Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurul Izati

Nim : 191440127

Mata Kuliah : KMB II Teori

Medula Spinalis

A. Definisi

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen inverterbra.
Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis,
dan 1 pasang saraf kogsigis.

Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang, seperti
jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma
pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan
diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. .Apabila
Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak
tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan. (Muttaqin, 2008).

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang
dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan
jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla
spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.

Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf
yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak
dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di
tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.

B. Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang
dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya

Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi,
hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak
terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.

A. Etiologi cedera spinal adalah:


1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis,
osteoporosis, tumor.

Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis adalah

1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).


2. Olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai,
yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan
saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis
dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi
osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia,
tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda
motor.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis


1. Usia

Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.

2. Jenis Kelamin

Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor


osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).

3. Status Nutrisi

C. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis

1. Fleksi

Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan
atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen
posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi

2. Fleksi dan rotasi

Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan
ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi
bersifat tidak stabil.

3. Kompresi Vertikal (aksial)

Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta
badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior
masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil

4. Hiperekstensi atau retrofleksi

Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.


Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torako-
lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur
pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.

5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan terjadi
dislokasi pada ruas tulang belakang

Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain yang
menyertai, mencegah, serta metu rnengobati komplikasi dan kerusakan
neurallebih lanjut. Reabduksi atau sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di
salah satu tulang-ed). Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan
imobilisasi tulang belakang untuk melindungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal,atau
debridement luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan tulang
belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif,
cedara yang tak dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran darah koral
spiral. Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg BB diikuti 5,4
mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan
memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan
memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi
sensorik, motorik, dan penting untuk melacak defisit yang progresif atau
asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan mecak
keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari
badan ruas tulang belakang, fraktur proses transverses, spinous,dan lainnya.
Tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi
dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur
memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.

Anda mungkin juga menyukai