Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

OLEH:

Gevin Tabaru 1490123117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXXI

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

2023/2024
A. Definisi

Epilepsi merupakan penyakit syarat yang ditandai dengan episode kejang dapat
disertai hilangnya kesadaran (kristanto, 2017). Berdasarkan internasional league against
epilepsy (ILAE) pada tahun 2005, epilepsy yang didefinisikan secara konseptual
merupakan kelainan otak dengan ditandai kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan
epileptic secara terus menerus dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, dan sosial
dari kondisi ini (Fisher et al.,2014)

B. Anatomi fisiologi
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk
bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam
kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara
reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya
yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam
tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap
rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar
a) Sel Saraf
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah
mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
b) Struktur Sel Saraf
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat
sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu
dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel
saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan
lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.

Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit.
Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat
lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang
menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel ganglia yang membentuk
selubung lemak di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann
disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi
nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus
Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet
(asosiasi).
a) Sel saraf sensori
Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula
spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf
asosiasi (intermediet).
b) Sel saraf motor
Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat.
Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi,
sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
c) Sel saraf intermediet
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat
ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel
saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf
lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet
menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.

Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu


selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf.

a. Sistem Saraf Pusat


Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sum-sum tulang
belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak,
dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan
ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila
membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut :
1) Durameter: merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan tengkorak
2) Araknoid: disebut demikian karena bentuknya seperti sarang laba-laba.
Di dalamnya terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang
mengisi sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput araknoid adalah sebagai
bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3) Piameter: Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat
dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan
nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.

Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu: 1. badan
sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea) 2. serabut saraf
yang membentuk bagian materi putih (substansi alba) 3. sel-sel neuroglia, yaitu
jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya
(korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang
bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian
korteks berupa materi putih.
1) Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan
jembatan varol.
a) Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas
mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber
dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun
ada juga beberapa gerakan refleks otak.
Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian
penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area
motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan
sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,
membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa.
Di sekitar kedua area tersebut adalah bagian yang mengatur kegiatan
psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat
proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan
emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
2) Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak
tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-
kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus
yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.
3) Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan
yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan.
4) Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
5) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi
jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip.
6) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar
berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna
kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian
seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap
bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke
sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari
sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk
dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan
menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf
motor.
Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi. Kumpulan serabut saraf
membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang membawa impuls ke otak
merupakan saluran ascenden dan yang membawa impuls yang berupa perintah
dari otak merupakan saluran descenden.

b. Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar
(sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya
diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat
diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi
keringat.
1) Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf
yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf
yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang
terdiri dari :
a) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
b) lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
c) empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9,
dan 10.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang
saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf
pinggul, dan satu pasang saraf ekor.
Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang
disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.
a) Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang
mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
b) Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c) Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.
2) Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak
maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan.
Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk
sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang
terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang
berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik
terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang
terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang
belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf
parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yangpanjang karena ganglion
menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan
(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus"
bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan
saraf sumsum sambung.

c. Mekanisme Penghantar Impuls


Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf
dan sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut :
1) Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan
melalui serabut saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial
listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf
beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di
bagian dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra
menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat.
Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut
saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial bervariasi antara
1 sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada
atau tidaknya selubung mielin.
Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat
dilalui oleh impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula
(potensial istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan
waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Energi yang digunakan berasal dari hasil
penapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria dalam sel saraf.
Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan
menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila
kekuatannya di atas ambang maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung
akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih
besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.

2) Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis


Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain
dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan
sinapsis. Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan
membran kecil berisi neurotransmitter yang disebut vesikula sinapsis. Neuron
yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran
ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut post-
sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan
melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan
melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.

d. Terjadinya Gerak Biasa dan Gerak Refleks


Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan
penghantaran impuls oleh saraf. Gerak pada umumnya terjadi secara sadar,
namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada
gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa
ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak,
berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus
dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis
terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan
gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu.
Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu
dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori
ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam
otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor,
yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks.
Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung
(asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit
pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung
berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

C. Etiologi

Etilogi epilepsy ada beberapa, yaitu: structural, genetic, infeksi, metabolic, imunitas,
dan tidak diketahui. Pasien epilepsy bisa diklasifikasikan lebih dari satu kategori
etiologi (Scheffer et al.,2017)
a. Structural
Konsep dari etiologi structural adalah bahwa kelainan structural yang secara
substansial meningkatkan risiko terkait dengan epilepsy berdasarkan rancangan
studi yang tepat. Etiologi structural mungkin diperoleh (acquired), seperti stroke,
trauma, infeksi, atau genetic seperti banyak malformasi pada perkembangan
kortikal.
b. Genetic
Konsep dari genetic epilepsy adalah bahwa epilepsy hasil secara langsung yang
diketahui atau diduga dari mutasi genetic, gejala inti dari gangguan ini adalah
kejang. Epilepsy yang melibatkan etiologi genetic cukup beragam, pada beberapa
kasus, gen yang mendasarinya belum diketahui (Scheffer et al.,2017)
Etiologi genetic tidak mengecualikan kontribusi lingkungan. Diterima dengan
baik bahwa faktor lingkungan berkontribusi pada kejang, sebagai contoh, banyak
individu dengan epilepsy lebih mungkin untuk memiliki kejang dengan kurang
tidur, stress, dan sakit. Etiologi genetic mengacu pada varian pathogen (mutasi
efek yang signifikan dalam menyebabkan epepsi pada individu (Scheffer et al.,
2017)
c. Infeksi
Etiologi yang paling umum diseluruh dunia adalah epilepso terjadi sebagai akibat
dari infeksi. Konsep dari etiologi infeksi adalah epilepsy terjadi sebagai hasil
secara langsung dari infeksi yang diketahui bahwa kejang adalah gejala utama dari
gangguan tersebut. Contoh umum di wilaya spesifik di dunia termasuk
neurocysticercosis, tuberculosis, HIV, cerebral malaria, subacute sclerosing
panencephalitis, cerebral toxoplasmosis, dan infeksi kongenital seperti zika dan
cytomegalovirus. Etiologi infeksi mungkin mengacu pada perkembangan menjadi
epilepsy pasca infeksi, seperti ensefalitis viral menyebabkan kejang akibat dari
infeksi akut (Scheffer et al., 2017)

d. Metabolic
berbagai gangguan metabolism dikaitkan dengan epilepsy. Konsep dari epilepsy
metabolic adalah epilepsy terjadi sebagai hasil langsung yang diketahui dan
diduga dari gangguan metabolic dengan kejang adalah gejala utama dari gangguan
tersebut. Penyebab metabolic mengacu pada digambarkan dengan baik defek
metabolic dengan menifestasi atau perubahan biokimia di seluruh tubuh seperti
porfiria, dan uremia. Kemungkinan besar epilepsy metabolic memiliki dasar
genetic, tetapi sebagian mungkin diperoleh defisiensi serebral folat. Identifikasi
spesifik metabolic yang menyebabkan epilepsy sangatlah penting untuk terapi
spesifik dan pencegahaan penurunan intelektual (Scheffer et al., 2017)
e. imunitas
konsep dari imunitas epilepsy adalah epilepsy merupakan hasil langsung dari
ganggian imunitas dengan kejang merupakan gejala utama dari gangguan tersebut.
Etiologi imunitas bisa dikonsepkan adanya bukti autoimun memediasi inflamasi
sistem saraf pusat (Scheffer et al., 2017)

f. tidak diketahui
penyebab etiologi belum diketahui. Pada kategori ini belum mungkin membuat
diagnosis yang pastis elain dari basis elektroklinikal seminologi (Scheffer et
al.,2017)
D. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga
sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium
ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk
ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik
atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak
memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah
otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di
cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama
karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
Risiko perfusi Pola nafas
Pusing
perifer tidak tidak efektif
efektif
Kesadaran Gangguan rasa
menurun nyaman

