Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMORAGIC (ICH)

A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Saraf


Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk
bervariasi. Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam
kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan)
antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf
dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari
luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan
tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar (Pearce, 2014).
1. Sel Saraf
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf
adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
a. Struktur Sel Saraf
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya
terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi
mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi
mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya
sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu
dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar
akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan
sel Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia
yang membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf mielin.
Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma. Fungsi mielin
adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang
tidak terbungkus mielin disebut nodusRanvier, yang berfungsi
mempercepat penghantaran impuls.

1
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel
saraf intermediet (asosiasi).
1) Sel saraf sensori
Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari
reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum
belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori
berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
2) Sel saraf motor
Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem
saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan
tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem
saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson
saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
3) Sel saraf intermediet
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini
dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi
menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem
saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor
sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit
bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat
saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf.
2. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang
belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat
lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain
tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan
selaput meninges. . Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam
adalah sebagai berikut:

2
a. Durameter :  merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan
tengkorak
b. Araknoid :  disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-
labah. Di dalamnya terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan
limfa yang mengisi sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput araknoid
adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan
mekanik.
c. Piameter :  Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat
dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen
dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu: 1)
badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea) 2) serabut
saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba) 3) sel-sel neuroglia,
yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf
pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar
atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih.

3
1) Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla
oblongata), dan jembatan varol.
a) Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas
mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber
dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak,
walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak.
Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat
bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah
belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang
menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam
proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar
berbagai bahasa.
Di sekitar kedua area tersebut adalah bagian yang mengatur
kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan
pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,kreativitas) dan
emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
1) Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah
serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis
dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-
oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini
berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan
mengenali segala jenis rangsangan somatik (Ellis, 2006).
2) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling
depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior
sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik
untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca

4
sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang
mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).
3) Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung
atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara (Ellis, 2006).
4) Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus
temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006).
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi
menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

b) Otak tengah (mesensefalon)


Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di
depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang
mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

5
c) Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot
yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang
normal tidak mungkin dilaksanakan Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak
kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan
sumsumtulang belakang.
d) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi
jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume
dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks
yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
e) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak
bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-
kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang
belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas
disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls
sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang
melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang
belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal
terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan
menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke
saraf motor.
Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi. Kumpulan
serabut saraf membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang membawa
impuls ke otak merupakan saluran asenden dan yang membawa impuls
yang berupa perintah dari otak merupakan saluran desenden.

6
3. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak
sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang
kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas
yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran
pencernaan, dan sekresi keringat.
a) Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu
saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang,
yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak
ada 12 pasang yang terdiri dari :
1) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
2) lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
3) empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor
5, 7, 9, dan 10.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf
gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang
dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5
pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf
ekor.
Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang
disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.
1) Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang
mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
2) Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
3) Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan
kaki.
b) Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari
otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk

7
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat
saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan
parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada
sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek,sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra
ganglion yangpanjang karena ganglion menempel pada organ yang
dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan
(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus
vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf
otak lain dan saraf sumsum sambung (Pearce, 2014)

B. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang
disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah
hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm,
Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat
menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan
biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.
Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor
yang menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.
Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera

8
kepala terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke
hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009).

C. Etiologi
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello (2013)
dan Chakrabarty & Shivane (2008) :
1. Penyakit pembuluh darah kecil: aterosklerosis, amiloid angiopati, genetik
2. Malformasi pembuluh darah: malformasi arteriovenous, malfomasi
cavernous
3. Aneurisma intracranial
4. Penakit vena : sinus serebral/ trombosis vena, dural arteriovenous fistula
5. Reversible cerebral
6. Sindrom vasokontriksi
7. Sindrom moyamoya
8. Inflamasi: vaskulitis, aneurisma mikotik
9. Penyakit maligna: tumor otak, metastasis serebral
10. Koagulopati: genetik, diturunkan/iatrogenik
11. Pengobatan vasoaktif
12. Serangan jantung karena perdarahan
13. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
14. Hipertensi : peningkatan tekanan darah menyebabkan penyempitan arteri
yang kemudian pecahnya arteri di otak
15. Terapi pengenceran darah : obat seperti coumadin, heparin, dan warafin
yang digunakan untuk pengobatan jantung dan kondisi stroke
16. Kehamilan: eklamsia, trombosis vena
17. Merokok

D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak

9
ada Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk
sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh.
Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik
sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.

E. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan
tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,
sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme
ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin
besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan
fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit
per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per

10
100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron
tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen
sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada
keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi
gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang
tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat
meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang
tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak
baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan
konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari.
(Corwin, 2009).

11
F. Pathway

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri


venosa, aneurisma, distrasia darah, obat, merokok

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan:
Darah membentuk massa atau hematoma
Kraniotomi

Luka insisi Port the entry Penekanan pada


pembedahan mikroorganisme jaingan otak

Sel melepaskan Peningkatan


mediator nyeri: Resiko Infeksi tekanan
prostaglandin, intrakranial
sitokinin

Metabolisme
anaerob Gangguan aliran Fungsi otak
Impuls ke pusat
darah dan menurun
nyeri di otak
oksigen ke otak
Vasodilatasi
pembuluh darah Refleks
Somasensori
menelan
korteks otak: nyeri Ketidakefektifan menurun
dipersepsikan perfusi jaringan
serebral
anoreksia
Nyeri akut

Kerusakan
Ketidakseimbangan
neuromotorik
kebutuhan nutrisi

Gangguan mobilitas Kelemahan otot


fisik progresif
12
G. Komplikasi
Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;
1. Oedem serebri, pembengkakan otak yang ditandai dengan penurunan
kesadaran, mual muntah, nyeri pada leher, pusing, pernapasan yang
tidak teratur, penglihatan menjadi kabur dan ketidakmampuan untuk
berjalan
2. Kompresi batang otak, meninggal
Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa :
1. Mortalitas 20%-30%
2. Sembuh tanpa defisit neurologis
3. Sembuh denga defisit neurologis

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:
1. Pemeriksaan Laboraturium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk membantu mengukur apakah ada masalah pada sel-sel darah,
elektrolit tubuh atau apakah ada peradangan
b. Pemeriksaan kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin faal hati
dan faal ginjal)
Untuk mengidentifikasi kelainan sistemik yang dapat menyebabkan
terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada stroke
c. Pemeriksaan darah rutin (HB, HT, Leukosit trombosit, eritrosit)
Untuk mengevaluasi
2. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.

13
3. Lumbal Fungsi
Upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke
dalam ruang subarachnoid. Tes ini dilakukan untuk pemeriksaan cairan
serebrospinal, menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal,
untuk mendeteksi adanya blok subaraknoid.
4. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah alat pemindai yang memanfaatkan medan magnet dan energi
gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam
tubuh. MRI dapat memberikan informasi struktur tubuh yang tidak dapat
ditemukan pada tes lain, seperti X-ray,ultrasound, atau CT scan. Beberapa
penyakit pada otak dan saraf tulang belakang yang dapat didiagnosis dengan
MRI, antara lain stroke, tumor, aneurisma, multiple sclerosis, cedera saraf
tulang belakang, serta gangguan mata dan telinga bagian dalam.
5. Thorax photo
Dapat memperlihatkan keadaan janung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
6. EKG
Untuk mengidentifikasi masalah terkait kondusi listrik jantung, biasanya
jantung berdetak dengan irama regular, pola yang berirama yang
menunjukkan lancarnya aliran darah menuju otak serta organ tubuh lainnya.
Namun, ketika jantung mengalami gangguan kondutki, maka jantung
berdetak secara tak beraturan dapat menyebabkan pembentukan gumpalan
darah dibilik jantung, gumpalan darah ini sewaktu-waktu berpindah ke otak
dan menyebabkan stroke.
7. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography
scanner) adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas
pencintraan secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas
sinar-X melewati tubuh dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus
untuk pencitraan. Berkas yang telah melewati jaringan kurang padat seperti

14
paru-paru akan menjadi lebih kuat, sedangkan berkas yang telah melewati
jaringan padat seperti tulang akan lemah.
Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal
(LCS), melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya daerah
hipodens tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan setelah
perdarahan langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).

I. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan medis tanpa indikasi atau pre craniotomy
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan
medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (dexametason) dapat diberikan
untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara
intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi
intrakranial, vitamin K Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama
pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau.
Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau
diazepam pada praoperasi untuk menghilangkan asnsietas
b. Penatalaksanaan medis post craniotomy
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
1) Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian
manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas
dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan malalui diuresis osmotik. Dexametason dapat diberikan
melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ;  selanjutnya
dosisnya dikurangi secara bertahap.

15
2) Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejan
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk
nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah
kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein 30 mg  diberikan lewat parenteral,
biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi
antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah
menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah
prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk
mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik
3) Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji
dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang
bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar
stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut
kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi
yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal yang dapat
mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan.
Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah
neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat.
c Penatalaksaan Keperawatan
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2. Monitor hemodinamik
3. Posisikan kepala 15-30 derajat
4. Berikan oksigen jika pasien sesak
5. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.

16
6. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
7. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
8. Pemeriksaan Laboratorium seperti: CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keadaan umum:  mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integument:
- Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan leher dan kepala:
- Kepala: bentuk normocephalik
- Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
- Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
d. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat
bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia
atau reensi urin
g. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.

17
1. Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau dengan
baik.
2. Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan melihat
karena penurunan kesadaran.
3. Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya pupil akan
lenyap.
4. Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea
biasanya tejadi kelainan.
5. Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
6. Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7. Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
8. Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(rigiditas nukal).
9. Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat fasikulasi
(kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat berbicara.

18
2. Diagnosis Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
Tahanan pembuluh darah; infark
b. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis
c. Nyeri kepala akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
(TIK)
d. Kerukan intregritas kulit b.d imobilisasi fisik
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan
neuromuskular
f. Resiko Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
g. Resiko aspirasi
h. Resiko cidera
i. Resiko jatuh

3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko NOC: NIC:
ketidakefekt Tissue Perfusion: Neurologic Monitoring
ifan perfusi Cerebral 1. Monitor ukuran pupil, bentuk,
jaringan Setelah dilakukan kesimetrisan, dan reaktifitasnya
cerebral asuhan selama 3x 24 2. Monitor level kesadaran
berhubunga jam ketidakefektifan 3. Monitor level orientasi
n dengan perfusi jaringan cerebral 4. Monitor Glasgow Coma Scale
Tahanan teratasi dengan kriteria 5. Monitor tanda vital: suhu,
pembuluh hasil: tekanan darah, nadi, dan
darah; 1. Tekanan respirasi
infark systole dan diastole 6. Monitor status respirasi: level
dalam rentang yang AGD, oksimetri nadi,
diharapkan (sistol: kedalaman, pola, laju, dan
<140 mmHg; usaha napas
diastole: <90 7. Monitor Intra Cranial Pressure
mmHg) (ICP) dan Cerebral Perfusion
2. Tidak ada Pressure (CPP)
ortostatikhipertensi 8. Monitor refleks kornea
3. Komunika 9. Monitor tonus otot pergerakan
si jelas 10. Catat perubahan pasien dalam
Menunjukkan merespon stimulus
konsentrasi dan 11. Monitor status cairan

19
orientasi (GCS : 12. Pertahankan parameter
E4V5M6) hemodinamik
4. Pupil
seimbang dan 13. Tinggikan kepala 0-45o
reaktif tergantung pada konsisi pasien
5. Bebas dan order medis
dari aktivitas kejang
6. Tidak Intracranial Pressure (ICP)
mengalami nyeri Monitoring
kepala 2. Monitor intake dan output
3. Cek kaku kuduk klien
4. Posisikan klien dengan kepala
dan leher pada posisi normal,
menghindari hip fleksi yang
ekstrim
5. Sesuaikan kepala di tempat
tidur untuk mengoptimalkan
pefusi serebral
6. Batasi perawatan untuk
meminimalkan peningkatan
ICP
2 Pola napas Status pernafasan: Manajemen jalan napas:
tidak efektif ventilasi 1. Posisikan pasien untuk
b.d Setelah dilakukan memaksimalkan ventilas
gangguan tindakan keperawatan 2. Identifikasi pasien perlunya
neurologis selama 1x8 jam pasien pemasangan alat jalan nafas
menunjukkan keefektifan buatan
pola nafas dibuktikan 3. Lakukan fisioterapi dada jika
dengan kriteria hasil : perl
1. Frekuensi pernafasan 4. Keluarkan sekret dengan batuk
dalam batas normal atau suctio
2. Ekspansi dada 5. Auskultasi suara nafas, catat
simetris. adanya suara tambahan
3. Bernafas mudah. 6. Monitor respirasi dan status
4. Tidak didapatkan oksigen.
penggunaan otot 7. Posisikan pasien untuk
tambahan mengurangi dispneu.
5. Tidak didapatkan 8. Kolaborasi dengan dokter
suara nafas tambahan
3 Nyeri NOC: NIC:
kepala akut Pain Level Pain Management
berhubunga Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri
n dengan tinfakan keperawatan secara komprehensif termasuk
peningkatan selama 1x 2 jam Pasien lokasi, karakteristik, durasi,
tekanan tidak mengalami nyeri, frekuensi, kualitas dan faktor
intracranial dengan kriteria hasil: presipitasi
1. Mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab

20
nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan untuk mencari dan menemukan
tehnik dukungan
nonfarmakologi 4. Kontrol lingkungan yang dapat
untuk mengurangi mempengaruhi nyeri seperti
nyeri, mencari suhu ruangan, pencahayaan
bantuan) dan kebisingan
2. Melapor 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
kan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
berkurang dengan 7. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi: napas dada,
manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
3. Mampu hangat/ dingin
mengenali nyeri 8. Berikan analgetik untuk
(skala, intensitas, mengurangi nyeri
frekuensi dan tanda 9. Tingkatkan istirahat
nyeri) 10. Berikan informasi tentang nyeri
4. Menyatakan rasa seperti penyebab nyeri, berapa
nyaman setelah lama nyeri akan berkurang dan
nyeri berkurang antisipasi ketidaknyamanan dari
5. Tanda vital dalam prosedur
rentang normal
6. Tidak mengalami
gangguan tidur
4 Kerusakan Tissue integrity Pressure Management
intregritas
kullit b.d Setelah dilakukan 1. Monitor tanda tanda vital
imobilitas perawatan selama 3 x 8 2. Monitor adanya tanda infeksi
fisik jam diharapkan 3. Anjurkan klien menggunakan
gangguan mobilitas fisik pakaian yang longgar
berkurang dengan 4. Jaga kebersihan kulit dan
kriteria hasil : tempat tidur
5. Bersihkan luka dengan
1. Integritas kulit yang peralatan aseptik
baik bisa 6. Monitor akan adanya
dipertahankan kemerahan
2. Melaporkan adanya 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
gangguan sensasi klien
atau nyeri pada
daerah kulit yang
mengalami
gangguan
3. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
4. Tanda tanda vital

21
dalam rentang
normal

4 Gangguan NOC: NIC:


mobilitas Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
fisik Active 1. Monitoring vital sign
berhubunga Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan
n dengan Setelah dilakukan lihat respon pasien saat latihan
Kelemahan tindakan keperawatan 2. Konsultasikan dengan terapi
neutronsmit selama 3x24 jam fisik tentang rencana ambulasi
er (216) gangguan mobilitas fisik sesuai dengan kebutuhan
teratasi dengan kriteria 3. Bantu klien untuk menggunakan
hasil: tongkat saat berjalan dan cegah
1. Klien meningkat terhadap cedera
dalam aktivitas fisik 4. Ajarkan pasien atau tenaga
2. Mengerti tujuan dari kesehatan lain tentang teknik
peningkatan ambulasi
mobilitas 5. Kaji kemampuan pasien dalam
3. Memverbalisasikan mobilisasi
perasaan dalam 6. Latih pasien dalam pemenuhan
meningkatkan kebutuhan ADLs secara mandiri
kekuatan dan sesuai kemampuan
kemampuan 7. Dampingi dan Bantu pasien
berpindah saat mobilisasi dan bantu
4. Memperagakan penuhi kebutuhan ADLs ps.
penggunaan alat 8. Berikan alat bantu jika klien
Bantu untuk memerlukan.
mobilisasi (walker) 9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Resiko NOC : Nutrition Management
nutrisi Nutritional status:
1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari and Fluid Intake
2. Anjurkan makan sedikit tapi
kebutuhan Weight Control
sering
tubuh Setelah dilakukan
3. Anjurkan pasien untuk
tindakan keperawatan
meningkatkan protein dan
selama 3x24 jam nutrisi
vitamin C
kurang teratasi dengan
4. Berikan substansi gula jika
indikator:
tidak ada kontaindikasi
1. Tidak ada tanda
5. Yakinkan diet yang
malnutrisi
dimakan mengandung tinggi
2. Albumin
serat untuk mencegah
Serum dalam batas
konstipasi
normal
6. Berikan makanan yang
3. Natrium,
terpilih ( sudah dikonsultasikan
kalium dan clorida
dengan ahli gizi)
dalam batas normal
7. Monitor jumlah nutrisi dan
4. Tidak
kandungan kalori
ada penurunan

22
berat badan 8. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
9. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.

23
Daftar Pustaka

Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media

American Heart Association. 2014. Recent Developments in the Acute Treatment of


Intracerebal Hemorrhage. [serial online]. https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@fda/documents /downloadable/ucm_464340.pdf . [10 Oktober
2015]

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates of
America: Elsevier.

Chakrabarty, A. & Shivane A. 2008. “Pathology of Intracerebral Hemorrhage”.


ACNR. Vol. 8 (1): 20-21.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates of
America: Elsevier.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:


EGC.

Pearce, C evelyn. 2014. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama

Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.

Syaifudin. 2011. Anatomi Fiiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: EGC

Zuccarello, M. 2013. “Intracerebral Hemorrhage (ICH)” University of Cincinnati


Department of Neurosurgery. Ohio: Mayfield Clinic.

24

Anda mungkin juga menyukai