Definisi
Menurut buku Flu Burung karya Retno D. Soejoedono & Ekowati
Handharyani, Flu burung atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah avian
flu atau avian influenza (AI). Flu burung adalah penyakit menular yang di
sebabkan oleh virus influenza tipe A dengan diameter 90 120 nm.
Menurut Keputusan MENKES Nomor 155 tahun 2007, Flu burung ( Alvian
Influenza, AI) merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A
subtype H5N1 ( H=hemagglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya
menyerang ungags (burung dan ayam)
3. Etiologi
Menurut buku Flu Burung karya Kartono Mohamad, Virus influenza
adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan
genome RNA rangkaian tunggal dengan jumlah lipatan tersegmentasi sampai
mencapai delapan lipatan, dan berpolaritas negatif. Virus influenza merupakan
nama generik dalam keluarga Orthomyxoviridae dan diklasifikasikan dalam tipe
A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix
proteinnya. Virus influensa unggas (Avian Influenza Viruses, AIV) termasuk tipe
A. (mis. Sidoronko dan Reichi 2005).
Determinan antigenik utama dari virus influensa A dan B adalah
glikoprotein transmembran hemaglutinin (H atau HA) dan neuroaminidase (N
atau NA), yang mampu memicu terjadinya respons imun dan respons yang
spesifik terhadap subtipe virus. Respons in sepenuhnya bersifat protektif di
dalam, tetapi bersifat protektif parsial pada lintas, subtipe yang berbeda.
Berdasarkan sifat antigenisitas dari glikoprotein-glikoprotein tersebut, saat ini
virus influenza dikelompokkan ke dalam enambelas subtipe H (H1-H16) dan
sembilan N (N1-N9). Kelompok-kelompok tersebut ditetapkan ketika dilakukan
analisis filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan urutan (sequences) gengen HA dan NA melalui cara deduksi asam amino (Fouchier 2005).
Menurut Keputusan MENKES Nomor 155 tahun 2007, Virus influenza
tipe A merupakan anggota keluarga orthomyxoviridae. Pada permukaan virus
1
menyerang ternak ayam sejak Oktober 2003 sampai Februari 2004 dan di
laporkan sebanyak 4,7 juta ayam mati namun belum menyerang manusia.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tanggal 26 November 2006 di
Indonesia terdapat 74 kasus konfirmasi dan 56 orang diantaranya meninggal
( CFR 75,7%). Berdasarkan kajian pakar, virus H5N1 merupakan salah satu
virus yang paling mungkin menyebabkan pandemic influenza yang diperkirakan
dapat menimbulkan kematian puluhan smpai ratusan juta manusia di dunia
selama masa pandemic.
5. Patofisiologi
Menurut buku Flu Burung karya Kartono Mohamad, Patogenesis sebagai
sifat umum virus dalam virus influensa A merupakan bakat pilogenik dan sangat
tergantung kepada sebuah konstelasi gen yang optimal yang mempengaruhi
antara lain tropisme (reaksi ke arah atau menjauhi stimulus) dari jaringan dan
penjamu, efektivitas replikasi dan mekanisme penghindaran imunitas (immune
evasion mechanism). Selain itu faktor spesifik pada tiap spesies berperanan juga
terhadap hasil suatu infeksi, yang terjadi setelah penularan antar spesies, dan
karenanya tidak dapat diduga sebelumnya. Bentuk influensa unggas yang sangat
patogen sampai saat ini secara eksklusif ditimbulkan oleh subtipe H5 dan H7.
Tetapi dalam kenyataan hanya sebagian kecil subtipe H5 dan H7 yang
menunjukkan biotipe yang sangat patogen (Swayne and Suarez 2000).
Biasanya virus-virus H5 dan H7 bertahan stabil dalam penjamu alaminya
dalam bentuk yang berpatogenisitas rendah. Dari reservoir ini virus dapat
ditularkan melalui berbagai jalan (lihat bawah) ke kawanan unggas ternak.
Setelah masa sirkulasi yang bervariasi dan tidak pasti (dan barangkali juga
beradaptasi) dalam populasi unggas yang rentan, virus-virus tersebut dapat
secara meloncat mengalami mutasi menjadi bentuk yang sangat patogen (Rohm
1995).
Penelitian
melalui
pengurutan
(sequencing)
nukleotida
telah
sesak
menandai
terdapat
kelainan
saluran
nafas
bawh
yang
7. Klasifikasi
Menurut Keputusan MENKES Nomor 155 tahun 2007, Penderita yang telah
dikonfirmasi sebagai H5N1 dapat dikategorikan menjadi:
Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal
Nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Keputusan MENKES Nomor 155 tahun 2007, Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan
untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan darah rutin ( Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit),
specimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan tenggorokan untuk
konfirmasi diagnostic.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
1. Uji RT-PCR (Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5
2. Biakan dan identifikasi virus influenza A subtype H5N1
3. Uji serologi
a. Peningkatan > 4 kali lipat titer antibody netralisasi untuk H5N1 dari
specimen konvalesen dibandingkan dengan specimen akut ( diambil < 7
hari setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibody netralisasi
konvalesen harus pula >1/80
b. Titer antibody mikronetralisasi H5N1 > 1/80 pada specimen serum
yang diambil pari ke >14 setelah awitan ( onset penyakit) disertai hasil
positif uji serologi lain, misalnya titer Hl sel darah merah kuda > 1/160
atau Western Blot spesifik H5 positif
2. Pemeriksaan hematologi
Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit, limfosit total.
Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni, dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan kimia darah
Albumin, globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin, Kinase, Analisa
Gas Darah. Umumnya di jumpai penurunan Albumin, peningkatan SGOT dan
SGPT, peningkatan Ureum dan Kreatinin dan peningkatan Kreatinin Kinase
sedangkan Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan
7
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keputusan MENKES Nomor 155 tahun 2007, Terapi medis yang
diberikan kepada pasien Alvian Influenza :
1. Antiviral
Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama) :
Dewasa atau anak > 13 tahun Oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5
hari.
Anak > 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5
hari.
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb:
> 40 kg
: 75 mg 2x/hari
> 23 40 kg
: 60 mg 2x/hari
> 15 23 kg
: 45mg 2x/hari
< 15 kg
: 30 mg 2x/hari
Pada percobaan binatang tidak ditemukan efek teratogenik dan
10
antara virus influenza burung dan virus influenza manusia, sehingga dapat
menular antara manusia ke manusia. Ada dua kemungkinan yang dapat
menghasilkan subtipe baru dari H5N1 yang dapat menular antara manusia ke
manusia adalah : (i). virus dapat menginfeksi manusia dan mengalami mutasi
sehingga virus tersebut dapat beradaptasi untuk mengenali linkage RNA pada
manusia, atau virus burung tersebut mendapatkan gen dari virus influenza
manusia sehingga dapat bereplikasi secara efektif di dalam sel manusia. Subtipe
baru virus H5N1 ini bermutasi sedemikian rupa untuk membuat protein tertentu
yang dapat mengenali reseptor yang ada pada manusia, untuk jalan masuknya ke
dalam sel manusia, atau (ii). Kedua jenis virus, baik virus avian maupun human
influenza tersebut dapat secara bersamaan menginfeksi manusia, sehingga terjadi
mix atau rekombinasi genetik, sehingga menghasilkan strain virus baru yang
sangat virulen bagi manusia (Herman RA & Strorck M. 2005). Walaupun
perkiraan fase dimana penularan antar manusia ini masih belum dapat diketahui,
akan tetapi pencegahan transmisi antar manusia ini perlu mendapatkan perhatian
yang serius mengingat bahwa telah dilaporkan bahwa seorang perawat di
Vietman telah menderita penyakit serius setelah dia menangani pasien yang
terinfeksi dengan virus H5N1. Dalam salah satu penelitian ditemukan bahwa
mutasi dari H5N1 kemungkinan besar dapat menghasilkan varian virus H5N1
baru yang dapat mengenali reseptor spesifik yang ada pada sel manusia (natural
human2-6 glycan), sehingga bila ini terjadi maka penularan virus H5N1 dari
manusia ke manusia dapat terjadi dengan mudah (Stevens J. et.al. 2006).
Menurut Keputusan MENKES Nomor 155 tahun 2007, Penularan penyakit ini
kepada manusia dapat melalui :
1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit
atau produk unggas yang sakit.
2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang
berasal dari tinja atau secret unggas yang terserang flu burung.
3. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien ( ditemukannya beberapa kasus
dalam kelompok / cluster)
4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak
dengan sempurna di wilayah yang terjangkit flu burug dalam satu bulan
terakhir.
11
11. Komplikasi
Menurut jurnal Widyasari Kumala, Komplikasi yang dapat timbul akibat Alvian
Infuenza yaitu:
a) pneumonia,
b) respiratory distress syndrome dan
c) kegagalan berbagai fungsi organ.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, dan
penanggung jawab.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Melihat kondisi pasien apakah pasien mengalami demam, sesak napas,
batuk, pilek, sakit tenggorokan, diare.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan kepada klien apakah pasien pernah memiliki riwayat sakit
paru, riwayat sakit lain.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan apakah di dalam keluarga memiliki riwayat sakit turunan,
riwayat sakit yang sama dengan pasien, riwayat sakit paru dalam
keluarga, genogram.
e) Riwayat Perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelum timbulnya gejala:
Melakukan kunjungan kedaerah atau bertempat tinggal di daerah
yang terjangkit flu burung,
Kontak dengan unggas/ orang yang positif flu burung
f) Kondisi Lingkungan Rumah
Dekat dengan pemeliharaan unggas
Memelihara unggas
g) Kebiasaan sehari hari (aktivitas)
Waktu bekerja
Jenis pekerjaan
12
Ya
tidak
Kelainan bunyi jantung
Murmur
Gallop
Sakit dada
Ya
tidak
d. Gastrointestinal
Keadaan mulut
Gigi
Stomatitis
Lidah Kotor
Saliva
Muntah
Nyeri daerah perut
Bising usus
Diare
Konstipasi
: caries
: ya
: ya
: normal
: ya
: ya
: x/menit
: ya
: ya
e. Ekstremitas
Kesulitan dalam pergerakan :
Ya
tidak
Keadaan tonus otot :
Baik
hipotoni
hipertoni
Kekuatan otot
tidak
tidak
tidak
abnormal
tidak
tidak
tidak
tidak
atoni
2. Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis Keperawatan yang mungkin timbul pada pasien flu burung
tanpa ABN yang Dirawat di Ruang Isolasi :
1) Bersihan Jalan napas tidak efektif
2) Intoleransi aktivitas
3) Nyeri
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin timbul pada pasien flu burung
tanpa ABN Ventilator yang Dirawat di Ruang Isolasi :
1) Pola napas tidak efektif
2) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
3) Gangguan pemenuhan ADL
.
3. Intervensi
14
Intervensi:
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan & gerakan dada
Rasional : takipneu, pernapasan dangkal dan gerakan dada
tidak simetris karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
b. Auskultasi area paru, catat adanya ronki, mengi, dan krekels.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan.
c. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Rasional : cairan yang hangat memobilisasi dan mengeluarkan
secret.
d. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : obat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi secret.
2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
b) Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan
15
c.
16
Intervensi:
Kaji ulang penyebab gagal napas
Rasional : pemahaman penyebab masalah pernapasan penting
a.
mengalami
18