DISUSUN OLEH :
ATRA SAHINZA (191440102)
AULA DILA (191440103)
GETTI PRATIWI (191440111)
NATASYA PUTRI (191440122)
NURHIDAYANTI (191440124)
RISKY ANANDA (191440133)
Segala Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bahwasanya kami telah dapat membuat makalah tentang “Proses Peradangan”
walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang kami hadapi dalam
menyusun makalah ini, dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan
belum bisa dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan kami. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan ktitik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak terutama dari Bapak maupun teman-teman sekalian supaya kami
dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari dan
semoga makalah ini berguna bagi siapa saja terutama bagi teman-teman yang hobi
atau ingin lebih tahu lebih banyak tentang “Proses Peradangan”.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Definisi Radang.........................................................................................3
2.2 Sel-sel Radang...........................................................................................3
2.3 Tanda dan gejala.......................................................................................4
2.4 Penyebab radang......................................................................................4
2.5 Patofisiologi Radang.................................................................................4
2.6 Proses Terjadinya Radang Akut.............................................................5
2.7 Proses Terjadinya Peradangan Kronik..................................................6
2.8 Respon Tubuh...........................................................................................6
2.9 Akibat Radang Akut Dan Kronik...........................................................7
2.10 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan...................................8
2.11 Asuhan Keperawatan faringitis Akut...................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
10. Bagaimana Proses Penyembuhan dan Perbaikan Jaringan?
9. Untuk mengetahui apa saja akibat dari radang akut dan radang kronik
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
d Sel retikuendotel: sel yang melapisi sinus-sinus kelenjar getah bening,
sumsum tulang dan limpa
e Sel datia: sel besar berinti banyak, perubahan dari makrofag pada
keadaan-keadaan tertentu,Beberapa sel bersatu krn pembelahan inti
yang tidak
f disertai pembelahan protoplasma
g Limfosit: dapat menghasilkan gammaglobulin (bag protein dari zat
anti), Meningkat pada radang menahun.
h Sel plasma: tidak terdapat di dalam darah, membuat gamma globulin
yang berfungsi sebagai zat anti.
4
3. Suhu
4. Berbagai jenis sinar
5. Listrik
6. Zat-zat kimia
5
Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang terjasi
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung sebentar, akibat
jejas ringan dan hanya mengenai pembuluh kapiler.
2) Reaksi segera dan menetap, akibat jejas keras dan mengenai semua
pembuluh darah
3) Reaksi lambat dan menetap, akibat jejas ringan tetapi terus-menerus
6
2.8 Respon Tubuh
1. Radang akut
a. Mencerminkan pengaruh mediator yang bekerja pada pembuluh darah.
Setelah trauma mekanik / injuri panas, perubahan permeabilitas vasa
dapat timbul lebih awal dari respons radang akut.
b. Dalam 30-60 menit dari injuri, granulosit neutrofil muncul. Mula-
mula granulosit neutrofil ini tampak mengelompok sepanjang sel-sel
endotel pembuluh darah pada daerah injuri. Setelah itu, leukosit
menyusup keluar pembuluh darah dengan menyelinap keluar
pembuluh darah dengan menyelinap diantara sel-sel endotel.
c. Dalam beberapa menit granulosit berada ekstravaskuler dan mulai
mengelompok di daerah injuri.
d. Bila telah keluar dari pembuluh darah, neutrofil merupakan garis
pertahanan pertama melawan mikroorganisme yang masuk.
e. Dalam empat sampai lima jam, jika respons inflamantoris akut
berjalan terus, maka sel
2. Mononuklear (termasuk monosit & limfosit) akan muncul pada daerah
Radang kronik
1) Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi dan
berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti
monosit, inflamantoris, setelah keluar dari pembuluh darah melalui cara
yang sama
2) Monosit memperbesar pertahanan dengan menambahkan fungsi fagosit
mereka sendiri ke daerah injuri, sementara limfosit membawa
kemampuan immunologik untuk berespons terhadap agen asing dengan
fenomen humoral dan seluler spesifik.
3) makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran
patologik dari inflamasi kronik.
4) Dalam inflamasi kronik, monosit dan makrofag mempunyai 2 peranan
penting sebagai berikut :
7
a. Memakan dan mencerna mikroba
b. Modulasi respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen
dan sekresi sitokin
5) Bila patogen persisten dalam tubuh, makrofag akan mengalihkan respons
berupa reaksi hipersensitivitas lambat yang melibatkan limfosit penuh.
6) Jadi inflamasi akut ini dapat dianggap sebagai titik membaliknya respons
inflamasi ke arah respons monosit-makrofag.
8
2.10 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan
Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu :
1. Resolusi
Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons
radang akut hingga cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel
parenkim minimal. Jaringan dipulihkan ke keadaan sebelum cedera.
Proses resolusi meliputi :
a. Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke
b. Permeabilitas normalnya.
c. Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti
d. Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh
limfatik
e. Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau
benar-benar dihilangkan dari tubuh.
f. Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak
maka resolusi tidak terjadi.
2. Regenerisasi
Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan
pembelahan sel parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya
adalah penggantian unsur-unsur yang hilang dengan jenis sel-sel yang
sama. Faktor-faktor penentu regenerasi :
a. kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera (kemampuan untuk
membelah)
b. Jumlah sel viabel yang bertahan
c. Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau
keutuhan arsitektur stroma.
9
a. Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan
disebut organisasi.Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan
granulasi.
b. Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluh-
pembuluh darah kecil yang baru terbentuk (angioblas), fibroblas, sisa
sel radang (berbagai jenis leukosit ; makrofag, limosit, eosinofil,
basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat dan zat dasar jaringan
ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan
granulasi yang berasal dari fibroblas dan kapiler di sekelilingnya
yang sebelumnya ada.
c. Organisasi terjadi jika :
a) Banyak sekali jaringan yang menjadi nekrotik.
b) Eksudat peradangan menetap & tidak menghilang.
c) Massa darah (hematom) atau bekuan-bekuan darah tidakcepat
menghilang
Bukti organisasi yang paling awal biasanya terjadi beberapa hari
setelah dimulainya eaksi peradangan. Setelah kurang lebih 1 minggu,
jaringan granulasi masih cukup longgar & selular. Pada saatini,
fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai
menyekresikan prekursor protein kolagen yang larut, saat ini sedikit
demi sedikit akan mengendap sebagai fibril-fibril di dalam ruang
intersisial jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin
banyak kolagen yang tertimbun didalam jaringan granulasi,yang
sekarang secara bertahap semakin matang menjadi jaringan ikat
kolagen yang agak padat atau jaringan parut..Walaupun jaringan
parut telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling
masih terus berlanjut,serta densitas & kekuatan jaringan parut ini
juga meningkat. Jaringan granulasi,yang pada awalnya cukup selular
& vaskula, lambat laun kurang selular & kurang vaskular serta
menjadi kolagen yang lebih padat.
4. Penyembuhan luka
10
Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses
penyembuhan pada luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi
menjadi 2 macam yaitu :
a) Penyembuhan primer ( healing by first intention)
b) Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention )
a. Hari pertama pasca bedah. Setelah luka disambung & dijahit,garis
insisi segera terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang
menutupi luka. Reaksi radang akut terlihat pada tepi luka. Dan
tampak infiltrat polimorfonuklear yang mencolok.
b. Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan
jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan
kedua tepi celah subepitel. Keduanya sangat tergantung pada
anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini memberikan kerangka
bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang bermigrasi. Jalur-
jalur tipis sel menonjol di bawah permukan kerak, dari tepi epitel
menuju ke arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sam lain,
dengan demikian luka telah tertutup oleh epitel.
c. Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil
digantikan oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel
yang rusak dan pecahan fibrin.
d. Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang
kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya serabut-
serabut kolagen dimana-mana.
e. Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan
ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah
terisi jaringan ikat kaya pembuluh darah ini mulai membentuk
serabut-serabut kolagen.
f. Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus
menerus, dan tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen.
Kerangka fibrin sudah lenyap. Jaringan parut masih tetap berwarna
merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasai. Luka belum
11
memiliki daya rentang yang cukup berarti. Reksi radang hampir
seluruhnya hilang.
g. Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap.
Jaringan parut berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh
darah, timbunan kolagen dan peningkatan daya rentang luka.Luka
bedah yang sembuh sempurna tidak akan mencapai
h. Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas yang dimiliki
oleh kulit normal.
1. Pengertian
Faringitis akut adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan
limfoid pada dinding faring (Rospa, 2011). Menurut Vincent (2004) Faringitis
akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang
ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,
pembesaran limfonodi leher dan malaise. Pendapat lain di kemukakan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis merupakan peradangan akut membrane
mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat
dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi local faring atau tonsil.
Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis,
nasofaringitis, dan tonsilofaringitis.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Faringitis
akut adalah suatu peradangan akut yang menyerang tenggorokan atau faring yang
disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu yang di tandai dengan nyeri
tenggorokan.
2. Etiologi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Virus merupakan etiologi
terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah).
Virus penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus
parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr
12
virus,EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi
mononikleosis seperti splenomegali dan limfadenopati genelisata. Infeksi sistemik
seperti infeksi virus campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat
menunjukan gejala faringitis akut. Streptococcus ß hemolitikus grup A adalah
bakteri penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30 %
dari penyebab faringitis akut pada anak. Pendapat lain dikemukakan oleh Bibhat
K Mandal (2006) etiologi dari faringitis akut adalah :
a. Streptococcus pygenes
b. Virus EPSTEIN-BARR (EBV)
c. Corynebacterium diphtheria
3. Patofisiologi
Menurut Arif Mansjoer (2007) patofisiologi dari faringitis akut adalah
penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian
bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat
mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring
menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu – abu
terdapat folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel dan bercak – bercak
pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan
membengkak sehingga timbul radang pada tenggorok atau faringitis. Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis akut
yaitu bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi
mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah
terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan
local, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi
streptokokus ditandai dengan invasi local serta penglepasan toksin ekstraseluler
13
dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi
akibat kontak tangan dengan secret hidung di bandingkan dengan kontak oral.
Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.
4. Pathway
FARINGITIS
inflamasi
penguapan sputum
Mukosa
kemeraha
Resiko tinggi n
defisit Bersihan jalan
volume cairan Kesulitan nafas tidak
Resiko tinggi
droplet menelan efektif
penularan
Gangguan
Kurang nutrisi
pengetahuan
5. Manifestasi Klinis
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis streptokokus
sangat mungkin jika di jumpai tanda dan gejala berikut:
a. Awitan akut, disertai mual dan muntah
b. Faring hiperemis
c. Demam
d. Nyeri tenggorokan
e. Tonsil bengkak dengan eksudasi
14
f. Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
g. Uvula bengkak dan merah
h. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
i. Ruam skarlantina
j. Petikie palatum mole
6. Komplikasi
Menurut Kazzi (2006) Biasanya faringitis dapat sembuh sendiri. Namun
jika faringitis ini berlangsung lebih dari 1 minggu, masih terdapat demam,
pembesaran nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan. Hal tersebut berarti dapat
terjadi komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Beberapa komplikasi
faringitis akut yang lain adalah :
a. Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan.
b. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan
pada katup jantung. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi pada faringitis akut.
c. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan
respon inflamasi terhadap protein M spesifik. Komplek antigen- antibody
yang terbentuk berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya
menyebabkan glomerulonefritis ini.
d. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam
dan dehidrasi.
15
7. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2009) penatalaksanaan terapeutik dari faringitis akut jika
terjadi infeksi tenggorokan akibat streptococcus, penisilin oral dapat diberikan
dengan dosis yang cukup untuk mengendalikan manifestasi local akut. Penisillin
memang tidak mencegah perkembangan glomerunefritis akut pada anak-anak
yang rentan namun dapat mencegah penyebab strein nefrogenik dari streptococcus
hemolitik ß grup A ke anggota keluarga lainnya. Antibiotic lain yang di gunakan
untuk mengobati streptococcus hemolitik ß grup A adalah eritromisin,
azitromisin, klaritromisin, sefalosporin seperti sefdinir (omnicef) dan amoksisilin.
