Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit, asam-basa dan Proses


Edema”

OLEH :
RANA GEMITA SARI
193110187
1B

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Yossi Suryarinilsih, M.kep.Sp.Kep.MB

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Padang, 7 April 2020

Rana Gemita Sari

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................5
C. Tujuan Perumusan.................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................6
A. Ketidakseimbangan Cairan dan Perubahan-perubahan yang Terjadi.....................................6
B. Ketidakseimbangan Elektrolit dan Perubahan-Perubahan yang Terjadi...............................12
C. Ketidakseimbangan Asam-Basa dan Prubahan-Perubahan yang Terjadi.............................23
D. Edema dan Proses Terbentuknya.........................................................................................25
BAB III........................................................................................................................................27
A. Kesimpulan..........................................................................................................................27
B. Saran....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................28

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sel-sel hidup dalam tubuh diselubungi cairan interstisial yang mengandung


konsentrasi nutrient, gas dan elektrolit yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
normal sel. Kelamgsungan hidup memerlukan lingkungan internal yang konstans
(homeostatis). Mekanisme regulator penting untuk mengendalikan keseimbangan volume,
komposisi dan keseimbangan asam basa cairan tubuh selama fluktuasi metabolik normal atau
saat terjadi abnormalisasi seperti penyakit atau trauma.

Menjaga agar cairan tubuh tetap relative konstan dan komposisinya tetap stabil adalah
penting untuk homeostatis. Sistem pengaturan mempertahankan konstannya cairan tubuh,
keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa, dan pertukaran kompartemen cairan
ekstraseluler dan intraseluler.

Kehidupan manusia sangat bergantung pada apa yang ada disekelilingnya termasuk
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu makan dan minum lebih kurang 60% berat badan
orang dewasa pada umumnya terdiri dari cairan (air dan elektrolit). Factor yang
mempengaruhi jumlah cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak dalam
tubuh.

Secara umum orang yang lebih muda mempunyai persentase cairan tubuh yang lebih
tinggi disbanding dengan orang yang lebih tua, dan pria secara proporsional mempunyai lebih
banyak cairan tubuh dibandingkan dengan wanita. Orang yang lebih gemuk mempunhyai
jumlah cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang lebih kurus, karena sel
lemak mengandung sedikit air.

Edema merupakan manifestasi umum kelebihan volume cairan yang membutuhkan


perhatian khusus. Pembentukan edema sevagai akibat dari perluasan cairan dalam
kompartemen cairan intertisiel, dapat terlokalisir, contohnya pada pergelangan kaki dapat
berhubungan dengan rematoid arthritis atau dapat menyeluruh, seperti pada gagal jantung
atau ginjal. Edema menyeluruh yang berat disebut anasarka.

Edema akan terjadi jika ada perubahan dalam membrane kapiler, meningkatkan
pembentukan cairan interstisiel atau menurunkan perpindahan cairan interstisiel. Luka bakar

4
dan ineksi merupakan contoh-contoh keadaan yang dihubungkan dengan peningkatan volume
cairan interstisiel. Obstruksi aliran limfatik atau penurunan tekanan onkotik plasma
menyebabkan peningkatan cairan volume cairan interstisiel. Ginjal menahan natrium da air
jika ada penurunan volume ekstraseluler sebagai akibat dari penurunan curah jantung dari
gagal jantung.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu ketidakseimbangan cairan dan apa akibatnya ?


2. Apa itu ketidakseimbangan elektrolit dan apa akibatnya ?
3. Apa itu ketidakseimbangan asam basa dan apa akibatnya ?
4. Apa itu edema ?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui ketidakseimbangan cairan dan apa akibatnya.


2. Dapat mengetahui ketidakseimbangan elektrolit dan apa akibatnya.
3. Dapat mengetahui ketidakseimbangan asam basa dan apa akibatnya.
4. Dapat mengetahui apa itu edema.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ketidakseimbangan cairan dan perubahan-perubahan yang terjadi

Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh makhluk yang memiliki
fungsi fisiologis tertentu. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut ) dan zat
tertentu (zat terlarut). Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter
penting, yaitu : volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel.

Presentase cairan tubuh

Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung
beberapa hal antara lain :

1. Umur : cairan tubuh menurun dengan bertambahnya usia


2. Kondisi lemak tubuh : mengandung air, air tubuh menurun dengan peningkatan lemak
tubuh.
3. Jenis kelamin : wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit
disbanding pada pria, karena jumlah lemak dalam tubuh wanita dewasa lebih banyak
dibandingkan dengan pria.

Fungsi cairan tubuh :

1) Pelarut universal
a. Senyawa bergerak lebih cepat dan mudah
b. Berperan dalam reaksi kimia contoh : glukosa larut dalam darah dan
masuk ke sel
c. Sebagai medium untuk reaksi metabolisme dalam tubuh
d. Transport nutrient, membersihkan produk metabolisme dan substansi
lain
2) Pengaturan suhu tubuh
a. Mampu menyerap panas dalam jumlah besar
b. Membuang panas dari jaringan yang menghasilkan panas. Contoh :
otot-otot selama exercise
3) Pelicin
a. Mengurangi gesekan (sebagai pelumas)

6
4) Reaksi-reaksi kimia
a) Pemecahan kerbohidrat
b) Membentuk protein
5) Pelindung
a) Cairan cerebri-spinal, cairan amniotic

Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia satu
bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam tubuh
manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor kandungan
lemak juga mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah
lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada wanits, semakin ssemakin kurang kandungan
cairan yang ada.

Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil
metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml dimana ia
terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori, 400ml lewat
evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja. Kehilangan cairan lewat
evaporasi adalah penting kerna ia memainkan peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia
mengkontrol sekitar 20-25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan
dan volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel,
terutama ada otak. Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau
kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan volume.

a.       Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]).


 Defisit volume cairan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defesiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proponsi antara keduanya (cairan
dan elektrolit) mendekati normal. Kondidi ini juga dikenal demham istilah hipovolemia. Pada
keadaan hipovolemia, tekanan os,otik mengalami perubahan sehingga cairan interstisial
masuk ke ruang interstisial sehingga menggangu kehidupan sel. Secara umum kondisi defisit
volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
Dehidrasi

Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk, yaitu:
isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik), hipotonik
(Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang

7
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga penurunan volume intravaskular minimal).

Derajat dehidrasi

Derajat %kehilangan air Gejala


Ringan 2-4% dari BB Rasa haus , mukosa kulit
kering, mata cowong
Sedang 4-8% dari BB Rasa haus, mukosa kulit
kering, mata cowong,
disertai delirium, oligo uri,
suhu tubuh meningkat.
Berat 8-14% dari BB Rasa haus, mukosa kulit
kering, mata cowong,
disertai delirium, oligo uri,
suhu tubuh meningkat,
disertai koma, hipernatremi,
viskositas plasma
meningkat.

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan


hematokrit. Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang.
Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan
elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL
atau NaCl.

Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak


mampu mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit
volume cairan atau sebaliknya.
1)        Dehidrasi isotonik.
Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang. Kadar Na’ dalam plasma 130-145
mEq/1.
2)        Dehidrasi hipertonik.

8
Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang lebih besar daripada jumlah elektrolit yang
hilang. Kadar Na’ dalam plasma 130-150 mEq/1.
3)        Dehidrasi hipotonik.
Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit
yang hilang. Kadar Na’ dalam plasma adalah 130 mEq/1.
Kehilangan cairan eksterasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa
perubahan. Diantaranya adalah penurunan volume ekstrasel  (hipovolemia) dan perubahan
hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya
asupan cairan, tingginya asupan pelarut (misalnya protein dan klorida atau natrium) yang
dapat menyebabkan ekskresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama,
serta kelainan lain yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi
dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya yaitu sebagai berikut.
1)      Dehidrasi ringan.
Pada kondisi ini. Kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh atau sekitar 1,5-2
liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan individu dewasa sudah
dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung
melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru atau pembuluh darah.
2)      Dehidrasi sedang. 
Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10% dari berat tubuh atau
sekitar 2-4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152-158 mEq/1. Salah satu gejalanya adalah
mata cekung.
3)      Dehidrasi berat. 
Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum
berkisar 159=166 mEq/1. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami hipotensi.

b.      Volume cairan berlebih (fluid volume exsess [FVE].


Overhidrasi

Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan
dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di konsumsi tubuh
dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan
tersebut.

Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi

9
sangat rendah. Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal
(gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator
pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam.

Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular,
edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam
plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau
dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat.

Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai


dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal juga
dengan istilah hipervolemia. Overdehidrasi umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi
ginjal. Manifestasi yang kerap muncul di daerah mata, jari, dan pergelangan kaki. Pitting
edema adalah edema yang muncul di daerah ferifer. Jika area tersebut di tekan, akan
terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah tekanan dilepaskan. Ini karena dengan
perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan pitting edema tidak menunjukan kelebihan
cairan yang menyeluruh. Sebaiknya, pada edema nonpitting, cairan didalam jaringan tidak
dapat dialihkan ke area lain dengan penekanan jari. Hal ini karena edema nonpitting tidak
menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma yang
menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan dipermukaan jaringan. Kelebihan cairan
vaskular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan pada permukaan interstisial.
Edema anasarka adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh. Manifestasi edema paruantara
lain penumpukan sputum, dispena, batuk, dan bunyi nafas rongki basah.

2.      Gangguan Cairan
Tipe dasar ketidakseimbangan cairan adalah isotonik dan osmolar. Kekurangan dan
kelebihan isotonik terjadi jika air dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proposi yang
sama sebaliknya, ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja
sehingga konsentrasi (osmolaritas) serum dipengaruhi. Tipe ketidakseimbangan yang lain
adalah sindrom ruang ketiga, terjadi jika cairan terperangkap didalam suatu ruangan dan
cairan diruangan tersebut tidak mudah ditukar dengan cairan ekstrasel.
a.         ketidakseimbangan isotonik.
Kekurangan cairan terjadi saat air dan elektrolit yang berada didalam proposi isotonik.
Klien yang beresiko mengalami kekurangan volume cairan adalah klien yang mengalami
kehilangan cairan dan elektrolit melalui saluran gastrointestinal, misalnya akibat muntah dan

10
diare. Penyebab lain dapat meliputi perdarahan, pemberian obat diuretik, keringat banyak,
demam, dan asupan yang kurang. Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium
dipertahankan dalam proporsi isotonik sehigga menyebabkan hipovolemia tanpa disertai
perubahan kadar elektrolit serum. Klien yang beresiko mengalami kelebihan volume cairan
ini meliputi klien yang menderita gagal jantung kongesif, gagal ginjal, dan sirosis.

b.         Sindroma ruang ketiga.


Klien yang mengalami sindroma ruang ketiga, akan mengalami kekurangan volume
cairan ekstrasel. Sindroma ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu
ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap didalamnya. Akibatnya adalah
kekurangan volume cairan didalam ekstrasel. Pada klien dengan obstruksi usus dan luka
bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter, keluar dan ekstrasel.
c.         Ketidakseimbangan osmolar.
Ketidakseimbangan hiperosmolar  (dehidrasi) terjadi jika ada kehilangan air tanpa
diserta kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium, atau jika terdapat
peningkatan substansi yang diperoleh melalui osmosis aktif. Hal ini menyebabkan kadar
natrium serun dab osmolaritas serta dehidrasi intrasel meningkat. Faktor-faktor risiko terjadi
dehidrasi meliputi kondisi yangmengganggu kecukupan asupan oral. Pada klien lansia
memiliki risiko besar untuk mengalami dehidrasi karena terjadi penurunan yang pasti pada
cairan intrasel, penurunankonsetrasi ginjal, penurunan repon haus, peningkatan proporsi
lemak. Penurunan sekresi hormon ADH (pada diabetes insipidus) dapat menyebabkan
kehilangan air yang besar. Ketidakseimbangan hiperosmolar dapar disebabkan oleh setiap
kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotik dan pemberian larutan IV yang
meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah. Pada kondisi ini, air bergerak keluar dari
cairan intrasel untuk mempertahankan volume cairan ekstrasel, pada akhirnya fungsi selilar
menjadi rusak dan sirkulasi menjadi kolaps. Ketidakseimbangan hipoosmoalr (kelebihan
cairan) terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) volume cairan ekstrasel
disertai osmosis air ke dalam sel. Sel-sel otak sangat sensitif dan proses ini dapat
menyebabkan edema serebral yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran koma,
dan kematian.

B. Ketidakseimbangan elektrolit dan perubahan-perubahan yang terjadi

11
Ketidakseimbangan elektrolit adalah kondisi ketika seseorang memiliki terlalu sedikit
atau terlalu banyak mneral tertentu (seperti potassium, kalsium, magnesium, dan sodium ) di
dalam tubuhnya. Elektrolit dapat membantu tubuh dengan cara mengirimkan impuls listrik
yang mana diperlukan sel unutk berkomunikasi satu sama lain, sel kemudian bekerja dan
menginisiasikan banyak proses penting bagi tubuh. Termasuk diantaranya mengatur detak
jantung dan membiarkan otot berkontraksi sehingga sesorang bisa bergerak.

Penyebab ketidakseimbangan elektrolit

1. Penyalahgunaan alcohol
2. Pola makan yang buruk rendah nutrisi dan rendah mineral
3. Penyakit yang menyebabkan diare, muntah dan demam
4. Ketidakmampuan menyerap nutrisi dari makanan karena masalah pencernaan
5. Minum obat tertentu untuk penyakit tertentu

Gejala utama ketidakseimbangan elektrolit

Gejala dari penyakit ini tergantung pada tingakatan keparahan gangguan. Misalnya
kadar natrium yang sedikit lebih rendah biasanya bisa menyebabkan sakit kepala dan mual.
Namun, jika tinglat sodium menapai tingkat kritis, pasien mungkin menderita kejang, koma,
dan bahkan kematian.

Gejala Gangguan Elektrolit

Gangguan elektrolit ringan umumnya tidak menunjukkan gejala. Gejala akan mulai
terlihat pada kondisi gangguan yang semakin berat. Bahkan, gangguan elektrolit yang tidak
ditangani bisa menyebabkan kematian. Dianjurkan untuk menemui dokter jika mengalami
salah satu dari gejala berikut ini:

a) Lemas
b) Mual
c) Muntah
d) Detak jantung cepat
e) Kram di perut dan otot
f) Diare atau sembelit
g) Kejang
h) Sakit kepala

12
i) Kesemutan
j) Mati rasa

Penyebab Gangguan Elektrolit

Gangguan elektrolit umumnya disebabkan karena kehilangan cairan tubuh melalui


keringat berlebih, diare atau muntah yang berlangsung lama, atau karena luka bakar. Obat-
obatan yang dikonsumsi juga bisa menyebabkan seseorang menderita gangguan elektrolit.

Penyebab dari gangguan elektrolit tergantung dari jenis elektrolit yang terganggu.
Misalnya, penyebab kekurangan fosfat akan berbeda dengan penyebab kekurangan
magnesium. Berikut ini akan dipaparkan berbagai jenis elektrolit, juga penyebab kekurangan
atau kelebihannya dalam tubuh.

a. Klorida

Klorida adalah elektrolit yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan pH dalam


darah dan menyebarkan impuls saraf. Kelebihan klorida (hiperkloremia) bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis atau akut, gangguan pH darah (asidosis metabolik atau alkalosis
respiratorik), dan konsumsi acetazolamide jangka panjang.

Sedangkan kekurangan klorida (hipokloremia) biasanya disebabkan oleh diare atau


muntah berkepanjangan, penyakit paru-paru kronis seperti emfisema, gagal jantung, dan
gangguan pH darah (alkalosis metabolik). Konsumsi obat pencahar, diuretik, kortikosteroid,
dan bikarbonat juga bisa menyebabkan hipokloremia.

b. Sodium/Natrium

Natrium adalah elektrolit yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh
dan membantu mengatur fungsi saraf dan kontraksi otot. Kondisi kelebihan natrium
(hipernatremia) dalam darah umumnya disebabkan oleh kurangnya konsumsi
air, dehidrasi berat, hilangnya cairan tubuh karena demam, diare, muntah, penyakit
pernapasan, keringat berlebihan karena olahraga, dan konsumsi obat kortikosteroid.

Sedangkan kondisi kekurangan sodium (hiponatremia) biasanya disebabkan


oleh malnutrisi serta gangguan kelenjar tiroid, adrenal, dan hipotalamus. Penyebab lainnya
adalah gagal ginjal, gagal jantung, gagal hati, kecanduan alkohol, serta konsumsi obat
diuretik atau antikonvulsan.

13
c. Kalsium

Kalsium adalah mineral yang penting untuk fungsi organ, saraf, otot, dan sel tubuh.
Kalsium juga berguna untuk pembekuan darah dan kesehatan tulang. Namun demikian,
kelebihan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia) bisa menimbulkan masalah pada fungsi
tubuh. Penyebab hiperkalsemia antara lain adalah:

a) Penyakit ginjal.
b) Gangguan tiroid.
c) Hiperparatiroidisme.
d) Obat-obatan, seperti lithium, teofilin, dan diuretik.
e) Penyakit paru-paru, seperti tuberkulosis (TBC) atau sarkoidosis.
f) Beberapa jenis kanker, seperti kanker paru-paru dan kanker payudara.
g) Konsumsi antasida atau suplemen vitamin D

Kekurangan kadar kalsium dalam darah (hipokalsemia) juga tidak baik bagi kesehatan,
karena dapat meningkatkan risiko terserang osteoporosis. Penyebab hipokalsemia di
antaranya adalah:

a) Pankreatitis.
b) Gagal ginjal.
c) Kanker prostat.
d) Kekurangan vitamin D.
e) Obat-obatan, seperti heparin atau antikonvulsan.

d. Kalium/Potasium

Kalium berperan penting dalam mengatur fungsi jantung, serta menjaga fungsi saraf
dan otot. Kondisi kadar kalium berlebih (hiperkalemia) biasanya disebabkan oleh gagal ginjal
dan dehidrasi berat. Penggunaan obat diuretik dan obat penurun tekanan darah, serta darah
yang terlalu asam (asidosis) seperti ketoasidosis diabetik, juga bisa menjadi penyebab
hiperkalemia.

Sedangkan kondisi kekurangan kadar kalium (hipokalemia) umumnya disebabkan


oleh gangguan makan, dehidrasi, muntah, diare, dan penggunaan obat pencahar, diuretik,
atau insulin.

14
e. Magnesium

Magnesium adalah mineral penting yang berfungsi untuk mengatur fungsi saraf,
mengatur tekanan darah dan gula darah, menjaga kesehatan jantung, menghasilkan energi
bagi tubuh, dan menjaga kesehatan tulang. Kelebihan kadar magnesium (hipermagnesemia)
dapat menyebabkan otot menjadi lemah, refleks lambat, mudah mengantuk, pusing, sakit
kepala, mual, muntah, denyut jantung lambat, napas lambat, dan pingsan. Hipermagnesemia
bisa disebabkan oleh:

a) Overdosis suplemen kalsium.
b) Gagal ginjal.
c) Penyakit Addison.
d) Hipotiroidisme
e) Luka bakar.
f) Obat-obatan, seperti lithium, antasida, dan obat pencahar (laksatif).

Sedangkan kekurangan magnesium (hipomagnesemia), dapat menyebabkan seseorang


mengalami tremor, kedutan otot, insomnia, kesemutan, mati rasa, takikardia, bingung, dan
kejang. Hipomagnesemia bisa disebabkan oleh:

a) Gagal jantung.
b) Malnutrisi.
c) Keringat berlebih.
d) Penggunaan diuretik, insulin, atau obat kemoterapi.
e) Diare kronis.
f) Kecanduan alkohol.

f. Faktor Risiko Gangguan Elektrolit

Gangguan elektrolit bisa menyerang siapa saja, namun orang dengan kondisi di bawah ini
lebih rentan untuk mengalaminya. Di antaranya adalah:

a) Gangguan makan, seperti anoreksia atau bulimia.


b) Gangguan tiroid dan paratiroid.
c) Gangguan kelenjar adrenal.
d) Gagal jantung.

15
e) Kecanduan alkohol.
f) Luka bakar.
g) Penyakit ginjal.
h) Patah tulang.
i) Sirosis.

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada


kasuskasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut adalah :

1. Hiponatremia dan hypernatremia

2. Hipokalemia dan hyperkalemia

3. Hipokalsemia

1. Hiponatremia

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam
jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam table tr lebih
hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan osmolalitas
serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih
dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini,
hiponatermia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin
tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c gravitasi> 1,003).

Kondisi hiponatermia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120
mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan
henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hiponatermia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hiponatermia (sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatermia yang sudah
berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatermia akut lebih
agresif.

Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut: NaCl = 0,6( N-n) x
BB

N = Kadar Na yang diinginkan

16
n = Kadar Na sekarang

BB = berat badan dalam kg

Tabel gradasi hyponatremia

Gradasi Gejala Tanda


Ringan (Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, vertigo Takikardi, hipotensi
Berat (Na <90) Apatis, koma Hipotermi
Pertimbangan Anestesi

Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang medasari sebuah


penyakit, justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang amat teliti. Konsentrasi natrium
plasma lebih besar dari 130 mEq / L biasanya dianggap aman untuk pasien yang menjalani
anestesi umum. Dalam sebagian besar keadaan, plasma [Na +] harus diperbaiki untuk lebih
dari 130 mEq / L untuk prosedur elektif, tanpa adanya gejala neurologis. Konsentrasi yang
lebih rendah dapat menyebabkan edema serebral signifikan yang dapat dimanifestasikan
secara intraoperatif sebagai penurunan konsentrasi alveolar minimum atau pasca operasi
sebagai agitasi, kebingungan, atau mengantuk. Pasien yang menjalani reseksi transurethral
dari prostat dapat menyerap jumlah air yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL /
menit) dan berada pada risiko tinggi untuk pengembangan cepat yang mendalam keracunan
air akut.

Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek inotropik negatif dari
anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan pelepasan histamin (morfin, meperidine).
Persyaratan dosis untuk obat lain juga harus dikurangi untuk mengimbangi penurunan
volume distribusi. Pasien hiponatremia sangat sensitif terhadap blokade simpatik dari anestesi
spinal atau epidural. Jika anestesi harus diberikan sebelum koreksi yang memadai
hipovolemia, etomidate atau ketamin mungkin agen induksi pilihan untuk anestesi umum.

2. Hipernatremia

Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut meningkatkan


relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan hipernatremia ([Na
+]> 145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia dapat dilihat selama hiperglikemia
ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif normal dalam plasma. Konsentrasi
natrium plasma dapat benar-benar berkurang karena air diambil dari intraseluler ke

17
kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa
plasma, natrium plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu
merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau
retensi dalam jumlah besar natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal
terganggu, haus biasanya sangat efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia
karena itu paling sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang
sangat muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin
memiliki konten natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi.

Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien
dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan
hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Gejala
berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak daripada tingkat
absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah
otak pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan
kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut
ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih
baik berbanding dengan bentuk akut.

Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan. Pengobatan hipernatremia bertujuan untuk mengembalikan osmolalitas 9 plasma
normal serta mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air umumnya harus diperbaiki
dalam 48 jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan pada volume
ekstraseluler juga harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari hipernatremia dapat
mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian. Justeru
pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama pengobatan. Secara umum,
penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan pada tingkat yang lebih cepat
dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose
dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.

Pertimbangan anestesi Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan


konsentrasi alveolar minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi
klinisnya lebih mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat

18
pada setiap vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan
hipoperfusi jaringan. Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis
untuk sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan cardiac output meningkatkan
penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia
yang signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi.
Air dan defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.

3. Hipokalemia

Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila
kadar kalium. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke
intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST
segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa.
Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia,
obatobatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2
mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat.

Rumus untuk menghitung defisit kalium:

K = K1 - (K0 x 0,25 x BB)

K = kalium yang dibutuhkan 10

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

Pertimbangan anestesi

Hipokalemia merupakan temuan pra operasi umum. Keputusan untuk melanjutkan


dengan operasi elektif sering didasarkan pada plasma lebih rendah [K +] antara 3 dan 3,5
mEq / L. Keputusan, bagaimanapun, juga harus didasarkan pada tingkat perkemkembangan
hipokalemia serta ada atau tidak adanya disfungsi organ sekunder. Secara umum,
hipokalemia ringan kronis (3-3,5 mEq / L) tanpa perubahan EKG tidak meningkatkan risiko
anestesi. Namun ini mungkin tidak berlaku untuk pasien yang menerima digoksin, yang
mungkin mempunyai peningkatan risiko mengembangkan lagi toksisitas digoxin dari

19
hipokalemia tersebut. Maka nilai plasma [K +] di atas 4 mEq / L yang diinginkan pada pasien
tersebut. Manajemen intraoperatif hipokalemia membutuhkan pemantauan EKG yang teliti
dan berwaspada. Kalium intravena harus diberikan jika atrium atau ventrikel aritmia terjadi.
Solusi intravena glukosa bebas harus digunakan dan hiperventilasi harus dihindari untuk
mencegah penurunan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Peningkatan sensitivitas terhadap
blocker neuromuskuler (NMBS) akan dapat dilihat pada status hipokalemia, oleh karena itu
dosis NMBS harus dikurangi 25-50%, dan stimulator saraf harus digunakan untuk mengikuti
tingkat kelumpuhan dan kecukupan reversinya.

4. Hiperkalemia

Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel serta
karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya tergantung pada
rasio intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi kalium intraseluler
diperkirakan 140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium ekstraseluler biasanya sekitar 4
mEq / L. Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+ antara cairan ekstraselular dan
kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan perubahan yang nyata dalam
ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium tubuh.

Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Efek
paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan otot rangka
11 pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L, dan karena
depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran otot, akhirnya
mengakibatkan kelumpuhan. Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris
memuncak gelombang T (sering dengan interval QT memendek) → pelebaran kompleks
QRS → perpanjangan interval P-R → hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-
gelombang → depresi segmen ST (kadang-kadang elevasi) → EKG yang menyerupai
gelombang sinus, sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas
dapat relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif.
Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis menonjolkan efek jantung hiperkalemia.

Gambaran EKG berdasarkan kadar K plasma

Kadar K plasma Gambaran EKG

20
5,5-6 mEq/L Gelombang T tinggi
6-7 mEq/L P-R memanjang dan QRS tinggi
7-8 mEq/L P mengecil dan takikardi ventrikel
>8 mEq/L Fibrilisasi ventrikel

Bila kadar K plasma <6,5 mEq/L diberikan diuretic, natrium bikarbonat, Ca glukonas,
glukonas-insulin, kayekselate. Bila dalam 6 jam belum tampak perbaikan, dilakukan
hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan hemodialisis lebih dini. Pada kadar K
plasma >6,5 mEq/L, segera lakukan dialisis.

Pertimbangan Anestesi

Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia


signifikan. Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia diarahkan pada menurunkan
konsentrasi kalium plasma dan mencegah kenaikan lebih lanjut. EKG harus hati-hati
dipantau. Suksinilkolin merupakan kontraindikasi, seperti penggunaan setiap solusi intravena
yang menagndungi kalium seperti injeksi Ringer laktat. Menghindari asidosis metabolik atau
respiratorik sangat penting untuk mencegah kenaikan lebih lanjut dalam plasma [K +].
Ventilasi harus dikontrol dengan anestesi umum, dan hiperventilasi ringan mungkin
diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular harus dipantau secara ketat, karena hiperkalemia
dapat menonjolkan efek NMBS.

5. Hipokalsemia

Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan konsentrasi
kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion kalsium terlibat dalam
fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter
dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang, dan kelainan pada keseimbangan
kalsium dapat mengakibatkan derangements fisiologis yang mendalam.

Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan kalsium


terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium juga disekresi
ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan independen dari
penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang dalam feses. Ginjal
bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal
100 mg / d namun dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d ke lebih dari 300 mg / d.
Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan

21
natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop menaik Henle. Di tubulus distal,
bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada hormon paratiroid (PTH) sekresi,
sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat
meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium
urin.

90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya terjadi
pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan karena hipoparatiroidism,
kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan
hiperfosfatemia. Manifestasi dari hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan
kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme
karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier
dan bronkospasme. EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT
perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat
hipokalsemia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung,
hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga
dapat terjadi.

Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat karena
menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml preparat kalsium
glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian sampai tercapai kadar
kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.

Pertimbangan anestesi

Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar kalsium


terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia. Alkalosis
harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam Ca 2+. Kalsium intravena
mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat atau pada solusi albumin dengan jumlah
besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari barbiturat dan anestesi volatile harus diintipasi.
Respon untuk NMBS adalah tidak konsisten dan memerlukan pemantauan ketat dengan
stimulator saraf

C. Ketidakseimbangan asam dan basa serta perubahan-perubahan yang terjadi

1. Asidosis Respiratorik
a. Pengertian

22
Asidosis Respiratorik adalah kondisi di mana keasaman darah berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah akibat dari gangguan fungsi paru-paru.
b. Penyebab
Pengeluaran karbondioksida oleh paru yang tidak adekuat akan menyebabkan
terjadinya asidosis respiratorik.
1. Pneumonia
2. Emfisema
3. Asma bronchiale
4. Bronkitis kronis
5. Udema paru
c. Gejala
Gejala yang dirasakan berupa sakit kepala dan rasa mengantuk yang akan
berlanjut menjadi penurunan kesadaran dan koma jika keadaannya semakin
memburuk. Kondisi ini akan membuat ginjal berusaha untuk mengkompensasi
asidosis dengan menahan ekskresi bikarbonat yang bersifat basa keluar dari ginjal.
2. Asidosis Metabolik
a. Pengertian
Asidosis Metabolik adalah kondisi dimana keasaman darah berlebihan yang di
tandai dengan redahnya kadar bikarbonat dalam darah.
b. Penyebab
1. Keasaman tubuh meningkat karena mengkonsumsi zat asam atau bahan yang
diubah menjadi asam seperti metanol dan aspirin
2. Bahan beracun seperti salisilat, methanol dan asetazolamid atau amonium
klorida
3. Kehilangan basa yang berlebihan dari saluran pencernaan karena
diareataukolostomi.
c. Gejala
Pada asidosis metabolik ringan sering tidak menimbulkan gejala, tetapi dijumpai
beberapa gejala seperti mual, kelelahan dan muntah. Pernafasan menjadi dalam
atau sedikit cepat.
3. Alkalosis Respiratorik
a. Defenisi

23
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan di mana darah menjadi basa karena
hiperventilasi pernafasan sehingga kadar karbondioksida dalam darah menjadi
rendah.
b. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam atau disebut hipervemtilasi seperti pada
seseorang yang sedang mengalami kecemasan.
1. Rasa nyeri
2. Sirosis hati
3. Kadar oksigen darah yang rendah
4. Demam
5. Overdosis aspirin
c. Gejala
Penderita merasa cemas, rasa gatal di sekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya
makin memburuk bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
4. Alkalosis Metabolik
a. Defenisi
Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan di mana darah dalam keadaan kelebihan
basa karena tingginya kadar bikarbonat.
b. Penyebab
Jika tubuh terlalu banyak kehilangan asam, maka akan terjadi alkalosis metabolik
seperti pada penderita yang mutah berkepanjangan.
Adapun penyebab utama akalosis metabolic adalah :
1) Mengkonsumsi obat diuretik seperti furosemid
2) Kehilagan asam saat bilas lambung
3) Kelenjar adrenal yang terlalu aktif seperti pada penyakit sindroma cushing
atau akibat mengkonsumsi kortikosteroid
c. Gejala
Alkalosis metabolik dapat mengakibatkan penderita menjadi mudah tersinggung,
otot berdenyut dan kejang otot mungkin juga tidak menampakkan gejala sama
sekali.

D. Edema dan proses terjadinya

a. Pengertian edema

24
Perpindahan cairan vaskuler ke bila terjadi dalam ekstra seluler menyebabkan volume
penimbunan cairan ekstra seluler tubuh meningkat. Jika terjadi setempat disebut
edema dan jika terjadi umum seluruh tubuh di sebut edema anasarka atau disebut juga
dropsy yaitu penimbunan cairan dalam jaringan subkutis dan rongga
tubuh.
b. Patofisiologi edema
Proses terjadinya edema dapat di jelaskan berdasarnya penyebabnya yaitu sebagai
berikut :
1) Penurunan tekanan osmotik
Protein sebagai zat yang berfungsi mempertahankan tekana osmotik
bila kadarnya dalam plasma menurun yang berarti tekanan osmotiknya
menurun maka akan menyebabkan perpindahan cairan dari vaskuler menuju
sel dalam jaringan yang tekanan osmotiknya lebih tinggi sehingga terjadinya
edema.
2) Peningkatan tekanan hidrostatik
Peningkatan hidrostatik dalah tekanan dalam cairan yang berasal dari
tekanan dalam vaskuler. Bila tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan
osmotik akan menyebabkan cairan pindah masuk kedalam jaringan sehingga
terjadi edema.
a) Ibu hamil
Bendungan aliran darah yang terjadi pada vena iliaca akibat uterus yang
membesar mengakibatkan tekanan darah vena meningkatsehingga cairan
banyak keluar kapiler menuju jaringan dan terjadinya edema tungkai.
b) Edema kardial
Bendungan yang terjadi akibat darah aliran darah balik ke atrium kanan
terhambat sepeti pada pasien gagal jantung menyebabkan edema pada kaki
yang disebut pitting edema.
3) Obstruksi portal
Pada penderita penyakit sirosis hepatis akan mengalami peningkatan
tekanan vena akibat aliran darah ke liver terhambat. Akibatnya cairan dalam
vena portae akan keluar dari dan masuk rongga peritonium dan terjadilah
ascites.
4) Edema postural

25
Seseorang yang melakukan sikap tidak bergerak seperti berdiri yang
lama, duduk yang lama saat naik mobil jarak jauh maka aliran limfe akan
melambat dan menyebabkan terjadinya udema pada kaki dan pergelangannya.
Jika orang tersebut bergerak maka aktivitas otot dan aliran limfe akan lancar
sehingga edema akan hilang dengan sendirinya.
5) Peningkatan permeabilitas kapiler
Endotel kapiler adalah membran yang bersifat semipermeabel yang
dapat dilalui air dan elektrolit, namun untuk dilalui protein sangat sulit. Pada
kondisi di mana permeabilitas kapiler meningkat seperti pada pengaruh
adanya toksin saat infeksi atau alergi maka protein akan keluar melalui kapiler
akibatnya tekanan osmotik darah menurun dan cairan akan keluar kapiler dan
masuk dalam jaringan dan terjadilah edema. Sebagai contoh pada kasus reaksi
anafilaksis.
6) Obstruksi limfatik
Pada pederita post mastektomi dan filaria akan mengalami bendungan
aliran limfe yang menyebabkan penimbunan cairan sehingga terjadi edema
yang disebut limfedama. Pada filaria limfedema terjadi pada daerah inguinal
yang menimbulkan edema di kaki dan scrotum.
7) Kelebihan Natrium dan Cairan tubuh
Natrium adalah zat yang berperan dalam pengaturan volume cairan
dalam tubuh bersama ginjal. Bila tubuh mengalami kelebihan natrium dan
ginjal tidak mampu mengeluarkannya melalui urine maka terjadi
ketidakseimbangan cairan. Cairan akan berpindah dari vaskuler dan sel masuk
ke dalam jaringan yang akibatnya terjadi edema.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

26
Cairan tubuh merupakan media semua reakdi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling cocok untuk
sel tersebut dan berada di dalam cairan ekstraselulur (cairan di luar sel) yang cocok pula.
Tubuh harus ammpu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai didalam
cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan cairan
tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu, cairan intaseluler dan cairan
ekstraseluker. Cairan intraselulur adalah cairan yang bearada di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelomok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial, dan cairan transeluler.
Cairan tubuh terdiri dari air (pelarut) dan substansi pelarut (zat terlarut).
Edema adalah akumulasi abnormal cairan di dalam ruang interstitial (celah di antara
sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan pembengkakan. Pada kondisi yang normal secara
umum cairan tubuh yang terdapat di luar sel akan disimpan di dalam ruangan yaitu pembuluh
darah dan ruang-ruang interstitial. Apabila terdapat gangguan pada keseimbangan pengaturah
cairan tubuh, maka cairan dapat berakumulasi berlebihan di dalam ruang interstitial sehingga
menyebabkan edema.

B. Saran
Agar tidak terjadi gangguan pada sistem tubuh seperti gangguan cairan dan elektrolit
sebaiknya kita mengkonsumsi air yang cukup sesuai dengan anjuran yang ada. Dan dalam
pemenuhan kebituhan elektrolit kita dapat mengkonsumsi vitamin tambahan. Sangat penting
kita untuk menjaga kesehatn tubuh agar dalam menjalani kegiatan sehari hari fungsi tubjuh
dapat berjalan dengan normal.

DAFTAR PUSTAKA
Martin.T. (1998). Standar Keperawatan Pasien : Pasien Standar Care. Jakarta : EGC

27
Edema Patofisiologi & Penanganan. Ian Effendi, Restu Pasaribu (ed). BAIPD. Jilid I. Edisi
IV. Jakarta : FKUI
Dr.Jan Tambayong. Patofiologi untuk keperawatan.

28

Anda mungkin juga menyukai