Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

MATA KULIAH KEPERAWATAN DASAR II

OLEH : KELOMPOK 12

1. NI LUH PUTU NOVIYANTI (17C10062)


2. PUTU LELY ANGGRENI (17C10063)
3. DESAK YUNITHA DEWI (17C10064)
4. MADE DWITA PERTIWI (17C10065)
5. KOMANG AYU TRISNA OKTAVIANI (17C10066)
6. KADEK AYU RISKA CITRA PRATIWI (17C10067)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatNya serta kerja keras penulis dapat menyelesaikan pembuatan Makalah Keperawatan
Dasar II yang berjudul “ Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi”

Adapun penyusunan makalah ini, bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Dasar II. Selain itu penulis menyusun makalah ini, dengan maksud untuk
memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pendidikan kesehatan,
khususnya mengenai pengeluaran feses secara normal

Terselesainya makalah ini, tidak lupa juga penulis mengaturkan terimakasih sebanyak-
banyaknya untuk setiap pihak yang sudah mendukung, baik berupa bantuan bahan materi sebagai
penunjang pembuatan makalah ataupun doa dalam menyusun makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukkan
dan kritikan sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi setiap pihak.

Denpasar, 21 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…………..…...i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……………………ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………..………2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Eliminasi …………………………………………………………………3
2.2 Organ-organ yang berperan dalam eliminasi urine……………………………………4
2.3 Pengertian Enema/Huknah/Klisma …………………………………….....................5
2.4 Gangguan Eliminasi Urine/Fecal……………………..……………………………...15
2.5 Melakukan Perawatan Stoma Rutin (Colostomy) ………………………..…………17
2.6 Prosedur Pemasangan Kateter Urine……………………………………………….19
2.7 Prosedur Perhitungan Urine Output………………………………………………...24
2.8 Prosedur Pengukuran BJ Urin………………………………………………………31
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………....35

3.2 Saran………………………………………………………………………………....36

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….....37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola
eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda.

Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi
yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.
Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang
normal lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawatan harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa itu eliminasi?

1.2.2 Sistem tubuh apa yang berperan dalam proses eliminasi urine ?

1.2.3 Apa saja pengertian, tujuan,tindakan, indikasi,kontra indikasi, komplikasi,


alat dan bahan, anatomi target tindakan, prosedur, aspek dan tindakan dalam
huknah/enema

1
1.2.4 Apa saja gangguan eliminasi urine dan fekal?

1.2.5 Bagaimana prosedur tindakan perawatan stoma?

1.2.6 Bagaimana prosedur pemasangan kateter urine?

1.2.7 Bagaimana prosedur tindakan perhitungan urine output?

1.2.8 Bagaimana prosedur tindakan pengukuran BJ urine?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui pengertian eliminasi


1.3.2 Mengetahui sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi urine
1.3.3 Mengetahui Apa saja pengertian, tujuan,tindakan, indikasi,kontra indikasi,
komplikasi,alat dan bahan, anatomi target tindakan, prosedur, aspek dan
tindakan dalam huknah/enema
1.3.4 Mengetahui gangguan eliminasi urine dan fekal
1.3.5 Mengetahui prosedur tindakan perawatan stoma
1.3.6 Mengetahui prosedur pemasangan kateter urine
1.3.7 Mengetahui prosedur tindakan perhitungan urine output
1.3.8 Mengetahui prosedur tindakan pengukuran BJ urine

2
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Eliminasi

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra.

Eli minasi merupakan proses pembuangan.Pemenuhan kebutuhan terdiri dari


kebutuhan eliminasi uri (berkemih) dan eliminasi alvi (defekasi).(KDPK kebidanan,2009,hal 39)

Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif
terisi sampai ketegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks
berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks
serebri atau batang otak.

Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari
kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat
miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk
berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal
dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.

3
Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung
kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu.

Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali.

2.2 Organ-Organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine

Organ yang berperan dalam terjadinya eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra.

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ retro peritoneal yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri
tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron, yang merupakan unit dari struktur
ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan kedalam
bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.

b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)

Merupakan sebuah kantong yang terdiri dari otot halus yang berfungsi sebagai
penampung urine. Dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang
ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor dan berfungsi untuk mengeluarkan urine.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam
diatur oleh sistem simpatis

4
c . Uretra

Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.Pada pria dan
wanita fungsinya berbeda yaitu pada pria sebagai tempat pengaliran urine dan sekaligus sebagai
sistem reproduksi tetapi pada wanita hanya menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.(KDPK
kebidanan,2009,39).

