Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SARS Cov dengan Gagal Nafas


PERIODE 19 Oktober - 26 Oktober 2020

DISUSUN OLEH :
YOSEVIN KARUNIA NABABAN
131923143013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KONSEP SARS Cov
1. Definisi SARS Cov
Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan suatu penyakit yang serius dan
disebabkan oleh infeksi  virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkkan gejala
gangguan pernafasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS
(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226).

Sindrom pernafasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS) merupakan


kumpulan gejala (sindrom) pada saluran nafas (seperti batuk,flu, bersin, dan sesak nafas) dan
terjadinya infeksi paru-paru / pneumonia yang timbul secara akut (tiba-tiba/dalam hitungan
(Suprapto, 2013). Jadi, SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona
SARS (SARS-COV). Penderita yang terkena SARS mengalami gangguan pernapasan yang
akut (terjadi dalam waktu cepat) dan dapat menyebabkan kematian.

2. Etiologi SARS Cov

Dua virus yang pertama kali dicurigai sebagai penyebab SARS adalah Paramyxovirus
dan Coronavirus. Dan terakhir hanya Coronavirus yang diduga sebagai penyebab SARS.
Proses penularan SARS adalah berdasarkan droplet dan kontak. Penularan fecal-oral juga
mungkin terjadi melalui diare. SARS juga bisa menyebar jika seseorang menyentuh secret
atau permukaan / objek yang terifeksius dan kemudian secara langsung menyentuh mata,
hidung atau mulut, juga melalui batuk atau bersin dari pasien SARS. Setelah masuk ketubuh
manusia Coronavirus ini dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas dan juga bawah
sehingga mengakibatkan system imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk yang
lama dan akan mengakibatkan kerusakan epitel dan gerakan silla berkurang jika diteruskan
akan mengakibatkan infeksi bertambah berat (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226).

3. Manifestasi Klinis

a. Gejala umum seperti flu.


b. Temperatur diatas 38°C selama lebih dari 24 jam.
c. Adanya batuk ringan sampai berat (batuk yang diasosiasikan dengan SARS cenderung
batuk kering).
d. Satu/lebih gejala saluran pernafasan bagian bawah yaitu batuk , nafas pendek, kesulitan
bernafas.
e. Sakit kepala, kaku otot, anureksia, lemah, bercak merah pada kulit, bingun dan diare.
f. Gejala khas seperti gejala diatas menjadi semakin berat dan cepat dan dapat menjadi
peradangan paru (pneumonia), jika terlambat dapat meninggal. Masa inkubasi 2-10 hari.
g. Satu / lebih keadaan berikut (dalam 10 hari terakhir)
h. Ada riwayat kontak erat dengan seseorang yang diyakini menderita SARS.
i. Sebelum sakit punya riwayat berpergian kedaerah geografis yang tercact  sebagai daerah
dengan penularan penyakit SARS.
j. Tinggal didaerah dengan transmisi local SARS.
k. Suspek case SARS jika foto dada terbukti ditemukan infiltrate yang sesuai dengan
pneumonia atau sindrom diatress pernafasan akut.
l. Pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil:

 Limfona, leucopedia, dan trombositopedia pada pemeriksaan sederhana


menunjukkan hitung leukosit kurang dari 3,5 X109 /L dan limfopenia kurang dari
1X109/L
 Hiponatremia dan hypokalemia ringan.
 Peningkatan LDH, ALT dan kadar transaminase hepar.
 Peningkatan kadar kteatinin kinase (CK)

Infeksi SARS-CoV tidak dapat dipastikan (unconfirmed) jika:

 Dalam serum pada masa konvalesens (serum yang diambil 28 hari atau lebih
setelah awitan gejalanya) tidak ditemukan antibody terhadap SARS-CoV.
 Tes laboratorium tidak dikerjakan atau tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2016,
pp. 226-227).

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan real time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)


merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk SARS. Dengan melakukan RT-PCR, dokter
dapat mendiagnosa SARS secara definitif.

Real Time Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction

Pemeriksaan RT-PCR dari sputum dan swab tenggorok dapat menentukan diagnosis SARS
yang diikuti dengan genome sequencing. Pengambilan sampel ini sebaiknya dilakukan
sebelum pemberian antibiotik. Swab tenggorokan dan sputum dapat mendiagnosis virus
influenza, respiratory syncytial virus, virus parainfluenza, rhinovirus, adenovirus,
metapneumovirus, dan coronavirus. Pemeriksaan RT-PCR dapat juga digunakan untuk
mendeteksi SARS-CoV pada sampel lainnya seperti serum dan feses.
Pada pertengahan bulan Maret 2003, WHO menetapkan suatu jejaring (network) global yang
meliputi 11 laboratorium terkemuka di seluruh dunia sebagai upaya untuk meneliti
identifikasi kausa SARS. Laboratorium tersebut dipilih berdasarkan 3 kriteria, yaitu:
mempunyai kemampuan ilmiah yang menonjol, memiliki fasilitas biosafety level III, dan
dapat menyumbangkan perangkat uji (battery of tests) dan eksperimen yang diperlukan untuk
memenuhi postulat Koch dalam mengidentifikasi suatu penyakit.

Studi oleh Yam WC et al  mencoba membandingkan protokol pemeriksaan RT-PCR pada
dua jejaring laboratorium SARS WHO di Hong Kong dan di Hamburg. Sebanyak 303
spesimen klinis dikumpulkan dari 163 pasien yang diduga menderita SARS. Adapun
sensitivitas diagnostik dari WHO Hong Kong dan WHO Hamburg adalah 61% dan 68%
(spesimen aspirasi nasofaring), 65% dan 72% (spesimen swab tenggorokan), 50% dan 54%
(spesimen urin), serta 58% dan 63% (spesimen tinja), dengan spesifisitas keseluruhan 100%.

Pemeriksaan Antibodi

Pemeriksaan antibodi untuk coronavirus meliputi pemeriksaan indirect fluorescent


antibody (IFA) ataupun enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik setelah infeksi. Meskipun antibodi ini
dapat ditemukan pada beberapa pasien selama fase akut (onset gejala 14 hari), hasil tes
negatif pada sampel yang diperoleh kurang dari 28 hari setelah onset gejala tidak
menyingkirkan diagnosis SARS.

Pemeriksaan Darah

Berdasarkan beberapa data epidemi SARS, dijumpai temuan laboratorium sebagai berikut:

 Pada permulaan penyakit, jumlah limfosit absolut sering kali menurun namun secara
keseluruhan, jumlah leukosit tampak normal atau hanya sedikit menurun
 Pada puncak kelainan paru, sekitar 50% penderita menunjukkan leukopenia dan
trombositopenia (50.000-150.000/mL)
 Fase respiratorik juga diikuti dengan peningkatan kadar kreatin fosfokinase (sampai
setinggi 3.000 IU/L), peningkatan laktat dehidrogenase, dan hepatik transaminase (26
kali lebih tinggi dari normal)[28,29]

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis paru pada fase prodromal dan masa perjalanan penyakit mungkin tidak
menunjukkan kelainan. Namun, sejumlah besar penderita memiliki infiltrat paru dengan
distribusi unilateral dan perifer serta airspace opacity pada lobus bawah paru. Rontgen
toraks follow up pada sebagian besar pasien menunjukkan konsolidasi multifokal progresif
selama 6-12 hari yang melibatkan satu atau dua paru. Namun, pada seperempat pasien,
gambaran opasitas tetap menunjukkan tampilan fokal dan unilateral.

5. Patofisiologi

SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan
saluran napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih
banyak terkena dari pada trakea ataupun bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem
yang dilakukan, diketahui bahwa SARS memiliki 2fase di dalam patogenesisnya.

Fase awal terjadi selama 10 hari pertama penyakit pada fase ini terjadi proses akutyang
mengakibatkan duffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan
adanya infiltrasi dengan campuran sel-sel inflamasi serta edema pembentukan hialin.
Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nukleous dan sitoplasma
sel-sel epitel paru (pneuomotis) yang rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka
barrier antara sikulasi darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari
pembuluh darah kapiler paru menjadi bebas untuk masuk kedalam ruang alveolus. Namun
demikian, karena keterbatasan jumlah pasien SARS yang meninggal untuk di autopsi, maka
masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan sel epitel baru tersebut disebabkan oleh efek
toksik virus secara langsung atau sebagai akibat dari respons imun tubuh. Pada tahap
eksudatif, RNA dan antigen virus dapat diidentifikasi dari makrofak alfeolar dan sel epitel
paru dengan menggunakan mikroskop elektron.

Fase selanjutnya dimulai tepat setelah  10 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan
perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD teroganisir. Pada periode ini, terdapat
metaplasia sel epitel skuamosa bronkial. Bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding
dan lumen alveolus. Pada fase ini tampak dominasi pneoumosit tipe 2 dengan persebaran
neokleous, serta nukleoli yang eosinofilik. Selanjutnya, sering kali ditemukan sel raksasa
dengan banyak nukleus, (multi-nucleated giant cells ) didalam rongga alveoli. seperti infeksi
CoV lainya, maka sel raksasa tersebut awalnya diduga sebagai akibat langsung dari CoV
SARS. Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan imunoperoksidase dan hibridisasi insitu,
didapatkan bahwa CoV SARS justru berada didalam jumlah yang rendah.  Maka
disimpulkan, bahwa fase ini berbagai proses patologis yang terjadi tidak diakibatkan
langsung oleh karena replikasi voirus terus menerus, melainkan karena beratnya kerusakan
sel epitel paru yang terjadi pada tahap DAD eksudatif dan diperberat dengan pengunaan
fentilatoe (Suprapto, 2013, pp. 25-26).
WOC SARS Cov
1. 1.Paramyxovirus
Paramyxovirus
2. 2.Coronavirus
Coronavirus

1. Gejala umum seperti flu


2. Temperatur diatas 38°C selama lebih dari 24 jam
3. Adanya batuk ringan sampai berat
4. 1/lebih gejala saluran pernafasan bagian bawah
5. Sakit kepala, kaku otot, anureksia, lemah
6. Ada riwayat kontak erat dengan seseorang penderita SARS

Adanya Sekret Badan terasa kaku Akumulasi cairan mengalami penurunan

Terjadinya penumpukan sekret Pelepasan mediator kimia Retensi cairan

Pengembangan Paru tidak efektif Melindungi daerah nyeri Kurangnya asupan cairan

MK : Bersihan jalan nafas tidak efektif MK : Intoleransi aktivitas MK : Risiko ketidakseimbangan cairan
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN SARS Cov

1. Pengkajian
A. Identitas

SARS dapat terjadi pada seseorang yang sebelumnya mempunyai paru-paru yang normal.
Walaupun sering disebut sindroma gawat pernapasan akut dewasa, keadaan ini dapat juga
terjadi pada anak-anak (Frdaus J. Kunoli, 2012, p. 171).

B. Status kesehatan saat ini


 Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan keluhan demam dengan suhu tubuh >38ºC dengan rasa
menggigil dan kaku-kaku di tubuh (Chen, 2014, p. 729).
 Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengalami sesak napas secara mendadak dengan frekuensi napas 30 kali /
menit. Kenaikan suhu tubuhnya setiap 8 jam sekali. Bila dalam dua kali pengukuran
terjadi kenaikan kenaikan suhu tubuh mencapai 38ºC (Nurarif & Kusuma, 2016, p.
229).
 Riwayat penyakit sekarang
Kronologis dari penyakit SARS diawali dengan gejala panas, menggigil atau panas
dingin, sakit kepala, nyeri otot, dan lemah. Virus Corona stabil pada tinja dan urin
pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita
diare. Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan yang
kontak langsung dengan penderita mempunyai risiko paling tinggi tertular, lebih-lebih
pada petugas yang melakukan tindakan pada sistem pernafasan seperti melakukan
intubasi atau nebulasi (Firdaus, 2012, p. 172).
 Riwayat kesehatan terdahulu
 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya pada SARS yaitu flu, adanya batuk ringan sampai berat
(batuk yang diasosiasikan dengan SARS cenderung batuk kering), satu atau lebih
gejala saluran pernapasan bagian bawah yaitu napas pendek, kesulitan bernapass ,
sakit kepala, kaku otot, anoreksia, lemah, bercak merah pada kulit, bingung dan diare
(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 228).
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga dilihat dari salah satu anggota keluarga yang sudah
diketahui menderita penyakit SARS dan anggota keluarga lainnya kemungkinan
tertular jika melakukan kontak langsung dengan penderita secara langsung dan alat
makan dan minumnya dipisahkan dari alat makan dan minum anggota keluarga yang
lain (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 229).
 Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan pada penyakit SARS khususnya yang membantu sistem
kekebalan tubuh dalam nenjinakkan virus corona berupa antibiotik atau anti bakteri.
Dan dapat dilakukan terapi supportif umum yang bertujuan meningkatkan daya tahan
tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin seperti terapi oksigen,
humidifikasi dengan nebulizer, fisioterapi dada, pengaturan cairan, pemberian
korkosteroid pada fase sepsis berat, obat inotropik, ventilasi mekanis, drainase
empiema (Firdaus, 2012, p. 174).
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1. Kesadaran
Kesadaran umum lemah, terpasang ventilator untuk mengurangi gejala sesak
napas yang secara mendadak (Chen, 2014, pp. 729-733)
2. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah            :  90/40 mmHg
 Nadi                            : 100 kali/menit
 RR                               : 30 kali /menit
 Suhu                            : 38ºC (Chen, 2014, p. 733)
b. Body System
1. Sistem Pernapasan
Batuk akut yang disebabkan oleh virus dianggap sebagai penyebab terjadinya
perubahan sistem pernapasan, seperti pneumonia . Pneumonia menyebabkan
batuk kering nonproduktif, batuk akut biasanya  minggu dan batuk terkait adalah
sesak napas, demam dan penurunan berat badan (Douglas dkk, 2014, pp. 139-
140) . Suara napas tambahan seperti ronkhi yaitu bunyi nonmusical terputus-putus
yang disebabkan kolapsnya saluran napas perifer saat ekspirasi. Dan ditandai
dengan konsolidasi paru (Douglas dkk, 2014, pp. 155-156).
2. Sistem Kardiovaskular
50% dari pasien SARS mengalami hipotensi (sistolik <100 mmHg dan diastolik
<50 mmHg, rendahnya tekanan darah tersebut akan timbul rasa pusing, 40%
pasien SARS mengalami takikardia (Chen, 2014, p. 731).
3. Sistem Persyarafan
Klien dengan SARS yang mengalami pusing akibat batuk dan hipotensi sehingga
sistem saraf pusat terjadi penekanan (Douglas dkk, 2014, p. 241).
4. Sistem Perkemihan
Terjadi peningkatan kreatinin kinase , penurunan dalam pengeluaran  urine (Chen,
2014, p. 730).
5. Sistem Pencernaan
Terjadi perubahan pola defekasi yaitu diare yang berupa feses cair. Frekuensi
normal defekasi bervariasi antara tiga kali sehari hingga setiap 3 hari (Douglas
dkk, 2014, p. 173).
6. Sistem Integument
Dari hasil pemeriksaan ditemukan kulit, bibir serta kuku penderita tampak
kebiruan (sianosis) karena kekurangan oksigen (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 227).
7. Sistem Muskuloskeletal
Pasien SARS mengalami kaku otot (mialgia) dan rasa kaku- kaku ditubuh, pasien
juga sering merasa sangat lelah disertai nyeri otot di sekujur tubuh (Chen, 2014, p.
729).
8. Sistem Endokrin
Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien SARS, karena pada pasien
SARS pmeriksaan hanya timbul kelainan pada paru-paru dan tidak ditimbulkan
tanda abnormal pada endokrin (Chen, 2014, p. 732).
9. Sistem Reproduksi
Tidak ada perubahan pada sistem reproduksi pasien SARS, karena pada
manifestasi klinis hanya ditemukan infiltrate yang sesua dengan pneumonia atau
sindrom distress pernapasan akut (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226).
10. Sistem Penginderaaan
Pada pasien SARS tidak mengalami perubahan pada sitem penginderaan karena
sasaran penyakit SARS hnaya menuju pada saluran napas bawah dan asinus
(Chen, 2014, p. 729).
11. Sistem Imun
Virus corona dapat menimbulkan infeksi saluran pernapasan atas dan bawah
sehingga mengakibatkan imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk
yang lama dan akan mengakibatkan kerusakan epitel dan gerakan silia berkurang
(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226)
2. Diagnosa Keperawatan
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya spasme jalan nafas
ditandai dengan sputum berlebih, mengi. wheezing dan atau ronkhi kering (D. 0001)
B. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan klien mengeluh kaku-kaku ditubuh dan nyeri otot
(D. 0056)
C. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan adanya faktor risiko disfungsi
intestinal (D. 0036)
RENCANA INTERVENSI

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
(Tujuan, Kriteria Hasil)
Bersihan Jalan Napas Tidak efektif b.d Spasme Manajemen Jalan Napas (I.01011) R/ Mengetahui adanya ketidakefektifan
jalan nafas d.d sputum berlebih, mengi dan pola napas
Observasi
wheezing ( D. 0001)
R/ Bunyi Ronchi menunjukkan adanya
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha
cairan/lendir, dan Wheezing: adanya
napas, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul)
penyempitan jalan napas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 2. Monitor bunyi napas tambahan (Ronchi basah,
dalam jangka waktu 30-60 menit, Bersihan Jalan Wheezing,dll) R/ indikator perfusi-difusi di paru
Napas membaik 3. Monitor saturasi O2, nilai analisa gas darah, dan hasil x-
ray toraks
Kriteria Hasil:
Terapeutik R/ Meningkatkan ekspansi paru
1. Produksi sputum menurun 4. Posisikan semi-fowler (30-45º)
R/Mengurangi beban kerja paru dan
2. Dispnea menurun 5. Berikan Oksigen sesuai kebutuhan pasien
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
3. Frekuensi napas membaik (12-20 x/mnt) 6. Lakukan fisioterpai dada, jika perlu
4. Batuk produktif meningkat 7. Lakukan suction lendir bila produksi sputum meningkat
5. Penggunaan otot bantu napas menurun Edukasi
R/Meningkatkan pengeluaran
6. Suara napas tambahan (ronchi basah) 8. Anjurkan teknik batuk efektif
dahak/sputum
menurun Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian inhalasi (nebulizer)
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Manajemen Energi (I.05178)
ketidakseimbangan antara suplai dan Observasi R/ Mengetahui lebih awal gg fngsi tubuh
kebutuhan oksigen ditandai dengan klien
mengeluh kaku-kaku ditubuh dan nyeri otot (D. 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan R/ Kelelahan fisik, pola tidur dan jam
0056) kelelahan tidur
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
R/ mengetahui lokasi ketidaknyamanan
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, 3. Monitor pola dan jam tidur
selama melakukan aktivitas
dalam jangka waktu 1-3 jam, Toleransi Aktivitas 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
Meningkat aktivitas R/ Membuat lingkungan nyaman dan
Terapeutik rendah stimulus
Kriteria Hasil: 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
R/ Melakukan latihan aktif dan pasif
1. Frekuensi nadi (5) 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
2. Keluhan lelah (5) 7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan R/ Memberikan aktivitas distraksi yang
3. Dispnea saat aktivitas (5) Edukasi menenangkan
4. Dispnea setelah aktivitas (5) 8. Anjurkan tirah baring
R/ Menyarankan tirah baring dan
5. Tekanan darah (5) 9. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan Manajemen Cairan (I.03098) R/ mengetahui status dehidrasi
dengan adanya faktor risiko disfungsi intestinal Observasi R/ mengetahui berat badan harian
(D. 0036)
1. Monitor status dehidrasi R/ mengetahui hasil pemeriksaan
2. Monitor berat badan harian laboratorium
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
R/ Mengidentifikasi intake-output cairan
Tujuan: Setelah dilakukan Intervensi keperawatan, Terapeutik
dalam jangka waktu 3x24 jam, keseimbangan 4. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam R/ Memberikan asupan cairan
cairan meningkat. 5. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
R/ Melakukan pemberian diuretik jika
6. Berikan cairan intravena, jika perlu
Kriteria Hasil: diperlukan
Kolaborasi
1. Asupan cairan (5) 7. Kolaborasi pemberian diuretik,jika perlu
2. Dehidrasi (5)
3. Turgor kulit (5)
4. Tekanan darah (5)

REFERENSI :
Imam Suprapto, S. M. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam
Berbagai Kasus. Yogyakarta: Mediaction.
PPNI, T. P. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
PPNI , SDKI,SIKI,SLKI

Anda mungkin juga menyukai