Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS

Disusun oleh :
1. ELMA AUDI SALSA ABILLAH (201210005)
2. NAZA ATALYA NURENSI (201210017)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan rahmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok yang berjudul
“Tuberculosis” sebagai salah satu tugas pada program Studi DIII-Keperawatan
STIkes Insan Cendekia Medika Jombang dengan tepat waktunya. Hasil diskusi ini
kami buat berdasarkan tugas yang diberikan.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini terdapat banyak sekali
kekurangan, oleh sebab itu kami menghargai kritik dan saran serta masukan dari
pembaca sekalian yang bersifat membangun. Kami juga berharap semoga hasil
diskusi kami dapat memberikan manfaat bagi kami pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Jombang, 7 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................3
2.2 Klasifikasi.................................................................................................4
2.3 Etiologi.....................................................................................................5
2.4 Patofisiologi dan Pathway........................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis.....................................................................................9
2.6 Komplikasi..............................................................................................11
2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................12
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................13
2.9 Pencegahan.............................................................................................14
2.10 Asuhan keperawatan......................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................36
3.1 Kesimpulan.............................................................................................37
3.2 Saran.......................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang badan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama basilkoch.
Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebit sebagai Koch
Pulmonum (KP). Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja dan dimana saja.
Setiap tahunnya, indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus TBC dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan di indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di
indonesia.
Penyakit tuberculosis merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang
dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi.
Mycobacterium tuberculosis. Data insiden dan prevalens tuberculosis anak
tidak mudah dengan penelitian indeks tuberculin dapat diperkirakan angka
kejadian prevalens tuberkulosis. Penyakit TBC tidak mempunyai gejala yang
khas, bahkan sering tanpa gejala dan baru diketahui adanya kelainan dengan
pemeriksaan foto rontgen paru. Pada saat itu kemungkinan ada dua, apakah
yang akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak
muncul. Tapi bukan berarti sembuh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud TB paru?
2. Apa saja klasifikasi TB paru?
3. Apa saja penyebab dari TB paru?
4. Apa manifestasi klinis TB paru?
5. Apa saja pathofisiologi dan pathway TB paru?
6. Apa saja komplikasi TB paru?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang TB paru?
8. Apa saja penatalaksanaan TB paru?
9. Apa saja cara pencegahan TB paru?
10. Apa saja Asuhan Keperawatan pada TB paru?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian TB paru
2. Untuk mengetahui klasifikasi TB paru
3. Untuk mengetahui penyebab TB paru
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis TB paru
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway TB paru
6. Untuk mengetahui komplikasi TB paru
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang TB paru
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan TB paru
9. Untuk mengetahui pencegahanTB paru
10. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan TB paru
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR
2.1 Definisi
Tuberculosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberculosa yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah (wijaya, 2013, hal.
137).
Tuberculosis paru adalah satu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525).
Tuberculosis (TBC) adlah penyakit akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupkan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapa juga ditularkan kebagian
tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suzanne dan Brenda, 2001).
2.2 Klasifikasi
1. Klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama:
1) Pembagian secara patologis
a. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberculosis post-primer (adult tuberculosis)
2) Pembagian secara aktivitas tuberculosis paru (kochpulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang membunuh).
3) Pembagian secara radiologis (luar lesi)
a. Tuberculosis minimal
b. Moderatery advanced tuberculosis
c. Far advanced tuberculosis
2. Klasifikasi menurut American Thoracic Society :
a. Kategori 0 : tidak pernak terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negative, tes tuberculin negative.
b. Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tetapi tidak terbukti ada
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negative.
c. Kategori 2 : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit, tes
tuberculin positif, radiologis dan sputum negative.
d. Kategori 3 : terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
3. Klasifikasi di indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis,
radiologis, dan makrobiologis :
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas tuberkulosis paru
c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
a) TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-
tanda lain positif.
b) TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative dan
tanda –tanda lain juga meragukan.
4. Klasifikasi menurut WHO 1991 TB terbagi dalam 4 kategori :
(sudoyo Aru) :
1) Kategori 1, ditunjukkan terhadap :
a. Kasus baru dengan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat
2) Kategori 2, ditunjukkan terhadap :
a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sputum BTA posistif
3) Kategori 3, ditunjukkan terhadap :
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut kategori
2.3 Etiologi
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium
tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3
– 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam
atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik
karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi tuberculosis ini ditularkan
dari orang ke orang oleh trasmisi melalui udara. Individu yang terinfeksi,
melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet
besar (lebih besar dari 100 u) dan kecil (1 sampai 5u). Droplet yang besar
menetap, sementara droplet kecil tertahan di udara dan terhirup oleh
individu yang rentan.
2.4 Manifestasi Klinik
Menurut (Wijaya, 2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :
1. Gejala respiratorik :
1) Batuk : gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguna
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudahluas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia, dan lain-lain.
4) Nyeri dada : nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistempernapasan di
pleusa rusak.
2. Gejala sistemik, meliputi :
Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sire dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anireksia, penurunan
berat badan serta malise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bula, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang pat juga timbulnya menyerupai
gejala pneumonia/tuberkulosis paru termasuk insipidus (Wijaya,
2013, Hal 140).
Tanda dan gejala lain yaitu :
1. Demam 40-41ºC, serta ada batuk/batuk berdahak
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
2.5 Patofisiologi dan Pathway
a. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil
karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang
alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau di di bagian atas
lobus bawah) basiltuberculosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Lekosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut
dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat
(Wijaya, 2013, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar
limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis
ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2013, Hal. 138).
Lesi primer paru – paru disebut focus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini
dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
percairan dimanabahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa
ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa (Wijaya,
2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner) Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena
akut (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini
terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke
dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal.
138).
b. Pathway
Microbacterium
Tuberkulosa