Kecemasan
orang tua

Ansietas
E. Tanda dan Gejala
1. gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis kejang
dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa
2. kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensory atau motor fokal
3. kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran
4. ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, dengan periode perubahan
kesadaran hanya sangat singkat (detik)
5. kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran

Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, Kejang pada epilepsy dibagi menjadi:

1. kejang umum (generakized seizure): jika aktivasi terjadi pada kedua hemister otak
secara Bersama-sama. Kejang umum terbagi atas:
a. tonic-clonic convulsion (grand mal)
merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba tiba jatuh, kejang, nafas
terengah engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit
lidah terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit
kepala
b. abscense attacks/lena (petit mal)
jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal
remaja penderita tiba-tiba melotot, atau maanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai kejadiannya Cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak
disadari.
c. myoclonic seizure
biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama ( tapi non-epileptik) bisa terjadi pada
pasien normal.
d. atonic seizure
jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa segera
recovered
2. kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak.kejang parsial
terbagi menjadi
a. simple partial siezures
pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada bagian
tertentu dari tubuh
b. complex partial seizures
pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali; gerakan mengunyah
meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran

F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum :
Pemeriksaan fisik umum dilakukan untuk mencari tanda-tanda gangguan yang
berkaitan dengan epilepsy, misalnya : trauma kepala, tanda-tanda infeksi, kelainan
kongenital, kelainan pada kulit (neurofakomatosis), lingkar kepala, dan tanda-
tanda keganasan. (PERDOSSI, 2014).

a. Pengkajian Keperawatan
1. Kepala
- Palpasi : raba dan tentukan ada benjolan apa tidak, ada bekas trauma
atau tidak, bentuk ubun-ubung (besar atau tidak)
- Inspeksi : simetris atau tidak, ukur lingkar kepala
2. Kuku
- Inspeksi : catat mengenai warna biru : sianosis
3. Mata
- Inspeksi : pupil (miosis atau midrasis)
4. Hidung
- Inspeksi : simetris atau tidak
5. Telinga
- Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, ukuran, warna
- Palpasi : tekan daun telinga adakah respon nyeri atau tidak serta rasakan
kelunturan kartaliago
6. Mulut dan Faring
- Inspeksi : apakah ada buih pada mulut (bila kondisi pasien tidak sadar),
bagian bibir apakah ada kelainan congential (bibir sumbing) kesimetrisan,
warna pembengkakan, lesi, kelembapan
- Palpasi : pegang dan tekan pelan daerah pipi kemudian rasakan ada
masa atau tumor, oedematau nyeri
7. Leher
- Inspeksi : amati bentuk, warna kulit, jarring perut, kelenjar tiroid dan
kesimetrisan leher dan dari depan belakang dan samping
- Palpasi : kelenjar tiroid
8. Dada
- Inspeksi : bentuk dada dan pergerakan dada kanan dan kiri, adanya
retraksi intrecosta pergerakan paru
- Auskultasi : mengetahui ada atau tidaknya suara tambahan nafas, veskuler,
wheezing, clecies atau ronchi
9. Abdomen
- Inspeksi : bentuk perut secara umum, warna, ada tidaknya retraksi,
benjolan simetrisan, serta ada atau tidaknya asietas
- Auskultasi : mendengarkan bising usus minimal 15x/menit
10. Muskulokelektal
- Isnpeksi : dapat terjadi tremor saat menggerakan anggota tubuh

G. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


a. Terlaksana Mediakamentosa
Prinsip pengobatan epilepsi adalah dimulai dengan monoterapi lini pertama,
menggunakan OAE sesuai jenis bangkitan : dimulai dari dosis rendah dan
dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Jika
bangkitan tidak dapat dihentikan dengan OAE lini pertama dosis maksimal,
monoterapi lini kedua dimulai (Wijaya et al. 2020).

1. Phenobarbital
Digunakan untuk epilepsi umum dan parsial. Dosis 4-6 mg/kg/hari
terbagi dalam dua dosis (Wijaya et al.,2020). Efek sampingnya adalah
mengantuk, pusing, agresif hiperaktivitas paradoksikal pada anak (IAP, 2014).
2. Phenytoin
Digunakan untuk epilepsi umum dan persial. Dosis 5-7 mg/kg/hari
terbagi dalam dua dosis (Wijaya et al.,2020). Efek sampingnya adalah
hyperplasia gingiva dan hirsutism pada anak-anak dengan penggunaan
jangkapanjang (IAP,2014)
3. Valproic acid
Digunakan untuk epilepsi umum, parsial dan absans. Dosis 15-40
mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis (Wijaya et al.,2020). Efek sampingnya
adalah peningkatan berat badan, gangguan kognitif, dan gangguan fungsi hati
(IDAI,2016)
4. Carbamazepine
Digunakan untuk epilepsi persial. Dosis 10-30 mg/kg/hari terbagi dalam
2-3 dosis (Wijaya et al.,2020). Efek sampingnya adalah sakit kepala, diplopia,
penglihatan kabur, kemerahan, gangguan pencernaan, hyponatremia, dan
neutropenia (IAP,2014).
a. Tatalaksana non medikamentosa
1. Diet ketogenic
Jenis diet ketogenik yang digunakan untuk terapi epilepsi yang paling sering
digunakan adalah diet ketogenik yang dikenakan oleh Wilder pada tahun
1921, dengan pemberian lemak jenuh rantai panjang, serta presentase protein
dan karbohidrat yang rendah. Protokol ini terdiri dari lemak dan rasio 4:1
dengan gabungan protein dan karbohidrat.
2. Tindakan bedah
Tindakan bedah saraf dapat dipertimbangkan pada Sebagian kecil penyandang
epilepsi yang tetap megalami kejang meskipun telah mendapat terapi
kombinasi OAE, terdapat kontraindikasi atau gagal dengan diet ketogenic.
Tindakan bedah boleh dilaksanakan jika tidak ada sumber epilepsi lain di luar
area yang direncanakan akan direksi. Tindakan tersebut dapat berupa
pengangkatan area tempat kejang bermula atau pengangkatan lesi yang
menjadi focus epilepsy (IDAI,2016)

b. Cara menanggulangi kejang epilepsi


Selama Kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonoton yang ingin tahu
2. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
3. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendah keras, tajam
atau panas. Jauhkan dari temapt/benda berbahaya.
4. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
5. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien
melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan
sampai menutupi jalan pernapasannya.
6. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau
yang biasa disebut “aura”. Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang-layang, tidak focus pada aktvitas, mengantuk,
dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada
saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
7. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka
berat, bawah ke Dokter atau Rumah Sakit terdekat.
Setelah Kejang

1. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi


2. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan
bahwa jalan napas paten.
3. Biasanya terdapat periode ekonfusi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang
4. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang
5. Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
6. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat
7. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postictal), coba unutk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut.
8. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh Dokter.

H. Pemeriksaan diagnostic
a. Fungsi Lumbar
Fungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di
otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbar dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan
infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima
terapi antibiotik sebelumnya,gejala meningitis dapat tertutup, karena itu pada
kasus seperti itu fungsi lubar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
b. EEG (elektroensefalogram)
Merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak.
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko.
Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam
otak.
c. EKG (elektrokardiogram)
Dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat
dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabakan seseorang
mengalami pingsan.
d. Pemeriksaan CT scan dan MRI
Dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan
perut dan kerusakan karena cedera kepala.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya
kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk
mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel,
kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
f. Pemeriksaan Radiologis
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
klasifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran
sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
g. Arteriografi
Untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,
penyumbatan, neoplasma/hematoma/abses.
I. Analisa data

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : Demam Risiko Cedera
Ibu pasien mengatakan pada saat (D.0136)
kejang lengan anaknya kaku dan Kebutuhan O2 meningkat sampai
kakinya menendan-nendang 20%

