Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PATOFISIOLOGI

TENTANG PROSES PERADANGAN

DISUSUN OLEH :
ATRA SAHINZA (191440102)
AULA DILA (191440103)
GETTI PRATIWI (191440111)
NATASYA PUTRI (191440122)
NURHIDAYANTI (191440124)
RISKY ANANDA (191440133)

POLTEKKES KEMENKES PANGKAL PINANG


DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bahwasanya kami telah dapat membuat makalah tentang “Proses Peradangan”
walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang kami hadapi dalam
menyusun makalah ini, dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan
belum bisa dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan kami. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan ktitik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak terutama dari Bapak maupun teman-teman sekalian supaya kami
dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari dan
semoga makalah ini berguna bagi siapa saja terutama bagi teman-teman yang hobi
atau ingin lebih tahu lebih banyak tentang  “Proses Peradangan”.

Pangkalpinang, 5 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Definisi Radang.........................................................................................3
2.2 Sel-sel Radang...........................................................................................3
2.3 Tanda dan gejala.......................................................................................4
2.4 Penyebab radang......................................................................................4
2.5 Patofisiologi Radang.................................................................................4
2.6 Proses Terjadinya Radang Akut.............................................................5
2.7 Proses Terjadinya Peradangan Kronik..................................................6
2.8 Respon Tubuh...........................................................................................6
2.9 Akibat Radang Akut Dan Kronik...........................................................7
2.10 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan...................................8
2.11 Asuhan Keperawatan faringitis Akut...................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu
organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa
rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera,
seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari
respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai
respon terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan
dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap
infeksi. Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen
penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang
dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dari Radang?

2. Apa saja yang termasuk Sel-Sel Radang?

3. Bagaimana Tanda dan Gejala Radang?

4. Apa saja Penyebab Radang?

5. Apa Patofisiologi Radang ?

6. Bagaimana Proses Terjadinya Radang Akut?

7. Bagaimana Proses Terjadinya Radang Kronik?

8. Bagaimana Respons Tubuh Saat Terjadi Radang?

9. Apa Saja Akibat dari Radang Akut dan Kronik?

1
10. Bagaimana Proses Penyembuhan dan Perbaikan Jaringan?

11. Bagaimana Asuhan Keperawatan Faringitis Akut?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :


1. Untuk mengetahui definisi dari radang.

2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk sel-sel radang

3. Untuk mengetahui tanda dan gejala radang

4. Untuk mengetahui beberapa penyebab radang

5. Untuk mengetahui patofisiologi radang

6. Untuk memahami proses terjadinya radang akut

7. Untuk memahami proses terjadinya radang kronik

8. Untuk mengetahui respons tubuh saat terjadi radang

9. Untuk mengetahui apa saja akibat dari radang akut dan radang kronik

10. Untuk memahami proses penyembuhan dan perbaikan jaringan

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah

Patologi sekaligus sebagai literatur tambahan bagi mahasiswa atau pembaca

yang ingin menambah wawasan yang mencakup peradangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Radang


Radang adalah reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau
mengurung (sekuester) baik agen pencidera maupun jaringan yang cidera itu.
(Dorland)
 Radang merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya
agen yang membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih
luas sehingga mengakibatkan jaringan yang cedera diperbaharui atau di ganti
dengan jaringan baru. (Patologi FKUI)

2.2 Sel-Sel Radang


1. Sel polimorfonukleus netrofil (mikrofag) terdiri dari leukosit
polimorfonukleus (netrofil, eosinofil, basofil) :
a Netrofil : Utama untuk fagositosis. Dibantu zat-zat   anti, mempererat
kontak leukosit
b Basofil : Pertahanan pertama karena dapat migrasi dengan segera dan
dalam jumlah yang besar. Tidak berdaya pada kuman-kuman tertentu
seperti tuberculosis
c Eosinofil : Jumlahnya bertambah dalam keadaan alergi, asthma,
hipersensitif terhadap kedatangan parasit terutama cacing.
Khemoktasis dan fagositosis lebih rendah dari netrofil

2. Sel fagositik besar berinti bulat (makrofag)


a Dalam darah : Monosit (sebagian juga dari jaringan)
b Dalam jaringan : Makrofag, histiosit, sel kurrer, sel retikuendotel, sel
datia.
c Sel kupffer: makrofag yang melapisi sinus-sinus pada hati, daya
fagosit sangat besar sehingga darah yang melalui hati steril

3
d Sel retikuendotel: sel yang melapisi sinus-sinus kelenjar getah bening,
sumsum tulang dan limpa
e Sel datia: sel besar berinti banyak, perubahan dari makrofag pada
keadaan-keadaan tertentu,Beberapa sel bersatu krn pembelahan inti
yang tidak
f disertai pembelahan protoplasma
g Limfosit: dapat menghasilkan gammaglobulin (bag protein dari zat
anti), Meningkat pada radang menahun.
h Sel plasma: tidak terdapat di dalam darah, membuat gamma globulin
yang berfungsi sebagai zat anti.

2.3 Tanda Dan Gejala


Saat seseorang mengalami radang, tanda dan gejala yang umum muncul
adalah:
1. Rubor (kemerahan), merupakan tanda pertama yang ditemukan di daerah
radang, disebabkan oleh arteriol yang berdilatasi.
2. Kalor (panas), terjadi bersamaan dengan rubor karena lebih banyak darah
(pada suhu 37oC) dialirkan dari dalam tubuh kepermukaan daerah yang 
terkena dibandingkan ke daerah yang  normal.
3. Tumor (pembengkakan), pembengkakan lokal yang disebabkan
perpindahan cairan dan sel-sel dari aliran darah kejaringan interstisial.
4. Dolor (nyeri), terjadi karena pembengkakan jaringan yang meradang
sehingga menimbulkan peningkatan tekanan lokal yang dapat
menyebabkan nyeri.
5. Fungsio Laesa (perubahan fungsi), bagian yang bengkak, nyeri disertai
sirkulasi yang abnormal dan lingkungan kimiawi local yang abnormal,
akhirnya berfungsi secara abnormal

2.4 Penyebab Radang


1. Agen Kuman, Parasit, Jamur,dll
2. Benda-benda tajam

4
3. Suhu
4. Berbagai jenis sinar
5. Listrik
6. Zat-zat kimia

2.5 Patofisiologi Radang


1. Pembagian radang berdasarkan waktunya:
1. Radang Akut
2. Radang Sub Akut
3. Radang Kronik

2. Pembagian radang berdasarkan kekhasan etiologinya


1. Radang spesifik / Radang kronik granulamatosa. Terbentuk jaringan
granulasi yang khas/spesifik. Contoh: Lepra, TBC, Mycotic
Infections, Dll.

2.6 Proses Terjadinya Radang Akut


1. Perubahan vascular  pada radang akut
Urutan peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut :
1) Mula- mulakan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh
darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol).
2) Kemudain akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh
arteriol yang tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh
darah itu. Akibat dilatesi itu,maka aliran darah akan bertambah
sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darah dan tekanan
hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan
keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu.
3) Aliran darah menjadi lambat. Karena permeabilitas kapiler juga
bertambah, maka cairan darah dan protein  akan keluar dari pembuluh
darah dan mengakibatkan darah menjadi kental.
4) Marginasi leukosit.

5
Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang terjasi
dapat dikelompokkan menjadi  3 kelompok yaitu:
1) Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung sebentar, akibat
jejas ringan dan hanya mengenai pembuluh kapiler.
2) Reaksi segera dan menetap, akibat jejas keras dan mengenai semua
pembuluh darah
3) Reaksi lambat dan menetap, akibat jejas ringan tetapi terus-menerus

2. Reaksi selular pada radang akut


Pada fase awal yaitu 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi
ialah sel neutrofil atau leukosit PMN. Setelah fase awal yang bisa
berlangsung selama 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan
dalam system kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma beraksi.
Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit adalah sebagai berikut:
1) Penepian, leukosit bergerak ketepi pembuluh (margination)
2) Pelekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking)
3) Diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigrasi)
4) Fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan

2.7 Proses Terjadinya Peradangan Kronik


1. Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang
terus-menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan.
2. Adanya radang akut yang berulang
3. Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut
klasik akibat dari :
 Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas
rendah tapi sudah mencetuskan reaksi imunologik.
 Kontak dengan bahan yg tdk dpt hancur  ( zat    nondegradable)
silikosis & asbestosis pada paru
 Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)

6
2.8 Respon Tubuh
1. Radang akut
a. Mencerminkan pengaruh mediator yang bekerja pada pembuluh darah.
Setelah trauma mekanik / injuri panas, perubahan permeabilitas vasa
dapat timbul lebih awal dari respons radang akut.
b. Dalam 30-60 menit dari injuri, granulosit neutrofil muncul. Mula-
mula granulosit neutrofil ini tampak mengelompok sepanjang sel-sel
endotel pembuluh darah pada daerah injuri. Setelah itu, leukosit
menyusup keluar pembuluh darah dengan menyelinap keluar
pembuluh darah dengan menyelinap diantara sel-sel endotel.
c. Dalam beberapa menit granulosit berada ekstravaskuler dan mulai
mengelompok di daerah injuri.
d. Bila telah keluar dari pembuluh darah, neutrofil merupakan garis
pertahanan pertama melawan mikroorganisme yang masuk.
e. Dalam empat sampai lima jam, jika respons inflamantoris akut
berjalan terus, maka sel
2. Mononuklear (termasuk monosit & limfosit) akan muncul pada daerah
Radang kronik
1) Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi dan
berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti
monosit, inflamantoris, setelah keluar dari pembuluh darah melalui cara
yang sama
2) Monosit memperbesar pertahanan dengan menambahkan fungsi fagosit
mereka sendiri ke daerah injuri, sementara limfosit membawa
kemampuan immunologik untuk berespons terhadap agen asing dengan
fenomen humoral dan seluler spesifik.
3) makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran
patologik dari inflamasi kronik.
4) Dalam inflamasi kronik, monosit dan makrofag mempunyai 2 peranan
penting sebagai berikut :

7
a. Memakan dan mencerna mikroba
b. Modulasi respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen
dan sekresi sitokin
5) Bila patogen persisten dalam tubuh, makrofag akan mengalihkan respons
berupa reaksi hipersensitivitas lambat yang melibatkan limfosit penuh.
6) Jadi inflamasi akut ini dapat dianggap sebagai titik membaliknya respons
inflamasi ke arah respons monosit-makrofag.

2.9 Akibat Radang Akut Dan Kronik


Akibat utama radang adalah perubahan jaringan, dapat berupa degenerasi,
lisis jaringan, dan proliferasi jaringan. Dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor
host dan faktor-faktor penyebab.
1. Keuntungan Radang
a. Pengenceran toxin.
b. Antibodi masuk jaringan ekstravaskular.
c. Transportasi obat.
d. Pembentukan fibrin.
e. Penyaluran nutrien.
f. Stimulasi respons imun.
g. Lokasi jaringan yang rusak.
h. Persiapan untuk pemulihan jaringan.
2. Kerugian Pada Radang
a. Jaringan normal dirusak.
b. Sembab: epiglotis, rongga.
c. Nyeri: gangguan fungsi.
d. Ruptura organ.
e. Fistula.
f. Reaksi imun kurang tepat.
g. Akibat penyakit: Glomerulonefritis, arthritis, bronchitis.
h. Fibrosis berlebihan: keloid, obstruksi usus, steril

8
2.10 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan
Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu :
1. Resolusi
Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons
radang akut hingga cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel
parenkim minimal. Jaringan dipulihkan ke keadaan sebelum cedera.
Proses resolusi meliputi :
a. Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke
b. Permeabilitas normalnya.
c. Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti
d. Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh
limfatik
e. Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau
benar-benar dihilangkan dari tubuh.
f. Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak
maka resolusi tidak terjadi.

2. Regenerisasi
Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan
pembelahan sel parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya
adalah penggantian unsur-unsur yang hilang dengan jenis sel-sel yang
sama. Faktor-faktor penentu regenerasi :
a. kemampuan regenerasi sel yang  terkena cedera (kemampuan untuk
membelah)
b. Jumlah sel viabel yang bertahan
c. Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau
keutuhan arsitektur stroma.

3. Perbaikan / pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat

9
a. Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan
disebut organisasi.Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan
granulasi.
b. Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluh-
pembuluh darah kecil yang baru terbentuk (angioblas), fibroblas, sisa
sel radang (berbagai jenis leukosit ; makrofag, limosit, eosinofil,
basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat dan zat dasar jaringan
ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan
granulasi yang berasal dari fibroblas dan kapiler di sekelilingnya
yang sebelumnya ada.
c. Organisasi terjadi jika :
a) Banyak sekali jaringan yang menjadi nekrotik.
b) Eksudat peradangan menetap & tidak menghilang.
c) Massa darah (hematom) atau bekuan-bekuan darah tidakcepat
menghilang
Bukti organisasi yang paling awal biasanya terjadi beberapa hari
setelah dimulainya eaksi peradangan. Setelah kurang lebih 1 minggu,
jaringan granulasi masih cukup longgar & selular. Pada saatini,
fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai
menyekresikan  prekursor protein kolagen yang larut, saat ini sedikit
demi sedikit akan mengendap sebagai fibril-fibril di dalam ruang
intersisial jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin
banyak kolagen yang tertimbun didalam jaringan granulasi,yang
sekarang secara bertahap semakin matang menjadi jaringan ikat
kolagen yang agak padat atau jaringan parut..Walaupun jaringan
parut telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling
masih terus berlanjut,serta densitas & kekuatan jaringan parut ini
juga meningkat. Jaringan granulasi,yang pada awalnya cukup selular
& vaskula, lambat laun kurang selular & kurang vaskular serta
menjadi kolagen yang lebih padat.
4. Penyembuhan luka

10
Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses
penyembuhan pada luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi
menjadi 2 macam yaitu :
a) Penyembuhan primer ( healing by first intention)
b) Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention )
a. Hari pertama pasca bedah. Setelah luka disambung & dijahit,garis
insisi segera terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang
menutupi luka. Reaksi radang akut terlihat pada tepi luka. Dan
tampak infiltrat polimorfonuklear yang  mencolok.
b. Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan
jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan
kedua tepi celah subepitel. Keduanya sangat tergantung pada
anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini memberikan kerangka
bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang bermigrasi. Jalur-
jalur tipis sel menonjol di bawah permukan kerak, dari tepi epitel
menuju ke arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sam lain,
dengan demikian luka telah tertutup oleh epitel.
c. Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil
digantikan oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel
yang rusak dan pecahan fibrin.
d. Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang
kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya serabut-
serabut kolagen dimana-mana.
e. Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan
ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah
terisi jaringan ikat kaya pembuluh darah ini mulai membentuk
serabut-serabut kolagen.
f. Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus
menerus, dan tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen.
Kerangka fibrin sudah lenyap. Jaringan parut masih tetap berwarna
merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasai. Luka belum

11
memiliki daya rentang  yang cukup berarti. Reksi radang hampir
seluruhnya hilang.
g. Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap.
Jaringan parut berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh
darah, timbunan kolagen dan peningkatan daya rentang luka.Luka
bedah yang sembuh sempurna tidak akan mencapai
h. Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas  yang dimiliki
oleh kulit normal.

2.11 Asuhan Keperawatan Faringitis Akut

1. Pengertian
Faringitis akut adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan
limfoid pada dinding faring (Rospa, 2011). Menurut Vincent (2004) Faringitis
akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang
ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,
pembesaran limfonodi leher dan malaise. Pendapat lain di kemukakan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis merupakan peradangan akut membrane
mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat
dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi local faring atau tonsil.
Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis,
nasofaringitis, dan tonsilofaringitis.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Faringitis
akut adalah suatu peradangan akut yang menyerang tenggorokan atau faring yang
disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu yang di tandai dengan nyeri
tenggorokan.

2. Etiologi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Virus merupakan etiologi
terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah).
Virus penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus
parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr

12
virus,EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi
mononikleosis seperti splenomegali dan limfadenopati genelisata. Infeksi sistemik
seperti infeksi virus campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat
menunjukan gejala faringitis akut. Streptococcus ß hemolitikus grup A adalah
bakteri penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30 %
dari penyebab faringitis akut pada anak. Pendapat lain dikemukakan oleh Bibhat
K Mandal (2006) etiologi dari faringitis akut adalah :
a. Streptococcus pygenes
b. Virus EPSTEIN-BARR (EBV)
c. Corynebacterium diphtheria

3. Patofisiologi
Menurut Arif Mansjoer (2007) patofisiologi dari faringitis akut adalah
penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian
bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat
mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring
menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu – abu
terdapat folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel dan bercak – bercak
pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan
membengkak sehingga timbul radang pada tenggorok atau faringitis. Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis akut
yaitu bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi
mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah
terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan
local, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi
streptokokus ditandai dengan invasi local serta penglepasan toksin ekstraseluler

13
dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi
akibat kontak tangan dengan secret hidung di bandingkan dengan kontak oral.
Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.

4. Pathway

FARINGITIS

inflamasi

demam Nyeri Edema batuk


mukosa

penguapan sputum
Mukosa
kemeraha
Resiko tinggi n
defisit Bersihan jalan
volume cairan Kesulitan nafas tidak
Resiko tinggi
droplet menelan efektif
penularan

Gangguan
Kurang nutrisi
pengetahuan

5. Manifestasi Klinis
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis streptokokus
sangat mungkin jika di jumpai tanda dan gejala berikut:
a. Awitan akut, disertai mual dan muntah
b. Faring hiperemis
c. Demam
d. Nyeri tenggorokan
e. Tonsil bengkak dengan eksudasi

14
f. Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
g. Uvula bengkak dan merah
h. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
i. Ruam skarlantina
j. Petikie palatum mole

Menurut Wong (2010) manifestasi klinik dari faringitis akut :


a. Demam (mencapai 40°C)
b. Sakit kepala
c. Anorexia
d. Dysphagia
e. Mual, muntah
f. Faring edema atau bengkak

6. Komplikasi
Menurut Kazzi (2006) Biasanya faringitis dapat sembuh sendiri. Namun
jika faringitis ini berlangsung lebih dari 1 minggu, masih terdapat demam,
pembesaran nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan. Hal tersebut berarti dapat
terjadi komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Beberapa komplikasi
faringitis akut yang lain adalah :
a. Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan.
b. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan
pada katup jantung. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi pada faringitis akut.
c. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan
respon inflamasi terhadap protein M spesifik. Komplek antigen- antibody
yang terbentuk berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya
menyebabkan glomerulonefritis ini.
d. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam
dan dehidrasi.

15
7. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2009) penatalaksanaan terapeutik dari faringitis akut jika
terjadi infeksi tenggorokan akibat streptococcus, penisilin oral dapat diberikan
dengan dosis yang cukup untuk mengendalikan manifestasi local akut. Penisillin
memang tidak mencegah perkembangan glomerunefritis akut pada anak-anak
yang rentan namun dapat mencegah penyebab strein nefrogenik dari streptococcus
hemolitik ß grup A ke anggota keluarga lainnya. Antibiotic lain yang di gunakan
untuk mengobati streptococcus hemolitik ß grup A adalah eritromisin,
azitromisin, klaritromisin, sefalosporin seperti sefdinir (omnicef) dan amoksisilin.
Pendapat lain dikemukakan oleh Natalia (2003) jika diduga faringitis streptokokus
(biasanya pada anak usia 3 tahun atau lebih), berikan Benzatin penisilin (suntikan
tunggal) 600.000 unit untuk anak usia di bawah 5 tahun, 1.200.000 unit untuk usia
5 tahun atau lebih. Ampisilin atau amoksisilin selama 10 hari atau penisilin V
(fenoksimetilpenisilin) 2-4 kali sehari selama 10 hari. Kortrimolsasol tidak
direkomendasikan untuk nyeri tenggorok yang disebabkan oleh streptokokus
karena tidak efektif, jika penisilin V digunakan berikan 125mg dua kali sehari
selama 10 hari.

8. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Data Dasar (Identitas Pasien dan Penanggung Jawab)
2) Riwayat Kesehatan (Riwayat Kesehatan Sekarang, Dulu, dan
Keluarga)
3) Pemeriksaan Fisik (difokuskan ke bagian leher)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan rubor,
dolor, kalor, tumor, fungsiolaesa pada mukosa
2) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
intake yang kurang sekunder dengan kesulitan menelan ditandai
penurunan berat badan, pemasukan makanan berkurang, nafsu
makan kurang, sulit untuk menelan, HB kurang dari normal
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk terdapat
kumpulan sputum, ditemukan suara nafas tambahan
4) Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan demam,
ketidakcukupan pemasukan oral ditandai dengan turgor kulit
kering, mukosa mulut kering, keluar keringat berlebih

16
5) Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kontak,
penularan melalui udara
6) Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan dehidrasi, inflamasi
ditandai dengan suhu tubuh lebih dari normal, pasien gelisah,
demam
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji lokasi, intensitas
dengan inflamasi tindakan keperawatan dan karakteristik
ditandai dengan selama 2 x 24 jam nyeri
rubor, dolor, kalor, diharapkan nyeri 2. Identifikasi adanya
tumor, fungsiolaesa berkurang dengan tanda-tanda radang
pada mukosa kriteria hasil: 3. Monitor aktivitas
 TTV normal yang dapat
 Skala nyeri 1-2 meningkatkan nyeri
 Pasien tampak 4. Kompres es disekitar
nyaman leher
5. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
2. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan 1. Monitor balance
(kurang dari tindakan keperawatan intake dengan
kebutuhan) 2 x 24 jam diharapkan output
berhubungan gangguan pemenuhan 2. Timbang berat
dengan intake yang nutrisi teratasi dengan badan setiap hari
kurang dengan kriteria hasil : 3. Berikan makanan
kesulitan menelan  Pemasukan cair / lunak
ditandai dengan makanan 4. Berikan makanan
penurunan berat bertambah sedikit tapi sering
badan, pemasukan  Nafsu makan 5. Kolaborasi
makanan bertambah pemberian
berkurang, nafsu  BB meningkat roborantia
makan kurang, sulit
untuk menelan, HB
kurang dari normal
3. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Identifikasikan
nafas tidak efektif tindakan keperawatan kualitas atau
berhubungan 2 x 24 jam diharapkan kedalaman nafas
dengan sekret yang bersihan nafas pasien
kental ditandai kembali efektif 2. Monitor suara nafas
dengan kesulitan dengan kriteria hasil : tambahan
bernafas, batuk  Tidak ada sekret 3. Anjurkan untuk
terdapat sputum, berlebihan minum air hangat
ditemukan suara  Nafas normal 4. Ajari pasien untuk
nafas tambahan  Tidak ada suara batuk efektif
nafas tambahan 5. Kolaborasi untuk

17
pemberian
ekspektoran
4. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Monitor intake dan
defisit volume tindakan keperawatan output cairan
cairan berhubungan 2 x 24 jam diharapkan 2. Monitor timbulnya
dengan demam, resiko tinggi defisit tanda-tanda
ketidakcukupan cairan dapat dihindari dehidrasi
pemasukan oral dengan kriteria hasil : 3. Berikan intake
ditandai dengan  Turgor kulit cairan yang adekuat
turgor kulit kering, normal 4. Kolaborasi
mukosa mulut  Mukosa mulut pemberian cairan
kering, keluar lembab secara parenteral
keringat berlebih (jika diperlukan)
5. Resiko tinggi Setelah dilakukan Mengajarkan pasien
penularan penyakit tindakan keperawatan tentang pentingnya
berhubungan diharapkan resiko peningkatan kesehatan
dengan kontak, tinggi penularan dan pencegahan infeksi
penularan melalui penyakit dapat lebih lanjut :
udara dihindari 1. Menganjurkan
pasien untuk
istirahat
2. Menghindari kontak
langsung dengan
orang yang terkena
infeksi pernafasan
3. Menutup mulut bila
batuk / bersin
4. Mencuci tangan
5. Makan makanan
bergizi
6. Menghindari
penyebab iritasi
7. Oral hygine
6. Perubahan suhu Setelah dilakukan 1. Ukur tanda-tanda
tubuh berhubungan tindakan keperawatan vital
dengan dehidrasi, 2 x 24 jam suhu tubuh 2. Monitor temperatur
inflamasi ditandai kembali normal tubuh secara teratur
dengan suhu tubuh dengan kriteria hasil : 3. Indikasi adanya
lebih dari normal,  TTV normal dehidrasi dan
pasien gelisah,  Pasien tampak peradangan
demam nyaman 4. Kompres es
disekitar leher
5. Kolaborasi dalam
pemberian
antibiotik dan
antipiretik

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme
terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi
yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar,
atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia
(histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut :
1.      tumor atau membengkak
2.      calor atau menghangat
3.      dolor atau nyeri      
4.      rubor atau memerah
5.      functio laesa atau daya pergerakan menurun.

3.2. Kritik dan Saran


Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik dari makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri


keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I,


edisi 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai