disusun oleh :
B5
TAHUN 2019/2020
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas karunianya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi Neurovaskuler Dan
Sistem Syaraf “.
Jika dalam makalah ini terdapat kekurangan atau penyajian yang kurang
tepat, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya karena keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki penulis. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Saraf Pusat (SSP) memiliki kriteria yang sama dengan organ tubuh
lainnya yaitu kerjanya sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk
nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah ke otak
merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah
yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua arteria, yaitu a.carotis
interna dan a.vertebralis yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk
sirkulus arteriosus willisi (Price & Wilson, 2006).
Stroke adalah penyakit fungsional otak fokal maupun global akut
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya
tanpa peringatan; dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau bahkan
sampai berujung pada kematian; akibat gangguan aliran darah ke otak karena
perdarahan ataupun non perdarahan (Junaidi, 2005). Tanda-tanda klinis pada
penyakit stroke berkembang cepat dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler (PERDOSSI, 2011)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa itu gangguan sistem saraf ?
2. Ada berapa saja jenis-jenis gangguan sistem saraf ?
3. Apa-apa saja Diagnosa pada gangguan sistem saraf Stroke dan bell's palsy?
4. Bagaimana penanganan pada gangguan sistem saraf Stroke dan bell's palsy?
C. Tujuan Penulisan
3
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengerti apa itu gangguan sistem saraf
2. Mengetahui ada berapa saja jenis-jenis gangguan sistem saraf
3. Mengetahui apa-apa saja diagnosa pada gangguan sistem saraf Stroke dan
bell's palsy
4. Mengetahui bagaimana penanganan pada gangguan sistem saraf Stroke dan
bell's palsy?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sel Saraf
Sel saraf dinamakan pula sel neuron, berbeda degan sel-sel dari jaringan
dasar lainnya karena adanya tonjolan-tonjolan yang panjang dari badan selnya.
Berperan dalam menghantarkan dan memproses informasi, yaitu dengan
menjalankan fungsi sistem saraf seperti mengingat, berfikir, dan mengontrol
semua aktivitas tubuh. Bagian sel saraf secara umum terdiri atas nukleus, badan
sel, dendrit, lapisan mielin, akson, ujung-ujung saraf, neurilema, dan nodus
ranvier.
5
1. Bagian Sel Saraf
7
Gambar 2.2 Tipe-tipe sel saraf
2.1.2 Sel Penyokong
Sel penyokong yang biasa disebut juga dengan neuroglia merupakan
jaringan pengisi. Sering juga disebut dengan sel glia. Meliputi semua
komponen jaringan saraf yang tidak ikut berperan dalam merambatkan
impuls saraf, tetapi bukan jaringan pengikat oleh karena berasal dari
jaringan ektoderm. Berperan sebagai penopang structural dan nutrisional
bagi neuron, isolasi elektrikal, dan menaikkan konduksi impuls di sepanjang
akson. Jaringan pengisi dibedakan untuk sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi.
1. Sel Glia pada Sistem Saraf Pusat
1) Astrocytes. Memiliki ukuran paling besar, bentuk sferis, tidak
teratur, fungsi utama nya yaitu untuk memberi sokongan struktur
sel, memberi nutrisi, membentuk barrier darah-otak.
2) Oligodendrocytes. Memiliki jumlah paling banyak. Berfungsi
untuk membentuk myelin pada sistem saraf pusat.
3) Sel ependima. Merupakan neuro epitel. Terdapat dalam ventrikel
otak. Berfungsi sebagai penghasil cairan serebrospinal dan
perlindungan nutrisi sel.
4) Mikroglia. Memiliki ukuran paling kecil. Berfungsi sebagai
komponen fagositik, yaitu melindungi sel dari pengaruh luar.
8
Gambar 2.3 Sel penyokong pada sistem saraf pusat
2. Sel Glia pada Sistem Saraf Tepi
1) Sel schwann. Terdapat disepanjang akson. Berfungsi sebagai
penghasil myelin pada sel saraf tepi, maka membantu
meningkatkan konduksi impuls saraf.
2) Sel satelit. Merupakan sel penyokong pada sel saraf tepi.
Sinapsis atau sinaps adalah titik pertemuan satu neuron dengan neuron
berikutnya. Fibril yang membentuk akson memiliki ujung yang tipis dan
melebar yang disebut end feet yang dekat dengan dendrit atau badan sel
neuron lain akan tetapi tidak bersentuhan. Fibril tersebut memungkinkan
hantaran impuls saraf pada satu arah saja.kantong pada ujung akson disebut
dengan bulbus akson yang terdapat neurotransmitter di dalamnya. Neuro
transmitter berperan dalam penyampaian impuls saraf pada sinapsis.
Neurotransmitter mengandung asetilkolin yang berfungsi untuk
menyebrangkan impuls dan mengandung enzim kolinestrase yang
berfungsi sebagai penyetop kerja otot supaya beristirahat.
9
2.2.1 Komponen Sinaps
1. Membran presinaps. Letaknya berdektan dengan sel asal
impuls,mengandung penebalan padat elektron, saat stimulasi
akan mengeluarkan neurotransmitter.
2. Celah sinaptik. Celah berisi cairan. Letaknya diantara membran
presinaps dan membrane postsinaps. Merupakan media yang
menghantarkan neurotransmitter ke membrane postsinaps.
3. Membran postsinaps. Merupakan penebalan membrane plasma
pada sel target.
Gambar 2.4 Sinapsis
2.3 Saraf Perifer dan Struktur Mikroskopisnya (Ellania R. 156 & Novela R.
002)
11
terbentuk lapisan paling dalam yaitu endoneurium.
(Eroschenko, 2008)
Terdapat banyak inti sel Schwann (2). Sel Schwann
membentuk selubung mielin pada susunan saraf perifer.
(Eroschenko, 2008)
3. Selubung Mielin dan Nodus Ranvier
12
sistem saraf otonom yang mempunyai dua divisi utama: sistem saraf
simpatis (torakolumbar) dan sistem saraf parasimpatis (kraniosakral)
(Sloane, 2003).
Susunan saraf tepi terdiri dari neuron, sel penunjang, saraf (sensorik
dan motorik) dan akson yang terletak di luar susunan saraf pusat. Saraf
(sensorik & motorik) atau reseptor terletak pada organ, bertugas mendeteksi
perubahan lingkungan luar atau dalam tubuh, serta mengkomunikasikannya
pada sistem saraf pusat melalui saraf sensorik aferen. (Atlas histologi
difiore, 2008)
Mekanisme sistem saraf berdasarkan jenisnya. Berikut merupakan
jenis-jenis dari saraf tepi yang terbagi menjadi dua yaitu sistem sistem saraf
tepi terdiri dari sistem saraf sadar (somatic) dan sistem saraf tak sada
(otonom).
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI STROKE
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang
dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal
ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan
gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya
thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut; lumen
20
arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus,
kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan
dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental,
peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis
temporalis, poliarteritis nodosa.
- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau
traumatik).
- Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel
sabit).
b. Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung
reumatik, infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia
menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-
waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus
kecil. Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri,
menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium (tersering),
infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit
katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
21
- Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio
karotis komunis, arteri vertrebralis distal.
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan
di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke
dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran,
dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema,
dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalam dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan
hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
e. Hipoksia lokal. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
(Muttaqin, 2011)
2. Bell’s Palsy
Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk
kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut,
yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan
neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy
kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara
mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa.
Menurut beberapa Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik,
laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan
penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor
dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2
tahun.
3. PATOLOGI
Hingga kini belum ada pesesuaian pendapat. akan tetapi ada
beberapa teori yang memiliki hubungan antara lain :
a) Teori Ischemia Vaskuler
Menurut teori ini terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke Nervus
Facialis, sehinnga terjadi Ischemia. Kemudian di ikuti dilatasi
kapiler dan premibilitas kapiler meningkat akibatnya terjadi
transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding
kapiler limfe hingga menutup. Selanjutnya, menyebabkan keluar
cairan yang lebih banyak dan menekan kapiler dan venula dalam
canalis facialis sehingga terjadi ischemia. Jika dibiarkan terus akan
menjadi sirkulus vitiosus.
24
b) Teori Infeksi Virus
Virus yang paling banyak menjadi penyebab adalah Herpes Simplex
Virus (HSV). Dikatakan Bell’s Palsy karena terjadi proses
reaktivitasi dari virus HSV tipe 1 sesudah terjadi akut primer, dalam
jangka waktu cukup lama dapat diam di dalam ganglion sensoris
reaktivasi ini terjadi jika daya tahan tubuh menurun sehingga terjadi
neutris dengan proses lebih lanjut di N.VII perifer.
c) Teori Immuniologi
Bell’s Palsy terjadi akibat reaksi immunology terhadap infeksi virus
yang timbul sebelum pemberian imunisasi. Berdasarkan teori ini
maka Bell’s Palsy diberikan pengobatan kortikosteroid dengan
tujuan untuk mengurangi inflamasi dan odema di dalam kanallis
fallopi dan juga sampai immunosuperessor.
Teori yang dianut saat ini yaitu teori vaskuler. Pada bell’s palsy
terjadi iskemi primer n. fasialis yang disebabkan oleh vasodilatasi
pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan dinding kanalis
fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain :
infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi
menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang
menimbulkan iskemi sekunder dengan akibat gangguan fungsi n.
fasialis. Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen stilomastoideus
pada bell’s palsy bersifat akut oleh karena foramen stilomastoideus
merupakan Neuron Lesion bangunan tulang keras.
25
dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
b. Lumbal Pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah
pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan
likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT Scan. Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari
Computerized Tomography scanning (CT-scan). Menurut penelitian
Marks, CT-scan digunakan untuk mengetahui adanya lesi infark di
otak dan merupakan baku emas untuk diagnosis stroke iskemik
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan, yaitu tidak dapat
memberikan gambaran yang jelas pada onset kurang dari 6 jam,
tidak semua rumah sakit memiliki, mahal, ketergantungan pada
operator dan ahli radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk
pemeriksaan rutin skirining stroke iskemik.( Widjaja, Andreas., dkk.
2010) yaitu Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
d. Magenetic Imaging Resonance (MRI). Dengan menggunakan
gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik.
e. USG Doppler. Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
26
f. EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
liistrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Darah Rutin
h. Pemeriksaan Kimia Darah. Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali
i. Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
j. Pemeriksaan Elektrokardiogram berkaitan dengan fungsi dari
Jantung untuk pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan
penyebab stroke
k. Penggunan skala stroke NIH (National Institute Of Health) sebagai
pengkajian status neurologis pasien dengan stroke. Yaitu untuk
menentukan status defisit neurologis pasien dan penunjang stadium
2. Bell's Palsy
Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otototot wajah pada
satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari
(maksimal 7 hari). Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa
bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik.
Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis, berkurangnya produksi air mata,
hipersalivasi dan berubahnya pengecapan. Kelum-puhan saraf fasialis dapat
terjadi secara parsial atau komplit. Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari
dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit.
Dalam mendiagnosis kelum- puhan saraf fasialis, harus dibedakan
kelumpuhan sentral atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada
bagian bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena otot
dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan kontra lateral sedangkan
kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah. Derajat kelumpuhan saraf
fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim House-
27
Brackmann dan metode Freyss. Disamping itu juga dapat dilakukan tes
topografi untuk menentukan letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer,
reflek stapedius dan tes gustometri
28
Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml
(10 mg per hari IV diberikan 2 mg perjam
selama 10-14 hari)
Awasi peningkatan tekanan darah sistolik
klien 5-20 mg, koreksi gangguan irama
jantung, terapi penyakit jantung komorbid.
Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli
arteri pulmonal, luka tekan, cairan purulen
pada luka korne, kontraksi otot dini. Lakukan
perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan
pencegahan komplikasi
Terapi infus, pemantauan AGD,
tromboembolisme arteri pulmonal,
keseimbangan asam basa, osmolaritas darah
dan urine, pemeriksaan biokimia darah
Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus
tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi
maligna) atau osmotik diuretik (dua hari
sekali Rheugloman (Manitol) 15 % 200 ml IV
diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian
e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian
jaringan otak
f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
2. Bell's Palsy
Tujuan penatalaksanaan Bell’s palsy adalah untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah kelum-puhan parsial menjadi
kelumpuhan komplit, meningkatkan angka penyembuhan komplit,
menurunkan insiden sinkinesis dan kontraktur serta mencegah
kelainan pada mata. Pengobatan seharusnya dilakukan sesegera
29
mungkin untuk mencegah pengaruh psikologi pasien terhadap
kelumpuhan saraf ini. Disamping itu kasus Bell’s palsy membutuhkan
kontrol rutin dalam jangka waktu lama.
Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-
anak. Penyembuhan komplit dapat tercapai pada 85 % kasus,
penyembuhan dengan asimetri otot wajah yang ringan sekitar 10%
dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat.11 Bell’s palsy
biasanya dapat sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang mengalami
deformitas. Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa :
1. Regenerasi motorik inkomplit Ini merupakan deformitas
terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat terjadi akibat
penekanan saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi
wajah. Regenerasi saraf yang tidak maksimal dapat
menyebabkan kelumpuhan semua atau beberapa otot wajah.
Manifestasi dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi oral,
epifora dan hidung tersumbat
2. Regenerasi sensorik inkomplit Manifestasinya dapat berupa
disgeusia, ageusia atau disesthesia
3. Regenerasi Aberrant Selama regenerasi dan perbaikan saraf
fasialis, ada beberapa serabut saraf yang tidak menyambung
pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada
didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan
terjadinya gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter
(sinkinesis).
Pemeriksaan derajat kerusakan saraf fasialis menggunakan
sistem House-Brackmann didapatkan wajah masih simetris pada
keadaan istirahat, tonus saat istirahat normal, dahi pada sisi kanan
masih ada gerakan sedikit, mata kanan dapat tertutup sempurna
dengan usaha maksimal dan mulut pada sisi kanan terdapat
kelemahan ringan. Pada pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa
30
kelumpuhan saraf fasialis perifer kanan dengan House-Brackmann
(HB) derajat III.
Pemeriksaan fungsi saraf fasialis perifer kanan dengan
metode Freyss didapatkan nilai fungsi motorik otot-otot wajah 10,
tonus otot 12, sinkinesis 4, fungsi motorik pada gerakan emosi 1
dan tidak ditemukan hemispasme, total nilai 27. Untuk
pemeriksaan fungsi motorik ini didapatkan fungsi motorik terbaik
54%. Pemeriksaan topografi saraf fasialis dilakukan tes gustometri
dan tes Schirmer.
31
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jaringan saraf merupakan jenis keempat dari jaringan dasar.
Terdapat hamper di seluruh tubuh sebagai jaringan komunikasi. Dalam
melaksanakan fungsinya jaringan saraf mampu menerima rangsang dari
lingkungannya, mengubah rangsang tersebut menjadi impuls, meneruskan
impuls tersebut menuju pusat dan akhirnya pusat akan memberikan jawaban
atas rangsang tersebut.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang
terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu
dan keadaan penduduk.
Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk
kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang
penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada
sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan
meninggalkan gejala sisa.
B. SARAN
Gangguan sistem syaraf merupakan salah satu gangguan sistem yang
banyak diderita masyarakat sekarang ini, jenis gangguan yang paling
banyak diderita merupakan stroke dan bells palsy yang merupakan sama
sama melemahnya atau matinya sistem syaraf yang ada dalam tubuh. oleh
karena itu kita sebagai manusia harus selalu bisa menjaga kesehatan sistem
syaraf kita. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati.
32
DAFTAR PUSTAKA
33