Anda di halaman 1dari 8

Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68

https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

Case Study dalam Mengatasi Anemia


pada Remaja Putri di Keluarga dengan Model HEMA Coach
(Health Education, Modifikasi Perilaku, dan Coaching)

Teti Rahmawati1*

1Departemen Keperawatan Komunitas, STIKes Jayakarta, PKP DKI Jakarta, Indonesia


*Corresponding Author: tetirahmawati97@gmail.com

Abstrak

Remaja merupakan salah satu kelompok yang berisiko mengalami anemia yang disebabkan kurangnya zat besi di
dalam tubuh dengan berbagai faktor pencetus. Salah satu intervensi yang dilakukan diberi nama HEMA Coach terdiri
dari health education, modifikasi perilaku, dan coaching. Tujuan intervensi ini adalah terjadinya penurunan prevalensi
anemia di keluarga. Desain penelitian adalah studi kasus menggunakan pendekatan asuhan keperawatan keluarga
terhadap 10 keluarga yang diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terjadi
peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan keluarga dalam mengatasi masalah anemia pada remaja putri.
Rekomendasi penelitian adalah kebijakan pemerintah dalam pemberian promosi kesehatan dan monitoring terhadap
perubahan perilaku remaja putri yang dilakukan secara berkelanjutan.
Kata Kunci: Anemia, HEMA Coach, Remaja putri

Abstract

Adolescents are among the groups at risk for anemia caused by a lack of iron in the body with various precipitating
factors. One of the interventions carried out named HEMA Coach consists of health education, behavior modification,
and coaching. The purpose of this intervention is the decreasing prevalence of anemia in the family. The research
design is case studies using family nursing approach to 10 families taken with purposive sampling technique. The
results showed an increase in knowledge, attitude, and family skills in overcoming anemia problems in young women.
Research recommendation is government policy on giving health promotion and monitoring to change of behavior of
adolescent girl which do continuously.
Key words: Adolescents, Anemia, HEMA Coach

61
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

Pendahuluan Ketidakseimbangan antara asupan dan


kebutuhan apabila tidak ditangani dapat
Remaja didefinisikan sebagai periode transisi mengakibatkan menurunnya kemampuan dan
perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan
dewasa, yang mencakup aspek biologi, kognitif, dan perkembangan remaja, dan menurunkan
dan perubahan sosial yang berlangsung antara kemampuan fisik dan kebugaran (Neri, 2009).
usia 10-19 tahun (Santrock, 2007). Perubahan- Penelitian yang dilakukan oleh Bagni, Yokoo, &
perubahan yang terjadi pada masa transisi ini Veiga (2014) menyatakan terdapat hubungan
cenderung membuat remaja berusaha antara asupan nutrisi dengan kejadian anemia;
mengeksplorasi diri, mengaktualisasikan peran anemia pada remaja terjadi karena kurangnya
yang dapat mengarahkan remaja kepada gaya asupan makanan yang mengandung zat besi.
hidup yang negatif (Stanhope & Lancaster, 2016), Menurut Hayati (2010), akibat jangka
seperti mengonsumsi makanan rendah zat besi, panjang anemia pada remaja putri adalah apabila
tidak suka mengonsumsi sayuran hijau, dan remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan
istirahat kurang yang dapat menimbulkan mampu memenuhi zat-zat gizi bagi dirinya dan
berbagai masalah kesehatan diantaranya anemia juga janin dalam kandungannya serta pada masa
pada remaja (Miller, 2012). kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan
WHO (2014) menyatakan 1,65 miliar orang frekuensi komplikasi, resiko kematian maternal,
mengalami anemia. Terdapat 9 dari 10 orang di angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian
negara berkembang mengalami anemia. Menurut perinatal. Selain itu, anemia pada remaja dapat
Kemenkes RI (2013) wanita berisiko mengalami menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik,
anemia paling tinggi terutama pada remaja putri. gangguan perilaku serta emosional. Hal ini dapat
Berdasarkan Riskesdaas tahun 2013 diperoleh memengaruhi proses pertumbuhan dan
data bahwa prevalensi anemia di Indonesia pada perkembangan sel otak sehingga dapat
remaja putri adalah sebesar 25% dan anemia pada menimbulkan daya tahan tubuh menurun, mudah
remaja sebesar 17-18% (Depkes RI, 2014). lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu,
Iskandar (2009), menyebutkan bahwa anemia gizi prestasi belajar menurun serta dapat
pada remaja putri disebabkan oleh kurang mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah
pengetahuan, sikap, dan keterampilan remaja (Sayogo, 2006). Sehingga diperlukan berbagai
akibat kurangnya informasi, kurang kepedulian intervensi untuk mengatasi dampak yang dialami,
orang tua, masyarakat, dan pemerintah terhadap salah satunya dengan merubah perilaku remaja.
kesehatan remaja serta belum optimalnya Perilaku, salah satunya perilaku sehat,
pelayanan kesehatan remaja. dipengaruhi oleh pengetahuan motivasi, serta
Terjadinya anemia pada remaja putri keterampilan. Intervensi keperawatan yang
berfokus pada pola perilaku yang tidak sehat, dilakukan untuk merubah perilaku sehat diawali
seperti: remaja cenderung tidak suka dengan memberikan health education, sebagai
mengonsumsi sayuran, adanya keinginan untuk salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan
tetap langsing atau kurus, diet tidak seimbang, yang menjadi pemicu awal terjadinya perubahan
ketidakseimbangan asupan nutrisi dengan perilaku. Intervensi lain yang dilakukan adalah
aktivitas (Linda, Michelle, & Laura, 2013; modifikasi perilaku (Green, Lawreance, &
Mesias, Seiquer, & Navarro, 2012; Anand, Rahi, Kreuter.,2005; Notoatmojo, 2010). Menurut
Sharma, & Ingle, 2013), yang dapat menimbulkan Saifah (2012) anak yang susah melakukan
berbagai dampak. Menurut Linda, Michelle, & perilaku makan sehat perlu diberikan motivasi
Laura (2013) keinginan remaja untuk tetap salah satunya dengan memodifikasi perilaku dan
langsing atau kurus sehingga berdiet dan untuk meningkatkan keterampilan hidup sehat
mengurangi makan sering menyebabkan dapat dilakukan melalui intervensi coaching
kekurangan zat besi pada remaja putri. Diet yang dengan cara melatih individu agar memiliki
tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh kemampuan dalam perawatan kesehatan dan
akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi mempertahankan perilaku yang diharapkan
yang penting seperti besi (Arisman, 2007). menjadi kebiasaan yang konsisten dilakukan
secara berkelajutan (Sari, 2016). Hal ini menjadi

62
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

dasar intervensi yang dilakukan untuk merubah Pola makan remaja putri tidak teratur, tetapi
perilaku remaja putri. rata-rata frekuensi makan 1-2 kali setiap hari. 4
Intervensi yang digunakan dalam penelitian remaja putri malas makan karena takut gemuk. 4
ini diberi nama hema coach yaitu terdiri dari tidak pernah sarapan dengan alasan takut sakit
pemberian health eduation, modifikasi perilaku, perut di sekolah, 5 lainnya sarapan dengan menu
dan coaching. Intervensi ini dilakukan selama 12 nasi uduk ditambah bakwan, dan 1 sarapan
minggu yang diberikan pada remaja putri dan dengan energen dan gorengan. Rata-rata konsumsi
keluarga terutama ibu. Menurut Taylor (2006) air putih 2-4 gelas dan teh gelas 2 -3 gelas. 6
seseorang yang memiliki dukungan keluarga remaja putri hampir setiap hari makan mie instan
tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan tanpa tambahan sayur dan lauk seperti telur atau
mengatasi masalahnya dibanding dengan yang sayur sawi, 5 tidak menyukai sayuran, 4 menyukai
tidak memiliki dukungan. Untuk itu, peran serta sayuran tertentu saja seperti sayur soup. Remaja
keluarga terutama ibu sangat berpengaruh dalam putri tidak setiap hari mengonsumsi buah-buahan
merubah perilaku remaja untuk mengatasi dengan alasan jarang tersedia di rumah. Kebiasaan
masalah anemia yang dialaminya. Tujuan tidur larut malam setelah jam 22.00 WIB
penelitian ini adalah remaja putri dan keluarga dilakukan 7 remaja putri. Aktifitas fisik yang
memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dilakukan berangkat sekolah dengan berjalan kaki
yang baik tercermin dari perilaku dalam dan mengikuti beberapa ekskul di sekolah.
mengatasi anemia, salah satunya ditandai dengan Keluarga tidak mengetahui terdapat anggota
peningkatan nilai Hb dan IMT. Selain itu, keluarga yang mengalami anemia karena remaja
terjadinya peningkatan tingkat kemandirian putri masih tetap beraktifitas seperti biasa
keluarga dari tingkat I – II ke tingkat III – IV. meskipun sering terdapat keluhan capek, ngantuk,
Adapun metode yang digunakan adalah studi atau lemas. Keluarga menganggap keluhan yang
kasus melalui kunjungan rumah. Pemilihan kasus dirasakan adalah hal yang biasa terjadi pada
dilakukan dengan metode purposive sampling remaja, sehingga tidak membawanya ke
yaitu memilih 10 keluarga yang menjadi keluarga pelayanan kesehatan. Keluarga jarang masak
binaan dengan kriteria inklusi keluarga dengan makanan sendiri sebanyak 5 keluarga, tidak
anak remaja putri yang teridentifikasi mengalami memiliki kebiasaan sarapan pagi sebanyak 4
anemia. keluarga tetapi kadang-kadang jika anaknya minta
sarapan baru disediakan.
Deskripsi Kasus Data yang telah terkumpul dilakukan analisis
data dan prioritas masalah (skoring) sehingga
Proses pelaksanaan penelitian diaplikasikan diperoleh masalah keperawatan dalam keluarga.
dalam bentuk asuhan keperawatan keluarga yang Kedua adalah merumuskan diagnosa keperawatan
dilakukan kepada 10 keluarga dengan anak remaja dengan menggunakan NANDA (2015-2017).
putri yang mengalami anemia di wilayah Ketiga menyusun rencana keperawatan yang
Kelurahan Curug Cimanggis Kota Depok. Data mengacu pada NIC dan indikator pencapaian
yang diperoleh dari hasil pengkajian ke-10 tujuan berdasarkan NOC. Intervensi yang
keluarga binaan adalah 9 keluarga merupakan dilakukan diberi nama hema coach yang terdiri
keluarga inti, 8 KK berpendidikan <SMA, 8 KK dari health education, modifikasi perilaku, dan
bekerja sebagai buruh dan 2 keluarga pedagang coaching. Ke empat melakukan implementasi
makanan, pendidikan ibu <SMA dimiliki oleh 9 berdasarkan rencana keperawatan yang sudah
keluarga, hasil pengukuran berat badan dan tinggi disusun. Ke lima melakukan evaluasi berdasarkan
badan pertama menunjukkan 7 remaja putri hasil implementasi yang sudah dilakukan.
termasuk kategori kurus (IMT<17 Kg/m2) dan 3 Pelaksanaan intervensi (Implementasi)
remaja putri termasuk kategori normal (IMT 17- dilakukan terhadap 10 keluarga binaan dalam
23Kg/m2). Tanda dan gejala yang dirasakan waktu yang sama yaitu 12 minggu, dengan tahap-
remaja putri adalah lemas, lelah, sering tahap sebagai berikut: melakukan health
mengantuk, cepat capek, sulit konsentrasi untuk education dengan cara penyuluhan mengenai
belajar, kadang cepat marah, konjungtiva anemis, proses penyakit anemia dan mengajarkan cara
pengisian kapiler refil lebih dari 3 detik, telapak melakukan pemeriksaan tanda dan gejala anemia.
tangan dan ujung jari tampak pucat. Kemudian pada kunjungan berikutnya dilakukan

63
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

health education mengenai manajeman nutrisi Hasil pengukuran IMT diperoleh 7 remaja putri
serta mengajarkan cara menyusun menu terutama termasuk dalam kategori kurus (< 18,5). Selain
untuk remaja yang mengalami anemia. itu, 10 keluarga mengalami peningkatan tingkat
Mendiskusikan cara melakukan modifikasi kemandirian, di mana sebelum intervensi
perilaku yang akan dilakukan terkait asupan kemandirian keluarga berada pada tahap mandiri I
nutrisi (pengaturan frekuensi dan waktu makan, dan II sedangkan setelah intervensi meningkat
jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah porsi menjadi mandiri III dan IV.
makan, dan kebiasaan makan), aktifitas fisik, dan
istirahat tidur. Semua bentuk modifikas perilaku Pembahasan
dicatat dalam buku kerja remaja anemia dan
dievaluasi setiap kunjungan keluarga. Hasil intervensi keperawatan menunjukkan
Intervensi lain yang dilakukan adalah terjadinya peningkatan pengetahuan setelah
coaching dengan cara membimbing dan dilakukan intervensi terkait masalah anemia.
mengajarkan cara memilih, mengolah, dan Peningkatan pengetahuan diperoleh karena
menyajikan makanan yang dilakukan sebanyak 3 adanya informasi yang diberikan melalui
sesi (sesi satu dilakukan tahap 1-3 selama 30 – 45 intervensi health education yang dilakukan
menit, sesi dua dilakukan tahap 4-5 selama 60 – dengan menggunakan metode ceramah, diskusi,
90 menit, dan sesi 3 dilakukan tahap 6 selama 30 tanya jawab, demonstrasi, re-demonstrasi,
menit), dievaluasi setelah 2 minggu melalui buku pembimbingan, permainan, dan praktek.
kerja ibu dan kunjungan langsung secara tiba-tiba. Didukung dengan media lembar balik, leaflet,
Setelah semua rencana keperawatan di food models, buku kerja ibu dan remaja anemia,
implementasikan makan di akhir pelaksanaan serta alat peraga lain berupa bahan makanan. Hal
asuhan keperawatan dilakukan evaluasi sumatif ini dilakukan karena setiap metode dan media
untuk mengevaluasi seluruh proses yang telah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
dilakukan. masing sehingga untuk memaksimalkan
Hasil intervensi keperawatan, menunjukkan pencapaian tujuan dibutuhkan modifikasi dengan
terjadinya peningkatan pengetahuan sebelum dan menggabungkan beberapa metoda dan media
setelah dilakukan intervensi terkait masalah sesuai dengan sasaran pembelajaran dan tujuan
anemia yaitu dari tidak ada keluarga yang yang ingin dicapai.
memiliki pengetahuan baik menjadi 8 keluarga Peningkatan pengetahuan dapat menjadi
memiliki pengetahuan baik. Pengetahuan langkah awal keluarga untuk merubah perilaku
manajeman nutrisi meningkat dari tidak ada yang tidak sehat menjadi sehat termasuk merubah
keluarga yang memiliki pengetahuan baik menjadi kebiasaan dalam mengonsumsi makanan yang
9 keluarga memiliki pengetahuan baik. Respon kaya zat besi, memenuhi kebutuhan istirahat tidur,
yang ditunjukkan keluarga saat melakukan maupun aktifitas fisik sesuai dengan kemampuan.
intervensi adalah aktif dan antusias. Terjadinya Didalam keluarga pengetahuan ibu mengenai
peningkatan sikap dari 10 keluarga, yaitu dari 3 masalah kesehatan sangat berperan dalam
menjadi 8 keluarga yang memiliki sikap baik. merubah perilaku keluarga (Notoatmojo, 2010),
Sedangkan sikap keluarga dalam memenuhi karena peran ibu sangat besar dalam menentukan
kebutuhan nutrisi meningkat dari 2 menjadi 8 kondisi kesehatan anggota keluarga termasuk
keluarga yang memiliki sikap baik. dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi keluarga
Hasil intervensi juga menunjukkan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Dengan
peningkatan keterampilan sebelum dan setelah adanya pengetahuan, ibu menjadi memahami
dilakukan intervensi dari tidak ada menjadi 9 nutrisi yang dibutuhkan oleh remaja, jenis
keluarga yang terampil melakukan pemeriksaan makanan yang harus disajikan, kebiasaan makan
tanda dan gejala anemia. Keterampilan dalam yang diterapkan, maupun pola hidup yang harus
menyusun menu meningkat dari tidak ada menjadi diterapkan dalam keluarga sehingga anemia pada
8 keluarga yang terampil. Keterampilan dalam remaja dapat diatasi.
memilih, mengolah, dan menyajikan makanan Hasil intervensi menunjukkan terjadinya
juga meningkat dari tidak ada menjadi 9 keluarga peningkatan sikap yang baik dalam mengatasi
yang terampil. Hasil Screening Hb menunjukkan anemia. Peningkatan sikap yang terjadi dalam
10 remaja putri mengalami peningkatan nilai Hb. keluarga merupakan salah satu dampak dari

64
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

peningkatan pengetahuan yang dialami. Sehingga lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
dengan adanya pengetahuan, keluarga akan didasari pengetahuan. Pendidikan kesehatan
memberikan respon berupa sikap untuk mengatasi memotifasi seseorang untuk menerima informasi
masalah yang dihadapinya, seperti adanya kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi
perhatian dalam menyediakan menu makan tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih
berdasarkan keinginan remaja putri sehingga sehat. Didukung pernyataan Pender, Murdaugh,
remaja termotivasi untuk makan. dan Parsons (2015) mengatakan perilaku orang
Keterampilan keluarga dalam melakukan tua memiliki pengaruh yang besar dalam
pemeriksaan tanda dan gejala anemia, menyusun memengaruhi perilaku anak.
menu, memilih, mengolah, dan menyajikan Hasil Screening Hb menunjukkan
makanan juga mengalami peningkatan. peningkatan kadar Hb. Hal ini terjadi karena
Keterampilan ibu tentunya sangat penting dalam asupan makanan remaja meningkat tidak hanya
melakukan perubahan perilaku di dalam keluarga. dari jumlah tapi juga dari kualitas makanan yang
Intervensi yang dilakukan untuk mempelajari dikonsumsi. Sesuai hasil penelitian Marfuah,
keterampilan baru adalah coaching. Coaching Pertiwi, & Kusudaryati (2016), pendidikan
dilakukan untuk memberikan pemahaman dan kesehatan dan peningkatan asupan nutrisi dapat
keterampilan baru dengan cara memberikan mengatasi anemia. Mekipun 10 keluarga
bimbingan langsung (Lubis, 2012). Efektifitas mengalami peningkatan nilai Hb, tetapi 1 remaja
coaching dalam mempelajari keterampilan putri masih dikategorikan mengalami anemia
didukung hasil penelitian Croffoot, Bray Krust, yaitu memiliki nilai Hb 10,5 gr/dl dari nilai 8,5
Black Marsha, dan Kurber (2010) coaching gr/dl. Menurut analisis penulis, hal ini terjadi
efektif dilakukan untuk mengajarkan cara karena remaja putri berasal dari tipe keluarga
melakukan kebersihan gigi pada anak usia single family, keluarga (ibu) memiliki tingkat
sekolah. pendidikan rendah (< SMA) dan penghasilan
Coaching di keluarga dilakukan terhadap ibu keluarga di bawah UMR Kota Depok (Rp.
dan remaja putri. Coaching pada remaja bertujuan 3.046.180,-) jumlah saudara 3 (2 orang masih
untuk memberikan keterampilan dalam memilih sekolah).
makanan sehat dan menentukan menu makanan Kondisi ekonomi yang kurang menyebabkan
yang akan di konsumsi sehingga remaja daya beli keluarga menurun sehingga mengalami
memahami cara melakukan perilaku hidup sehat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga
serta berkomitmen untuk melakukan pola hidup termasuk kebutuhan nutrisi pada remaja yang
sehat secara konsisten. Sedangkan coaching yang mengalami anemia. Iskandar (2009)
dilakukan pada ibu bertujuan untuk memberikan mengungkapkan bahwa semakin besar jumlah
keterampilan mengenai cara menyusun menu dan anak dalam keluarga beban hidup yang
manfaat makanan dari mulai memilih, mengolah, ditanggung akan semakin besar, termasuk
dan menyajikannya sehingga remaja putri tertarik perhatian terhadap konsumsi makan anak akan
untuk makan. Peran serta ibu dalam coaching berkurang. Besar keluarga berpengaruh pada
menunjukkan tingginya dukungan dan peran serta pembelanjaan dan konsumsi pangan keluarga
keluarga dalam mengatasi masalah anemia yang terutama dalam mengonsumsi jenis makanan
dialami remaja putri. Seseorang yang memiliki hewani. Status ekonomi juga turut memberikan
dukungan keluarga tinggi akan lebih berhasil pengaruh terhadap kemampuan daya beli dan
menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding konsumsi makanan yang mengandung zat besi
dengan yang tidak memiliki dukungan (Taylor, dan vitamin C lebih banyak. Status sosial
2006). ekonomi keluarga merupakan faktor yang
Peningkatan pengetahuan, sikap, dan mempengaruhi angka kejadian anemia pada
keterampilan yang dimiliki keluarga (ibu) dapat remaja putri (Kim, 2014; Marwan, Amin, &
mempermudah ibu menjalankan perannya sebagai Yehia, 2013).
penjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
Peran tersebut dapat dijalankan ibu dengan benar pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap
karena perilaku yang ditunjukkan ibu didasari kemampuan dalam menyusun menu dan
oleh pengetahuan. Sesuai penyataan Notoatmojo menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan
(2010) perilaku yang didasari pengetahuan akan remaja putri yang mengalami anemia. Hasil

65
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

penelitian ini memperkuat pernyataan Murray anggota keluarga. Selain itu, anak-anak di dalam
(2010) yang menyatakan bahwa kemampuan keluarga belum ada yang bisa diberikan tanggung
keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi jawab untuk menggantikan peran ibu dalam
anggota keluarga salah satunya dipengaruhi oleh menyediakan makanan karena semua anak sejak
tingkat pendidikan ibu. kecil tidak dibiasakan untuk membantu pekerjaan
Hasil pengukuran IMT diperoleh 7 remaja rumah, kegiatan anak di fokuskan hanya untuk
putri termasuk dalam kategori kurus (< 18,5) hal belajar dan semua kebutuhan serta pekerjaan
ini tidak selalu mengindikasikan bahwa seseorang rumah dilakukan oleh ibu.
yang kurus pasti akan mengalami anemia. Sesuai Kondisi di atas menyebabkan ibu tidak
dengan hasil penelitian Gupta, Parashar, Thakur, memiliki waktu untuk melakukan tindakan
dan Sharma (2012) menyatakan IMT dan usia pencegahan terhadap masalah anemia yang
onset menarche tidak berhubungan secara dialami remaja putri seperti setiap hari
signifikan dengan Anemia. Hasil penelitian Kaur, menyediakan makanan sehat dan melakukan
Deshmukh, dan Garg (2006) berdasarkan hasil modifikasi perilaku sesuai dengan komitmen
Analisis univariat menunjukkan IMT tidak keluarga karena sampai di rumah ibu sudah
berkontribusi secara signifikan dengan anemia. kelelahan. Ibu lebih sering memenuhi kebutuhan
Nilai IMT bukan merupakan salah satu penyebab nutrisi anggota keluarga dengan membeli
terjadinya anemia tetapi merupakan salah satu makanan di warung karena ibu hanya memiliki
indikator status nutrisi. Meskipun ke 7 remaja waktu untuk memasak makanan sendiri ketika
putri memiliki IMT < 18,5 (kurus) tetapi dilihat libur bekerja yang dilakukan satu minggu sekali.
dari hasil penimbangan berat badan mengalami Ditengah kesibukan ibu masih menyempatkan
kenaikan. Rata-rata kenaikan berat badan 2 – 4 Kg untuk menyediakan makanan sendiri berupa telur
selama 4 bulan. Hal ini menunjukkan asupan goreng, tempe goreng dan sayur bening. Buah-
nutrisi remaja putri mengalami peningkatan baik buahan jarang tersedia di rumah, tetapi keluarga
secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan sudah mulai membiasakan sarapan pagi.
berat badan yang dalami remaja putri sesuai Kebiasaan dalam keluarga tersebut menyebabkan
dengan pernyataan Arisman (2010) pertumbuhan kebutuhan nutrisi remaja putri terutama yang
pesat pada remaja ditandai dengan pertambahan mengandung zat besi belum terpenuhi.
berat badan pada remaja putri 16 gram/hari dan
laki-laki 19 gram/hari sedangkan pertambahan
tinggi badan pada remaja putri dan putra dapat
mencapai 15 cm dalam setahun. Tabel 1. Tingkat Kemandirian Keluarga
Hasil lain yang diperoleh adalah peningkatan Sebelum dan Setelah dilakukan
tingkat kemandirian keluarga dari tingkat I – II ke Intervensi HEMA Coach (n= 10)
tingkat III – IV. Tingkat kemandirian keluarga
dapat dilihat pada tabel 1. Tingkat Kemandirian
Tabel 1. menunjukkan bahwa 10 keluarga Keluarga Keluarga
mengalami peningkatan tingkat kemandirian, di Sebelum Setelah
mana sebelum intervensi kemandirian keluarga Keluarga 1 I III
berada pada tahap mandiri I dan II sedangkan Keluarga 2 II IV
setelah intervensi meningkat menjadi mandiri III Keluarga 3 II IV
dan IV. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi Keluarga 4 I II
HEMA Coach mampu meningkatkan tingkat Keluarga 5 II IV
kemandirian keluarga. Meskipun terdapat 1 Keluarga 6 II IV
keluarga berada pada tingkat kemandirian III dan Keluarga 7 II IV
1 keluarga masih berada pada tingkat kemandirian Keluarga 8 II IV
II karena keluarga belum mampu melakukan Keluarga 9 II IV
tindakan pencegahan secara aktif. Berdasarkan
Keluarga
hasil intervensi, keluarga termasuk tipe single II IV
10
family dan pencari nafkah hanya ibu sebagai
kepala keluarga. Ibu sibuk bekerja dari pagi
sampai malam untuk memenuhi kebutuhan semua

66
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

Continue care yang dapat dilakukan perawat adolescents in urban slum. Indian Journal of
komunitas untuk mengatasi masalah anemia pada Public Health Research & Development.
remaja putri diantaranya melaporkan kondisi Hayati, R.M. (2010). Pegetahuan dan Sikap
keluarga setelah dilakukan intervensi HEMA Anemia Defesiensi Besi dan Dampaknya
Coach dan melakukan advokasi kepada pihak terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL
puskesmas untuk melanjutkan pemberian asuhan IAIN Medan Tahun 2009/2010. Medan:
keperawatan, melakukan monitoring terhadap Universitas Sumatera Utara
kondisi kesehatan remaja putri, dan Iskandar, A. (2009). Hubungan faktor Internal
merekomendasikan keluarga untuk mendapat dan Eksternal Keluarga terhadap Kejadian
bantuan dari pemerintah sehingga kebutuhan Anemia Gizi Besi pada Aggregat Remaja
nutrisi remaja putri dapat terpenuhi sehingga Putri di SMP Negeri 1 Cimalaka Kabupaten
masalah anemia dapat teratasi. Sumedang. Tesis. FIK UI.
Kaur, S., Deshmukh, P.R., & Garg, B.S. (2006).
Simpulan Epidemiological Correlates of Nutritional
Anaemia in Adolescent Girls of Rural
Terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap, Wardha. Indian Community Med Journal.
dan keterampilan keluarga dalam mengatasi 2006;31:255‑8.
anemia pada remaja putri. Terjadinya peningkatan KemenKes RI. (2013). Profil Kesehatan
nilai Hb dan IMT. Terjadinya peningkatan tingkat Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian
kemandirian keluarga dari I-II menjadi III-IV. Kesehatan
Terjadinya penurunan kejadian anemia dari 10 Kim, J. Y., Shin, S., Han, K., Lee, K ., Kim, J., &
menjadi 1 remaja putri. Choi, Y. S. (2014). Relationship between
socioeconomic status and anemia
Referensi prevalence in adolescent girls based on the
Anand, T., Rahi, M., Sharma, P., & Ingle, G.K. fourth and fifth koreaa national health and
(2013). Issue in Prevention of Iron nutrition examination surveys. European
Deficiency Anemia in India. Diunduh dari Journal of Clinical Nutrition, 68(2), 253-8.
www.nutritionjrni.com Doi:http?dx.doi.org/10.1038/ejen.2013.24
Arisman. (2010). Gizi dalam Daur Kehidupan. Linda, P., Grooms, N.C., Michelle, & Laura, E.
Jakarta: EGC M., (2013). Treatment of Anemia in the
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Adolescent Female. Fediatric Annals.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset January 2013. Volume 42. Issue 1:36-39.
kesehatan dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Diunduh dari http://www.healio.com.
Kemenkes RI Lubis, N.R. (2012) Membantu Karyawan dengan
Bagni, U.V., Yokoo, E.M., & Veiga, G.V. (2014). Coaching & Counseling.
Association between nutrient intake and (http://www.lptui.com)
anemia in Brazilian adolescents. Diunduh Marfuah, D., Pertiwi, D., & Kusudaryati D.
dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov (2016). Efektifitas edukasi gizi terhadap
DepKes RI. (2014). Menteri Kesehatan Buka perbaikan asupan gizi besi pada remaja
Konferensi Nasional Persatuan Ahli Gizi putri. Diundug dari
Indonesia tahun 2014. Diunduh dari https://www.researchgate.net.
http://www.depkes.go.id. Marwan, O.J., Amien, H., & Yehia, A. (2013).
Friedman, M., Bowden, V., Jones, E. (2010). Anemia and risk factors among female
Family Nursing Research. Theory & secondary students inthe Gaza Strip.
Practice. New Jersey: Pearson Education Diunduh dari https://www.researchgate.net
Green, L. W. & Keuter, M. W. (2005). Health Mesias, M., Seiquer, I., & Navarro, M.P. (2012).
Program Planning an Educational and Iron Nutrition in Adolescence. Di unduh
Ecological Approach. Fourth Edition, New dari http://search.proquest.com
York: The McGraw-Hill Companies, Inc Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in older
Gupta, D., Pant, B., & Kumari, R. (2014). Socio- adult: theory and practice (6th ed.).
demographic correlates of anaemia among Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

67
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 61-68
https://journal.lppm-stikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667

Murray, A. (2010). Community Health and Santrock, J.W. (2007). Adolescence. Eleventh
Wellness: A Sociological Approach. edition. USA: The McGraw-Hill Companies.
Philadelphia: Mosby Sari, Yunita. (2016). Pengaruh coaching terhadap
Neri, A. (2009). Faktor-Faktor yang stigma diri dan kualitas hidup klein TB Paru.
Mempengaruhi Kejadian Anemia Gizi Tesis. Pascasarjana Keperawatan.
Remaja Putri SMP 133 di Pulau Pramuka Universitas Indonesia.
Kepulauan Seribu. Tesis FKM UI Sayogo, S. (2006). Gizi Remaja Putri. Jakarta:
Notoatmojo, S. (2010). Promosi Kesehatan, EGC.
Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta Stanhope, M., & Lancaster, J. (2016). Public
Pender, N.J., Murdaugh, CL. & Parsons, M.A. Health Nursing. 9th ed. St. Louis, MO:
(2015). Health Promotion in Nursing Mosby-Elsevier.
Practice. (5th.ed). Upper Saddie River, NJ: Tayor, R.B. (2006). Family Medicine: Principles
Prentice Hall and Practice. Sixth edition. New York:
Saifah. (2012). Model Perkasa Sebagai Model Springer-Verlag.
Intervensi Penanggulangan Gizi Lebih Pada World Health Organization. (2014). WHO,
Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Pasir UNICEP, UNFPA, The World Bank Trends
gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota in Maternal Mortality: 1990 to 2013.
Depok. Universitas Indonesia Geneva: World Health Organization

68

Anda mungkin juga menyukai