DO : Perubahan difusi Na+ dan K+


- Pasien gelisah
- Mulut berbuih Perubahan beda potensial membrane
- Gigi mengunci sel neuron
- Pasien tampak biru
- Suhu : 38,2°C Pelepasan muatan listrik semakin
TD : 120/90 mmHg meluas ke seluruh sel maupun
Nadi : 100 x/menit membrane sel sekitarnya dengan
RR : 30 x/menit bantuan neurotransiter
- Pasien mengompol
Kejang

Risiko Cedera
2. Gejala dan Tanda Mayor Kejang Hipertermia
a. Subjektif : (tidak tersedia) (D.0130)
b. Objektif : Suhu tubuh diatas nilai Singkat < 15 menit
normal
Gejala dan Tanda Minor Hiperkapni
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : Kulit merah, kejang, Demam meningkat
takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat. Hipertermia
3. Kejang Pola Napas Tidak
Gejalan dan Tanda Mayor :
Efektif
a. Subjektif : Dispnea
> 15 menit (D. 0005)
b. Objektif : Penggunaan otot
bantu pernapasan,Fase ekspirasi
Denyut jantung meningkat
memanjang,Pola napas
abnormal (mis. takipnea.
Kerusakan neuron otak
bradipnea, hiperventilasi
kussmaul cheyne-stokes).
Gejala dan Tanda Minor Gangguan saraf otonom
a. Subjektif : ortopnea

b. Objektif : pernapasan pursed- Bersihan jalan nafas tidak efektif

lip, pernapasan cuping hidung,


tekanan ekspirasi menurun
4. DS : - Kejang Risiko Perfusi Perifer
DO : Tidak Efektif
- Nadi perifer menurun, warna kulit Kontraksi otot meningkat (D.0015)
pucat, turgor kulit menurun
Metabolisme meningkat

Evaporesis

Hipotensi

Syok

Risiko perfusi perifer tidak efektif


5. Gejala dan Tanda Mayor Kejang Ansietas
a. Subjektif : merasa bingung,
(D.0080)
merasa khawatir dengan akibat Kontraksi otot meningkat
b. Objektif : tampak gelisah
Gejala dan Tanda Minor Metabolisme meningkat
c. Subjektif : mengeluh pusing

d. Objektif : frekuensi nafas Evaporesis


meningkat, frekuensi nadi
meningkat, tremor, muka Hipotensi
tampak pucat,
Syok
Kesadaran menurun

Kecemasan orang tua

Ansietas
6. Gejala dan Tanda Mayor Kejang Termoregulasi Tidak
a. Subjektif : (tidak tersedia) Efektif
b. Objektif : kulit dingin/hangat, Singkat < 15 menit (D.0149)
menggigil,suhu tubuh fluktuatif
Gejala dan Tanda Minor Hiperkapni
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : tekanan darah Demam meningkat
meningkat, pucat, frekuensi
nafas meningkat, takikardia, Termoregulasi tidak efektif
kejang, kulit kemerahan
7. Gejala dan Tanda Mayor Kejang Gangguan Rasa Nyaman
c. Subjektif : Mengeluh tidak (D.0074)
nyaman > 15 menit
d. Objektif : gelisah
Gejala dan Tanda Minor Denyut jantung meningkat
c. Subjektif : nengeluh sulit tidur,
mengeluh lelah Kerusakan neuron otak
d. Objektif : tampak
merintih/menangis Gangguan saraf otonom

Pusing

Gangguan rasa nyaman


J. Diagnosa keperawatan
1. Risiko Cedera
2. Hipertermia
3. Pola Nafas Tidak Efektif
4. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif
5. Ansietas
6. Termoregulasi Tidak Efektif
7. Gangguan Rasa Nyaman

K. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Risiko Cedera Setelah dilakukan Manajemen Kejang - Monitor terjadinya
tindakan keperawatan Observasi : kejang berulang
selama 3x24 jam - Monitor terjadinya kejang berulang - Memonitor
diharapakn tingkat - Monitor karakteristik kejang (mis. karakteristik kejang
cedera menurun Aktivitas motoric, dan progresi (mis. Aktivitas
dengan kejang) motoric, dan progresi
Kriteria hasil : - Monitor status neurologis kejang)
- kejadian cedera - Monitor tanda-tanda vital - Memonitor status
menurun Teraupeutik neurologis
- ketegangan otot - Baringkan pasien agar tidak - Memonitor tanda-
menurun terjatuh tanda vital
- ekpresi wajah - Berikan alas empuk dibawah - Membaringkan
membaik kepala, jika memungkingkan pasien agar tidak
- kesakitan menurun - Pertahankan kepatenan jalan napas terjatuh
- frekuensi nadi - Longgarkan pakaian, terutama - Memberikan alas
membaik dibagian leher empuk dibawah
- frekuensi nafas - Dampingi selama periode kejang kepala, jika
membaik - Jauhkan benda-benda berbahaya memungkingkan
terutama benda tajam - Mertahankan
- Catat durasi kejang kepatenan jalan
- Reorientasikan selama periode napas
kejang - Melonggarkan
- Dokumentasikan periode terjadinya pakaian, terutama
kejang dibagian leher
- Pasang akses IV, jika perlu - Mendampingi selama
- Berikan oksigen, jika perlu periode kejang
Edukasi - Menjauhkan benda-
- Anjurkan kepada keluarga benda berbahaya
menghindari memasukkan apapun terutama benda tajam
ke dalam mulut pasien saat periode - Mencatat durasi
kejang kejang
Kolaborasi - Meorientasikan
- Kolaborasi pemberian selama periode
antikonvulsan, jika perlu kejang
- Mendokumentasikan
periode terjadinya
kejang
- Memasang akses IV,
jika perlu
- Memberikan
oksigen, jika perlu
- Menganjurkan
kepada keluarga
menghindari
memasukkan apapun
ke dalam mulut
pasien saat periode
kejang
- Berkolaborasi
pemberian
antikonvulsan, jika
perlu

2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia


tidakan keperawatan Observasi - Untuk mengetahui
selama 3x24 jam - Identifikasi penyebab hipertermia penyebab terjadinya
diharapkan hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar hipertermia
dapat menurun dengan lingkungan panas, penggunaan - Untuk mengetahui
Kriteria hasil : 24ncubator) kenaikan atau
- Menggigil menurun - Monitor suhu tubuh menurun suhu tubuh
- Suhu tubuh membaik - Monitor haluaran urine - Untuk mengetahui
- Suhu kulit membaik - Monitor komplikasi akibat volume urine yang
- Tekanan darah hipertermia keluar
membaik Terapeutik - Untuk mengetahui
- Sediakan lingkungan yang dingin adanya komplikasi
- Longgarkan atau lepaskan pakaian akibat hipertermia
- Berikan cairan oral - Untuk memberikan
Edukasi lingkungan yang
- Anjurkan tirah baring nyaman bagi pasien
Kolaborasi hipertermia
- Kolaborasi pemberian cairan dan - Untuk membantu
elektrolit intravena, jika perlu proses penurunan
suhu tubuh
- Untuk menurun suhu
tubuh
- Untuk memberikan
kenyamanan pasien
saat beristirahat
3. Pola Nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas - Untuk mengetahui
Tidak Efektif tindakan keperawatan Observasi apakah adanya
selama 3x24 jam - Monitor pola napas (frekuensi, gangguan pada pola
masalah bersihan jalan kedalaman, usaha napas) napas
nafas teratasi dengan - Monitor bunyi napas tambahan - Untuk menegtahui
Kriteria hasil : (mis. Gurgling, mengi, wheezing, apakah terdapat
- Batuk efektif ronkhi kering) bunyi napas
meningkat - Monitor sputum (jumlah, warna, tambahan
- Produksi sputum aroma) - Untuk mengetahui
menurun Terapeutik apakah terdapat
- Dispnea menurun - Pertahankan kepatenan jalan napas perubahan warna dan
- Gelisah menurun dengan head-tlit dan chin-lift (jaw- aroma pada sputum
- Frekuensi napas thrust jika curiga trauma servikal) - Agar kepatenan jalan
membaik - Posisikan semi fowler atau fowler napas tetap terjaga
- Pola napas membaik - Lakukan fisioterapi dada bila perlu - Agar pasien tidak
Edukasi terlalu merasakan
- Ajarkan teknik batuk efektif sesak yang dialami
Kolaborasi - Untuk mengurangi
- Kolaborasi pemberian rasa sakit yang di
bronkodilator, bronkodilator, rasakan
ekspektoran, mukolitik, jika perlu - Untuk mengeluakan
sputum
- Agar dapat diberikan
obat pernapasan
sesuai anjuran dokter
4. Risiko Perfusi Setelah dilakukan Pencegahan Syok - Untuk mengetahui
Perifer Tidak tindaka keperawatan Observasi status
Efektif selama 3x24 - Monitor status kardiopulmonal kardiopulmonal
diharapkan perfusi (frekuensi dan kekuatan nadi, - Untuk mengetahui
perifer meningkat frekuensi nafas, TD, MAP) status oksigenasi
dengan - Monitor status oksigenasi - Untuk mengetahui
Kriteria hasil : (oksimetri nadi, AGD) status cairan
- Kekuatan nadi - Monitor status cairan (masukan - Untuk mengetahui
meningkat dan haluaran, turgor kulit, CRT) tingkat kesadaran
- Warna kulit pucat - Monitor tingkat kesadaran dan dan respon pupil
menurun respon pupil - Untuk mengetahui
- Pengisian kapiler - Pemeriksaan riwayat alergi jika ada riawayat
membaik Terapeutik alergi
- Akral membaik - Berikan oksigen untuk - Agar klien dapat
- Turgor kulit mempertahankan saturasi oksigen memenuhi
membaik > 94% kebutuhan
- Lakukanskin test untuk mencegah pernapasannya
reaksi alergi
Edukasi
- Jelaskan penyebab/factor resiko
syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
- Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan
gejala awal syok
- Anjurkan memperbanyak asupan
oral
- Anjurkan menghindari alergi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu

5. Ansietas Setelah dilakukan Redukasi Ansietas (I.09314) - Untuk mengetahui


tindakankeperawatan Observasi : tingkat ansietas
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
selama 3 x 24 jam
berubah - Untuk mengetahui
kecemasan menurun
- Identifikasi kemampuan kemampuan
dan dapat tenang mengambil keputusan mengambil
keputusan
dengan kriteria hasil - Monitor tanda-tanda ansietas
- Agar mengetahui
: Terapeutik : tanda-tanda
- Menyingkirkan - Temani pasien untuk mengurangi ansietas
kecemasan - Agar paien tidak
tanda kecemasan
- Pahami situasi yang membuat cemas
- Tidak dapat
ansietas - Agar mengetahui
perilaku gelisah situasi yang
- Motivasi mngidentifikasi situasi
- Frekuensi napas yang memicu kecemasan membuat ansetas
menurun Edukasi : - Agar dapat
menurunkan situasi
- Menurunkan - Latih teknik relasaksi kecemasan pasien
stimulasi Kolaborasi : - Agar pasien merasa
lingkungan - Kolaborasi pemberian obat nyaman
antiansietas, jika perlu
ketika cemas - Agar perasaan cemas
dapat berkurang
- Menggunakan
teknik relaksasi
untuk
menurunkan
cemas
- Konsentrasi
membaik
6. Termoregulasi Setelah dilakukan Regulasi Temperatur (I.14578) - Untuk menjaga
tindakan keperawatan Observasi : suhu tubuh bayi
Tidak Efektif
selama 3x24 jam tetap stabil
- Monitor suhu bayi sampai stabil
diharapkan suhu tubuh - Untuk mengetahui
(36,5C-37,5C)
kembali normal terjadinya kenaikan
dengan - Monitor suhu tubuh anak tiap dua suhu yang berlebih
Kriteria hasil : jam, jika perlu - Untuk mengetahui
- Menggigil menurun terjadinya
- Monitor tekanan darah, frekuensi
- Kejang menurun penurunan perfusi
pernapasan dan nadi
- Akrosianosis jaringan
menurun - Untuk mengetahui
- Monitor warna dan suhu kulit
- Konsumsi oksigen suhu dan
menurun Terapeutik : menghindari panas
- Piloeraksi menurun yang berkaitan
- Tingkatkan asupan cairan dan
- Pucat menurun dengan penyakit
nutrisi yang adekuat
- Takikardi menurun - Untuk menjaga
- Takipnea menurun - Sesuaikan suhu lingkungan nutrisi dan cairan
- Suhu tubuh dengan kebutuhan pasien dalam tubuh
membaik Edukasi : - Agar pasien
- Suhu kulit membaik nyaman dan suhu
- Jelaskan cara pencegahan tubuh tetap stabil
hipotermi karena terpapar udara - Agar pasien dan
dingin keluarga dapat
Kolaborasi : mencegah dan
menghindari
- Kolaborasi pemberian antipiretik, penyebab
jika perlu hipertermi
- Untuk menghindari
terjadinya demam
7. Gangguan Setelah dilakukan Terapi Relaksasi (I.09326) - Untuk mengetahui
Rasa Nyaman tindakan keperawatan Observasi : penyebab dari
selama 3x24 jam ketidakmammpuan
- Identifikasi penurunan tingkat
diharapkan gangguan berkonsentrasi
energy, ketidakmampuan
rasa nyaman membaik - Agar dapat
berkonsentrasi atau gejala lain
dengan membandingkan
yang yang mengganggu
Kriteria hasil : keefektivan
kemampuan kognitif
- Keluhan tidak relaksasi yang
nyaman menurun - Identifikasi teknik relaksasi yang sebelumnya pernah
- Keluhan sulit tidur pernah efektif digunakan digunakan dengan
menurun relaksasi yang akan
- Periksa ketegangan otot,
- Gelisah menurun digunakan pada
frekuensi nadi, tekanan darah,
- Merintih menurun penelitan ini
dan suhu sebelum dan sesudah
- Mual menurun - Untuk
latihan
- Rileks meningkat mengevaluasi
- Monitor respon terhadap terapi pengaruh relaksasi
relaksasi benson apabila
Terapeutik : pasien memiliki
ketegangan otot
- Berikan informasi tertulis tentang sebelum dan
persiapan dan prosedur teknik sesudah latihan
relaksasi benson - Mengetahui tingkat
Edukasi : kecocokan pasien
dengan terapi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, relaksasi benson
dan jenis relaksasi yang tersedia - Agar pasien tau
(mis : music,meditasi, napas mengenai teknik
dalam, relaksasi otot, progresif, relaksasi benson
benson) yang akan di
praktekan
DAFTAR PUSTAKA

Fisher, R. S., Acevedo, C., Arzimanoglou, A., Bogacz., A., Cross, J. H., Elger, C. E.,
Junior, J. E., Forsgren, L., French, J. A., Glynn, M., Hesdorffer, D. C., Lee, B. I.,
Marthern, G. W., Moshe, S. L., Perucca, E., Scheffer, I. E., Tomson, T., Watanabe, M, &
Wiebe, S. 2014, ‘A practical clinical definition of epillepsy’, Epilepsia, vol. 55, no. 4, pp.
475-482.
Fuadi, Bahtera, T, & Wijayahadi, N. 2010, ‘Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam
pada Anak’, Sari Pediatri, vol. 12, no. 3, pp. 142-149.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang
Demam, Isamael, S., Pusponegoro, H. D., Widodo, D. P., Mangunatmadja, I. &
Handryasturi, S. (ed), Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2016, Epilepsi pada Anak, Mangunatmadja, I.,
Handryastuti. S. & Risan N. M. (ed), Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta.
PPNI, tim pokja S. D. (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 nd edn. Jakarta
Selatan: PPNI
PPNI, tim pokja S. D. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2 nd edn. Jakarta
Selatan: PPNI
2nd
PPNI, tim pokja S. D. (no date) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. edn. Jakarta
Selatan: PPNI

Anda mungkin juga menyukai