Pendapat lain dikemukakan oleh Natalia (2003) jika diduga faringitis streptokokus
(biasanya pada anak usia 3 tahun atau lebih), berikan Benzatin penisilin (suntikan
tunggal) 600.000 unit untuk anak usia di bawah 5 tahun, 1.200.000 unit untuk usia
5 tahun atau lebih. Ampisilin atau amoksisilin selama 10 hari atau penisilin V
(fenoksimetilpenisilin) 2-4 kali sehari selama 10 hari. Kortrimolsasol tidak
direkomendasikan untuk nyeri tenggorok yang disebabkan oleh streptokokus
karena tidak efektif, jika penisilin V digunakan berikan 125mg dua kali sehari
selama 10 hari.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Data Dasar (Identitas Pasien dan Penanggung Jawab)
2) Riwayat Kesehatan (Riwayat Kesehatan Sekarang, Dulu, dan
Keluarga)
3) Pemeriksaan Fisik (difokuskan ke bagian leher)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan rubor,
dolor, kalor, tumor, fungsiolaesa pada mukosa
2) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
intake yang kurang sekunder dengan kesulitan menelan ditandai
penurunan berat badan, pemasukan makanan berkurang, nafsu
makan kurang, sulit untuk menelan, HB kurang dari normal
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk terdapat
kumpulan sputum, ditemukan suara nafas tambahan
4) Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan demam,
ketidakcukupan pemasukan oral ditandai dengan turgor kulit
kering, mukosa mulut kering, keluar keringat berlebih
16
5) Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kontak,
penularan melalui udara
6) Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan dehidrasi, inflamasi
ditandai dengan suhu tubuh lebih dari normal, pasien gelisah,
demam
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji lokasi, intensitas
dengan inflamasi tindakan keperawatan dan karakteristik
ditandai dengan selama 2 x 24 jam nyeri
rubor, dolor, kalor, diharapkan nyeri 2. Identifikasi adanya
tumor, fungsiolaesa berkurang dengan tanda-tanda radang
pada mukosa kriteria hasil: 3. Monitor aktivitas
TTV normal yang dapat
Skala nyeri 1-2 meningkatkan nyeri
Pasien tampak 4. Kompres es disekitar
nyaman leher
5. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
2. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan 1. Monitor balance
(kurang dari tindakan keperawatan intake dengan
kebutuhan) 2 x 24 jam diharapkan output
berhubungan gangguan pemenuhan 2. Timbang berat
dengan intake yang nutrisi teratasi dengan badan setiap hari
kurang dengan kriteria hasil : 3. Berikan makanan
kesulitan menelan Pemasukan cair / lunak
ditandai dengan makanan 4. Berikan makanan
penurunan berat bertambah sedikit tapi sering
badan, pemasukan Nafsu makan 5. Kolaborasi
makanan bertambah pemberian
berkurang, nafsu BB meningkat roborantia
makan kurang, sulit
untuk menelan, HB
kurang dari normal
3. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Identifikasikan
nafas tidak efektif tindakan keperawatan kualitas atau
berhubungan 2 x 24 jam diharapkan kedalaman nafas
dengan sekret yang bersihan nafas pasien
kental ditandai kembali efektif 2. Monitor suara nafas
dengan kesulitan dengan kriteria hasil : tambahan
bernafas, batuk Tidak ada sekret 3. Anjurkan untuk
terdapat sputum, berlebihan minum air hangat
ditemukan suara Nafas normal 4. Ajari pasien untuk
nafas tambahan Tidak ada suara batuk efektif
nafas tambahan 5. Kolaborasi untuk
17
pemberian
ekspektoran
4. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Monitor intake dan
defisit volume tindakan keperawatan output cairan
cairan berhubungan 2 x 24 jam diharapkan 2. Monitor timbulnya
dengan demam, resiko tinggi defisit tanda-tanda
ketidakcukupan cairan dapat dihindari dehidrasi
pemasukan oral dengan kriteria hasil : 3. Berikan intake
ditandai dengan Turgor kulit cairan yang adekuat
turgor kulit kering, normal 4. Kolaborasi
mukosa mulut Mukosa mulut pemberian cairan
kering, keluar lembab secara parenteral
keringat berlebih (jika diperlukan)
5. Resiko tinggi Setelah dilakukan Mengajarkan pasien
penularan penyakit tindakan keperawatan tentang pentingnya
berhubungan diharapkan resiko peningkatan kesehatan
dengan kontak, tinggi penularan dan pencegahan infeksi
penularan melalui penyakit dapat lebih lanjut :
udara dihindari 1. Menganjurkan
pasien untuk
istirahat
2. Menghindari kontak
langsung dengan
orang yang terkena
infeksi pernafasan
3. Menutup mulut bila
batuk / bersin
4. Mencuci tangan
5. Makan makanan
bergizi
6. Menghindari
penyebab iritasi
7. Oral hygine
6. Perubahan suhu Setelah dilakukan 1. Ukur tanda-tanda
tubuh berhubungan tindakan keperawatan vital
dengan dehidrasi, 2 x 24 jam suhu tubuh 2. Monitor temperatur
inflamasi ditandai kembali normal tubuh secara teratur
dengan suhu tubuh dengan kriteria hasil : 3. Indikasi adanya
lebih dari normal, TTV normal dehidrasi dan
pasien gelisah, Pasien tampak peradangan
demam nyaman 4. Kompres es
disekitar leher
5. Kolaborasi dalam
pemberian
antibiotik dan
antipiretik
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme
terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi
yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar,
atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia
(histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut :
1. tumor atau membengkak
2. calor atau menghangat
3. dolor atau nyeri
4. rubor atau memerah
5. functio laesa atau daya pergerakan menurun.
19
DAFTAR PUSTAKA
20