BAB 1
1. Latar Belakang
SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SAR-CoV). Penderita
yang terkena SARS mengalami gangguan pernafasan yang akut (terjadi dalam waktu tepat) dan
dapat menyebabkan kematian. SARS merupakan penyakit menular dan dapat mengenai siapa
saja, terutama orang tua.
Badan kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan suatu peringatan keseluruh dunia tentang adanya
suatu penyakit yang disebutnya sebagai syndrome pernafasan akut parah (SARS). Penyakit ini
digambarkan sebagai radang paru (Pneumonia) yang berkembang secara sangat cepat, progresif
dan sering kali bersifat fatal, dan diduga berawal dari suatu provinsi di China utara.
SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan saluran napas
bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena
dari pada trakea ataupun bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan,
diketahui bahwa SARS memiliki 2fase di dalam patogenesisnya.
Pengobatan terhadap pasien SARS dilakukan pada rumah sakit khusus dan pasien SARS
dikarantina/isolasi hingga dinyatakan sembuh/tidak infeksus. Obat yang diberikan tergantung
dari kondisi pasien tersebut. Pencegahannya adalah dengan menghindari kontak dengan
penderita SARS, cuci tangan dengan sabun antiseptik, dan memakai masker jika
bepergian (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 229).
2. Batasan Masalah
Batasan masalah makalah ini mengenai tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, klasifikasi, komplikasi beserta diagnosa dan intervensi dari SARS.
3. Rumusan Masalah
1. Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan suatu penyakit yang serius dan
disebabkan oleh infeksi virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkkan gejala
gangguan pernafasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS
(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226)
Sindrom pernafasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS) merupakan kumpulan
gejala (sindrom) pada saluran nafas (seperti batuk,flu, bersin, dan sesak nafas) dan terjadinya
infeksi paru-paru / pneumonia yang timbul secara akut (tiba-tiba/dalam hitungan (Suprapto,
2013)
Jadi, SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SARS-COV).
Penderita yang terkena SARS mengalami gangguan pernapasan yang akut (terjadi dalam waktu
cepat) dan dapat menyebabkan kematian.
2. Etiologi
Dua virus yang pertama kali dicurigai sebagai penyebab SARS adalah Paramyxovirus dan
Coronavirus. Dan terakhir hanya Coronavirus yang diduga sebagai penyebab SARS. Proses
penularan SARS adalah berdasarkan droplet dan kontak. Penularan fecal-oral juga mungkin
terjadi melalui diare. SARS juga bisa menyebar jika seseorang menyentuh secret atau permukaan
/ objek yang terifeksius dan kemudian secara langsung menyentuh mata, hidung atau mulut, juga
melalui batuk atau bersin dari pasien SARS. Setelah masuk ketubuh manusia Coronavirus ini
dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas dan juga bawah sehingga mengakibatkan
system imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk yang lama dan akan
mengakibatkan kerusakan epitel dan gerakan silla berkurang jika diteruskan akan mengakibatkan
infeksi bertambah berat (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226).
2) Sebelum sakit punya riwayat berpergian kedaerah geografis yang tercact sebagai daerah
dengan penularan penyakit SARS.
1. Suspek case SARS jika foto dada terbukti ditemukan infiltrate yang sesuai dengan
pneumonia atau sindrom diatress pernafasan akut.
2. Pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil:
1. Infeksi SARS-CoV tidak dapat dipastikan (unconfirmed) jika: Dalam serum pada masa
konvalesens (serum yang diambil 28 hari atau lebih setelah awitan gejalanya) tidak
ditemukan antibody terhadap SARS-CoV. Tes laboratorium tidak dikerjakan atau tidak
lengkap (Nurarif & Kusuma, 2016, pp. 226-227).
4. Patofisiologi
SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan saluran napas
bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena
dari pada trakea ataupun bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan,
diketahui bahwa SARS memiliki 2fase di dalam patogenesisnya.
Fase awal terjadi selama 10 hari pertama penyakit pada fase ini terjadi proses akutyang
mengakibatkan duffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan
adanya infiltrasi dengan campuran sel-sel inflamasi serta edema pembentukan hialin.
Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nukleous dan sitoplasma sel-
sel epitel paru (pneuomotis) yang rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier
antara sikulasi darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh
darah kapiler paru menjadi bebas untuk masuk kedalam ruang alveolus. Namun demikian, karena
keterbatasan jumlah pasien SARS yang meninggal untuk di autopsi, maka masih belum dapat
dibuktikan apakah kerusakan sel epitel baru tersebut disebabkan oleh efek toksik virus secara
langsung atau sebagai akibat dari respons imun tubuh. Pada tahap eksudatif, RNA dan antigen
virus dapat diidentifikasi dari makrofak alfeolar dan sel epitel paru dengan menggunakan
mikroskop elektron.
Fase selanjutnya dimulai tepat setelah 10 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan
perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD teroganisir. Pada periode ini, terdapat metaplasia
sel epitel skuamosa bronkial. Bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding dan lumen
alveolus. Pada fase ini tampak dominasi pneoumosit tipe 2 dengan persebaran neokleous, serta
nukleoli yang eosinofilik. Selanjutnya, sering kali ditemukan sel raksasa dengan banyak nukleus,
(multi-nucleated giant cells ) didalam rongga alveoli. seperti infeksi CoV lainya, maka sel
raksasa tersebut awalnya diduga sebagai akibat langsung dari CoV SARS. Tetapi setelah
dilakukan pemeriksaan imunoperoksidase dan hibridisasi insitu, didapatkan bahwa CoV SARS
justru berada didalam jumlah yang rendah. Maka disimpulkan, bahwa fase ini berbagai proses
patologis yang terjadi tidak diakibatkan langsung oleh karena replikasi voirus terus menerus,
melainkan karena beratnya kerusakan sel epitel paru yang terjadi pada tahap DAD eksudatif dan
diperberat dengan pengunaan fentilatoe (Suprapto, 2013, pp. 25-26).
5. Klasifikasi
1. Stadium 1, dimulai dengan suatu gejala mirip flu yang mulai terjadi 2-7 hari setelah
inkubasi dan khas ditandai dengan gejala mirip flu yang mulai terjadi 2-7 hari setelah
inkubasi dan khas ditandai dengan prodromal berupa demam >38°C dengan tanpa
menggigil, dapat disertai dengan gejala yang tidak spesifik seperti malaise, sakit kepala,
mialgia, anoreksia dan pada beberapa pasien juga dapat mengalami diare. Stadium ini
berlangsung 3-7 hari.
2. Stadium 2, adalah fase gejala saluran pernafasan. Fase ini secara tipikal dapat mulai
terjadi 3 hari setelah inkubasi. Pasien mengalami batuk kering, sesak nafas, dan pada
sebagian kasus dapat timbul hipoksemia yang progesif. Gejala ini dapat berkembang
menjadi kegagalan pernafasan yang memerlukan inkubasi dan ventilasi mekanik
(Manurung, 2013, p. 89)
1. Derajad 1 : (derajad ringan / klasik) ditandai demam >3 hari, batuk tidak produktif, foto
dada tidak ada gambaran pneumonia dan penderita sembuh dengan sendirinya.
2. Derajad 2 : (derajad sedang) gejala klasik ditambah kelainan diparu dan penderita akan
sembuh dengan baik atau justru jatuh kederajad berat.
3. Derajad 3 : (derajad berat) ditandai denga gejala sukar bernafas dan hipoksia (Nurarif &
Kusuma, 2016, p. 227).
6. Komplikasi
1. Gagal nafas
Kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga
system pernafasan tidak mampu memenuhi metabolism tubuh.
2. Gagal hati
Kondisi ketika organ hati tidak bisa berfungsi kembali akibat mengalami kerusakan yang sangat
luas.
3. Gagal jantung
Kondisi saat otot jantung menjadi sangat lemah sehingga tidak bias memompa cukup darah ke
seluruh tubuh (Suprapto, 2013, p. 27)
1. Pengkajian
SARS dapat terjadi pada segala usia (tanpa batasan usia). (Suprapto, 2013, p. 22)
a) Keluhan Utama
Demam disertai menggigil dan rasa sakit disekujur badan penderita, sakit kepala yang disertai
rasa lemah dan lesuh, gangguan pernafasan ringan dan diare (Suprapto, 2013, p. 22)
Pasien mengeluh sesak nafas frekuensi nafas 30x/menit, nadi lebih 100x/menit, gangguan
kesadaran, kondisi uumum lemah. (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 230).
Pasien dengan gejala panas tinggi >38°C selama 3 hari, pasien mengalami batuk sesak dan sulit
bernafas, kadang cyanosis (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 227).
3. Riwayat kesehatan terdahulu
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Kontak dekat dengan orang yang didiagnosis suspek atau probable SARS dalam 10 terakhir,
Riwayat perjalanan ke tempat yang terkena wabah SARS dalam 10 hari terakhir, Bertempat
tinggal ditempat yang terjangkau wabah SARS. (Suprapto, 2013, p. 23)
Riwayat kesehatan keluarga dilihat dengan cara mengkaji anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dan kaji pengalaman terkena penyakit pernafasan, pengetahuan tentang
penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan. (Suprapto, 2013, p. 24)
6. Riwayat pengobatan
Pasien SARS pernah minum obat tradisional saat sakit dan sebelum sakit. (Nurarif & Kusuma,
2016, p. 229)
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1. Kesadaran
Pasien SARS ada penurunan kesadaran bahkan sampai tidak sadar jika sudah ketingkat lebih
lanjut. (Manurung, 2013, p. 80).
2. Tanda-tanda vital
Pada pasien SARS didapatkan suhu tubuh 38°C selama, RR >30x/menit, Nadi > 100x/menit,
Tensi cenderung turun. (Manurung, 2013, p. 80).
b) Body System
1. Sistem pernafasan
(a) Inspeksi Sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan alat bantu pernafasan, pernafasan diafragma
dan perut meningkat pernafasan cuping hidung, pola nafas cepat dan dangkat, retraksi otot bantu
pernafasan.
(b)Palpasi Sinus frontalis dan maksilaris, terhadap nyeri tekan yang menunjukkan inflamasi
2. Sistem kardiovaskuler
Gejala-gejala yang terkait dengan system kardiovaskular jarang ditemukan, rendahnya tekanan
darh berakibat timbulnya rasa pusing (Suprapto, 2013, p. 195)
3. Sistem persarafan
4. Sistem perkemihan
5. Sistem percernaan
Mual, muntah, diare, bising usus meningkat, nafsu makan menurun (Manurung, 2013, p. 85)
6. Sistem integument
Kulit, bibir, serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis karena kekurangan
oksigen) (Suprapto, 2013, p. 196)
7. Sistem muskuloskeletal
8. Sistem endokrin
Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien SARS(Suprapto, 2013, p. 196)
9. Sistem reproduksi
Tidak ada perubahan pada system reproduksi pasien SARS(Suprapto, 2013, p. 197)
Pada pasien SARS tidak mengalami perubahan pada system pengindraan (Suprapto, 2013, p.
197)
Virus coronavirus dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas dan juga bawah sehingga
mengakibatkan system imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk yang lama
(Suprapto, 2013, p. 197)
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi
pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali
rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan ( sianosis, karena
kekurangan oksigen).
2. Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbuhan cairan ditempat yang
seharusnya terisi udara).
3. CT-scan toraks menunjukkan gambaran Bronkiolitis Obleterans Organizing
Pneumonia (BOOP).
4. Pemeriksaan laboratorium
9. Penatalaksanaan
Kasus dengan gejala SARS melewati triase (petugas sudah memakai masker N95). Untuk
segera dikirim ke ruangan pemeriksaan atau bangsal yang sudah disiapkan.
Berikan masker bedah pada penderita.
Petugas yang masuk keruangan pemeriksaan sudah memakai penggunaan alat proteksi
perorangan (PAPP)
Catat dan dapatkan keteranagan rinci mengenai tanda klinis, riwayat perjalanan, riwayat
kontak termasuk riwayat munculnya gangguan pernafasan pada kontak sepuluh hari
sebelumnya.
Pemeriksaan fisik.
Lakukan pemeriksaan foto toraks dan darah tepi lengkap.
Bila foto toraks normal lihat indikasi rawat atau tetap dirumah, anjurkan untuk
melakukan kebersihan diri, kurangi aktifitas, dan anjurkan menghindari menggunakan
angkutan umum.
Pengobatan di rumah diberikan antibiotik bila ada indikasi, vitamin dan makanan bergizi.
Anjurkan pada pasien apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter atau rumah
sakit.
Bila foto toraks menunjukkkan gambaran infiltrat satu sisi atau dua sisi paru dengan atau
tanpa infiltrat interstial lihat penatalaksanaan kasus probable suspek SARS yang dirawat.
Isolasi
Perhatikan : keadaan umum, kesadaran, tanda vital (tensi, nadi, frekuensi nafas , suhu)
Terapi suportif
Antibiotik : beta lactam atau beta lactam ditambahkan dengan anti beta lactamase oral
ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin.(Nurarif
& Kusuma, 2016, p. 228
2. Diagnosa Keperawatan
Penyebab
Fisiologis : Spasme jalan nafas, Hiperskeresi jalan nafas, Disfungsi neuromuskuler, Benda asing
dalam jalan nafas, Adanya jalan nafas buatan, Sekresi yang tertahan, Hiperplasia dinding jalan
nafas, Proses infeksi, Respon alergi, Efek agen farmakologis (mis, anastesi).
Objektif : Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih, Mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering, Mekonium di jalan nafas (pada neonates).
Objektif : Gelisah, Sianosis, Bunyi nafas menurun, Frekuensi nafas berubah, Pola nafas berubah
Gullian barre syndrome, Sklerosis multiple, Myasthenia gravis, Prosedur diagnostic (mis,
bronkoskopi, transesophageal echocardiography (TEE), Depresi system saraf pusat, Cedera
kepala, Stroke, Kuadrplegia, Sindrom aspirasi meconium, Infeksi saluran nafas (PPNI, 2016, pp.
18-19).
b. Pola nafas tidak efektif
Penyebab : Depresi pusat pernafasan, Hampatan upaya nafas (mis, nyeri saat bernafas, kemahan
otot pernafasan), Deformitas dinding dada, Deformitas tulang dada, Gangguan neuromuscular,
Gangguan neurologis (mis, elektroensefalogram (EEG) positif, cedera kepala, gangguan kejang),
Imaturitas neurologis, Penurunan energy, obesitas, Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,
Sindrom hipoventilasi, Kerusakan inervasi diagrafma (kerusakan saraf C5 ke atas), Cedera pada
medulla spinalis, Efek agen farmakologis, Kecemasan.
Subjektif :Dispnea
Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, Fase ekspirasi memanjang, Pola nafas abnormal
(mis, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
Subjektif : Ortopnea
Depresi system saraf pusat, Cedera kepala, Trauma thoraks Gullian barre syndrome, Multiple
sclerosis, Myasthenis gravis, Stroke, Kuadrplegia, Intoksikasi alcohol (PPNI, 2016, pp. 26-27)
c.Intoleran aktivitas
Penyebab : Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Tirah baring, Klemahan,
Imobilitas, Gaya hidup monoton.
Subjektif : Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, Merasa
lelah.
Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi intirahat, Gmabaran EKG menunjukkan
aritmia saat/stelah aktivitas, Gambaran EKG menunjukkan iskemia, Sianosis.
Anemia, Gagal jantung kongestif, Penyakit jantung coroner, Penyakit katup jantung, Aritmia,
Penyakit paru obstruktif kronos (PPOK), Gangguan metabolic, Gangguan muskulukeletal (PPNI,
2016, p. 128).
Definisi : Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial atau intraselular.
Faktor Risiko : Prosedur pembedahan mayor, Trauma/pendarahan, Luka bakar, Aferesis Asites,
Obstruksi intestinal, Peradangan pankreas, Penyakit ginjal dan kelenjar, Disfungsi intestinal.
Kondisi Klinis Terkait : Prosedur pembedahan mayor, Penyakit ginjal dan kelenjar,
Pendarahan, Luka bakar (PPNI, 2016, p. 87).
2. Intervensi
1) Tujuan
1. Menunjukkan bersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan oleh Pencegahan
Aspirasi; Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas; dan Status Pernafasan : Ventilasi
tidak terganggu.
2. Menunjukkan Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas, yang dibuktikan oleh
indicator gangguan Nafas, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut
(sebutkan 1-5): gangguan ekstrem, berat,sedaang, ringan atau tidak ada gangguan):
Frekuensi dan irama pernafasan, Kedalaman inspirasi, Kemampuan untuk membersihkan
sekresi.
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan nafas yang paten
4. Pola pemeriksaan auskultasi, memiliki suara nafas yangb jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan dirumah
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
5.Aktivitas kolaboratif
1) Tujuan
1. Menunjukkan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh Status Pernafasan yang tidak
terganggu: Ventilasi dan Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas; dan tidak ada
penyimpangan tanda-tanda vital dari rentang normal
2. Menunjukkan Status Pernafasan: Ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstream, berat, sedang, ringan, tidak
ada gangguan) : Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, Ekspansi dada simetris
3. Menunjukkan tidak adanya gangguan Status pernafasan: Ventilasi, yang dibuktikan
oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstream, berat,sedang, ringan, tidak ada
gangguan) : Penggunaan otot aksesoris, Suara nafas tambahan, Ortopnea
2) Kriteria hasil
3) Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki
pola pernapasan. Uraikan teknik
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan, peralatan
pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber
komunitas
3. Diskusikan cara menghindari allergen sebagai contoh :
o Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding rumah
o Tidak menggunakan karpet dilantai
o Menggunakan filter elektronik, alat perapian, dan AC
4. Ajarkan teknik batuk efektif
5. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok didalam ruangan
6. Intruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberi tahu perawat pada
saat terjadi ketidakefektifan pola pernaapasan.
5) Aktifitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadikuatan fungsi fentilator
mekanis
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum daan
sebagainya jika perlu atau sesuai protocol
3. Berikan obat (misalnya bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang dilembabkan sesuai
program atau protocol institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan. Uraikan jadwal (Wilkinson,
Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 60-63).
c. Intoleransi aktifitas
1) Tujuan
1. Menoleransi aktifitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh Toleransi aktifitas,
Ketahanan, Penghematan Energi, Tingkat Kelelahan, Energi Psikomotorik, Istirahat, dan
Perawatan Diri: AKS (dan AKSI)
2. Menunjukkan Toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak mengalami gangguan):
Saturasi Oksigen saat beraktivitas, Frekuensi pernafasan saat beraktivitas, Kemampuan
untuk berbicara saat beraktivitas fisik
3. Mendemonstrasikan Penghematan Energi, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu
ditampilkan): Menyadari keterbatan energy, Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,
Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energi
2 ) Kriteria Hasil
3) Intervensi (NIC)
Aktifitas Keperawatan
Pengkajian
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respons emosi, social, dan spiritual terhadap akativitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
4. Manajemen Energi (NIC): Tentukan penyebab keletihan (mis., perawatan, nyeri, dan
pengobatan), Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas (mis., takikardia,
disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi
pernafasan), Pantau respons oksigen pasien (mis., denyut nadi, irama jantung, dan
frekuensi pernafasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan,
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang adekuat, Pantau
dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam jam
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mis., untuk latihan ketahanan), atau
rekreasi untuk merencanakan dan meemantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa di rumah
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk prencanaan diet guna meningkatkan asupan makanan
yang kaya energy
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung (Wilkinson, Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 15-18).
1) Tujuan
1. Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan oleh Keseimbangan Cairan, Hidrasi
yang adekuat, dan Status Nutrisi: Asupan makanan dan Cairan yang adekuat
2. Keseimbangan cairan akan dicapai, dibuktikan oleh indicator gangguan berikut
(sebutkan1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Tekanan darah, Denyut nadi radial, Nadi perifer, Elektrolit serum, Berat badan stabil
Kriteria Hasil
1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Sebutkan nilai dasar berat jenis urine
2. Memilki hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan
4. Tidak mengalami haus yang tidak normal
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu berkeringat)
7. Memiliki asupan cairan oral dan/atau intravena yang adekuat
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
5) Aktifitas kolaboratif
DAFTAR PUSTAKA
Imam Suprapto, S. M. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta:
Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta: Mediaction.
Santa Marunung, S. M. (2013). Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Trans Info Media,
Jakarta.