Anda di halaman 1dari 16

TRANSKULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropolgi kesehatan


Dosen Pengampu: Sunarya, Am.Ak, S.KM.

Disusun Oleh :
Puji Lestari NIM: 2341111018
Diana Putri NIM : 2341111034
Hadi NIM : 2341111024

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Transkultural dalam Praktek Keperawatan” Keberhasilan dalam pembuatan
makalah ini juga tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi
orang yang membacanya. Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini belum
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Serta semoga makalah ini tercatat menjadi motivator bagi penulis
untuk penulisan makalah yang lebih baik dan bermanfaat.

Sukabumi, Oktober 2023

Penyusun

………………………

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. Pengertian Transkurtural....................................................................................4
B. Karakteristik budaya...........................................................................................4
C. Budaya Kesehatan Keluarga di Indonesia.........................................................7
D. Keperawatan transcultural..................................................................................8
E. Kompetensi budaya yang harus dimiliki oleh perawat.....................................9
F. Penerapan transkultural dalam praktik keperawatan....................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat menuntut adanya peningkatan
kebutuhan masyarakat, khususnya akan pelayanan kesehatan termasuk
tuntutan asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dinamika globalisasi yang terjadi menyebabkan perpindahan penduduk
baik antar daerah maupun antar negara (migrasi) dimungkinkan dapat
terjadi dan mampu menimbulkan pergeseran terhadap tuntutan asuhan
keperawatan. Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki
keragaman budaya yang sangat kaya menyebabkan ada beberapa
kebiasaan kultur yang terpengaruh dalam kehidupan sehari-hari khususnya
bidang kesehatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of
knowledgeyang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan
dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi
menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle
range theory dan practice theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada
midle range theoryadalah Transcultural Nursing Theory. Teori yang
berasal dari disiplin ilmu antropologi yang kemudian dikembangkan dalam
konteks keperawatan. Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman
tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam
masyarakat.
Perawat memandang pasien sebagai makhluk bio-psikososio-
kultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap
perubahan kesehatan. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat
tidak bisa terlepas dari aspek kultural yang merupakan bagian integral dari
interaksi perawat dengan pasien. Perawat berupaya memberikan
pemahaman terhadap pasien sebagai bagian kebutuhan menyeluruh pasien
dalam kaitannya dengan kesehatannya. Kombinasi pengetahuan tentang
pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan

1
makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan
berbagai kultur (Leininger, 2002).
Hubungan kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting
dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem
kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan
struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah
unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri
atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek,
nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa
macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga
besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di
masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti
keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Di Indonesia masih menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, dalam
keluarga terdapat lima fungsi dasar keluarga, yaitu: fungsi afektif,
sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan perawatan kesehatan. Dalam hal ini
keluarga merupakan kunci utama bagi kesehatan dan konsep-konsep
penyakit serta perilaku sehat- sakit. Oleh karena itu, keluarga terlibat
langsung dalam mengambil keputusan dan terapeutik pada setiap tahap
sehat-sakit anggota keluarga. Fungsi utama keluarga dalam hal ini adalah
pemeliharaan perawatan kesehatan keluarga yaitu mencegah terjadinya
gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit sesuai
dengan fungsi utama tersebut, keluarga mempunyai tugas di dalam bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan oleh keluarga yaitu:
mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya, membuat keputusan
untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan
perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana
rumah yang sehat dan mempertahankan hubungan dengan menggunakan
fasilitas kesehatan masyarakat (Muhlisin, 2012).
Hubungan anggota keluarga dengan pasien selama perawatan baik
di rumah ataupun di rumah sakit menjadikan suatu tindakan yang

2
berulang-ulang. Artinya seorang pasien dengan sakit seperti sakit gagal
ginjal membutuhkan perawatan yang lama. Perawatan anggota keluarga
kepada pasien menjadikan suatu pengalaman tersendiri dalam merawat
pasien yang pada akhirnya pasien mempunyai kondisi kesehatan yang
semakin membaik. Hasil penelitian Aritonang (2009) menyimpulkan
bahwa sebagian besar orang tua mengalami kesulitan dalam perawatan
anak yang menderita penyakit kronis, sebagai akibat dari keterbatasan
biaya, pengetahuan, rasa iba.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Transkultural?
2. Bagaimana karakteristik budaya?
3. Bagaimana budaya kesehatan keluarga di Indonesia d. Keperawatan
Transkultural?
4. Apa saja kompetensi budaya yang harus dimiliki oleh perawat?
5. Bagaimana penerapan transkultural dalam praktik keperawatan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Transkultural
2. Untuk mengetahui karakteristik budaya
3. Untuk mengetahui budaya kesehatan keluarga di Indonesia d.
Keperawatan Transkultural
4. Untuk mengetahui kompetensi budaya yang harus dimiliki oleh
perawat
5. Untuk mengetahui penerapan transkultural dalam praktik keperawatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transkurtural
Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan.

Transkultural berasal dari kata trans dan culture, trans berarti alur
perpindahan, jalan lintas atau penghubung, sedangkan culture berarti
budaya. Jadi transkultural dapat diartikan sebagai pertemuan kedua nilai-
nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial. Transkultural
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai2 budaya ( Leininger, 1991)

B. Karakteristik budaya
Budaya memiliki empat karakteristik umum yang ada dalam setiap
kebudayaan. Salah satu aspek penting dari budaya adalah simbol. Budaya
selalu bersifat simbolik. Budaya juga tidak pernah hanya dimiliki oleh
individu perorangan. Budaya selalu dikonstruksi secara bersama-sama
oleh masyarakat. Ada masa ketika suatu praktik budaya bertahan melalui
proses sosialisasi, tetapi pada saat lain budaya juga pasti akan mengalami
perubahan untuk menyusuaikan diri dengan kebutuhan dan tantangan yang
dihadapi oleh masyarakat.

1. Berbasis pada Simbol


Ekspresi kebudayaan selalu berupa ekspresi simbol karena yang
penting dari budaya itu bukan ekspresinya tapi makna yang terkandung
dalam ekspresi budaya. Sisi penting dari simbol itu bukan simbol itu
sendiri.
Interaksi budaya adalah aktifitas saling memahami makna simbol yang
dipertukarkan dalam proses interaksi sosial. Simbol-simbol itu
dikembangkan dan dimaknai secara bersama dalam interaksi sosial.

4
Simbol merupakan aspek penting dalam interaksi manusia yang
memungkinkan manusia bertindak dengan cara2 yang khas manusia.
Respon2 yang diberikan oleh manusia dalam menanggapi
lingkungannya, baik lingkungan alam atau lingkungan sosial, bukanlah
respon yang pasif. Manusia tidak sekedar merespon dengan cara
meniru simbol2 yang diwariskan orang lain tetapi juga secara kreatif
menciptakan atau mencipta ulang simbol2 dalam interaksi sosial.
Simbol memiliki fungsi-fungsi penting dalam interaksi sosial:
a. Simbol memungkinkan manusia menghadapi dunia atau objek-
objek sosial dan non sosial dengan mengungkapkannya melalui
kata-kata, menggolongkan dan mengikatnya.
b. Meningkatkan kemampuan manusia memahami lingkungannya
c. meningkatkan kemampuan berpikir
d. meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
e. memungkinkan manusia melampaui waktu, ruang dan bahkan
pribadi mereka sendiri
f. memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik seperti surga
dan neraka
g. memungkinkan manusia menghindar dari diperbudak lingkungan
2. Dimiliki Bersama
Kebudayaan diciptakan dan dikembangkan oleh satu komunitas
masyarakat tertentu secara bersama-sama, bukan kerja individual,
sebab suatu komunitas yang telah menetap di suatu wilayah tertentu
dalam waktu yang relatif lama akan mengembangkan ekspresi budaya
yang bersifat khas dan berbeda dengan komunitas masyarakat lain.
Kepemilikan bersama suatu kebudayaan oleh komunitas memiliki
jangkauan ruang dan waktu yang berbeda. Terdapat nilai atau ekspresi
budaya yang diikuti oleh komunitas yang sangat luas seperti budaya
negara atau bahkan budaya dunia. Budaya2 semacam ini biasa kita
identifikasi sebagai nilai2 budaya Universal. Pandangan bahwa
menghilangkan nyawa orang lain merupakan perilaku yang tidak dapat
dibenarkan adalah nilai budaya yang bersifat universal.

5
Disisi lain terdapat nilai budaya yang ekspresinya bersifat terbatas dan
lokal. Membunuh secara universal dianggap salah tapi apa yang harus
dilakukan terhadap seorang pembunuh tidak sama antara negara satu
dengan negara lain. Satu negara dapat melegalkan hukuman mati bagi
seorang pembunuh, seperti Saudi Arabia, tapi negara lain menganggap
hukuman mati sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam konteks waktu kepemilikan bersama terhadap kebudayaan juga
beragam. Ada nilai2 dan ekspresi budaya yang relatif pribadi, ada yang
berlangsung secara singkat, bahkan sangat singkat. Budaya2 yang
relaif abadi adalah budaya yang berasal dari kearifan agama. Islam,
Katolik, protestan dan agama2 lain di dunia mengembangkan nilai2
dan ekspresi yang sama dan berlangsung dalam waktu yang relatif
abadi misalnya, konsep ketuhanan dalam agama (contoh konsep tauhid
dalam Islam) cenderung bersifat abadi. Disisi lain terdapat ekspresi
budaya yang hanya dimiliki bersama oleh suatu komunitas dalam
waktu yang terbatas. Misalnya mode berpakaian yang selalu berubah
dari waktu ke waktu.
3. Dipelajari dan Diwariskan
Kebudayaan dipelajari dan diwariskan melalui proses interaksi sosial.
Proses ini disebut dengan sosialisasi. Sosialisasi menunjuk pada proses
penyampaian nilai2 kebudayaan dari masyarakat pada individu2 yang
menjadi anggota masyarakat. Proses sosialisasi itu dilakukan oleh
agen2 sosialisasi. Agen sosialisasi terutama adalah orang2 yang secara
sosial dilegitimasi oleh masyarakat untuk menjadi penjaga nilai2
budaya dalam masyarakat seperti kyai, guru atau tokoh adat. Selain itu
sosialisasi juga pertama dan terutama sekali dilakukan didalam
institusi keluarga dengan orang tua sebagai agen utama sosialisasi.
Selain agen sosialisasi yang memang dilegitimasi secara sosial
sebetulnya setiap individu dalam masyarakat juga dapat menjadi agen
sosialisasi. Proses pewarisan kebudayaan ini menjamin kelestarian
kebudayaa. Masyarakat memiliki kecenderungan untuk melestarikan

6
kebudayaan yang dimilikinya sehingga dapat mencapai tingkat
kemapanan tertentu.
4. Bersifat Adaptif
Kebudayaan memiliki kemampuan untuk menyusuaikan diri dengan
berbagai keadaan. Tingkat kemampuan itu berbeda-beda antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain. Ada masyarakat yang memiliki
budaya dengan kemampuan adaptasi yang sangat tinggi. Ini karena
nilai2 budaya yang dimiliki cenderung bersifat lentur dan terbuka.
Masyarakat perkotaan sebagian besar termasuk dalam kategori ini.
Sebaliknya ada masyarakat yang memiliki nilai2 budaya yang
cenderung tertutup sehingga kemampuan adaptabilitasnya rendah.
Beberapa komunitas masyarakat adat di indonesia masih
mempertahankan keasliannya ditengah perubahan sosial yang luar
biasa seperti di Kampung Naga Jawa Barat. Kemampuan adaptabilitas
juga berbeda-beda pada elemen budaya yang erbeda.
Elemen budaya tertentu yang bernilai sakral cenderung memiliki
kemampuan adaptabilitas yang lebih rendah dari pada elemen budaya
lain yang tidak dipandang sakral oleh masyarakat. Keyakinan
keagamaan adalah sesuatu yang dianggap sakral, sebab itu relatif tidak
banyak mengalami perubahan, sementara elemen budaya seperti gaya
hidup atau gaya berpakaian yang tidak dianggap sakral memiliki daya
lentur yang sangat luar biasa cepat.
Kebudayaan memang diwariskan dan dilestarikan, hanya saja manusia
tidak sekedar menerima dan mewsriskan kebudayaan tapi juga
merubahnya. Perubahan itu dilakukan dalam rangka proses adaptasi
dengan kebutuhan masyarakat. Itu sebabnya cerita tentang kebudayaan
adalah cerita tentang perubahan.
C. Budaya Kesehatan Keluarga di Indonesia
1. Kebudayaan dan Kesehatan
Budaya adalah komplek perilaku manusia yang diperoleh melalui
proses belajar. Aspek kesehatan lebih banyak berhubungan dengan
aspek perilaku manusia baik secara individu maupun secara kelompok.

7
Aspek perilaku manusia pada umumnya ditentukan oleh nilai2 dan
norma2 (budaya) masyarakat. Hal ini termasuk dalam kajian ilmu2
sosial diantaranya Antropologi, sosiologi dll. Dalam ilmu sosial terbagi
dalam 4 cabang yaitu :
a. Etnomedice
b. Ekologi dan epidemologi
c. Aspek medis dari sistem sosial
d. Aspek Medis dari Perubahan Kebudayaan
2. Etnomedicine.
Mempelajari sistem medis suatu masyarakat yang terlepas dari sistem
medis modern. Identik dengan sistem tradisional. Setiap masyarakat
mempunyai sistem medis tersendiri yang kadang2 bertentangan
dengan sistem medis rasional Ekologi dan epidemolohi. Mempelajari
hubungan lingkungan dengan pola penyakit yang muncul. Setiap
lingkungan menyebabkan pola penyakit yang berbeda-beda. Contoh :
Masyarakat petani rentan cacingan.
3. Aspek Medis Dari Sistem Sosial
Mempelajari sistem kepercayaan/mitos yang berkembang yang ada
hubungannya dengan aspek kesehatan. Penyakit merupakan suatu
hukuman atau kutukan. Contoh ; Susto.. Penyakit yang diderita akibat
perbuatan orang tua Aspek Medis dari Perubahan Kebudayaan.
Mempelajari sistem medis suatu masyarakat akibat masuknya sistem
medis modern. Terjadi perubahan sistem medis pada suatu masyarakat.
Sistem selain kebutuhan juga merupakan aspek gengsi sosial. Gengsi
sosial tidak hanya terjadi pada masyarakat tetapi juga pada institusi
kesehatan.
D. Keperawatan transcultural
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan sesuai dengan latar belakang budaya.
Keperawatan transkultural merupakan suatu cabang dalam keperawatan
yang berfokus pada studi komparatif/ perbandingan dan analisis tentang

8
budaya dan sub budaya yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku
Caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tentang sehat sakit,
serta pola2 tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of
knowledge yang ilmiah dan humanistik keperawatn pada budaya universal
(Leininger, 1979).
E. Kompetensi budaya yang harus dimiliki oleh perawat
Standar kompetensi perawat berbasis budaya yaitu : keadilan sosial,
pemikiran kritis, pengetahuan tentang lintas budaya, praktis lintas budaya,
sistem kesehatan, advokasi pasien, pelatihan dan pendidikan, komunikasi
dan kepemimpinan lintas budaya ( Suroso et al.,2015).

Kesehatan mengacu pada kemampuan profesional perawatan kesehatan


untuk menunjukkan kompetensi budaya kepada pasien dengan beragam
nilai, keyakinan, dan perasaan. Proses ini mencakup pertimbangan
kebutuhan sosial, budaya dan psikologi individu pasien untuk komunikasi
lintas budaya yang efektif dengan penyedia layanan kesehatan mereka.

Tujuan kompetensi budaya dalam perawatan kesehatan adalah untuk


mengurangi kesenjangan kesehatandan memberikan perawatan yang
optimal kepada pasien tanpa memandang ras, jenis kelamin, dan latar
belakang etnis, bahasa asli yang digunakan, dan kepercayaan agama atau
budaya.

Pelatihan kompetensi budaya penting dalam bidang perawatan kesehatan


dimana interaksi manusia biasa terjadi, termasuk kedokteran, keperawatan
kesehatan gabungan, kesehatan mental, pekerjaan sosial, farmasi,
kesehatan mulut, dan kesehatan masyarakat.

Istilah kompetensi budaya pertama kali digunakan oleh Terry L.Cross dan
rekan2nya pada tahun 1989, tetapi tidak sampai hampir satu dekade
kemudian para profesional perawatan kesehatan mulai dididik dan dilatih
secara formal dalam kompetensi budaya. Pada tahun 2002 kompetensi
budaya dalam perawatan kesehatan muncul sebagai satu bidang dan

9
semakin tertanam dalam kurikulum pendidikan kedokteran dan diajarkan
di lingkungan kesehatan di seluruh dunia sejak saat itu.

F. Penerapan transkultural dalam praktik keperawatan


1. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatn yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya
mengakomodasi/negosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya
klien (Leininger, 1991).
a. Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai2 yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
b. Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
c. Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi
gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok.
Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
2. Proses keperawatan

10
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan
dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) .
Menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah
klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Pengetahuan budaya sangat diperlukan oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Hal tersebut dapat memudahkan
perawat untuk menyesuaikan diri, menghindari misunderstanding,
mencegah komplain dan rasa tidak nya-man serta memberikan
pelayanan keperawatan yang lebih baik.
 Sikap perawat terhadap klien atau keluarga yang melakukan suatu
ritual/pen-gobatan yang sesuai keyakinannya akan dibiarkan saja
sejauh hal tersebut tidak mempengaruhi kesembuhan atau kesehatan
pasien. Akan tetapi perawat juga melakukan negosiasi atau bahkan
melarang apabila aktivitas tersebut menggang-gu kesehatan dan tidak
diijinkan oleh dokter.
 Hambatan komunikasi bahasa dan perbedaan persepsi dirasakan oleh
perawat di rumah sakit, terutama apabila berhada-pan dengan klien
dari mancanegara yang tidak mampu berbahasa Indonesia mau-pun
bahasa Inggris.
 Pendekatan budaya dalam praktek keper-awatan dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu identiÞ kasi, analisa situasi, menyu-sun strategi
dan mengevaluasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Leininger, M., & Mc Farland, M. . (2002). Transcultural Nursing: Concept,


Theories, Research and Practice(3 edition). USA: USA: Mc-Graw Hill
Companies.

Muhlisin Abi. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing

13

Anda mungkin juga menyukai