2.3 Pengertian Enema/huknah/klisma

adalah suatu tindakan memasukkan cairan secaraperlahan-lahan ke dalam rektum


dan kolon sigmoid melalui anus denganmenggunakan kanul rektal. Terdapat tiga jenis enema;
enema rendah, enema tinggi,dan enema gliserin. Enema rendah adalah memasukkan cairan
melalui anus sampaike kolon desenden. Enema tinggi adalah memasukkan cairan melalui anus
(rektum)sampai ke kolon asenden. Enema gliserin adalah memasukkan cairan melalui anus
kedalam kolon sigmoid dengan menggunakan spuit gliserin.

TUJUAN

1. Merangsang peristaltik usus dan defekasi untuk mengatasi konstipasi danimpaksi.


2. Membersihkan kolon untuk persiapan operasi atau pemeriksaan diagnostic.
3. Melunakkan feses yang telah mengeras atau mengosongkan rectum dan kolon bawah
untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.
4. Membantu defekasi yang normal sebagai bagian dari program latihan defekasi (bowel
training program)
5. Memberikan terapi seperti : mengurangi kadar kalium yang tinggi dengan enema
Natrium polystyrene Sulfonate (Kayexalate) dan mengurangi bakterikolon dengan
enema Neomycin.

5
KOMPETENSI DASAR LAIN YANG HARUS DIMILIKI UNTUK MELAKUKAN
TINDAKAN TERSEBUT
Volume maksimum yang dianjurkan untuk pemberian enema:
Bayi 150-250 ml
Toddler 250-350 ml
Anak usia sekolah 300-500 ml
Remaja 500-750 ml
Dewasa 750-1000

Suhu volume larutan hangat untuk dewasa 40,5ºC-43ºC. suhu cairan


yangdigunakan untuk anak-anak adalah 37,7ºC
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya:
cleansing(membersihkan),carminative(untuk mengobati flatulence),retensi(menahan),
dan mengembalikan aliran.
1. Enema cleansing, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon. Enema
ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukansejumlah
besar larutan atau melaui iritasi lokal mukosa kolon. Ada dua jenis: high enema
Dan low enema. High enema diberikan untuk membersihkan keseluruhan kolon.
Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi dengan menaikkan wadah enema 30-
45 cm atau sedikit lebih tinggi di atas pinggul klien. Posisiklien berubah dari
posisi lateral kiri ke posisi rekumben dorsal dan kemudian keposisi lateral kanan,
agar cairan dapat turun ke usus besar.Low enema diberikan hanya
untukmembersihkan rektum dan kolon sigmoid. Perawat memegangkantung
enema 7,5 cm atau lebih rendah dari atas pinggul klien. Enemapembersih paling
efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit.

6
2. Enema carminative,menghilangkan distensi gas.Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rectum
untuk mengeluarkan gas dengan merenggangkan rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
3. Enema retensi-minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi minyak
sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien mempertahankan enema selama 1-3 jam.
4. Enema bolak-balik, digunakan untuk mengurangi flatus dan
meningkatkangerakan peristaltik. Pertama-tama larutan (100-200 ml untuk orang
dewasa)dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah
larutandirendahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui selang rektum
kedalam wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6
kali,sampai perut gembung hilang atau abdomen merenggang dan rasa tidak
nyamanberkurang atau hilang.
5. Enema medikasi (enema untuk tujuan medis) mengandung obat-obatan. Contoh
enema medikasi adalah Natrium Polisitren Sulfonat (Kayexalate), digunakan
untuk mengobati klien yang memiliki kadar kalium serum tinggi. Obat ini
mengandung suatu resin yang menukar ion-ion natrium dengan ion-ion kalium
didalam usus besar. Jenis enema medikasi lain ialah larutan Neomysin yang
merupakan suatu antibiotik yang digunakan untuk mengurangi bakteri di kolons
ebelum klien menjalani bedah usus.
Larutan khusus mungkin diminta oleh dokter atau agen praktek. Larutan
yangdigunakan untuk enema pembersih ada beberapa macam, yaitu:
1) Air kran, bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik yang lebih
rendahdaripada cairan di dalam ruang interstisial. Setelah dimasukkan ke
dalam kolon,air kran keluar dari lumen usus menuju ke ruang interstisial.
Volume yang dimasukan menstimulasi defekasi sebelum air dalam jumlah
besar meninggalkan usus.

7
2) Salin normal, secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk
digunakankarena larutan ini mempunyai tekanan osmotik yang sama
dengan cairan yangada di ruang interstisial. Larutan ini dapat
menstimulasi peristaltik. Dapat dibuatdengan mencampur 500 ml air kran
dengan 1 sendok the garam dapur.
3) Larutan hipertonik, seperti larutan fosfat, yang dimasukkan kedalam
ususmemberikan tekanan osmotik yang menarik cairan keluar dari ruang
interstisial.Kolon terisi oleh cairaan dan akibaatnya terjadi distensi yang
menimbulkandefekasi. Enema ini menggunakan cairan dengan volume
kecil.
4) Busa sabun, dapat ditambahkan ke dalam salin normal atau air kran untuk
menciptakan efek iritasi usus guna menstimulasi peristaltik. Hanya sabun
Castile (sabun dari minyak zaitun dan natrium hidroksida) murni yang
aman. Rasio yangdirekomendasikan tentang pencampuran sabun dengan
larutan ialah 5 ml (1sendok teh) sabun Castile ke dalam 1000 ml air
hangat atau salin.

INDIKASI, KONTRA INDIKASI, DAN KOMPLIKASI

1.INDIKASI

a. Klien yang mengalami konstipasi.


b. Klien yang mengalami impaksi
c. Pemeriksaan radiologi seperti kolonoskopi, endoskopi membutuhkan
pengosongan usus supaya hasil pembacaan yang diperoleh maksimal.
d. Anastesia umum (GA) dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema dengan
tujuan untuk mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi, juga
mencegah terjadinya aspirasi.

8
2. KONTRAINDIKASI

a. Klien yang mengalami dehidrasi dan bayi yang masih muda, biladiberikan enema
dengan tipe larutan hipertonik.
b. Keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagiandalam
atau hemoroid besar.
c. Tumor rektum dan kolon
d. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal.
e. Pasien post operasi.

3. KOMPLIKASI

a. Kerusakan reflek defekasi normal, bila terlalu sering enema.


b. Iritasi mukosa kolon, bila cairan sabun terlalu banyak.
c. Inflamasi usus yang serius, terjadi bila diberikan sabun atau deterjen yangkeras ke
dalam salin normal atau air kran.
d. Terjadi keracunan air atau beban sirkulasi berlebih, jika air kran diabsorpsidalam
jumlah besar, sehingga enema air kran tidak boleh berulang.

4. ALAT DAN BAHAN

1. 1 Set enema berisi :


a. Wadah untuk tempat larutan.
b. Pipa untuk menghubungkan wadah ke selang rektum.
c. Klem untuk menjepit pipa,untuk mengontrol aliran larutan kepasien.
d. Kanul rektal ukuran: 22-30 G Fr(dewasa), 12-18 G Fr (anak) atau
paketenema dengan rektal tip.
e. Pelumas yang digunakan untuk rectal tube sebelum dimasukkan.
f. Thermometer untuk mengukur suhu larutan.
g. Sabun/jelly/garam.

9
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat.
Larutanditempatkan di wadahnya, diperiksa suhunya, kemudian
ditambahkansabun/garam.
2. Selimut mandi untuk menutupi klien
3. Perlak agar tempat tidur tidak basah
4. Kertas toilet
5. Baskom, waslap dan handuk serta sabun
6. Bedpan.

5. ANATOMI TARGET TINDAKAN

Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus
halus.Memiliki panjang 1,5 meter dan penampang 5-6 cm. Usus besar mempunyai
struktursebagai berikut:

1. Sekum: Kantong lebar yang terletak pada fossa iliaka dekstra. Pada bagian
bawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang kita sebut umbai
cacing yang mempunyai panjang 6 cm. Sekum seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum agar mudah bergerak dan dapat diraba melalui dinding
abdomen.
2. Kolon asendens: Bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka
kanansampai kanan abdomen. Panjangnya 13 cm terletak di bawah
abdomen sebelah kanan. Lengkung ini disebut fleksura hepatika.
3. Kolon transversum: Panjangnya 38 cm membujur dari kolon asendens
sampai kekolon desendens. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tepat
pada lekukanyang disebut fleksura lienalis.

10
4. Kolon sigmoid: Bagian ini merupakan kelanjutan dari kolon desendens,
terletak miring dalam rongga pelvis. Panjangnya 40 cm dalam rongga
pelvis sebelah kiriyang berujung pada rektum. Kolon sigmoid ditunjang
oleh mesentrium yangdisebut mesokolon sigmoideum.

Rektum adalah bagian saluran pencernaan dengan panjang 12-13 cm.


Rektumberfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Rektum dibangun olehlipatan-
lipatan jaringan vertikal yang berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena.Apabila vena menjadi
distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk hemoroid, yang dapat membuat proses
defekasi terasa nyeri. Biasanya rektum inikosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolondesendens. Dalam kondisi normal, rektum tidak berisi feses sampai
defekasi. Ketikagas atau masa feses bergerak ke dalam rektum untuk membuat
dindingnyaberdistensi, maka proses defekasi dimulai. Saat rektum mengalami distensi, saraf
sensorik distimulasi dan membawa impuls-impuls sehingga menyebabkan relaksasisfingter
interna, memungkinkan lebih banyak feses yang masuk ke rektum. Pada saatyang sama, impuls
bergerak ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran bahwa individu perlu melakukan defekasi.
Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi.Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat
dilakukan dengan meningkatkan tekananintra abdomen atau melakukan Valsava Manufer.
Valsava Manufer adalah kontraksivolunteer otot-otot abdomen saat individu mengeluarkan napas
secara paksa,sementara glotis menutup (menahan napas saat mengedan).

Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.


Mukosasaluran anal tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-lipatan vertikal
yangmasing-masing berisi arteri dan vena. Sfingter anal internal otot polos (involunter)dan
sfingter anal eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus. Anus merupakanlubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sfingter. Feses dibuang dari tubuhmelalui proses defekasi (buang air besar-BAB),
yang merupakan fungsi utama anus.

11
6. PROTOKOL/PROSEDUR

 Cuci tangan
 Kaji status klien
 Siapkan alat dan tempatkan di dekat tempat tidur klien
 Jelaskan alasan/ tujuan dan prosedur
 Pertahankan privasi klien: tutup pintu/pasang gorden, buka area rektal
yangdiperlukan.
 Berikan posisi yang nyaman: tinggikan tempat tidur yang sesuai dan
pasangpengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan, atur posisi klien:
miring kekiri atau posisi Sim’s dengan lutut kanan fleksi.
 Pasang perlak dan alasnya serta dekatkan bedpen.
 Pasang sarung tangan, siapkan set enema, lumasi ujung kanul dengan
jelly7,5-10 cm.
 Tentukan letak anus dengan tangan non-dominan
 Masukkan ujung kanul perlahan-lahan 7,5-10 cm (dewasa); 5-7,5 cm
(anak);2,5-3,75 cm (anak). Anjurkan klien rileks & napas dalam.
 Alirkan cairan enema dengan buka klem dan tinggikan kontainer
perlahan:30-45 cm (high enema) dan 7,5 cm (low enema)
 Bila sudah selesai, tarik kanul perlahan.
 Anjurkan klien menahan 5-10 menit atau sesuai kemampuan klien (untuk
anak, rapatkan gluteus beberapa menit).
 Bantu klien defekasi dan bersihkan.
 Rapikan klien dan beri posisi nyaman.
 Kumpulkan dan bersihkan alat-alat
 Cuci tangan

12
Prosedur Huknah Gliserin:

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan


2. Pasang sampiran
3. Pasang selimut mandi dan tarik selimut tidur
4. Lepaskan pakaian bagian bawah
5. Atur posisi klien:
-Dewasa: miring ke kiri dengan lutut kanan fleksi
-Bayi dan anak: rekumben dorsal di bawahnya diberi pispot
6. Pasang alas dan perlaknya
7. Teteskan gliserin pada punggung tangan untuk memeriksa
kehangatankemudian tuangkan ke mangkok kecil
8. Isi spuit gliserin 10-20 cc dan keluarkan udara
9. Setelah pasien berada pada posisi miring, tangan kiri dan tangan
kananmendorong bokong ke atas sambil memasukkan spuit perlahan-
lahan hinggake rectum, lalu pasang bengkok
10. Masukkan spuit gliserin 7-10cm untuk orang dewasa dan 5-7,5
cm untuk anak serta 2,5-3,75 cm untuk bayi.
11. Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil menganjurkan pasien
untuk menarik napas panjang dan dalam
12. Cabut spuit dan letakkan dalam bengkok
13. Bantu pasien BAB :
-Bantu pasien ke toilet untuk pasien yang bisa ke toilet
-Untuk pasien dengan keadaan umum yang lemah dan tirah baring,pasang
pispot
14. Ambil pispot

13
15. Bersihkan daerah perianal pada pasien yang buang air besar pada pispot
-Bersihkan dengan tisu
-Ambil waslap dan bersihkan dengan air sabun pada daerah perianal
-Bilas dengan air bersih
-Keringkan dengan handuk
16. Tarik alas dan perlak
17. Ganti selimut mandi dan selimut tidur
18. Bantu pasien mengenakan pakaian bawah
19. Buka sampiran
20. Rapikan alat kemudian cuci tangan
21. Dokumentasikan warna dan konsistensi feses, adanya distensi abdomen

7. ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN YANG HARUS DIPERHATIKAN

Perawat sebaiknya selalu menjaga kebersihan kanul yang akan dipasang ke


klien,dengan steril. Selain itu, untuk menghindari infeksi kepada perawat, perawat harusmemakai
sarung tangan, masker, sebagai perlindungan diri, serta mencuci tangansebelum dan
sesudah melakukan prosedur tindakan (universal precaution).

8. HAL-HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN PERAWAT DALAM


MELAKUKAN TINDAKAN

1. Jumlah cairan enema yang diberikan tergantung macam enema, tujuan


enema,usia dan kemampuan klien.
2. Enema diberikan pada suhu cukup hangat 40,5-43ºC (dewasa), 37ºC
(anak).
3. Frekuensi enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi
normal.

14
4. Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon.
5. Lumasi ujung kanul rektal untuk memudahkan pemasukannya
danmengurangi iritasi pada mukosa rectum.

2.4 Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal

A. Gangguan Eliminasi Urin

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami


atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan
eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan selangka teter ke
dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

Masalah-masalah dalam eliminasi urin :

a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri.

b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna
untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.

c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari(nocturnal
enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.

d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.

e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.

f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa
adanya peningkatan intake cairan.

g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.

15
B. Gangguan Eliminasi Fekal

Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami


atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik
huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai
kekolondesenden dengan menggunakan kanulrekti.

Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:

a. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai
dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan

nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap.

b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang
keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon
sigmoid.

c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal
melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan
yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal,
penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi
tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan
dasar pasien tergantung pada perawat.

16
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau
anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.

f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati
menahun.

Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika
terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami
konstipasi.

2.5 Melakukan Perawatan Stoma Rutin (Colostomy)

Alat dan Bahan :

 Kantong Colostomy
 Bak instumen, terdiri atas :
- pinset anatomi
- pinset cirugis
- kom kecil
- gunting
 Kapas
 Kasa steril
 Nacl
 Zink salp bila diperlukan
 Sarung tangan
 Bengkok

17
 Perlak
 Kantong plastic dan tempat sampah

Prosedur Pelaksanaan :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Dekatkan alat kedekat pasien.
3. Pasang tirai atau sketsel untuk menjaga privasi pasien.
4. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi.
5. Mengatur posisi pasien ( supinasi ).
6. Pasang perlak disisi kanan atau kiri sesuai letak stoma.
7. Letakkan bengkok didekat klien.
8. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
9. Mengobservasi produksi stoma ( warna dan konsistensinya ).
10. Membuka kantong kolostomy perlahan dengan menggunakan pinset dan
tangan kiri menekan kulit pasien. Buang kantong kolostomi pada kantong
plastik yang sudah tersedia.
11. Membersihkan dengan perlahan daerah disekitar stoma dengan tisu toilet
menggunakan NaCl atau air hangat, hindari terjadinya pendarahan.
12. Mengeringkan kulit sekitar stoma dengan kasa steril.
13. Observasi stoma dan kulit disekitar stoma.
14. Memberikan salep jika terjadi iritasi pada kulit sekitar stoma.
15. Mengukur kantong stoma dan membuat kantong kolostomy sesuai ukuran
stoma.
16. Masukkan stoma melalui lobang kantong kolostomy.
17. Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat.
18. Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur buat pasien merasa
nyaman.

18
19. Bereskan peralatan.
20. Cuci tangan
21. Dokumentasikan.

2.6 Prosedur Pemasangan Kateter Urine

1. Definisi

Katerisasi adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung


kencing untuk membuang urin. Kateter hendaknya hanya dilakukan pada pasien bila mutlak
perlu, karena dapat menimbulkan bahaya infeksi.

2. Tujuan

 Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih


 Untuk pengumpulan spesimen urine
 Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
 Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan

3. Prosedur

A. Alat

1. Tromol steril berisi


2. Gass steril
3. Deppers steril
4. Handscoen
5. Cucing
6. Neirbecken
7. Pinset anatomis
8. Doek

19
9. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
10. Tempat spesimen urine jika diperlukan
11. Urinebag
12. Perlak dan pengalasnya
13. Disposable spuit
14. Selimut

B. Obat

1. Aquadest
2. Bethadine
3. Alkohol 70 %

C. Petugas

 Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas


mutlak dibutuhkan dalam rangka tindakan preventif memutus
rantai penyebaran infeksi nosocomial.
 Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan
dimaksud.
 Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan penderita,
melakukan tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati .
 Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup
tentang prosedur dan tujuan tindakan

20
D. Penderita

Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan


yang akan dilakukan penderita atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent.

1. Pada laki-laki

a) Member tahu dan menjelaskan pada klien


b) Mendekatkan alat-alat
c) Memasang sampiran
d) Mencuci tangan
e) Menanggalkan pakaian bagian bawah
f) Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong.
g) Menyiapkan posisi klien
h) Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
i) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
j) Memegang penis dengan tangan kiri
k) Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian
membersihkanya dengan kapas
l) Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm

21
m) Memasukkan kateter perlahan-lahan jedalam uretra 20 cm sambil
penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan jangan di paksakan.
Usahakan penis lebih di keataskan, sedikit dan pasien di anjurkan
menarik nafas panjang dan memasukkan kateter perlahan-lahan
sampai urine keluar, kemudian menampung urine kedalam botol
steril bila diperlukan untuk pemeriksaan.
n) Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas
panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol
yang berisi larutan klorin.
o) Melepas sarung tangan dan memasukkan ke dalam botol bersama
dengan kateter dan pinset.
p) Memasang pakaian bawah, menambil perlak dan pengalas.
q) Menarik selimut dan mengambil selimut mandi.
r) Membereskan alat.
s) Mencuci tangan.

2. pada wanita

a) Memberitahu dan menjelaskan pada klien.


b) Mendekatkan alat-alat
c) Memasang sampiran
d) Mencuci tangan

22
e) Menanggalkan pakaian bagian bawah
f) Memasang selimut mandi,perlak dan pengalas bokong
g) Menyiapkan posisi klien
h) Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
i) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
j) Lakukan vulva higyene
k) Mengambil kateter lalu ujungnya diberi faseline 3-7 cm
l) Membuka labiya mayora dengan menggunakan jari telunjuk dan
ibu jari tangan kiri sampai terlihat meatus uretra, sedangkan tangan
kanan memasukkan ujung kateter perlahan-lahan ke dalam uretra
sampai urine keluar,sambil pasien dianjurkan menarik nafas
panjang.
m) Menampung urine kedalam bengkok bila diperlukan untuk
pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua ,anjurkan klien untuk
menarik nafas panjang, kateter cabut pelan pelan di masukkan ke
dalam bengkok yang berisi larutan klorin.

n) Melepas sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok bersama


dengan kateter dan pinset.
o) Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas.
p) Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
q) Membereskan alat
r) Mencuci tangan

23
2.7 Prosedur Perhitungan Urin Output

A. Pengertian dan Definisi Monitor Intake Output Cairan

Monitor intake merupakan suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk
kedalam tubuh.

Intake/asupan cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah kurang
lebih 2500 cc perhari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan
lain

Monitor Output merupakan suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang keluar
dari tubuh.

Output/pengeluaran cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan


pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah kurang lebih 2300 cc. Jumlah air yang paling
banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urien), sebanyak kurang lebih 1500 cc perhari
pada orang dewasa

B. Tujuan

1. Menentukan tingkat dehidrasi klien.


2. Memudahkan kontrol terhadap keseimbangan cairan elektrolit.
3. Memberikan data untuk menunjukan efek diuretic atau terapan rehidrasi.

C. Indikasi

1. Turgor kulit buruk


2. Edema
3. Tekanan darah sangat rendah/tinggi
4. Gagal jantung kongestif
5. Dispnea

24
6. Penurunan haluaran urine
7. Infus intravena

D. Alat dan Bahan

1. Wadah ukur 1000 ml


2. Botol air ukur
3. Cangkir ukur
4. Timbangan
5. Sarung tangan tidak steril
6. Pena atau pita penanda

E. Prosedur

1. Prosedur Tindakan

a. Tentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh klien, terdiri atas :

- Air minum

- Air dalam makanan

-Air hasil oksidasi (metabolisme)

-Cairan intravena

b. Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien, terdiri atas:

-Urine

-Kehilangan cairan tanpa disadari (insensible water liss) IWL

-Paru dan kulit

-Keringat

25
-Feses

-Muntah

c. Tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan menggunakan


rumus:

Keseimbangan cairan tubuh=asupan-haluaran

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Rata-rata cairan perhari


b. Air minum : 1500 – 2500 ml
c. Air dari makanan : 750 ml
d. Air hasil oksidasi (metabolism) : 200 ml

b. Rata-rata haluaran cairan perhari

Urine : 1400 – 1500 mlü

IWLü

Paru : 350 - 400 ml

Kulit : 350 – 400 ml

Keringat : 100 mlü

Feses : 100 – 200 mlü

26
c. IWL

Dewasa : 15 cc/kg BB/hariü

Anak :(30 – usia(tahun) cc/kgBB/hariü

Jika ada kenaikan suhu : (WL=200 (suhu badan sekarang-36,80 c)ü

2. Prosedur Perhitungan

a. Mencari Input

-Perhitungan makanan

-Perhitungan infuse

-Perhitungan air

- Perhitungan metabolism

Rumus metabolism :

5cc 5 cc

Kg BB m.24 jam = Kg BB

24 Jam

Mencari Outputü

 Perhitungan feses
 Perhitungan IWL
 Perhitungan urine

27
Rumus urine:

1cc 1cc

Kg BB U.24 jam = Kg BB

24 Jam

Output terdiri dari:

1. Urine

Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui traktus urinarius merupakan
proses output cairantubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml
per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat
kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat
meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan
keseimbangan dalam tubuh.

2. IWL (Insesible Water Loss)

IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan mekanisme diffusi. Pada
orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 ml per
hari, tetapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.

3. Keringat

Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal
dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang
yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.

28
4. Feses

Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200 ml per hari, yang diatur melalui
mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).

F. Rumus Intake dan Output

Rumus I

Jika suhu ≤ 37 derajat celcius maka:

15 x BB

Rumus II

Jika suhu ≥38 derajat celciusmaka:

Koefisiensi x BB x waktu pengamatan 24 jam

Koefiensi dari suhu : 38 = 15,3

39 = 15,6

40 = 15,8

Contoh :

1. Diketahui intake : Output

d. infus : 1800 Pengukuran urine : 1050

e. Makanan : 750 feses : 150

29
f. Minum : 350 + Keringat : 50 + 2900

1250 + 450 = 1700

BB = 30 Kg

Output 36°C =15 x BB

= 15 x 30

= 450

2. Diketahui intake : Output

• Infus :1000 urine : 950

• Makan :400 feses :150

• Minum :500 IWL :250 +

• Obat :75 + 1350

1975 344,25 + 1694,25

BB= 45 Kg

Sift =12 jam

Suhu 38°C= 15,3 x 45 x 12

24

= 8262 : 24

= 344,25

30
2.8 Prosedur Pengukuran BJ Urin

 Urinometer

Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolaritas urin yangmengukur


konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakaiuntuk nilai kemampuan ginjal
untuk memekatkan dan mengencerkan urin.Berat jenis erat hubungannya dengan diuresis,
semakin besar diuresis makamakin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Diuresis adalah
keadaanpeningkatan urin yang dibedakan menjadi diuresis air dan diuresis osmotik(2).

Jika berat jenis lebih dari 1,030 maka member isyarat kemungkinanada glukosauria. Efek
fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulusadalah kehilangan kemampuan untuk
memekatkan urin. Berat jenis urin yangrendah menandakan persisten menunjukkan gangguan
pada fungsireabsorpsi tubulus (3).

Pengukuran berat jenis urin bertujuan untuk mengetahui fungsipemekatan atau


pengenceran oleh ginjal dan komposisi serta dilusi urin itusendiri. Pengukuran berat jenis urin
juga berfungsi untuk membedakanoliguria karena acute renal failure yang memiliki BJ
isosthenuria (berat jenissekitar 1,010) dan oliguria akibat dehidrasi. Harga normal dari BJ
urinseseorang adalah 1,003-1,030 (4).

Pemeriksaan berat jenis urin dapat dilakukan dengan menggunakanurinometer. Cara


urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis urindengan kapasitas pengapungan
hydrometer atau urinometer dalam suatuslinder yang terisi kemih. Urinometer akan mengapung
pada angka dekatujung yang menentukan berat jenis secara langsung. Untuk
meyakinkanurinometer terapung bebas dapat memutar urinometer secara perlahan (5).Yang
mempengaruhi BJ urin seseorang adalah komposisi urin, fungsipemekatan ginjal, dan produksi
urin itu sendiri. Keadaaan yang menimbulkanBJ urin rendah adalah kondisi tubuh pada udara
dingin, diabetes insipidus,dan terlalu banyak mengkonsumsi air. Keadaan yang menimbulkan BJ
urintinggi adalah dehidrasi, protein uria, diabetes melitus. Isosthenuria adalahkeadaan dimana BJ
urine berkisar 1,010 dan hyposthenuria adalah BJ urinedi bawah 1,008 (4)

31
 Cara Mengukur BJ Urin dengan menggunakan Urinometer

1. Pasang sarung tangan, kemudian tuangkan kira-kira 20 ml


sampelurine segar kedalam silinder kaca atau ¾ bagian silinder.

2. Letakkan urinometer kedalam silinder dan putar perlahan-lahan


untuk mencegah alat ini menempel pada sisi dari silinder. Pegang
urinometersejajar mata dan baca ukuran pada dasar meniscus
permukaan urin.Konsentrasi dari urin mempengaruhi derajat apung dari
urinometer.Kedalaman tenggelamnya urinometer menunjukkan berat
jenis urin

 Analisis dan Spesifikasi dari Urinometer


1. Cakupan

Ini adalah standar yang menetapkan persyaratan dan metode uji


urinometer yang digunakan dalam pekerjaan patologis.

2. Bahan

a. Bulb,stem dan bagian silinder dari urinometer harus dibuat


bening dandari kaca yang tahan akan pemanasan (menurut definisi IS
: 1382-1961). Kaca yang digunakan memiliki kekuayang cukup untuk
menahan panas akibat pengaruh mekanik khususnya terhadap goresan dan
korosi akibat bahan kimia.
b. Bahan pemberatnya harus terbuat dari merkuri, atau material pemberat
yang cocok.
c. Bahan pemberat harus tetap aman (berada) di bulb pada urinometer
dengan cara perekatan bahan sehingga tidak ada bahan yang hilang pada
bulb.

32
d. Jika merkuri yang digunakan harus dibatasi pada bulb.
e. Jika bahan perekat digunakan maka harus sedemikian rupa sehingga
tidak melunak pada suhu 80º C.
f. Skala harus berada diatas kertas putih mengkilap atau bahan lain yang
cocok.
 Manufaktur, pengerjaan dan Penyelesaian.
a. Urinometer harus memiliki kekuatan yang baik, bebas dari gelembung, batu
atau cacat lainnya (S : 1382-1961*). Urinometer juga harus tertutup rapat dan
halus. Bulb yang berada dibagian bawah dari urinometer harus membuat
bahan pemberat didalamnya tidak keluar dari bulb bagaimanapun posisinya.
Bulb juga harus selalu terisi penuh sehingga membuat urinometer terapung di
semua rentang skala.
b. Sumbu dari stem harus sesuai dengan sumbu dari bulb.
c. Bagian silinder harus memiliki kekuatan yang baik, bebas dari gelembung,
batu atau cacat lainnya (S : 1382-1961*). Memiliki dinding dengan ketebalan
yang seragam dan halus dengan tepi atas yang dibulatkan, berdiri kokoh tanpa
goyang. Poros silinder harus vertikal ketika berdiri pada base yang horizontal
dan tidak akan robo jika ditempatkan pada bagian yang miring.
 Persyaratan dari Hydrometer
a. Skala dan tulisan harus ditandai dengan jelas menggunakan tintahitam
permanen dengan ketebalan yang seragam.
b. Garis harus menunjukkan tidak ada penyimpangan jarak spasi .
c. Garis harus lurus dan berada pada sudut kanan dari urinometer.
d. Ketebalan dari garis harus tidak kurang dari 0,10 mm dan tidak lebihdari
0,20 mm.
e. Skala harus dikalibrasi pada 27 ° C. Ini akan berkisar dari 1.000sampai
I.060 dan dibagi menjadi 6 bagian utama dengan garis, dantiap 1 bagian
utama di bagi menjadi 10 garis.

33
f. Semakin lama garis pada skala akan memendek jika dilihat dari sisi
kiriskala. Setiap garis pada skala tidak akan menyentuh atau memotongskala
yang lain.
 Kinerja
Urinometer harus mengapung dalam posisi dalam posisi tegak
danharus menunjukkan berat jenis (BJ) yang tepat dan menunjukkanskala
kurang lebih 0,001 pada 27 ° C ketika melayang di air suling.
 Pengujian
Silinder harus terlebih dahulu diuji dengan cara direbus didalam
airselama 30 menit kemudian dimasukkan kedalam air sekitar 20 ° C
dantidak boleh ada yang chipping ataupun retak.
 Penandaan
Setiap urinometer dan slinder harus memiliki tanda yang terbaca
dantidak terhapuskan yaitu :
a. Nama produsen, inisial nama dan merek dagang
b. Simbol '27 ° C', untuk menunjukkan bahwa itu dikalibrasi pada 27 °
Curinometer dan sinder juga harus ditandai dengan Sertifikasi IS1 Mark.
 Packing
a. Urinometer dan slinder dikemas dan diberikan atas persetujuan
antaraprodusen dan pembeli
b. Urinometer dan slinder harus dibungkus individual (terpisah)
denganmenggunakan kertas tipis dan dikemas dalam kardus karton
denganbantalan dalam kapas

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam menangani masalah eliminasi,perawat harus memahami eliminasi normal dan


faktor faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi asuhan keperawatan yang
mendukung akan menghormati dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk
meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidak nyamanan. Dampak yang
dapat terjadi akibat dari gangguan sistem gastrointestinal sangatlah beragam mulai dari
konstipasi,diare,inkontinensia usus, dan hemoroid fecal infektion.

Enema atau huknah diberikan tujuannya adalah untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltik. Penyakit tertentu menyebabkan kondisi – kondisi yang mencegah
pengeluaran fases secara normal dari rectum, sehingga menyebabkan membuat suatu lubang
dibagian usus, tepatnya didaerah kolon,seperti kolon asenden, traversum, desenden.

Dari paparan makalah tersebut dapat kita simpulkan bahwa ada prosedur penggunaaan
urinometer, standar spesifikasi yang telah ditetapkan,beserta dengan uji pemenuhan standar
spesifikasi tersebut sebelum digunakan sebagai salah satu alat kesehatan gelas non steril.

35
B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan- kesempatan berikutnya.

Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna dan Sunarsih,Tri. 2009,KDPK KEBIDANAN Teori dan Aplikasi,
Jogjakarta, Nuha Medika.

Kusmiyati,Yuni, 2007, Ketrampilan Dasar Praktek Klinik, Penerbit fitramaya:


Yogyakarta.

Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.

Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan

Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi Ilmu
Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Uliyah,musrifatul dan Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008, KDPK untuk kebidanan. Penerbit
Salemba Medika:Jakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai