel. Akson pada sel saraf ne
5) Lapisan mielin. Myelin sheath. Merupakan lapisan lemak tipis
yang menyelubungi akson dan beberapa dendrit(pada umumnya).
Berfungsi sebagai isolator, sebagai pelindung serabut saraf dari
tekanan dan cedera. Selain itu, mielin juga berfungsi sebagai
penyekat serabut saraf sehingga impuls-impuls tidak ditransmisikan
ke saraf yang berdekatan atau jaringan terdekat tanpa melalui ujung
serabut. Lapisan mielin pada beberapa artikel penelitian
menjelaskan bahwa memiliki fungsi sebagai penyimpan ingatan.
6) Neurilema. Jaringan penyambung yang berada tepat diatas lapisan
myelin. Neurilema adalah lapisan terluar sel saraf.
7) Nodus ranvier. Bagian sel saraf yang tidak mengandung lapisan
mielin akibat tertekannya lapisan lemak tersebut. Akibatya, nodus
ranvier sendiri bukanlah sebuah struktur dari sel saraf. Nodus
ranvier hanyalah penunjuk atau penanda bahwa bagian tersebut
terjadi pembelokan akibat tidak adanya lapisan mielin diantaranya.
Hal ini mengakibatkan hanya neurilema saja yang membungkusnya.
Berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran nutrien dan bahan-
bahan sisa serta mempercepat impuls yang ada.
8) Akson hillock. Bagian akson yang melebar.

2. Macam-Macam Sel Saraf


Sel saraf berdasarkan fungsinya terdiri atas tiga macam yaitu
sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf intermediet atau
interneuron.
1) Sel saraf sensorik. Pada umumya terhubung dengan sel reseptor.
Sel saraf sensorik sudah tentu merupakan bagian terpenting dari 5
indera yang dimiliki oleh manusia. Sel saraf sensorik merupakan
tipe neuron unipolar.
2) Sel saraf motorik. Pada umumnya terhubung dengan efektor
seperti otot. Sel saraf motorik merupakan bagian dari sistem saraf
yang mengakibatkan kita mampu bergerak berdasarkan perintah
dari otak ataupun bagian pengendali lainnya. Sel saraf motoric
merupakan sel saraf multipolar.
3) Sel saraf interneuron. Berfungsi sebagai penghubung antara sel
saraf motorik dan sel saraf sensorik. Sel saraf interneuron
merupakan sel saraf bipolar.

7
Gambar 2.2 Tipe-tipe sel saraf
2.1.2 Sel Penyokong
Sel penyokong yang biasa disebut juga dengan neuroglia merupakan
jaringan pengisi. Sering juga disebut dengan sel glia. Meliputi semua
komponen jaringan saraf yang tidak ikut berperan dalam merambatkan
impuls saraf, tetapi bukan jaringan pengikat oleh karena berasal dari
jaringan ektoderm. Berperan sebagai penopang structural dan nutrisional
bagi neuron, isolasi elektrikal, dan menaikkan konduksi impuls di sepanjang
akson. Jaringan pengisi dibedakan untuk sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi.
1. Sel Glia pada Sistem Saraf Pusat
1) Astrocytes. Memiliki ukuran paling besar, bentuk sferis, tidak
teratur, fungsi utama nya yaitu untuk memberi sokongan struktur
sel, memberi nutrisi, membentuk barrier darah-otak.
2) Oligodendrocytes. Memiliki jumlah paling banyak. Berfungsi
untuk membentuk myelin pada sistem saraf pusat.
3) Sel ependima. Merupakan neuro epitel. Terdapat dalam ventrikel
otak. Berfungsi sebagai penghasil cairan serebrospinal dan
perlindungan nutrisi sel.
4) Mikroglia. Memiliki ukuran paling kecil. Berfungsi sebagai
komponen fagositik, yaitu melindungi sel dari pengaruh luar.
8
Gambar 2.3 Sel penyokong pada sistem saraf pusat
2. Sel Glia pada Sistem Saraf Tepi
1) Sel schwann. Terdapat disepanjang akson. Berfungsi sebagai
penghasil myelin pada sel saraf tepi, maka membantu
meningkatkan konduksi impuls saraf.
2) Sel satelit. Merupakan sel penyokong pada sel saraf tepi.

2.2 Sinapsis (Jeahani Trisya 157)

Sinapsis atau sinaps adalah titik pertemuan satu neuron dengan neuron
berikutnya. Fibril yang membentuk akson memiliki ujung yang tipis dan
melebar yang disebut end feet yang dekat dengan dendrit atau badan sel
neuron lain akan tetapi tidak bersentuhan. Fibril tersebut memungkinkan
hantaran impuls saraf pada satu arah saja.kantong pada ujung akson disebut
dengan bulbus akson yang terdapat neurotransmitter di dalamnya. Neuro
transmitter berperan dalam penyampaian impuls saraf pada sinapsis.
Neurotransmitter mengandung asetilkolin yang berfungsi untuk
menyebrangkan impuls dan mengandung enzim kolinestrase yang
berfungsi sebagai penyetop kerja otot supaya beristirahat.
9
2.2.1 Komponen Sinaps
1. Membran presinaps. Letaknya berdektan dengan sel asal
impuls,mengandung penebalan padat elektron, saat stimulasi
akan mengeluarkan neurotransmitter.
2. Celah sinaptik. Celah berisi cairan. Letaknya diantara membran
presinaps dan membrane postsinaps. Merupakan media yang
menghantarkan neurotransmitter ke membrane postsinaps.
3. Membran postsinaps. Merupakan penebalan membrane plasma
pada sel target.
Gambar 2.4 Sinapsis

2.2.2 Macam-Macam Sinaps


1. Axodentric. Pertemuan akson dengan dendrit.
2. Axosomatic. Pertemuan antara akson dengan badan sel saraf.
3. Axoaxonic. Pertemuan antara akson dengan akson.

2.3 Saraf Perifer dan Struktur Mikroskopisnya (Ellania R. 156 & Novela R.
002)

2.3.1 Struktur Mikroskopis Saraf Perifer


Susunan saraf perifer terdiri dari neuron, sel penunjang, saraf, dan
akson yang terletak di luar susunan saraf pusat. Susunan ini mencakup
saraf kranialis dan saraf spinalis. Saraf di susunan saraf perifer
mengandung akson motorik dan sensorik. (Eroschenko, 2008)
10
1. Lapisan Jaringan Ikat di Susunan Saraf Perifer
Pada susunan saraf perifer, terdapat beberapa lapisan
jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat yang paling luar adalah
epineurium yang menyatukan semua fasikulus. Suatu lapisan
jaringan ikat di dalamnya adalah perineurium membungkus
beberapa fasikulus saraf. Di dalam setiap fasikulus terdapat
akson-akson dan sel Schwann. Setiap akson yang berkaitan
dengan sel Schwann dibungkus oleh endoneurium. (Eroschenko,
2008)

Gambar 2.5 Lapisan Epineurium, Perineurium, Endoneurium


2. Saraf Perifer dan Pembuluh Darah

Gambar 2.6 Saraf Tepi


Pada potongan melintang di atas terlihat sejumlah
fasikulus saraf (1) dan pembuluh darah di dekatnya. Setiap
fasikulus saraf dikelilingi oleh perineurium (5) yang menyatu
dengan jaringan ikat interfasikularis (9). Dari perineurium

11
terbentuk lapisan paling dalam yaitu endoneurium.
(Eroschenko, 2008)
Terdapat banyak inti sel Schwann (2). Sel Schwann
membentuk selubung mielin pada susunan saraf perifer.
(Eroschenko, 2008)
3. Selubung Mielin dan Nodus Ranvier

Gambar 2.7 Serat Saraf Bermielin


Pada gambar di atas, selubung mielin (1) tampak
sebagai pita hitam tebal yang membungkus akson (2) di
bagian tengah yang lebih terang. Pada interval beberapa
milimeter, selubung mielin tampak terputus di antara sel-sel
Schwann yang berdekatan. Bagian yang terputus ini disebut
nodus Ranvier (4). Fungsi nodus Ranvier adalah sebagai
loncatan untuk mempercepat impuls saraf. (Eroschenko,
2008)

2.3.2 Saraf Perifer


Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang menghubungkan
semua bagian tubuh dengan sistem saraf pusat. Sistem ini terdiri dari
jaringan saraf yang berada di bagian luar otak dan medulla spinalis (sumsum
tulang belakang) seperti daerah kulit, dan indra lainnya. Sistem ini juga
mencakup saraf kranial yang berasal dari otak, saraf spinal yang berasal
dari medulla spinalis, ganglia, reseptor sensorik yang berhubungan, dan

12
sistem saraf otonom yang mempunyai dua divisi utama: sistem saraf
simpatis (torakolumbar) dan sistem saraf parasimpatis (kraniosakral)
(Sloane, 2003).
Susunan saraf tepi terdiri dari neuron, sel penunjang, saraf (sensorik
dan motorik) dan akson yang terletak di luar susunan saraf pusat. Saraf
(sensorik & motorik) atau reseptor terletak pada organ, bertugas mendeteksi
perubahan lingkungan luar atau dalam tubuh, serta mengkomunikasikannya
pada sistem saraf pusat melalui saraf sensorik aferen. (Atlas histologi
difiore, 2008)
Mekanisme sistem saraf berdasarkan jenisnya. Berikut merupakan
jenis-jenis dari saraf tepi yang terbagi menjadi dua yaitu sistem sistem saraf
tepi terdiri dari sistem saraf sadar (somatic) dan sistem saraf tak sada
(otonom).

1. Sistem Saraf Sadar (Somatik)


Sistem saraf sadar disusun oleh serabut saraf otak (saraf
kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak dan serabut saraf
sumsum tulang belakang (saraf spinal), yaitu saraf-saraf yang keluar dari
sumsum tulang belakang (Sloane, 2003). Saraf otak dikhususkan untuk
daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke
bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus
membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya
sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus
merupakan saraf otak yang paling penting. (Sloane, 2003)
1) Saraf Kranial
Mekanisme saraf tepi terlihat dari 12 pasang saraf kranial yang
terdiri dari :
(1) Saraf Kranial I (Olfactorius)
Saraf Kranial I (olfactorius) merupakan saraf sensorik. Berfungsi
untuk penciuman, sensori menerima rangsang dari hidung, dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau II.
13
Mekanisme:sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dan dari sinilah traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial
sisi yang sama.
(2) Saraf Kranial II (Opticus)
Saraf Kranial II (Opticus) adalah saraf sensorik. Berfungsi
untuk penglihatan, input refleks focusing, dan konstriksi pupil di
limbic, sensori menerima rangsang dari mata, serta menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual III. Mereka saraf
optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar
otak untuk membentuk kiasma optikum, Serabut-serabut dari lapangan
visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua
nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus
menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang
berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna
dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.Dalam perjalanannya
serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran
atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari
lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.
14
(3) Saraf Kranial III (Okulomotorius)
Saraf Kranial III (Okulomotorius) adalah saraf motoric
Berfungsi pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil, dan
memfokuskan lensa. Saraf ini mengontrol sebagian besar gerakan
mata, konstriksi pupil, dan mempertahankan saraf motoric Berfungsi
sebagai pergerakan bola mata ke bawah. merupakan satu-satunya saraf
kranial untuk keluar dari bagian punggung otak. Saraf troklearis
mensarafi otot obliks superior dan menghasilkan gerakan mata
depresi, rotasi internal dan sedikit abduksi.
(4) Saraf Kranial V (Trigeminus)
Saraf Kranial V (Trigeminus) adalah saraf motorik dan saraf
sensorik. Merupakan saraf yang bertanggung jawab untuk sensasi di
wajah dan motor berfungsi seperti menggigit dan mengunyah. Yang
terbesar dari saraf kranial, namanya ("trigeminal" = tri-, atau tiga dan -
geminus, atau kembar; tiga kali kembar) berasal dari fakta bahwa
setiap saraf trigeminal (satu di setiap sisi dari pons) memiliki tiga
besar cabang yang Terbagi atas saraf optalmik adalah saraf sensorik.
Berfungsi input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit kepala
bagian frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata.
Saraf maksilaris adalah saraf sensorik. Berfungsi: input dari dagu,
bibir atas, gigi atas, mukosa rongga hidung, palatum, faring. Saraf
mandibularis adalah saraf motorik dan sensorik. Berfungsi:sensorik
untuk input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah, kulit di bawah
dagu; motorik untuk mengunyah.

(5) Saraf Kranial VI (Abdusen)


Saraf Kranial VI (Abdusen) adalah saraf motorik.
Berfungsi : pergerakan mata ke lateral. Somatik eferen saraf yang,
pada manusia, mengontrol pergerakan otot tunggal, otot rektus
lateralis mata. abducens saraf meninggalkan batang otak di
persimpangan dari pons dan medula, medial ke saraf wajah. Untuk
15
mencapai mata, berjalan ke atas (superior) dan kemudian
membungkuk ke depan (anterior).
7) Saraf Kranial VII (Fasialis)
Saraf Kranial VII (Fasialis) adalah saraf motorik dan sensorik.
Berfungsi: sensorik untuk menerima rangsang dari bagian anterior
lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa; motoric untuk
mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah.
Mekanisme saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi
sensorik. Fungsi motorik berasal dari nukleus motorik yang terletak
pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medulla
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari nukleus sensorik yang muncul
bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke
lateral ke dalam kanalis akustikus interna.Serabut motorik saraf
fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah yang terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior, dan otot
platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian
anterior lidah.
(6) Saraf Kranial VIII(Vestibulocochlearis)
Saraf Kranial VIII(Vestibulocochlearis) adalah saraf
sensorik. Berfungsi vestibular untuk keseimbangan, sedangkan
cochlearis untuk pendengaran. Mekanism saraf vestibulokoklearis
terdiri dari dua komponen, yaitu serabut-serabut sensorik (aferen)
yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung
serabut-serabut sensorik (aferen) yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial, dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai
dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan
serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
16
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar
melewati batang dan serebelum.
(7) Saraf Kranial IX(Glossofaringeus)
Saraf Kranial IX(Glossofaringeus) adalah saraf motorik dan
sensorik. Berfungsi motorik untuk membantu menelan; sensorikuntuk
menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa. Mekanisme saraf glosofaringeus menerima
gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan
kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai
dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis
inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot
ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
(8) Saraf Kranial X (Vagus)
Saraf Kranial X (vagus) adalah saraf motorik dan sensorik.
Berfungsi sensori untuk menerima rangsang dari organ dalam; motorik
untuk mengendalikan organ-organ dalam XI.
Mekanisme nervus vagus meninggalkan anterolateral bagian
atas medula oblongata sebagai rangkaian dalam jalur oliva dan
pedunculus serebelaris inferior. Serabut saraf meninggalkan tengkorak
melalui foramen jugulare. Nervus vagus memiliki dua ganglia
sensorik, yaitu ganglia superior dan ganglio inferior. Nervus vagus
kanan dan kiri akan masuk rongaa toraks dan berjalan di posterior
radix paru kanan untuk ikut membentuk plexus pulmonalis.
Selanjutnya, nervus fagus berjalan ke permukaan posterior esofagus
dan ikut membentuk plexus esogafus. Nervus fagus kanan kemudian
akan didistrubusikan ke permukaan posterior gaster melalui cabang
celiaca yang besar ke duodenum, hepar, ginjal, dan usus halus serta
usus besar sampai sepertiga kolon transversum.
(9) Saraf Kranial XI(Aksesorius)
17
Saraf Kranial XI(Aksesorius) adalah saraf motorik.
Berfungsi motorik untuk mengendalikan pergerakan kepal. Saraf ini
dilengkapi saraf asesoris, yaitu saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius. Otot
sternokleidomastoideus yang berfungsi memutar kepala ke samping
dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
Mekanisme nervus asesoris merupakan saraf motorik yang dibentuk
oleh gabungan radix cranialis dan radix spinalis. Radix spinalis berasal
dari C1-C5 dan masuk ke dalam tengkorak melalui foramen magnum,
bersatu dengan saraf kranial membentuk nervus asesoris. Nervus
asesoris ini kemudian keluar dari tengkorak melalui foramen jugulare
dan kembali terpisah, saraf spinalnya akan menuju otot
sternocleidomastoid dan trapezius di leher yang berfungsi untuk
menggerakkan leher dan kepala, sedangkan saraf kranialnya akan
bersatu dengan vagus melakukan fungsi motorik brakial di faring,
laring, dan palate.
12) Saraf Kranial XII(Hipoglosus)
Saraf Kranial XII(Hipoglosus) adalah saraf motorik. Berfungsi
pergerakan lidah saat bicara dan mengunyah. Mekanismenya saraf
motoric menggerakan rangsang yang diterima ke otak kemudian
berproses mengendalikan pergerakan lidah saat berbicara dan juga
berfungsi menyalurkan serat saraf dari C1 yang berfungsi mensarafi
otot-otot tali.

2. Jenis-Jenis Gangguan Sistem Saraf


1. STROKE

Menurut WHO (World Health Organization), stroke


didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan
kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
18
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan
daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini
bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk. (Chris W.
Green dan Hertin Setyowati 2004)
Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf
akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak,
dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat
(dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal daerah otak yang terganggu.

2. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia,stroke merupakan penyakit nomor tiga yang


mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei
tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1di RS Pemerintah di
seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia punselalu
meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke
membutuhkan bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 %
membutuhkanbantuan orang lain untuk dapat berjalan kaki, dan 75
% kehilangan pekerjaan.
Menurut WHO (2011), Indonesia telah menempati
peringkat ke-97 dunia untuk jumlah penderita stroke
terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang
atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011.
Menurut data tahun 1990-an, diperkirakan ada 500.000 orang
penderita stroke di Indonesia, sekitar 125.000 diantaranya meninggal
atau cacat seumur hidup. Tetapi jumlah sebenarnya sulit diketahui
karena banyak yang tidak dibawa ke dokter karena ketiadaan biaya
atau jarak rumah sakit yang jauh dari tempat tinggal. Kasus stroke di
Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun
19
ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus
melonjak. Pada tahun 2004, b e b e r a p a penelitian di sejumlah
rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkanstroke
berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak
dibawake rumah sakit tidak diketahui jumlahnya (Kompas, 2008) Di
Bali jumlah penderita Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik
yang masuk ke RSUP Sanglah Denpasar tidak bisa dikatakan
sedikit.
Dari data catatan medik RSUP Sanglah Denpasar didapatkan
jumlah penderita stroke 2 tahun terakhir memang mengalami
penurunan, namun jumlah kasusnya masih tergolong banyak.
Pada tahun 2011 jumlah penderita stroke yang menjalani perawatan
adalah 848 orangdimana bila dirata-ratakan terdapat 71 kasus per
bulan. Sedangkan pada tahun 2012 menjadi 715 orang dimana bila
dirata-ratakan terdapat 60 kasus per bulan.

3. ETIOLOGI STROKE
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang
dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal
ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan
gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya
thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut; lumen
20
arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus,
kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan
dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental,
peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis
temporalis, poliarteritis nodosa.
- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau
traumatik).
- Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel
sabit).
b. Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung
reumatik, infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia
menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-
waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus
kecil. Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri,
menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium (tersering),
infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit
katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.

21
- Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio
karotis komunis, arteri vertrebralis distal.
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan
di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke
dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran,
dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema,
dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalam dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan
hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
e. Hipoksia lokal. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
(Muttaqin, 2011)

4. FAKTOR RESIKO STROKE


22
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable,
modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well
documented atau less well documented) (Goldstein,2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur
55 th, insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan
dengan adanya proses penuaan (degenerasi) yang terjadi secara
alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia pembuluh
darahnya lebih kaku karena adanya plak (atheroscelorsis).
b. Jenis kelamin
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini
mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok
ternyata dapat nerusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg
rendah (< 2500 g) ketika lahir
d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih
memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras
kulit hitam. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya
hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada
laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam
sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang
dengan riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa
riwayat stroke pada keluarganya. Gen berperan besar dalam
23
beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan
risiko stroke.

2. Bell’s Palsy
Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk
kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut,
yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan
neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy
kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara
mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa.
Menurut beberapa Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik,
laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan
penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor
dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2
tahun.
3. PATOLOGI
Hingga kini belum ada pesesuaian pendapat. akan tetapi ada
beberapa teori yang memiliki hubungan antara lain :
a) Teori Ischemia Vaskuler
Menurut teori ini terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke Nervus
Facialis, sehinnga terjadi Ischemia. Kemudian di ikuti dilatasi
kapiler dan premibilitas kapiler meningkat akibatnya terjadi
transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding
kapiler limfe hingga menutup. Selanjutnya, menyebabkan keluar
cairan yang lebih banyak dan menekan kapiler dan venula dalam
canalis facialis sehingga terjadi ischemia. Jika dibiarkan terus akan
menjadi sirkulus vitiosus.
24
b) Teori Infeksi Virus
Virus yang paling banyak menjadi penyebab adalah Herpes Simplex
Virus (HSV). Dikatakan Bell’s Palsy karena terjadi proses
reaktivitasi dari virus HSV tipe 1 sesudah terjadi akut primer, dalam
jangka waktu cukup lama dapat diam di dalam ganglion sensoris
reaktivasi ini terjadi jika daya tahan tubuh menurun sehingga terjadi
neutris dengan proses lebih lanjut di N.VII perifer.
c) Teori Immuniologi
Bell’s Palsy terjadi akibat reaksi immunology terhadap infeksi virus
yang timbul sebelum pemberian imunisasi. Berdasarkan teori ini
maka Bell’s Palsy diberikan pengobatan kortikosteroid dengan
tujuan untuk mengurangi inflamasi dan odema di dalam kanallis
fallopi dan juga sampai immunosuperessor.
Teori yang dianut saat ini yaitu teori vaskuler. Pada bell’s palsy
terjadi iskemi primer n. fasialis yang disebabkan oleh vasodilatasi
pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan dinding kanalis
fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain :
infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi
menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang
menimbulkan iskemi sekunder dengan akibat gangguan fungsi n.
fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen stilomastoideus
pada bell’s palsy bersifat akut oleh karena foramen stilomastoideus
merupakan Neuron Lesion bangunan tulang keras.

3. Diagnosa Pada Gangguan Sistem Saraf Stroke Dan Bell's Palsy


1. Sroke
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu
menegakkan diagnosis klien stroke meliputi:
a. Angiografi Serebri. Membantu menentukan penyebab dari stroke
secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture

25
dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
b. Lumbal Pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah
pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT Scan. Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari
Computerized Tomography scanning (CT-scan). Menurut penelitian
Marks, CT-scan digunakan untuk mengetahui adanya lesi infark di
otak dan merupakan baku emas untuk diagnosis stroke iskemik
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan, yaitu tidak dapat
memberikan gambaran yang jelas pada onset kurang dari 6 jam,
tidak semua rumah sakit memiliki, mahal, ketergantungan pada
operator dan ahli radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk
pemeriksaan rutin skirining stroke iskemik.( Widjaja, Andreas., dkk.
2010) yaitu Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
d. Magenetic Imaging Resonance (MRI). Dengan menggunakan
gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik.
e. USG Doppler. Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)

26
f. EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
liistrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Darah Rutin
h. Pemeriksaan Kimia Darah. Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali
i. Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
j. Pemeriksaan Elektrokardiogram berkaitan dengan fungsi dari
Jantung untuk pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan
penyebab stroke
k. Penggunan skala stroke NIH (National Institute Of Health) sebagai
pengkajian status neurologis pasien dengan stroke. Yaitu untuk
menentukan status defisit neurologis pasien dan penunjang stadium

2. Bell's Palsy
Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otototot wajah pada
satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari
(maksimal 7 hari). Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa
bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik.
Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis, berkurangnya produksi air mata,
hipersalivasi dan berubahnya pengecapan. Kelum-puhan saraf fasialis dapat
terjadi secara parsial atau komplit. Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari
dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit.
Dalam mendiagnosis kelum- puhan saraf fasialis, harus dibedakan
kelumpuhan sentral atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada
bagian bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena otot
dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan kontra lateral sedangkan
kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah. Derajat kelumpuhan saraf
fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim House-
27
Brackmann dan metode Freyss. Disamping itu juga dapat dilakukan tes
topografi untuk menentukan letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer,
reflek stapedius dan tes gustometri

4. Penanganan Pada Gangguan Sistem Saraf Stroke Dan Bell's Palsy


1. Stroke
Penatalaksanaan stroke hemoragik
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukkan klien ke unti perwatan saraf untuk dirwat di bagian
bedah saraf
c. Neurologis
 Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
 Kontrol adnaya edema yang dapat menyebabkan
kematian jaringan otak
d. Terapi perdarahan dan perwatan pembuluh darah
 Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis
kecil ‘
 Aminocaproid acid 100-150 ml% dalam cairan
isotonik 2 kali selama 3-5 hari, kemudian satu kali
selama 1-3 hari.
 Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4xperhari
IV; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudian
10.00 ATU x 2 perharu selama 5-10 hari
 Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV
sampai 10 hari
 Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum,
Ascorbicum
 Profilaksis Vasospasme

28
 Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml
(10 mg per hari IV diberikan 2 mg perjam
selama 10-14 hari)
 Awasi peningkatan tekanan darah sistolik
klien 5-20 mg, koreksi gangguan irama
jantung, terapi penyakit jantung komorbid.
 Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli
arteri pulmonal, luka tekan, cairan purulen
pada luka korne, kontraksi otot dini. Lakukan
perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan
pencegahan komplikasi
 Terapi infus, pemantauan AGD,
tromboembolisme arteri pulmonal,
keseimbangan asam basa, osmolaritas darah
dan urine, pemeriksaan biokimia darah
 Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus
tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi
maligna) atau osmotik diuretik (dua hari
sekali Rheugloman (Manitol) 15 % 200 ml IV
diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian
e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian
jaringan otak
f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

2. Bell's Palsy
Tujuan penatalaksanaan Bell’s palsy adalah untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah kelum-puhan parsial menjadi
kelumpuhan komplit, meningkatkan angka penyembuhan komplit,
menurunkan insiden sinkinesis dan kontraktur serta mencegah
kelainan pada mata. Pengobatan seharusnya dilakukan sesegera
29
mungkin untuk mencegah pengaruh psikologi pasien terhadap
kelumpuhan saraf ini. Disamping itu kasus Bell’s palsy membutuhkan
kontrol rutin dalam jangka waktu lama.
Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-
anak. Penyembuhan komplit dapat tercapai pada 85 % kasus,
penyembuhan dengan asimetri otot wajah yang ringan sekitar 10%
dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat.11 Bell’s palsy
biasanya dapat sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang mengalami
deformitas. Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa :
1. Regenerasi motorik inkomplit Ini merupakan deformitas
terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat terjadi akibat
penekanan saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi
wajah. Regenerasi saraf yang tidak maksimal dapat
menyebabkan kelumpuhan semua atau beberapa otot wajah.
Manifestasi dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi oral,
epifora dan hidung tersumbat
2. Regenerasi sensorik inkomplit Manifestasinya dapat berupa
disgeusia, ageusia atau disesthesia
3. Regenerasi Aberrant Selama regenerasi dan perbaikan saraf
fasialis, ada beberapa serabut saraf yang tidak menyambung
pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada
didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan
terjadinya gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter
(sinkinesis).
Pemeriksaan derajat kerusakan saraf fasialis menggunakan
sistem House-Brackmann didapatkan wajah masih simetris pada
keadaan istirahat, tonus saat istirahat normal, dahi pada sisi kanan
masih ada gerakan sedikit, mata kanan dapat tertutup sempurna
dengan usaha maksimal dan mulut pada sisi kanan terdapat
kelemahan ringan. Pada pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa

30
kelumpuhan saraf fasialis perifer kanan dengan House-Brackmann
(HB) derajat III.
Pemeriksaan fungsi saraf fasialis perifer kanan dengan
metode Freyss didapatkan nilai fungsi motorik otot-otot wajah 10,
tonus otot 12, sinkinesis 4, fungsi motorik pada gerakan emosi 1
dan tidak ditemukan hemispasme, total nilai 27. Untuk
pemeriksaan fungsi motorik ini didapatkan fungsi motorik terbaik
54%. Pemeriksaan topografi saraf fasialis dilakukan tes gustometri
dan tes Schirmer.

31
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jaringan saraf merupakan jenis keempat dari jaringan dasar.
Terdapat hamper di seluruh tubuh sebagai jaringan komunikasi. Dalam
melaksanakan fungsinya jaringan saraf mampu menerima rangsang dari
lingkungannya, mengubah rangsang tersebut menjadi impuls, meneruskan
impuls tersebut menuju pusat dan akhirnya pusat akan memberikan jawaban
atas rangsang tersebut.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang
terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu
dan keadaan penduduk.
Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk
kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang
penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada
sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan
meninggalkan gejala sisa.

B. SARAN
Gangguan sistem syaraf merupakan salah satu gangguan sistem yang
banyak diderita masyarakat sekarang ini, jenis gangguan yang paling
banyak diderita merupakan stroke dan bells palsy yang merupakan sama
sama melemahnya atau matinya sistem syaraf yang ada dalam tubuh. oleh
karena itu kita sebagai manusia harus selalu bisa menjaga kesehatan sistem
syaraf kita. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati.

32
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : salemba medika
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
Price,Sylvia dkk.2007. patofisiologi “Konep Klinis dan Proses Penyakit.
Volume 2.Edisi 6.Jakarta :EGC

33

Anda mungkin juga menyukai