Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KEPERAWTAN MEDIKAL BEDAH I

Laporan Pendahuluan Filariasis

DISUSUN OLEH

NURUL IZATI

(191440127)

DOSEN PEMBIMBING

Ns, Ade Sukarna, M.Kep. Sp. Kep.MB (AS)

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


LP DAN ASKEP FILARIASIS

A. KONSEP PENYAKIT
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia timon
yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak dan
manifestasi yang dapat terlihat mucul belakangan, menetap dan menimbulkan ketidak
mampuan menetap (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang
tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat
menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik penyakit ini
jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian
setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada
pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun setelah terpapar parasit
selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga disebut kaki gajah. Akibat
paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen yang sangat mengganggu
produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).

B. Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina berukuran
dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia merupakan satu-satunya
hospes yang diketahui. Penularan nyamelalui proboscis (labela) sewaktu gigitan nyamuk
yang mengandung larva inefektif. Larva akan terdeposit di kulit, berpindah kepembuluh
limfa berkembang menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, dan menyebabkan
kerusakan dan pembesaran pembuluh limfe.
Filariasis dewasa hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama periode tersebut
filarial berkembang menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum
masak, beredar di daerah perifer dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian
menularkan kemanusia lain (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144). Cacing panjang halus
seperti benang yaitu: filariasis yang disebabkan oleh Wuchereria Bancrofti, (filariasis
Bancrofti), filariasis yang disebabkan oleh brugia malayi (filariasis malayi, filariasis
brugia), filariasis yang disebabkan oleh brugia timori (Kunoli, 2012, p. 200).

C. Tanda dan Gejala


1. Gejala tampak setelah 3 bulan infeksi
2. Umumnya masa tunas 8-12 bulan
3. Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfangitis, limfadenitis, funikulitis,
epididymitis dan orkitis
4. Gejala dari limfa denitis nyeri local, keras didaerah limfe, demam, sakit kepala
5. Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus
mengalami dan badan, mual, lesu dan tidak nafsu makan kekambuhan tidak
teratur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum sembuh
6. Fase kronik terjadi dengan gejala hidrocel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan
limfadenitis), serta edema local yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat
retrograde, menyebar secara periferdari KGB menuju arah sentral. Sepanjang
perjalanan ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan
meradang (Padila, 2013, hal. 412).

D. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah bening
akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing
dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembulu getah bening dan penebalan dinding pembuluh.
Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag didalam dan sekitar pembuluh getah bening
yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang,
menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup
pembuluh getah bening. Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema
keras terjadi pada kulit yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat
filasriasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang
menyebabkan pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses
granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total getah bening (Sudoyo
dkk, 2010, p. 2932).

E. Klasifikasi
1. Filariasis Malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi. Periodisitas
mikrofilaria B. Malayi adalah periodik nokturna, sub perodik nokturna, atau non
periodik. Periodisitas mikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini, tidak senyata
periodisitas W.Bansofti. Sebagai hospes sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles,
amigeres. Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam
waktu 6-12 hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam
nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh
manusia dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W.
Bansoft (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).
2. Filariasis Timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di timor,
pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam
saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya adalah anopeles barberostis. Mikro filarianya
menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan
intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala; 2.
Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti lainya
dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan. Sarungnya
tidak mengambil warna pulasan gamesa; ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria
berugiamalayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010, p. 2936).

F. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel
membesar, adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
1. Hidrokel yang besar sehingga menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan sehari – hari.
4. Chyluria (terdapat lemak pada urine)
5. TPE (topical pulmonary eosinifilia)
6. Hematuria
7. Kelumpuhan saraf (Sudoyo dkk, 2010, p. 2934).

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis
klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and
Chronic Disease Rate). Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung
dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis
berulang dan gejala menahun.
2. Diagnosis ParasitologikDiagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya
mikrofilaria pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat
dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara
morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
3. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfos intigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel
dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun
pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
H. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk
filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini
ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping
sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam,
berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia,
kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan
atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel,
funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis
pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita
mikrofilaremik.
Reaksi samping lokal terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang
spontan setelah beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada
penderita dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat
simtomatik, (Harun,riyanto.2010). Reaksi samping ditemukan lebih berat pada
pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai
dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi
samping DEC sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka
diharapkan dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang
tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral
sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3
jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak berumur kurang
dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10
hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 2¬3 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut,
limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali
untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan
penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010).
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di
daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki,
pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk
melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil
dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak,
tinggi protein dan asupan cairan tinggi.
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada
beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan
Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai < 1%.
Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk
dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya.
DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Filariasis
a. Pengkajian
1) Data
Pengkajian adalah hal yang paling penting dilakukan oleh perawat untuk mengenal
masalah pasien agar dapat menjadi pedoman dalam melakukan tindakan keperawatan.
Pada pengkajian pasien Filariasis didapatkan data sebagai berikut:
a. Data subjektif, yaitu terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung
kaki, nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak dan kakinya yang sakit
tampak lebih besar dari kaki yang satunya serta demam berulang selama 4 hari.
b. Data objektif, yaitu tampak meringis ketika berjalan, skala nyeri 7, nyeri tekan (+),
non pitting oedema (+), N: 110 x/mnt, RR 24x/mnt, TD 130/60 mmHg, Suhu 38,5°c
Obstruksi kelenjar getah bening pada daerah tungkai Nyeri, wajah tampak memerah,
kulit teraba hangat, inflamasi pada kelenjar getah bening, susah berjalan.
2) Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening.
b. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
c. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.
d. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit.
3) Perencanaan
Perencanaan keperawatan terdiri atas dua tahap yaitu prioritas diagnosa dan
rencana keperawatan. Perencanaan perawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
pasien. Perencanaan ditulis sesuai dengan prioritas diagnosa yang ada.

1). Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening.
Tindakan keperawatan:
1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial.
2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh.
3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan selimut yang tipis.
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih.
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).

2). Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.

Tindakan keperawatan:

1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.


2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).

3). Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.

Tindakan keperawatan:

1. Akui kenormalan perasaan.


2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan
yang dialami.
3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan
atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan aktual.
4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
(bercerita tentang keluarga).
5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu.
6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dengan jujur jika pasien
sudah berada pada fase menerima.
7. Kolaborasi : Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi
Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan
mengatasinya secara efektif.

4). Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh.

Tindakan keperawatan:

1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS).


2. Tingkatkan tirah baring / duduk.
3. Berikan lingkungan yang tenang.
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.

5). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit.
Tindakan keperawatan:

1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan
pada waktu duduk di kursi.
2. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
3. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
4. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
terjadinya dekubitus.
4). Pelaksanaan
Dalam tahap ini akan dilaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
rencana.
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening.

Pelaksanaan keperawatan:

1. Memberikan kompres pada daerah frontalis dan axial.


2. Memonitor vital sign, terutama suhu tubuh.
3. Memantau suhu lingkungan dan memodifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan selimut yang tipis.
4. Menganjurkan kien untuk banyak minum air putih.
5. Menganjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi.
6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
Pelaksanaan keperawatan:
1. Memberikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), mengajarkan teknik relaksasi.
2. Mengobservasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Menganjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.
Pelaksanaan keperawatan:
1. Mengakui kenormalan perasaan.
2. Mendengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan yang
dialami.
3. Memperhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan
penolakan atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan aktual.
4. Menganjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
(bercerita tentang keluarga).
5. Menerima keadaan pasien, memperlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu.
6. Memberikan informasi yang akurat. Mendiskusikan pengobatan dengan jujur jika
pasien sudah berada pada fase menerima.
7. Berkolaborasi : Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi
Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan
mengatasinya secara efektif.
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh.
Pelaksanaan keperawatan:
1. Melakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS).
2. Meningkatkan tirah baring / duduk.
3. Memberikan lingkungan yang tenang.
4. Meningkatkan aktivitas sesuai toleransi.
5. Mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit.
Pelaksanaan keperawatan:
1. Mengubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
Menggunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan
pada waktu duduk di kursi.
2. Memeriksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
3. Menganjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
4. Berkolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
terjadinya dekubitus.
5). Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan. Tujuan evaluasi adalah menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan, menilai efektivitas rencana keperawatan atau strategi asuhan
keperawatan. Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang muncul maka hal-
hal yang diharapkan pada evaluasi adalah sebagai berikut :

1.) Suhu tubuh pasien dalam batas normal.


2.) Nyeri berkurang atau hilang.
3.) Gambaran diri lebih nyata dan mengakui diri sebagai individu yang mempunyai
tanggung jawab sendiri.
4.) Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas.
5.) Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Soedarto. (2007). Sinopsis Kedokteran Tropis. Jakarta: Airlangga University Press.
Aziz, M. (2013). Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: EGC.
Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai