Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli
psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang
wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak
mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami
gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak
mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal
otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada
berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain
pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan,
sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena
orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara
efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya
penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit
depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala
menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut
unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC)
adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya
gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori,
visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan
kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita
Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan
mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi
/100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian
keempat atau kelima.
2

B. TUJUAN
a. Umum
Tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah mahasiswa dan pembaca dapat
memahami sepenuhnya tentang asuhan keperawatan gerontik pada pasien
alzhaimer
b.Khusus
Tujuan yang ingin dicapai secara khusus sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi system saraf secara umum
2. Mahasiswa dapat memahami Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia
3. Mahasiswa dapat memahami Gangguan Sistem Neuro Dan Sensori Persepsi
(alzhaimer)
4. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatannya
5. Mahasiswa dapat memahami (pengkajian, analisa data, diagnose, intervensi,
implementasi dan evaluasi)

3

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Pengertian Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem
saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Sistem saraf terdiri dari jutaan
sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa
rangsang atau tanggapan (Muttaqin, 2008)
Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh
sistem saraf, yaitu:
1. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut
penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang
memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
3. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh
penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan
kelenjar.
a) Sel Saraf (Neuron)
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron bergabung
membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsangan). Satu sel
saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
b) Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson.
Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan
golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan kumpulan retikulum
endoplasma tempat transportasi sintesis protein.
c) Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel.

4

d) Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan
perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang halus
yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin
yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya
rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel- selsachwann yang akan
membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk neurit dan
membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma
yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus
oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi
mempercepat jalannya rangsangan.
2. Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu sel
saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).
a. Sel saraf sensori
Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf
pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung
akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
b. Sel saraf motor
Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau
kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel
saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan
dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
c. Sel saraf intermediet
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di
dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan
sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam
sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori
atau sel saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam
satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf.



5

3. Sistem Saraf Pusat


i. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari
segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak, beratnya lebih
kurang 1/50 dari berat badan. Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum),
otak kecil (Cerebellum), dan batang otak.
ii. Otak Besar (cerebrum)
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Yaitu
Berpikir, berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan mendengar termasuk
kegitan tubuh yang disadari. Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu
belahan kanan dan belahan kiri. Masing-masing belahan pada otak tersebut
disebut hemister. Otak besar belahan kanan mengatur dan mengendalikan
kegiatan tubuh sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan
mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan
iii. Otak tengah (Mesensefalon)
Otak tengah merupakan pebghubung antara otak depan dan otak belakang, bagian
otak tengah yang berkembang adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat
refleksi pupil mata, pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi mata
iv. Otak kecil (cerebellum)
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak besar.
Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan
dalam berwarna putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri
dan belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi
sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika
seseorang akan melakukan kegiatan. Dan pusat keseimbangan tubuh. Otak kecil
dibagi tiga daerah yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
6

4. Otak depan meliputi :
a. Hipotalamus, merupakan pusat pengatur suhu, selera makan, keseimbangan cairan
tubuh, haus, tingkah laku, kegiatan reproduksi, meregulasi pituitari.
b. Talamus, merupakan pusat pengatur sensori, menerima semua rangsan yang
berasal dari sensorik cerebrum.
c. Kelenjar pituitary, sebagai sekresi hormon.
d. Otak Tengah dengan bagian atas merupakan lobus optikus yang merupakan pusat
refleks mata.
e. Otak Belakang, terdiri atas dua bagian yaitu otak kecil dan medulla oblongata.
Medula oblongata berfungsi mengatur denyut jantung, tekanan darah, mengatur
pernafasan, sekresi ludah, menelan, gerak peristaltic, batuk, dan bersin.
5. Sumsum lanjutan (medula oblongata)
sumsum lanjutan atau sumsum penghubung. terbagi menjadi dua lapis,
yaitu lapisan dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak mengandung neuron.
Lapisan luar berwarna putih, berisi neurit dan dendrit. Fungsi sumsum tulang
belakang adalah mengatur reflex fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut
jantung, suhu tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.
6. Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang didalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar berwana
putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung serabut saraf dan
lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat
saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
1) Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke
sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem saraf tepi
membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon rangsangan dari
lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf otonom.
2) Sistem saraf somatic ( saraf sadar )
sistem saraf somatis disebut juga dengan sistem saraf sadar. Sistem saraf
somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf sumsum
tulang belakang ( spinal ) Kedua belas pasang saraf otak akan menuju ke organ
7

tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang
belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan
dengan bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan otot lurik. Saraf-
saraf dari sistem somatis menghantarkan informasi antara kulit, sistem saraf
pusat, dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar, berarti kamu
dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-
bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini(Arif Muttaqin, 2008).

B. Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia
a. Penuaan Pada Sistem Neurologis
Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan
biokimia. Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia.
Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa
diganti (Smeltzer, 2001).
Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri,
walaupun bagian dari system saraf pusat (ssp) juga terpengaruh.perubahan ukuran
otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks
cerebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.
Penurunan aliran darah cerebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan
penuaan
.

Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80
tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamine yang tidak seimbang,
dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual.
Namun parkinsonisme ringan mungkin dialami ketika reseptor penghambat dopamine
dipengaruhi oleh penuaan. Peningkatan kadar monoamine oksidase dan serotonin dan
penurunan kadar norepinefrin telah diketahui, yang mungkin dihubungkan dengan
depresi pada lansi. Perubahan-perubahan ini menunjukkan variasi yang luas diantara
individu-individu.
Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan
terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional. Kehilangan jumlah dopamine
yang lebih besar terjadi pada klien dengan penyakit Parkinson. defisiensi dopamine
mengakinbatkan ganglia basalis menjadi terlalu aktif, sehingga menyebabkan
terjadinya bradikinesia, kekakuan, dan hilangnya mekanisme postural yang sering
dilihat pada mereka yang menderita penyakit Parkinson.
Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflex tendon
profunda. Terdapat kecenderungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek
8

atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya
gerakan yang sesuai. Peningkatan tonus otot juga diketahui, dengan kaki yang lebih
banyak terlibat dengan lengan, lebih kearah proksimal daripada distal. Selain itu
penurunan kekuatan otot juga terjadi, dengan kaki yang menunjukkan kehilangan
yang lebih besar lebih kearah proksimal daripada distal. Penurunan konduksi saraf
perifer mungkin dialami oleh klien. Walaupun reaksi menjadi lebih lambat, dengan
penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflex lutut,
bisep dan trisep, terutama karena pengurangan dendrite dan perubahan pada sinaps,
yang memperlambat konduksi.
Perubahan fungsional termasuk penurunan diskriminasi rangsang taktil dan
peningkatan ambang batas nyeri. Hal ini khususnya dapat secara nyata pada
perubahan baroreseptor. Namun, perubahan pada otot dan tendon mungkin
merupakan factor yang memiliki konstribusi lebih besar dibanding dengan perubahan
yang nyata ini dalam arkus reflex.
Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan
secara keseluruhan. Plak senilis dan kekusutan neurofibril berkembang pada lansia
dengan dan tanpa dimensia. Akumulasi pigmen lipofusin neuron menurunkan kendali
system saraf pusat terhadap sirkulasi.kongesti system saraf diperkirakan dapat
menurunkan aktivitas sel dan sel kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
dirinya sendiri.semakin aktif sel tersebut, semakin sedikit lipofusin yang disimpan.
Perubahan system neurologis yang normal akibat penuaan diringkas didalam table
Tabel Perubahan Normal Sistem Neurologis Akibat Penuaan
Perubahan Normal Terkait Usia Implikasi Klinis
Konduksi saraf perifer yang lebih
lambatPeningkatan lipofusin
sepanjang neuron-neuron
termoregulasi oleh hipotalamus
kurang efektif
Reflex tendon dalam yang lebih
lambat dan meningkatnya waktu
reaksi vasokonstriksi dan vaso
dilatasi yang tidak sempurnaBahaya
kehilangan panas tubu
b. Patofisiologi Defisit Neurologis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan deficit neurologis pada klien
lansia mungkin dipandang dari berbagai perspektif : fisik, fungsional, kognisi-
komunikasi, persepsi sensori dan psikososial. Kerusakan tertentu tampak ketika fokal
dan system neural didalam otak rusak karena masalah vascular. Manifestasi spesifik
pada setiap kategori sangat bermanfaaat dalam mengkaji dan mengembangkan suatu
rencana perawatan untuk klien lansia yang mengalami gangguan neuroligis.
1) Fisik
Dampak dari penuaan pada SSP sukar untuk ditentukan, karena hubungan fungsi
system ini dengan system tubuh yang lain. Dengan gangguan perfusi dan
terganggunya aliran darah serebral, lansia beresiko lebih besar untuk mengalami
kerusakan serebral tambahan, gagal ginjal, penyakit pernafasan, dan kejang.
Terdapat suatu pengurangan aliran darah sel saraf serebral dan metabolisme yang
9

telah diketahui. Dengan penurunan kecepatan konduksi saraf, refleks yang lebih
lambat, dan respon yang tertunda untuk berbagai stimulasi yang dialami ; maka
terdapat pengurangan sensasi kinestetik. Karena perubahan fisiologis dalam
system persarafan yang terjadi selama proses penuaan, siklus tidur-bagun
mungkin berubah. Secara spesifik, gangguan tidur mempengaruhi 50% orang
yang berusia 65 tahun keatas yang tinggal dirumah dan 66% yang tinggal di
fasilitas perawatan jangka panjang. Perubahan tidur yang diketahui adalah
meningkatnya fase laten tidur, bagun pada dini hari, dan meningkatnya jumlah
waktu tidur pada siang hari. Hilangnya pengaturan sirkadian tidur efektif yang
diketahui berhubungan dengan peningkatan keadaan terbagun selama tidur dan
gabungan jumlah waktu terbangun sepanjang malam.
2) Fungsi
Deficit fungsional pada gangguan neurologis mungkin berhubungan
dengan penurunan mobilitas pada klien lansia, yang disebabkan oleh penurunan
kekuatan, rentang gerak, dan kelenturan. Dengan berkurangnya kebebasan gerak,
lansia mungkin memiliki kesukaran untuk berdandan, toileting, dan makan.
Penurunan pergerakan mungkin merupakan akibat dari kifosis, pembesaran
sendi-sendi, kejang dan penurunan tonus otot. Atrofi dan penurunan jumlah
serabut otot, dengan jaringan fibrosa secara berangsur-angsur menggantikan
jaringan otot dengan penurunan massa otot, kekuatan, dan pergerakan secara
keseluruhan, lansia mungkin memperlihatkan kelemahan secara umum. Tremor
otot mungkin dihubungkan dengan degenerasi system ektrapiramida. Kejang
dapat diakibatkan oleh cedera motor neuron didalam SSP. Kejang yang berat
dapat mengakibatkan berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh, dan mobilitas
fungsional, juga nyeri sendi, kontraktur, dan masalah dengan pengaturan posisi
untuk memberikan kenyamanan dan hygiene. Tendon dapat mengalami sklerosis
dan penyusutan, yang menyebabkan suatu penurunan hentakan tendon. Reflex
pada umumnya tetap ada pada lutut, berkurang pada lengan, dan hamper secara
total hilang pada bagian abdomen. Kram otot mungkin merupakan suatu masalah
yang sering terjadi. Defisit mobilitas fungsional dan pergerakan membuat lansia
menjadi sangat rentan untuk mengalami gangguan integritas kulit dan jatuh.
3) Kognisi-Komunikasi
Perubahan kognisi-komunikasi mungkin bervariasi dan berat. Gaya
komunikasi premorbit, kemampuan intelektual, dan gaya belajar merupakan data
yang penting untuk menyiapkan suatu rencana keperawatan yang realistis untuk
klien lansia. Indera kita merupakan hal yang penting dalam komunikasi.
Sejumlah hambatan komunikasi mungkin terjadi sebagai akibat dari stroke atau
penyakit Parkinson. Perubahan sensasi dan persepsi dapat mengganggu
penerimaan pengungkapan informasi dan perasaan. Gangguan pengecapan,
penciuman, nyeri, sentuhan, temperature, dan merasakan posisi-posisi sendi
10

dapat mengubah komunikasi yang kita alami. Dengan disorientasi dan konfusi,
kesadaran kita terhadap kenyataan menurun secara nyata. Penurunan ini mungkin
progresif, permanen, atau temporer, bergantung pada sifat dan tingkat kerusakan
cerebral.
Memori mungkin berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori
untuk kejadian masa lalu lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat dari
pada informasi yang masih baru. Deprivasi sensori dapat diakibatkan oleh
kerusakan pada pusat cerebral yang bertnggung jawab umtuk memproses
stimulus. Halusinasi, disorientasi, dan konfusi mungkin menyebabkan deprivasi
sensori, bukan gangguan kemampuan mental. Sensasi dan persepsi dapat
berkurang lebih jauh lagi ketika obat depresan SSP digunakan dalam terapi
farmakologis.
Agnosia, afasia, dan apraksia mungkin terlihat pada klien dengan storke
atau demensia progresif. Agnosia adalah ketidak mampuan untuk mengenali
objek yang umum (sisir, sikat gigi, cermin) dengan menggunakan salah satu
indra, walaupun indra tersebut masih utuh. Agnosia penglihatan, pengengaran,
dan taktil terkadi ketika ada kerusakan pada lobus parietal dan oksipital, girus
presental, daerah perieto-oxipital dan korpus kolosum.
Afasia adalah ketidakmampuan untuk menggunakan kata-kata yang
memiliki arti dan kehilangan kemampuan mengerti bahasa lisan. Terdapat
disintegrasi fonetik, semantic, atau sintaksis yang diketahui pada tingkat
produksi atau tingkat pemahaman dalam berkomunikasi. Afasia mungkin
dicerminkan dalam kata-kata klien yang samar-samar, bicara ngelantur,
kesukaran dalam berbicara dan kesulitan dalam menemukan kata-kata yang
benar untuk menyatakan suatu gagasan.
Apraksia adalah suatu ketidakmampuan untuk menunjukkan suatu
aktivitas yang dipelajari yang memiliki fungsi motorik yang diperlukan.
Misalnya kesalahan pengguanaan kata-kata dalam menyebutkan hal-hal tertentu
dan ketidakmampuan untuk mengenali dan menyebutkan objek umum dan
orang-orang yang dikenal. Gangguan citra tubuh, ruang, jarak dan persepsi
pergerakan sering terjadi pada orang dengan stroke. klien mungkin mengalami
distorsi dalam memandang diri-sendiri dan mungkin mengalami kekurangan
kesadaran dalam menggunakan komponen-komponen tubuh tertentu. Karena
distorsi cara memandang diri-sendiri dan anggota tubuh yang tidak digunakan
ini, lansia mungkin mengalami cedera, kelemahan, kurang perhatian, dan
kurangnya perawatan pada ekstremitas.
4) Persepsi-Sensoris
Panca indera mungkin menjadi kurang efisien dengan proses penuaan,
bahaya bagi keselamatan, aktivitas, kehidupan sehari-hari (AKS) yang normal
11

dan harga diri secara keseluruhan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan
gerontik edisi 2. 2006)
Meskipun semua lansia mengalami kehilangan sensorik dan sebagai
akibatnya berisiko mengalami deprivasi sensorik, namun tidak semua akan
mengalami deprivasi sensorik. Salah satu indra dapat mengganti indera dalam
mengobservasi dan menerjemahkan ransangan (Smeltzer, 2001)
c. Perubahan indera penglihatan
Deficit sensori (misalnya, perubahan penglihatan) dapat merupakan bagian
dari penyesuaian yang berkesinambungan yang datang pada usia lanjut,
perubahan penglihatan dapat mempengaruhi pemenuhan AKS pada lansia.
Perubahan indra penglihatan pada awalnya dimulai dengan terjadinya
awitan presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif. Ini karena sel-sel baru
terbentuk dipermukaan luar lensa mata, maka sel tengah yang tua akan
menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat dan berkabu. Jadi, hanya bagian luar
lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada
jarak jauh dan dekat. Karena lensa menjadi kurang fleksibel, maka titik dekat
fokus berpindah lebih jauh. Kondisi ini disebut presbiopi, biasa bermula pada usia
40-an (Smeltzer, 2001)
Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi karena otot-otot siliaris menjadi
lebih lemah dan lebih kendur dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan
kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan pada (penglihatan jarak
dekat). Kondisi ini dapat dikoreksi dengan lensa seperti kacamata jauh dekat
(bifokal).
Ukuran pupil menurun (miosis pupil) dengan penuaan karena sfinkter
pupil mengalami sklerosis. Miosis pupil ini dapat mempersempit lapangan
pandang seseorang dan memengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu,
tetapi tampaknya tidak benar-benar mengganggu kehidupan sehari-hari.
Perubahan warna (misalnya ; menguning) dan meningkatnya kekruhan
lensa Kristal yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan katarak.
Katarak menimbulkan bebagai tanda dan gejala penuaan yang mengganggu
penglihatan dan aktivitas setiap hari. Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat
suatu selaput diatas mata dalah suatu gejala umum, yang mengakibatkan
kesukaran dalam memfokuskan penglihatan dan membaca. Kesukaran ini dapat
dikoreksi untuk sementara dengan penggunaan lensa. Selain itu lansia harus
didorong untuk memakai lampu yang terang dan tidak menyilaukan.katarak juga
dapat mengakibatkan gangguan dalam persepsikedalaman atau stereopsis, yang
menyebabkan masalah dalam menilai ketinggian, sedangkan perubahan terhadap
persepsi warna terjadi seiring dengan pembentukan katarak dan mengakibatkan
warna yang muncul tumpul dan tidak jelas,terutama warna-warna yang muda
misalnya biru, hijau, dan ungu. Penggunaan warna-warna terang seperti kuning,
12

oranye dan merah direkomendasikan untuk memudahkan dalam membedakan
warna (Mickey Stanley, 2006)
d. Perubahan indera pendengaran
Perubahan indra pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Mhoon
menggambarkan fenomena tersebut sebagai suatu penyakit simetris bilateral pada
pendengaran yang berkembang secara progreif lambat terutama memengaruhi nada
tinggi dan dihubngkan dengan penuaan.
Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan karena nada konsonan
frekuansi tinggi ( huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p ) semua terdengar sama(Mickey
Stanley, 2006)
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai factor yang telah diteliti adalah ;
nutrisi, factor genetika, suara gaduh, hipertensi, stress emosional, dan
arteriosklerosis. Penurunan pendngaran terutama berupa komponen konduksi yang
berkaitan dengan presbikusis.
Penurunan pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak atau
jalur kortikal pendengaran) penyebab dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi
masih mungkin berkaitan dengan perubahan pada tulang telinga tengah, dalam
bagian koklear atau didalam tulang mastoid(Mickey Stanley, 2006).
Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespon tidak sesuai dengan
yang diharapkan, tidak memahami percakapan, dan menghindari interaksi social.
Perilaku ini sering disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau senile (Mickey
Stanley, 2006)
Table Perubahan Normal Pada System Sensoris Akibat Penuaan
Perubahan Normal yang
berhubungan dengan penuaan
Implikasi klinis
PENGLIHATAN- Penurunan
kemampuan akomodasi-
konstruksi pupil senilis
-Peningkatan kekeruhan lensa
dengan perubahan warna menjadi
menguning
PENDENGARAN
- Penurunan fungsi sensorineural
secara lambat
Kesukaran dalam membaca huruf-
huruf yang kecilPenyempitan
lapangan pandangPenglihatan yang
kabur
Sensitifitas terhadap cahaya
Penurunan penglihatan pada malam
hari
Kesukaran persepsi kedalaman
Kehilangan pendengaran secara
bertahap
e. Perubahan Indera Perabaan
13

Indera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang paling mudah untuk
diterjemahkan. Bila indera lain hilang, rabaan dapat mengurangi perasaan terasing
dan memberi perasaan sejahtera(Mickey Stanley, 2006).
Kebutuhan untuk sentuhan efektif terus berlanjut sepanjang kehidupan dan
meningkat dengan usia. Banyak lansian lebih tertarik dalam sentuhan dan sensasi
taktil karena :
1. Mereka sudah kehilangan orang yang dicintai
2. Penampilan mereka tidak semenarik pada waktu dulu dan tidak mengundang
sentuhan dari orang lain
3. Sikap masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan
kontak fisik dengan lansia.
Sentuhan dapat merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris
atau menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologi.
Kulit adalah seperti suatu pakaian pelindung yang pas dan menutupi seseorang
berusia 70 tahun atau 80 tahun, kulit juga tidak akan sesuai dengan tubuh orang
tersebut. Kulit tersebut mungkin akan menjadi kendur dan terlihat lebih longgar pada
berbagai bagian tubuh. Namun, selama kehidupan, sentuhan memberikan
pengetahuan emosional dan sensual tentang orang lain(Mickey Stanley, 2006).
f. Perubahan Indera Pengecapan
Ketika seseorang telah bertambah tua, jumlah total kuncup-kuncup perasa
pada lidah mengalami penurunan dan kuncup pada lidah juga mengalami kerusakan,
ini dapat menurunkan sensitivitas pada terhadap rasa. Kuncup-kuncup perasa
mengalami regenerasi sepanjang kehidupan manusia, tetapi lansia mengalami suatu
penurunan sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin, dan pahit. Perubahan tersebut
lebih dapat disadari oleh beberapa orang dibanding yang lainnya.
g. Perubahan Indera Penciuman
penurunan yang paling tajam dalam sensasi penciuman terjadi selama usia
pertengahan, dan untuk sebagian orang, hal tersebut akan terus berkurang. Kecepatan
penurunan sensasi penciuman pada lansia bervariasi. Orang bereaksi terhadap bau
dengan cara berbeda, dan respon seseorang mungkin dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, etnik, dan pengalaman sebelumnya tentang bau tersebut. Sensasi penciuman
tidak secara serius dipengaruhi oleh penuaan saja tetapi bisa terjadi oleh factor lain
yang berhubungan dengan usia. Penyebab lainnya juga dianggap sebagai pendukung
untuk terjadinya kehilangan kemampuan sensasi penciuman termasuk pilek,
influenza, merokok, obstruksi hidung, secret dari hidung, sinusitis kronis, kebiasaan
tertentu dengan bau/ aroma, epitaksis, alergi, penuaan serta factor lingkungan.



14

C. Gangguan Sistem Neuro Dan Sensori Persepsi
a. Definisi
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan
untuk merawat diri.( Suddart & Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan
daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan
ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian
penderita. (Dewi,2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan,
yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini
timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada
usia 40 tahun(Lipincot, 2011).
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif
yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang
orang berusia 65 tahun keatas.
b. Epidemiologi
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi
berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita
penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%.
Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang
semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi
epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan
penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih
lama dibandingkan laki-laki.
c. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
15

gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif
neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya
formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
d. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan
berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh
darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan
biokimia pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang
pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular
yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP,
protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda
yang sekelilingnya masing masing terluka. Dengan kolapsnya system transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya
diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer.
16

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta,
fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan
tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel glia yang akhirnya membentuk fibril
fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan
pada otak
e. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari
secara pasti kapan timbulnya penyakit.
a) Terjadi pada usia 40-90 tahun.
b) Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
c) Tidak ada gangguan kesadaran.
d) Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
e) Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan
kelenjar tiroid.(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
a) Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang
itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama
tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
b) Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan
menyiapkan makanan.
c) Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat,
tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau
menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
d) Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi
penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya,
lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini,
termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
17

e) Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca
dingin atau sebaliknya.
f) Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci.
Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa,
misal jam tangan pada kotak gula.
g) Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita
Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang
dapat diterima.
h) Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah
curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama
saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
i) Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak
menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Neuropsikologik
1. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola
defisit yang terjadi.
2. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan
oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang
normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit
selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan
gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
18

2) CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.
CT Scan : Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal
menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker
dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Penipisan substansia alba
serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan
hasil pemeriksaan status mini mental
MRI : peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping
anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk
demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga
terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala,
serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk
membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
3) EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET
ditemukan :
1) penurunan aliran darah
2) metabolisme O2
3) glukosa didaerah serebral
4) SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
4) Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi
renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang
dilakukan secara selektif.

19

D. Pathway



Bertambahnya usia />65 tahun, perubahan saraf lansia
pada morfologis dan biokimia
Saraf otonom , saraf simpatis
Kerusakan serabut neuron
HIPOCAMPUS
Alzaimer
Kerusakan fungsi kognitif
Sindrom gangguan
interpretasi lingkungan
genetik
Lingkungan
Gangguan istirahat tidur Ketidakseimbanagan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan asam amino
20

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ny.K usia 70 th, hidup bersama anaknya Ny.L 40 th di kota M. Dalam kesehariannya Ny.K
tampak sehat dan segar, sudah 2 bl terakhir Ny.K mengalami fenomena mudah lupa. Sering kali
Ny.K melupakan nama anaknya yang tinggal di kota lain serta peristiwa kematian suami. Sering
kali Ny.K melupakan nama seseorang tetapi tidak pernah melupakan wajah seseorang. Sering
bingung serta lingkung dan kacamata yang setiap hari digunakan selalu dicari kemana-mana
padahal saat itu kacamata ada di dahinya sendiri. Saat makan bersama dan kedua tanggan
memegang sendok & garpu sering kali Ny.K bertanya apa yang harus dilakukan dengan benda
tersebut?. Saat ini Ny.K sering mengeluh tidak dapat tidur malam hari. Dari hasil pengkajian
tampak kantung mata, wajah tak segar, dan sering menguap. Kebiasaan Ny.K sering
meninggalkan rumah, sering membuat panik keluarga karrena sering tersesat. Tampilan fisik
Ny.K : tidak punya gigi, TB 165 CM, BB 47 Kg, saat ini keluarga mengatakan setiap kali makan
Ny,K hanya menghabiskan 2 cendok makan saja.
A. Pengkajian

Tanggal :30 april 2014
Oleh :Ns. Apri
Jam :11.30 WIB
No. CM :11130161
a. Identitas
1. Identitas pasien
Nama : Ny.K
Umur : 70 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Janda
Suku / Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SR
Pekerjaan : -
Alamat : Kota YK
Tanggal masuk:30 April 2014
Jam masuk :08.00 WIB
21

Diagnosa Med : Alzeimer
No. RM : 11130161
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny.L
Alamat : Kota M
Umur : 40 th
Hub. dng kel : Anak
b.Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama :Mudah lupa dan sering jalan-jalan sendiri
2. Riwayat peny sekarang :Ny.L menceritakan bahwa hampir sudah dua bulan
belakangan ini tidak bisa tidur malam dan setiap kali makan hanya menghabiskan 2
cendok makan karena keluarga melihat Ny,K terlihat sedikit kurus dan mudah lupa-
lupa, dan Ny.k pernah tersesat dan ditemukan jatuh di kampong orang
tiap makan
3. Riwayat peny dahulu : Ny.L mengatakan Ny.K dulu 2 tahun lalu pernah mengalami
jatuh dari kendaraan digonceng dan sempat dirawat di RS
4. Riwayat peny keluarga : Dalam keluarga belum pernah ada yang menderita
penyakit seperti ini
5. Riwayat psiko sosial : Ny.k mengatakan sering mengiku pengajian di masjid karena
jaraknya dekat dari rumah.

c. Pengkajian pola GORDON
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada saat belum sakit Ny.L mengatakan sebelum dua bulan yang lalu lansia bisa
beraktifitas seperti biasanya menyapu-nyapu di halaman dan melakukan kegiatan
sehari-hari seperti tidak sakit. Dan kalau sakit saja baru memeriksakan kesehatan
tapi lok hanya flu-flu dan batuk biasanya dibelikan obat dagang. Ny L mengatakan
dulu pasien rajin ke masjid dan tak pernah kelupaan Ny.L mengatakan Ny.K dulu 2
tahun lalu pernah mengalami jatuh dari kendaraan digonceng dan sempat dirawat di
RS dan Ny K jarang memeriksakan ke puskesma karena jauh dan tidak ada yang
menagantar karena anaknya bekerja setiap hari.
Pada saat di rumah sakit klien mengatakan dirinya kalau sudah maskuk RS berarti
dirinya sakit, namun sebentar-bentar klien mengatakan saya mau ngapaiin di RS.
Ny L mengatakan pasrah dengan kondisinya dan menyerahkan kepada tuhan dan
saya hanya bisa berdoa. Klien tanpak bersih dan pakain rapi
2. Pola nutrisi dan metabolic
22

Sebelum masuk RS atau sebelum sakit klien masih terlihat tidak kurus seperti
sekarang dan pola makannya teratur dan setiap kali makan selalu sampai habis
meskipun Ny.K tidak mempunyai gigi selera makannya tetap baik adapun
makannan yang disukai sebelum sakit ya makanan yang lembek-lembek dan lebih
sering yang berkuah. Ny.L mengatakan belum pernah menimbang BB Ny K dan
terakhir menimbang 1 thn yang lalu dan saat itu beratnya 54 kg. dan minumnya
kurang lebih 7 gelas perhari.
Setelah sakit atau masuk RS sejak 2 bulan terakhir klien nafsu makan klien turun
tiba-tiba bahkan sewaktu-waktu hanya makan 2 sendok saja dan terkadang bahkan
sampai lupa makan. Dan Ny L mengatakan lansia saat memegang sendok merasa
kebingungan sendoknya digunakan untuk apa. Namun NyL memaksa dan menyuapi
lansia untuk makan. Saat dikaji perawat tidak tanpak lemas dan turgor kulit seperti
pada lansia umunya.
Wanita = (1.807 x 54 (cm)) +66.54
=164.118cm
IMT=47/1.65=17.63 (17.0-18.4kurang tingkat ringan)
3. Pola Eliminasi
Ny K mengatakan sebelum masuk RS BAB 1 kali sehari warna kuning agak
kecoklatan dan tidak ada nyeri dan tidak pernah menggunakan obat-obatan. Ny L
mengatakan Ny L sering kali ke kamar mandi untuk kencing itupun dilakukan
sendiri tanpa dibantu siapa pun dan pada pagi hari bisa sampai 4 kali ke kamar
mandi dan saat ditanya warna kencingny berwarna kuning dan bau khas kencing.
Ny L mengatakan di rumah klien walau batuk atau bersin tidak pernah keluar air
kencing.
Setelah dirumah sakit Saat dikaji tidak ada gangguan pada perut lansia seperti
tanda-tanda klien memegang perutnya. Dan sudah kencing 3 kali dari tadi pagi Urin
= 600ml
Inspeksi : Tidak ada ascitas
Auskultasi : peristaltik usus 12 kali x/mnt
Palpasi :Tidak ada hepatomegali, tidak ada splenomegali, tidak ada tumor,
tidak ada nyeri ketuk ginjal
Perkusi : Timpani
Perkusihati : redup
Perkusilambung: timpani
Rectum : Tidak ada hemoroid,
23

4. Pola Aktivitas Latihan
Sebelum sakit atau masuk Rs klien suka jalan jalan tanpa tujuan. Ny.L mengatakan
sebelum dua bulan yang lalu lansia bisa beraktifitas seperti biasanya menyapu-
nyapu di halaman dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti tidak sakit. Klien
sering mengikuti kegiatan senam semampunya dan akan berhenti sendiri setelah
capek. Ny L mengatakan pasien tidak punya riwayat sesak nafas maupun nyeri
dada. Dan sejak 2 bulan lalu klien kadang-kadang ikut senam dan lebih sering jalan
jalan dan beberapa kali tersesat namun masih disekitar di kampong tetanggu. Dan
Ny L mengatakan klien sering kurang konsentrasi kadang inget kadang lupa bila
ditanya seseorang. Semua aktivitas klien dirumah mandi dilakukan sendiri.
Setelah di Rs klien masih bisa aktifitas seperti biasa, ke kamar mandi dilakukan
sendiri makan dilakukan sendiriHasil observasi: TD : 140/90 mmHg N: 75x/menit
S:36
0
c
Pulmo : Inspeksi : pergerakan simetris, frekuensi nafas 21 x/mnt
Palpasi : Fremitus taktil ka/ki :normal ka/ki
Perkusi : ka/ki :Sonor ka/ki
Auskultasi :Trakea: trakovesikuler
Bronkus: bronkial ka/ki
Bronkiulus: bronkovesikuler ka/ki
Lobus-lobus paru inferior: vesikuler ka/ki
Cor : Inspeksi :Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di midklavikula intercosta 5
Perkusi : Batas jantung. `Batas atas: ICS 2 sinistra
Batas kiri : ICS 4 mid axila sinistra
Batas kanan : ICS 5 paresternal sinistra
Batas bawah : ICS 5
Auskultasi : Bunyi jantung I (SI):+
Bunyi jantung II (SII) :+
Bunyi jantung III (SIII): Tidak ada
Murmur :Tidak ada
Pengkajian Ektremitas : Atas Bawah : kekuatan otot ka/ki :
ROM ekstermitas atas bawah ka/ki : aktif 4444 4444
3344 3344
Kemampuan ambulasi dan ADL
Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 0/2 0..
Mandi 0/3.. 0/2
Berpakaian/berdandan 0.. 0..
24

Toileting 0 0
Mobilitas di tempat
tidur
0 0
Berpindah 0 0
Berjalan 0 0
Naik tangga 1 1
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu
orang lain, 4 = tidak mampu
Rumah Rumah Sakit
Pekerjaan 0 4
Olah raga rutin 0 0
Alat Bantu jalan 0 0
Kemampuan
melakukan ROM

aktif


5. Pola Istirahat dan Tidur
Ny. K mengatakan selama di rumah tidak bisa tidur karena cucunya sering
nangis di malam hari. Ny L mengatakan sekitar enam bulan lalu memulai kebiasaan
kurang tidur di malam hari karena tidak bisa tidur klien mendengarkan radio lagu
lagu lawas jawa. Lansia mengatakan kadang kadang sering terbangun pada saat
tidur siang. Pada saat tidur malam juga sering terbangun karena suara bising di jalan
raya dekat rumahnya, dan juga tangisan cucunya ditengah malam. Dan Lansia
mengatakan selalu berdoa sebelum tidur.
Setelah di rumah sakit kebiasaan klien tidak bisa tidur masih. Lansia
mengatakan tidur 5-6 jam perhari dengan jumlah tidur siang 2 jam dari pukul
14.00-16.00 WIB dan tidur malam dari jam 00.00-03.00 Wib. Saat dikaji Lansia
terlihat menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur, terlihat kantung mata. Tidak
ada laporan mengenai pernapasan abnormal, , gerakan-gerakan abnormal pada
waktu tidur.
6. Pola Persepsi diri - Konsep diri
Sebelum sakit klien mengatakan Ny L mengatakan tidak takut atau
khawatir karena lansia terlihat lingkung.Ny L mngatakan lansia mampu
mengidentifikasi sumber ketakutan / kekhawatirannya dan lansia pasrah dengan
usianya yang sudah tua.Ny L mengatakan Lansia merasa kehilangan tetapi dia
sudah lupa atas kematian suaminya.Postur tubuh lansia tampak sehat dan segar, dan
lansia tidak menolak ketika berbicara dengan orang lain.Ny L mengatakan tidak
berkomentar negatif tentang dirinya. pada bagian tubuh lansia tidak terdapat
kerusakan.Ny L mengatakan Pada klien tidak menunukkan sikap
agresif,marah,ataupun menuntut.Pada lansia sering menceritakan hal-hal kematian
25

namun bukan pada ketakutan tetapi lebih pada kesiapan menjelang kematian. Ny L
mengatakan lansia humoris dengan cucu-cucunya.
Pada saat di rumah sakit TD 140/90mmHg,suhu 36C,N 75/menit, saat di
kaji adanya penurunan daya ingat yang terjadi pada lansia
7. Pola kognitif-perseptual
Sebelum sakit Ny L mengatakan lansia menggunakn kaca mata,adanya
gangguan pengeliatan ,pendengaran ,penciuman dan pengecap,Ny L mngatakan
sering kali melupakan nama anaknya yang tinggal di kota lain serta peristiwa
kematian suaminya.
Ny.L mngatakan lansia sering meninggalkan rumah, sering membuat panic keluarga
karrena sering tersesat dan lansia melupakan nama anaknya yang tinggal di kota lain.Ny L
mngatakan perilaku lansia seperti ank kecil dan rewel.
Waktu di rumah sakit dilakukan uji mmse
MINI MENTAL STATE EXAM ( MMSE )
( Menguji Aspek Aspek Kognitif dari Fungsi Mental )
Nilai
Maksimum
Orientasi
Pasien Pertanyaan
5 3 ( Tahun ) ( Musim ) ( Tanggal ) ( Hari ) ( Bulan apa
sekarang ) ?
5 2 Dimana kita : ( Negara bagian 0 ( Wilayah ) (Kota) (
Rumah sakit ) (Lantai ) ?
registrasi
3 2 Sebutkan Nama 3 Objek : 1 detik untuk mengatakan masing
masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang benar.
Perhatian dan
kalkulasi

5 3 Seri 7s 1 poin untuk setiap kebenaran
Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja kata ke belakang
mengingat
3 3 Meminta untuk mengulang ketiga objek diatas
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
bahasa
9 5 Nama Pensil dan melihat ( 2 poin )
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau tetapi ( 1
poin )
Total 18
Keterangan :
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif
yang memerlukan penyelidikan lanjut.

26

8. J. Pola Koping-Toleransi Setress
Sebelum masuk RS Ny L mengatakan lansia sering merasa
kebingungan,lansia tidak pernah setres ,dan depresi dengan masalahnya. Ny L
mengatakan lansia tidak menerima setatus kesehatannya dan lansia sangat takut
melihat kuburan suaminya tapi lansia bingung mengapa harus takut dengan
kuburanya suaminya
Saat di rumah sakit Saat pengkajian berlangsunglansia tampak bingung, dan
cemas. Ketika diberikan pertanyaan lansia tampak setres dalam menjawab
pertanyaan.
9. Pola Koping-Kepercayaan
Sebelum sakit Ny L mengatakan keyakinan yang di anut lansia adalah
agama islam hanya terkadang lansia sering lupa waktu solat.lansia mengatakan
tidak terbiasa dengan hal keagamaan
Saat di rumah sakit waktu pengkajian lansia sudah lupa bagaimana cara
untuk sembahyang
10. Pola Peran Hubungan
Sebelum sakit Ny L mengatakan lansia sering mengikuti kegiatan senam
tetapi harus perlu diingatkan dahulu, hubungan lansia dengan tetangga juga sangat
baik,lansia mengatakan pada saat kehilangan orang yang disayang pernah merasa
frustasi, namun seiring berjalannya waktu, lansia merasa bahwa apapun yang
terjadi merupakan kehendak yang mahakuasa.
Saat di rumah sakit Dari observasi interaksi antar anggota dilingkungan
rumah sakit di dapatkan bahwa klien terlihat sering memarahi temannya yang
malas dan tidakmau bersih-bersih, namun dengan anggota keluarga lansia
bersikap humoris
11. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit lansia mengatakan payudaranyya kecil ,lansia juga
mengatakan kurang tau arti dari monopouse,lansia mengatakan sudah tidak ingin
berhubungan seksual lagi Karen suami saya juga sudah meninggal, Ny L
mengatakan lansia juga sering gatal pada ala kelamin jika tidak mandi
Saat di rumah sakit sesekali klien menggaaruk di daerah klamin dan
dilakukan pulva hegine oleh perawat.




27


ANALISA DATA
No Data focus Etiologi Problem
1 DS: Ny.L Sering bingung serta lingkung
dan kacamata yang setiap hari digunakan
selalu dicari kemana-mana padahal saat
itu kacamata ada di dahinya sendiri.
Ny.K mengalami fenomena mudah lupa.
Sering kali Ny.K melupakan nama
anaknya yang tinggal di kota lain serta
peristiwa kematian suami. Sering kali
Ny.K melupakan nama seseorang tetapi
tidak pernah melupakan wajah seseorang
DO: Kebiasaan Ny.K sering
meninggalkan rumah, sering membuat
panik keluarga karrena sering tersesat
Dimensia alzaimer Sindrom gangguan
interpretasi
lingkungan
DS: Saat ini Ny.K sering mengeluh tidak
dapat tidur malam hari. Lansia
mengatakan tidur 5-6 jam perhari
dengan jumlah tidur siang 2 jam dari
pukul 14.00-16.00 WIB dan tidur malam
dari jam 00.00-03.00 Wib.
DO: Dari hasil pengkajian tampak
kantung mata, wajah tak segar, dan
sering menguap
Faktor eksternal dan
perubahan pada
sensori
Gangguan istirahat
tidur
DS:Tampilan fisik Ny.K : tidak punya
gigi, TB 165 CM, BB 45 Kg, saat ini
keluarga mengatakan setiap kali makan
Ny,K hanya menghabiskan 2 sendok
makan saja. Saat makan bersama dan
kedua tanggan memegang sendok &
garpu sering kali Ny.K bertanya apa yang
harus dilakukan dengan benda tersebut?.

Intake tidak adekuat
dan perubahan
sensori, mudah lupa
Ketidakseimbanagan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Prioritas diagnose
a) Sindrom gangguan interpretasi lingkungan b.d Dimensia alzaimer
b) Ketidakseimbanagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Itake tidak adekuat
c) Gangguan istirahat tidur b.d Factor eksternal dan perubahan pada sensori


28

RENCANA TINDAKAN

Nama klien : Ny. K No.register : 144490
Umur : 75 tahun Diagnosa medis :Alzheimer
Ruang rawat : R. Melati Alamat : Mancasan Kidul
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasionalisasi Ttd
1 Sindrom stress
relokasi b.d
perubahan dalam
aktivitas sehari-
hari

Setelah dilakukan
keperawatan selama 2x
dalam 24 jam selama 3
ship diharapkan Risk
Control dari (3) kadang-
kadang ke (5) selalu
Dengan KH:
NOC:
-Mampu beradaptasi pada
perubahan lingkungan
dan aktivitas kehidupan
sehari-hari
-Mampu menunjukkan
rentang perasaan yang
sesuai/tidak cema
1. Tempatkan pada ruangan
pribadi jika mungkin dan
bergabung denga orang
terdekat dalam aktivitas
perawatan sehari-hari
2. Tentukan jadwal aktivitas
pasien yang wajar dan
masukkan dalam kegiatan
rutin rumah sakit sebisa
mungkin
3. Berikan penjelasan,
informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/peristiwa
4. Pertahankan dalam keadaan
tenang

1. Perawatan dirumah sakit
mengubah aktivitas rutin
pasien dapat
menimbulkan peningkatan
masalah tingkah laku
bahkan pada orang dengan
gangguan kognitif
sekalipun
2. Konsistensi memnerika
jaminan Dn mungkin
mengurangi kebingungan
dan meningkatkan rasa
kebersamaan
3. Menurunkan rasa terkejut
4. Menenangkan situasi dan
memberi pasien waktu
untuk memperoleh kendali
terhadap oerilaku dan
emosinya

2 Ketidakseimbana
gan nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d intake
Setelah dilakukan
keperawatan selama 2x
dalam 24 jam selama 3
ship diharapkan
1. Pantau kandungan nutrisi
dan kalori
2. Timbang pasien pada
interval yang tepat
1. Memberi informasi
kebutuhan nutrisi pasien
2. Member gambaran
status gizi

29

tidak adekuat

nutrisional status (1)
severe deviation to (3)
moderate dengan KH:
-mematuhi diet
-meningkatnya selera
makan
-kebtuhan zat gizi cukup

3. Tentukan motivasi pasien
untuk mengubah kebiasaan
makan
4. Suapi pasien, bila perlu
5. Bantu pasien menulis
membuat jadwal asupan
makanan
6. Berikan informasi keluarga
tentang kebutuhan nutrisi
dan bagaimana
memenuhinya
7. Dorng keluarga untuk
menyediakan gigi palsu
8. Diskusi ahli gizi tentang
jenis zat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
3. Mendorong pasien untuk
meningkatkan asupan
nutrisi
4. Pemenuhan ADL
5. Membantu Keteraturan
dalam asupan nutrisi
6. Meningkatkan
pengetahuan
7. Meningkatkan
keterampilan keluarga
terhadap kebutuhan
klien
8. Menentukan asupan
yang tepat dan cepat
3 Gangguan
istirahat tidur b.d
Factor eksternal

Setelah dilakukan
keperawatan selama 2x
dalam 24 jam selama 3
ship menunjukan tidur (1)
gangguan ekstrim ke (3)
sedang denga KH:
-perasaan segar setelah
tidur
-pola dan kualitas tidur
adekuat
1. Identifikasi selalu pola
prilaku tidur
2. Bantu identifikasi dan
mengantisipasi factor yang
dapat menghilangkan rasa
kantuk
3. Beri posisi nyaman saat
tidur
4. Fasilitasi pemeliharaan
rutinitas pasien sebelum
tidur seperti selimut, bantal
guling
5. Batasi tidur siang
6. Anjurkan klien / keluarga
untuk membatasi asupan
dimalam hari
7. Dorong pengguanan obat
1. Member informasi
prilaku tidru pasien dan
intervensi yang tepat
2. Membantu pasien
mengidentifikasi
masalahnya
3. Meningkatkan
kenyaman tidur
4. Meningkatkan
kenyaman tidur dengan
yang disenangi
5. Meningkatkan tiduer
malam hari
6. Supaya terhindar dari
bangun untuk berkemih
7. Membeeri efek tidur
secara cepat

30

tidur yang tidak
mengandung supresor tidur
REM, seperti diazepam


IMPLEMENTASI HARI PERTAMA

Nama klien : Ny. K No.register : 144490
Umur : 75 tahun Diagnosa medis :Alzheimer
Ruang rawat : R. Melati Alamat : Mancasan Kidul

No
DX
Tgl/ waktu Implementasi Evaluasi Ttd
1 30/4/2014
12.00 wib

12.00 wib


12.10 wib


12.10 wib




1. Tempatkan dengan orang terdekat
dalam aktivitas perawatan sehari-hari
2. Tentukan jadwal aktivitas pasien yang
wajar dan masukkan dalam kegiatan
rutin rumah sakit sebisa mungkin
3. Berikan penjelasan, informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/peristiwa
4. Pertahankan dalam keadaan tenang

S: klien mengatakan senang saat
keluarganya berada disekitarnya
O: Klien tampak nayaman dan rileks
A: tujuan tercapai
P: 1. Tempatkan dengan orang terdekat
dalam aktivitas perawatan sehari-hari
2. Tentukan jadwal aktivitas
pasien yang wajar dan masukkan
dalam kegiatan rutin rumah sakit sebisa
mungkin
3. Berikan penjelasan, informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/peristiwa

31

4. Pertahankan dalam keadaan tenang

2 13.20

13.25

13.40

16.10
16.25

16.50

19.00


16.00
1. Memantau input cairan dan makanan
yang kandungan nutrisi dan kalori yang
diberikan ahli gizi
2. menimbang pasien pada interval yang
tepat (BB 50-55kg)

3. memotivasi pasien untuk mengubah
kebiasaan makan dengan cara
memberikan makanan kesukaan dan
makanan yang mudah untuk
dikonsumsi
4. melibatkan keluarga menyuapi pasien
bila pasien tidak bisa makan sendiri
5. membantu pasien menulis, membuat
jadwal asupan makanan
6. memberikan informasi keluarga tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
7. mendorong keluarga untuk
menyediakan gigi palsu mempermudah
dan membantu proses pengunyahaan
8. Dmendiskusikan dengan ahli gizi
tentang jenis zat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
S:klien mengatakan masih kenyang
setelah makan dan merasa ada tenaga
O: pasien hanya menghabiskan porsi
dari makanannya

A:tujuan belum tercapai
P: lanjut intervensi
1. Pantau kandungan nutrisi dan
kalori
2. menimbang pasien pada
interval yang tepat
3. Motivasi pasien untuk
mengubah kebiasaan makan
4. Suapi pasien kembali
5. Lanjutkan jadwal asupan
makanan
6. Dorong keluarga terus untuk
menyediakan gigi palsu
7. Diskusikan dengan ahli gizi
tentang jenis zat untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
kembali

3 14.00 wib


14.05 wib


1. mengidentifikasi selalu pola prilaku
tidur terbangun ditengah malam karena
suara bising
2. membantu identifikasi dan
mengantisipasi factor yang dapat
menghilangkan rasa kantuk seperti
S: klien mengatakan tadi tidak bisa
tidur siang
O: tidak tidur siang
A:tujuan belum terjapai
P: intervensi dilanjutkan
1. Dentifikasi selalu pola prilaku

32




14.10 wib



14.10 wib


14.10 wib


14.15 wib

14.15 wib




keluarga yang bekunjung yang
mengajak mengobrol sehingga waktu
istirahat klien terganggu
3. memberi posisi nyaman saat tidur
seperti semi fowler miring kiri dan
memberikan guling jika tersedia agar
tidur terasa nyaman
4. memfasilitasi pemeliharaan rutinitas
pasien sebelum tidur seperti selimut,
bantal, guling
5. membatasi tidur siang agar saat malam
hari pasien cepat untuk merasa kantuk
dan cepat tidur
6. menganjurkan klien / keluarga untuk
membatasi asupan dimalam hari
7. mendorong pengguanan obat tidur yang
tidak mengandung supresor tidur REM
seperti diazepam
tidur
2. bantu identifikasi dan
mengantisipasi factor yang
dapat menghilangkan rasa
kantuk
3. Beri posisi nyaman saat tidur
4. Fasilitasi pemeliharaan rutinitas
pasien sebelum tidur seperti
selimut, bantal guling
5. Batasi tidur siang
6. Anjurkan klien / keluarga untuk
membatasi asupan dimalam
hari
7. Dorong pengguanan obat tidur
yang tidak mengandung
supresor tidur REM




33

IMPLEMENTASI HARI KEDUA
Nama klien : Ny. K No.register : 144490
Umur : 75 tahun Diagnosa medis :Alzheimer
Ruang rawat : R. Melati Alamat : Mancasan Kidul
No
DX
Tgl/ waktu Implementasi Evaluasi Ttd
1 30/4/2014

09.00 wib

09.00 wib


09.10 wib


09.10 wib



1. Tempatkan dengan orang terdekat
dalam aktivitas perawatan sehari-hari
2. Tentukan jadwal aktivitas pasien yang
wajar dan masukkan dalam kegiatan
rutin rumah sakit sebisa mungkin
3. Berikan penjelasan, informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/peristiwa
4. Pertahankan dalam keadaan tenang
S: klien mengatakan senang saat
keluarganya berada disekitarnya
O: Klien tampak nayaman dan rileks
A: tujuan tercapai
P: 1. Tempatkan dengan orang terdekat
dalam aktivitas perawatan sehari-hari
2. Berikan penjelasan, informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/peristiwa


2 13.20 wib

13.25 wib


13.40 wib



16.10 wib

16.25 wib
1. Memantau input cairan dan makanan yang
kandungan nutrisi dan kalori yang
diberikan ahli gizi
2. menimbang pasien pada interval yang tepat
BB (50-55kg)
3. memotivasi pasien untuk mengubah
kebiasaan makan dengan cara memberikan
makanan kesukaan dan makanan yang
mudah untuk dikonsumsi
4. melibatkan keluarga menyuapi pasien bila
pasien tidak bisa makan sendiri
5. membantu pasien menulis membuat jadwal
S:klien mengatakan masih kenyang
setelah makan dan merasa ada tenaga
O: pasien hanya menghabiskan porsi
dari makanannya

A:tujuan belum tercapai
P: lanjut intervensi
1. Pantau kandungan nutrisi dan
kalori
2. menimbang pasien pada interval
yang tepat
3. Motivasi pasien untuk mengubah

34


16.50 wib


19.00 wib


16.00 wib
asupan makanan
6. memberikan informasi keluarga tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
7. mendorong keluarga untuk menyediakan
gigi palsu mempermudah dan membantu
proses pengunyahaan
8. memberikan makanan yang sudah
dikolaborasikan dengan ahli gizi
kebiasaan makan
4. Suapi pasien kembali
5. membantu pasien menulis
membuat jadwal asupan makanan
6.
7. Lanjutkan jadwal asupan makanan
8. Dorong keluarga terus untuk
menyediakan gigi palsu
9. memberikan makanan yang sudah
dikolaborasikan dengan ahli gizi
3 14.00 wib


14.05 wib


14.10 wib


14.10 wib

14.10 wib


14.15 wib

14.15 wib

1. mengidentifikasi selalu pola prilaku tidur
terbangun ditengah malam karena suara
bising
2. membantu identifikasi dan mengantisipasi
factor yang dapat menghilangkan rasa
kantuk
3. meberi posisi nyaman saat tidur seperti
semi fowler, miring kiri dan memberikan
guling agar tidur terasa nyaman
4. memfasilitasi pemeliharaan rutinitas pasien
sebelum tidur seperti selimut, bantal guling
5. membatasi tidur siang agar saat malam hari
pasien cepat untuk merasa kantuk dan
cepat tidur
6. menganjurkan klien / keluarga untuk
membatasi asupan dimalam hari
7. memberikan obat tidur yang pemberiannya
sudah dikolaborasikan denga dokter yang
tidak mengandung supresor tidur REM
seperti diazepam
S: klien mengatakan tadi tidak bisa
tidur siang
O: tidak tidur siang
A:tujuan belum terjapai
P: intervensi dilanjutkan
1. identifikasi pola prilaku tidur
2. bantu identifikasi dan
mengantisipasi factor yang dapat
menghilangkan rasa kantuk
3. Beri posisi nyaman saat tidur
4. Fasilitasi pemeliharaan rutinitas
pasien sebelum tidur seperti
selimut, bantal guling
5. Batasi tidur siang
6. Anjurkan klien / keluarga untuk
membatasi asupan dimalam hari
7. memberikan obat tidur yang
pemberiannya sudah
dikolaborasikan dengan dokter
yang tidak mengandung supresor
tidur REM seperti diazepam

35

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bagian ini dibahas tentang asuhan keperawatan pada Ny.K dengan masalah
Alzheimer Adapun ruang lingkup dari pembahasan dari kasus ini sesuai dengan proses
keperawatan yaitu mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi.
A. Pengakajian
Proses pengkajian yang dilakukan pada Ny.K dengan dengan Alzheimer
dilakukan dengan melakukan wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik langsung ke
Ny.K Selain itu perawat mendapatkan keterangan dari orangtua klien. Pelaksanaan
pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi Ny.K saat dikaji.
Pada saat dilakukan pengkajian, Ny.K dan keluarganya cukup terbuka sehingga
memudahkan dalam pelaksanaan dalam asuhan keperawatan. Hal ini di buktikan dengan
Ny.K dan keluarganya mau menjawab pertanyaan dan menerima saran yang diberikan
oleh perawat. Dari data yang terkumpul kemudian dilakukan analisa dan identifikasi
masalah yang dihadapi klien yang merupakan data fokus dan selanjutnya dirumuskan
diagnosa atau masalah keperawatan. Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kondisi
klinis klien.
Fokus pada pengkajian ini adalah mengenai Alzheimer dimana pada saat dikaji
Ny.K mengeluh lupa/linglung.

B. Prioritas Diagnosaa Keperawatan

a. Sindrom gangguan interpretasi lingkungan b.d Dimensia alzheimer
b. Gangguan istirahat tidur b.d berhubungan dengan faktor external dan perubahan
pada sensori
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat
dan perubahan sensori,mudah lupa
Alasan kelompok mengambil diagnose yang pertama yaitu Sindrom gangguan
interpretasi lingkungan b.d Dimensia alzheimer
36

yang merupakan masalah paling mengancam kehidupan pasien yang apabila
tidak ditangani dengan cepat bisa mempengaruhi keadaan klien kemudian diikuti
oleh diagnose yang lain yaitu Gangguan istirahat tidur b.d berhubungan dengan
faktor external dan perubahan pada sensori
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat
dan perubahan sensori,mudah lupa

C. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data tekumpul,
dikelompokan dan ditetapkan masalah keperawatan. Perencanaan disusun berdasarkan
prioritas masalah disesuaikan dengan kondisi klien. Berdasarkan diagnose yang ditegakan
diatas maka perencanaan akan yang dilakukan sesuai dengan proritas. Perancanaan
dilakukan sesuai NOC dan NIC namun pada kasus disesuaikan denggan keaadaan klien.

D. Implementasi
Setelah dibuat rencana keperawatan , kemudian dilanjutkan dengan implementasi. Dari
kasus dilakukan implementasi berdasarkan prioritas diagnose.
a. Sindrom gangguan interpretasi lingkungan b.d Dimensia alzheimer
b. Gangguan istirahat tidur b.d berhubungan dengan faktor external dan perubahan
pada sensori
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat
dan perubahan sensori,mudah lupa
Sesui yang ada pada NIC.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terahir dari asuhan keperawatan. Pada tahap evaluasi yang
perawat lakukan pada Ny.K adalah melihat apakah masalah diatasi sesuai dengan criteria
hasil yang ditetapkan. Dari diagnose yang ditegakan masalah yang dihadapi klien bias
teratai sesuai dengan tindakan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan diagnose yang telah ditetapkan dapat di evaluai dari tindakan-
tindakan yang dialakukan.
37

Sindrom stress
relokasi b.d
perubahan dalam
aktivitas sehari-
hari

Setelah dilakukan keperawatan selama 2x dalam 24 jam selama 3
ship diharapkan Risk Control dari (3) kadang-kadang ke (5) selalu
Dengan KH:
NOC:

Ketidakseimbana
gan nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d intake
tidak adekuat

Setelah dilakukan keperawatan selama 2x dalam 24 jam selama 3
ship diharapkan nutrisional status (1) severe deviation to (3)
moderate dengan KH:
-mematuhi diet
-meningkatnya selera makan
-kebtuhan zat gizi cukup

Gangguan
istirahat tidur b.d
Factor eksternal

Setelah dilakukan keperawatan selama 2x dalam 24 jam selama 3
ship menunjukan tidur (1) gangguan ekstrim ke (3) sedang denga
KH:
-perasaan segar setelah tidur
-pola dan kualitas tidur adekuat













38

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses-
proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai
sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria
dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40
tahun(Lipincot, 2011).
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem
saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Sistem saraf terdiri dari jutaan
sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa
rangsang atau tanggapan (Muttaqin, 2008)
Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia.
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya
massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti


B. Saran
Bagi mahasiswa setelah membaca makalah ini diharapakan bias mempelajari
asuhan keperawatan pada lansia dan diharapakan dapat bermanfaat dalam pemberian
penkes pada Lansia. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dari itu saran dan kritik
kami terima.

39

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heater.2012. Diagnose Keperawatan: Definisi Dan Klarifikasi 2012-2014 Nanda
International. Jakata:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta :
FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Suzanne C., Smeltzer.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
William & Wilkins, Lippincott. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
PT Indeks.
Wilkinson. M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai