Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Sistem saraf adalah serangkaian organ kompleks dan bersambung serta terdiri dari
terutama jaringan saraf. Jaringan saraf tersusun atas sel-sel saraf atau neuron. Tiap neuron/sel
saraf terdiri atas badan sel saraf, cabang dendrit dan cabang akson, cabang-cabang inilah
yang menghubungkan tiap-tiap sel saraf sehingga membentuk jaringan saraf. Berdasarkan
struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Sel saraf sensori,Sel
saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi). Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf
sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom).Sistem saraf sadar mengontrol
aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang
tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi
keringat. Sistem saraf sadar yaitu sistem saraf yang mengatur segala gerakan yang dilakukan
secara sadar atau dibawah koordinasi saraf pusat atau otak.
Berdasarkan asalnya sistem saraf sadar dibedakan menjadi dua yaitu: sistem saraf
kepala (cranial) dan sistem saraf tulang belakang (spinal). Berdasarkan sifat kerjanya saraf
tak sadar dibedakan menjadi dua yaitu: saraf simpatik dan saraf parasimpatik. Sistem saraf
otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang
belakang dan menuju organ yang bersangkutan Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem
saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan
parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak
di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai
urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang
panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Seluruh aktivitas tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem ini yang
mengintegrasikan dan mengolah semua pesan yang masuk untuk membuat keputusan atau
perintah yang akan dihantarkan melalui saraf motorik ke otot atau kelenjar. Sistem saraf pusat
terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon)
dan sumsum tulang belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat
lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan
ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges.
1.2 Tujuan
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Sel-sel pada Sistem Saraf
Sistem persarafan terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel penyokong (neuroglia dan sel
Schwann). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain
sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah suatu sel saraf dan
merupakan unit anatomi dan fungsional sistem persarafan. Sedangkan neuroglia adalah sel
penyokong untuk neuron-neuron SSP, sedangkan sel Schwann menjalankan fungsi tersebut
pada SST.Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medula spinalis. Neuroglia jumlahnya
lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10 : 1. Ada empat sel neuroglia
yang berhasil diidentifikasi , yaitu mikroglia, ependimal, astroglia (astrodit), dan
oligodendroglia (oligodendrosit) (Arif Muttaqin,2008).
Struktur Neuron yang mempunyai berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda:salah satunya
adalah tipe neuron multipolar yang merupakan jenis yang paling banyak terdapat didalam
sistem syaraf pusat. Sekitar 5% dari sel-sel glia di SSP adalah mikroglia. Mikroglia
mempunyai sifat fagosit;bila jaringan syaraf rusak, maka sel-sel ini bertugas untuk mencerna
sisa-sisa jaringan yang rusak. Sel jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap berperan
penting dalam proses melawan infeksi (Arif Muttaqin,2008).
Neuron terdiri atas tiga bagian : dendrit, yaitu tonjolan memanjang yang menerima
informasi dari lingkungan atau dari neuron lain; badan sel, yang mengandung nukleus dan
akson yang panjangnya dapat mencapai 1 meter dan menghantarkan impuls ke otot, kelenjar,
atau neuron lain. Fungsi utama neuron adalah menerima, memadukan, dan menyalurkan
informasi ke sel lain (Ganong, William F. 2012). Setiap neuron yang hanya memiliki akson
tunggal. pada ujung distal, akson terbagi menjadi beberapa cabang terminal yang masingmasing berakhir dengan apa yang disebut terminal bouton yang membuat kontak dengan
neuron berikutnya. proses perifer panjang neuron pseudo-unipolar dari ganglia spinal
merupakan kasus khusus yang penting. ini adalah serat yang menyampaikan informasi
mengenai sentuhan, nyeri dan, suhu dari permukaan tubuh ke SSP (Mathias Baehr, 2012).
1. Dendrit adalah perluasan saraf dari badan sel. Dendrit adalah bagian neuron yang
menerima stimulasi dari saraf lain. setiap neuron memiliki banyak cabang dendrit
2. Badan Sel mengandung organel tipikal sel manusia. Nukleus, yang mengandung
informasi genetik neuron, mengarahkan produksi protein, enzim, dan neuro
transmiter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi tepatnya.
3. Akson
Tonjolan dari badan sel adalah akson, bagian pangkalnya disebut segmen inisial
atau zona pemicu. Akson adalah serabut panjang tempat lewatnya sinyal listrik
yang dimulai di dendrit dan badan sel.
4. Sinapsis
Sinapsis adalah pertemuan antara ujung neurit (akson) di sel saraf satu dan ujung
dendrit di sel saraf lainnya. Pada setiap sinapsis terdapat celah sinapsis. Pada
bagian ujung akson terdapat kantong yang disebut bulbus akson. Kantong tersebut
berisi zat kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter dapat berupa
asetilkolin dan kolinesterase yang berfungsi dalam penyampaian impuls saraf
pada sinapsis.
5. Mielin
Myelin merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang melapisi
tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran ion natrium dan melintasi membrane
neuronal dengan hampir sempurna. Selubung myelin tidak kontinu di sepanjang
tonjolan saraf, dan terdapat celah celah tanpa myelin, yang disebut nodus
Ranvier(Sylivia price, 2006).
didalam system saraf. nervus kranialis berasal dari pons, mesensefalon dan medulla
oblongata.
5. Pons : menghubungkan serebelum dengan sereberum dan mesensefalon dengan
medulla oblongata, pons mengandung satu dari beberapa pusat pernapasan.
6. mesensefalon (midbrain) : mengantarai reflex auditorius dan visual.
7. medulla oblongata : mengatur fungsi respirasi, vasomotor, dan
kardiak
(Kowalak,2011).
Tiga materi esensial yang ada pada bagian sumsum tulang belakang serta otak antara
lain, yaitu :
1. Substansi grissea atau bagian materi kelabu yang terbentuk dari badan sel.
2. Substansi alba atau bagian materi putih yang terbentuk dari serabut saraf.
3. Jaringan ikat atau sel-sel neuroglia yang ada di dalam system saraf pusat tepatnya di
antara sel-sel saraf yang ada
2.3 Saraf Perifer
Susunan syaraf perifer terdiri dari susunan syaraf somatik dan susunan syaraf otonom
yang meliputi susunan syaraf simpatis dan parasimpatis
1. Sistem Saraf Simpatis
Sistem syaraf simpatis berfungsi membantun proses kedaruratan.Stress fisik maupun
emosional akan menyebabkan peningkatan impuls simpatis.Tubuh siap untuk
berespon fight or fligh jika ada ancaman.Sebagai akibatnya, bronkiolus berdilatasi
untuk pertukaran gas yang mudah,kontraksi jantung menjadi lebih kuat dan
cepat,terjadi dilatasiateri menuju jantung dan otot otot volunter yang membawa lebih
banyak darah ke jantung; kontraksi pembuluh darah perifer yang menyebabkan kulit
pada kaki dingin tetapi memirau (shunting) darah ke organ penting yang aktif,dilatasi
pupil,rambut berdiri dan peningkatan pengeluaran keringat.Pelepasan simpatis yang
meningkat cepat sama seperti ketika tubuh disuntik adrenalin.Oleh karena itu stadium
sistem syaraf adrenergik kadang kadang dipakai jika menunjukkan kondisi seperti
pada sistem syaraf simpatis.
2. Sistem Saraf Parasimpatis
Fungsi sistem syaraf parasimpatis merupakan pengontrol dominan pada kebanyakan
efektor viseral dalam waktu lama>Selama keadaan diam,kondisi tanpa stess,impuls
dari serabut-serabut parasimpatis (kolenergik) yang menonjol.Serabut-serabut
parasimpatis terletak pada dua bagian yaitu batang otak dan segmen spinal di bawah
pada
mesenfalon
berjalan
dengan
syaraf
okulomotorisketiga
menuju
Saraf
Nama saraf
Sifat saraf
Sensorik :Bau
sensorik : penglihatan
sensorik : menstramisi
impuls dari wajah dan
kepala, reflex kornea
motorik : gerakan
mengunyah, menggigit, dan
Rahang bawah dan lidah
gerakan rahang ke lateral.
Nervus abdusens (NK VI)
Telinga, rangsangan
pendengaran
fungsi
secara
keseluruhan.
Pemahaman
tentang
neuroanatomi
dan
neurofisiologi sangat penting diketahui oleh perawat yang melakukan pengkajian disamping
keterampilan dan pengalaman lama dalam mengasuh klien dengan gangguan neurologis dapat
membantu perawat dalam melakukan pengkajian yang komprehensif.
Dalam pengumpulan informasi tersebut, perawat juga harus menanyakan pertanyaan
yang diarahkan untuk mendeteksi masalah-masalah neurologis dan efeknya pada klien.
Berbicara tentang pengkajian, keluhan utama klien juga perlu kita kaji. Keluhan
utama pada klien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan yang sering didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, konvulsi(kejang), sakit kepala yang hebat,
nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS<15), ekstremitas
dingin, dan ekspresi rasa takut.
Bila klien mengeluh nyeri perlu ditinjau penilaian rasa nyeri dengan pengkajian nyeri
PQRST, meliputi:
1. Provoking Incident (insidens pemicu): Peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri.
2. Quality of pain: Rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien (apakah seperti
terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk).
3. Region, radiation, relief: Lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien (apakah
rasa sakit bisa reda, menjalar atau menyebar).
4. Severity (scale) of pain: Sebesar apa rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri/gradasi dan klien menerangkan sejauh mana rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5. Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
Sumber: Arif Muttaqin,2008.Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan.Salemba Medika. Hal: 54-57
Selain itu pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya
keluhan atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam bentuk
serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin
berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?
2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak,
seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?
3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda
merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya
dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus
(telinga berdenging, berdesis)?
4. Gangguan penglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu
atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?
dapat
didefinisikan
sebagai
keadaan
yang
mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Keseluruhan dari impuls aferen dapat disebut
input susunan saraf pusat, dan keseluruhan dari impuls eferen dapat disebut output
susunan saraf pusat.
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan, dimana aksi dan
reaksi terhadap apa yang diserap (dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dan seterusnya)
sesuai dan tepat. Keadaan dimana aksi sama sekali tidak dibalas dengan reaksi, dikenal
sebagai koma.
Pada keadaan perawatan sesungguhnya, waktu mengumpulkan data untuk
penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Skala Coma Glasgow (GCS) dapat
memberikan jalan pintas yang berguna. Skala tersebut memungkinkan pemeriksa
membuat peringkat tiga respon utama klien terhadap lingkungan:
a. Membuka mata
b. Mengucapkan
c. Gerakan
Sumber: Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik.
Jakarta: Salemba Medika.
Pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale ( GCS)
Didasarkan pada respon dari mata, pembicaraan dan motorik, dimana masingmasing mempunyai "scoring", mulai dari yang paling baik (normal) sampai dengan yang
paling jelek. Jumlah "total scoring" paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik
(normal) adalah 15 (lima belas).
Adapun scoring tersebut adalah :
a. Membuka mata
Scoring
1) Spontan = 4
2) Terhadap suara membuka mata = 3
3) Terhadap nyeri membuka mata = 2
4) Menutup mata terhadap segala jenis rangsang = 1
b. Respon Bicara
Scoring
1) Berorientasi baik = 5
Menurut perintah = 6
Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) = 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdraw) = 4
Menjauhi ragsangan nyeri ( flexion) = 3
Ekstensi spontan = 2
Tidak ada gerakan = 1
Skala dari Glasgow ini disamping untuk menentukan tingkat kesadaran, juga berguna
untuk menentukan prognosis perawatan suatu penyakit (misalnya contusio serebri).
Sumber : Juwono, T. 1990. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Jakarta. EGC
2. Fungsi Serebral
Fungsi serebral yang tidak normal dapat menyebabkan gangguan dalam
komunikasi, fungsi intelektual, dan dalam pola tingkah laku emosional. Pemeriksaan
fungsi serebral secara ringkas meliputi:
a. Pemeriksaan Status Mental
Hal yang perlu dikaji antara lain:
1) Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan melihat cara berpakaian
klien, kerapian, dan kebersihan diri.
2) Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik. Semuanya ini memberikan informasi penting tentang klien.
3) Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran juga diobservasi.
4) Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal?
5) Apakah klien sadar dan berespon atau mengantuk dan stupor?
b. Pemeriksaan Fungsi Intelektual
Penilaian fungsi intelektual akan mengungkapkan banyak informasi tentang
adanya brain damage. Fungsi intelektual mencakup kegiatan yang mencakup
kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan memanfaatkan pengalaman. Dalam
mengembangkan aktifitas intelektual, seluruh otak mengambil bagian.
anggota badan bawah dalam posisi ekstensi. Kemudian carilah atrofi otot yang
menunjukkan adanya denerfasi otot, penyakit otot primer, atau disuse atrophy.
Bandingkan satu sisi dengan lainnya untuk menentukan adanya atropi dan tentukan
kelompok-kelompok otot mana yang terkena. Selanjutnya lakukan inspeksi adanya
gerakan-gerakan abnormal, seperti tremor pergelangan tangan atau lengan. Inspeksi
kulit untuk melihat kelainan seperti Herpes Zooster. Klien diinstruksikan untuk
berjalan menyilang di dalam ruangan, sementara pengkaji mencatat postur dan gaya
berjalan, keadaan tonus yang tidak normal mencakup spastisitas atau kejang, rigiditas
atau kaku atau flaksiditas.
b. Tonus Otot
Dalam pemeriksaan tonus otot, perawat menggerakkan lengan dan tungkai di sendi
lutut dan siku klien. Perawat sebagai pemeriksa perlu menggunakan kedua tangannya.
Penilaian tonus yang meningkat, berarti perawat pemeriksa mendapat kesulitan untuk
menekukkan dan meluruskan lengan dan tungkai di sendi siku dan lutut. Jika tonus
otot hilang, maka dalam menekukkan dan meluruskan lengan dan tungkai klien tidak
dirasakan sedikit tahanan pun. Dari pengalaman dapat ditentukan apakah tonus
ototnya normal, meningkat (hipertonik) seperti pada lesi upper motor neuron atau
ekstrapiramidal ataupun berkurang (hipotonik, seperti pada lesi lower motor neuron).
c. Kekuatan Otot
Kekuatan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan pemeriksa dengan
kemampuan untuk melawan tahanan otot voluntary secara penuh dari klien. Untuk
menentukan apakah kekuatannya normal, maka umur, jenis kelamin, dan bentuk
tubuh klien harus diperhitungkan. Fungsi pada otot individu atau kelompok otot
dievaluasi dengan cara menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntungkan.
Sebagai contoh, otot quadriseps adalah otot yang secara penuh bertanggung jawab
untuk meluruskan kaki. Pada saat kaki dalam keadaan lurus, pengkaji sukar sekali
membuat fleksi pada lutut. Sebaliknya, jika lutut dalam keadaan fleksi dan klien
diperintahkan untuk meluruskan kaki dengan diberi tahanan, maka akan menghasilkan
ketidakmampuan untuk meluruskan kakinya. Walaupun kurang sensitif, pembagian
kekuatan otot berdasarkan grade bisa dijadikan acuan bagi perawat untuk melakukan
penilaian.
5. Respon Refleks
Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul
dinamakan gerakan reflektorik. Setiap suatu rangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu
gerakan, menandakan bahwa antara daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak
secara reflektorik itu terdapat hubungan. Lintasan yang menghubungkan reseptor dan
efektor itu dikenal sebagai busur refleks.
Terdapat dua pemeriksaan refleks yaitu:
a. Pemeriksaan Refleks Dalam
Teknik pemeriksaan reflek dalam:
Gerakan reflektorik yang timbul akibat perangsangan terhadap otot dapat dilakukan
dengan pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum. Maka dari itu,
pembangkitan dan penilaiannya harus tepat. Penilaian ini selalu berarti penilaian
secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan. Respons terhadap suatu perangsangan
tergantung pada intensitas pengetukan. Di samping itu, posisi anggota gerak yang
sepadan pada waktu perangsangan dilakukan harus sama juga. Maka dari itu teknik
untuk membangkitkan refleks tendon harus sempurna. Pokok-pokok yang harus
diperhatikan adalah tehnik pengetukan.
b. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan
gerakan reflektorik defensif atau postural pada orang dewasa yang sehat terkelola dan
ditekan oleh aktivitas susunan piramidal. Anak kecil umur antara 4-6 tahun masih
belum memiliki susunan piramidal yang sudah bermielinisasi penuh sehingga
aktivitas susunan piramidalnya masih belum sempurna. Maka dari itu gerakan
reflektorik yan dinilai sebagai refleks patologis pada orang dewasa, tidak selamanya
patologik jika dijumpai pada anak-anak kecil. Tetapi pada orang dewasa refleks
patologik selalu merupakan tanda lesi UMN.
Reflek patologis bersifat profunda dan sebagian lainya bersifat reflek
superficial. Macam reflek patologis antara lain :
1) Reflek plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki. Respons abnormal yaitu ekstensi serta
pengembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki
2) Gerakan sekutu
Gerakan tidak volunter dan reflektorik yang selalu timbul pada setiap gerakan
volunteer.
3) Gerakan tidak volunter
a) Tremor
Gerakan yang tidak dikehendaki yang terdiri dari satu seri gerakan bolak-balik
secara ritmis
b) Tic
Gerakan otot involunter berupa kontraksi otot setempat, sejenak namun
berkali-kali atau berbentuk majemuk
c) Spasme
Kejang otot setempat yang timbul secara involunter
d) Diskinesia dan distonia
Suatu gerakan involunter yang menunjukkan gerakan berbelit-belit denga
tonus otot meningkat
Teknik pemeriksaan reflek patologis:
Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras. Gagang palu refleks dipegang dengan
ibu jari dan jari telunjuk sedemikian rupa sehingga palu dapat diayun secara bebas.
Pengetukan tidak boleh dilakukan seolah-olah memotong atau menebas kayu,
melainkan menjatuhkan secara terarah kepala palu refleks ke tendon atau periosteum.
Dalam hal ini, gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan.
Tanganlah yang mengangkat palu refleks, bukannya lengan kemudian tangan
menjatuhkan kepala palu refleks dengan tepat ke tendon atau periosteum.
6. Sistem Sensoris
Sistem sensorik lebih kompleks dari sistem motorik karena modalitas dari sensori
mempunyai perbedaan traktus, lokasi pada bagian yang berbeda pada medulla spinalis.
Pengkajian sensori dinilai secara subjektif, dengan luas dan membutuhkan kerja sama
klien. Dianjurkan penguji mengenali penyebaran saraf perifer yang berasal dari medulla
spinalis.
Sumber :Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik.
Jakarta: Salemba Medika.
Pada pasien koma yang harus diperiksa. Caranya : kepala penderita di gerakkan
dengan cepat (mendadak) ke arah lateral kanan dan kiri sementara dokter melihat gerakan
bola mata pasien.
Pada keadaan normal (tidak ada kelemahan saraf otak 3, 4 dan 6) maka bola mata
akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala.
Bila ada gangguan pada sistem saraf otak 3, 4 dan 6 atau gangguan gaze maka
akan timbul gerakan dysconyugate eye movement, deviasi conjugate ke arah kanan kiri
dan bola mat fixed/ diam di tengah berarti doll head eye phenomenon negatif.
3. Refleks batang otak
a. Refleks muntah
b. Refleks menelan
c. Refleks batuk
d. Refleks kornea
e. Refleks cilio-spinal
f. Refleks pupil
Sumber: Juwono. 2011.Pemeriksaan klink neurologik dalam praktek.Jakarta. EGC
DAFTAR PUSTAKA
1. Damhudi.2008. Jurnal: Efektifitas Pengkajian dengan Metode NIHSS dan ESS. FIK
UI.
2. Juwono, T. 1990. Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta: EGC.
3. .. 2011. Pemeriksaan Klink Neurologik dalam Praktek. Jakarta: EGC.
4. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.
5. Mutaqqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba medika.
6. .. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik.
Jakarta: Salemba Medika.