Masuk lewat
jalan nafas

Menempel pada paru

Dibersihkan Menetap di jaringan


oleh makrofag paru

Keluar dari Terjadi proses peradangan


tracheobnchial
bersama sekret Pengeluaran zat Tumbuh dan berkembang di
pirogen
Sembuh tanpa pengobatan
sitoplasma makrofaq
Mempengaruhi
hipotalamus
Komplek primer
dan sel point
Melebar ke organ lain
Hipertermi (paru lain, saluran
pencernaan, tulang melalui
media bronchogen
perontinuitum,
hematogen/limfogen

Radang tahunan di bronkus Pertahanan primer tidak


adekuat
Nekrosis
Pembentukan turbekel
Membentuk
jaringan keju Kerusakan membran
alveolar
Sekret keluar saat
batuk
Pembentukan Menurunnya
Batuk produktif sputum permukaan
berlebihan efek paru
Droplet infection Batuk berat MK. Alveolus
Ketidakefekti
Terhirup orang sehat f bersihan
Distensi jalan nafas Alveolus
abdomen mengalami
MK : Resiko konsolidasi
infeksi dan eksudasi
Mual dan muntah

MK :
Intake nutrisi
Gangguan
kurang
pertukaran gas

MK : Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
2.6 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang terjadi pada
penderita tuberkulosis paru stadium lanjut yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran pernpaasan bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari
lobus akibat retraksi broncial.
3. Bronkietasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Menurut Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang
pada klien dengan tuberkulosis paru untuk menunjang diagnosis yaitu :
1. Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M.
Tuberculosis pada stadium aktif.
2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) :
positif untuk BTA.
3. Skint test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaksi positif
9area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi
antigen intradermal) mengidentifikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi, tetapi tidak mengidentifikasikan penyakit yang sedang aktif.
4. Chest X-ray : dapat memperlihat infiltrasi kecil pada lesi awal
dibagian paru-paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik
atau cairan pleura. Perubahan yang megindikasikan TB yang lebih
berat dapat mencakup area belubang dan fibrosa.
5. Pemeriksaan sampel darah
Lekosit sedikit meninggi dan LED meningkat.
6. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan sampel darah lengkap ini digunakan untuk mendeteksi
antibody igG spesifik terhadap basil TB.
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan Tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 bagian :
1) Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan setiap hari dengan jangka waktu 1-
3 bulan. Streptomisin inje 750 mg, Pas 10 mg, Ethambuthol
1000 mg, Isoniazid 400 mg.
2) Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan,
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi TB paru
dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis : INH, Rifampicin, Ethambutol. Dengan fase
selama 2x seminggu dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
3) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksaan sputum BTA (+) dengan
kombinasi obat : Rifampicin, Isoniazid (INH), Ethambutol,
Pyridoxcin (B6).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberkulosis dapat
dilakukan dengan melakukan
1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pemberian oksigen yang adekuat
3. Latihan batuk efektif
4. Fisioterapi dada
5. Pemberian nutrisi yang adekuat
6. Kolaborasi pemberian obat anti tuberkulosis (seperti isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain).
7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan perkembangan dengan memenuhi kebutuhan
aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan.
2.9 Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, vaksin BCG sebaiknya diberikan
sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut,
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat
dan terjadi penularan.
3. Hindari minum susu sapi yang belum matang dan harus direbus.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan
kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis
tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarang tempat dan menyediakan
tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter
dan untuk mengurangi aktivitas kerja sertan beristirahat yang cukup.
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Indentitas
Nama, umur, kuman TBC yang menyerang secara umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi
menengah kebawah dan sanitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak denganpenderita TB paru yang lain.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan ayang sehubungan
dengan penyakit yang dirasakan saat ini. Dengan adanya
sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita
unutk mencari pengobatan.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita
oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan
tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mencari diantara keluarga ada yang menderita
tuberkulosis paru sehingga diteruskan penularannya.
3) Data biologis
a) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul
sesak, demam.
Objektif : takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, sesak
(tahap lanjut : infiltrasu radang sampai setengah paru),
demam subfebris40-41ºC hilang timbul.
b) Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak perut, penurunan
berat badan.
Obyektif : tugor kulit menurun, kulit kering / bersisik,
kehilangan lemak sub kutan.
c) Respirasi
Subjektif : Batuk produktif / non produktif sesak nafas, nyeri
dada.
Obyektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengan bunyi ronki basah,
kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (efusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d) Rasa nyaman dan nyeri
Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku
distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e) Integritas ego
Subjektif : faktor stres lama, masalah keuangan, perasaan
tidak berdaya atau tidak ada harapan.
f) Keamanan
Subyektif : adanya kondisi penenkanan imun, contoh AIDS,
kanker.
g) Interaksi sosial
Subjektif : perasaaan isolasi atau penolakan karena penyakit
menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
4) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
2) Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pasien composmentis.
3) Berat badan : berat badan pasien mengalami penurunan.
4) Tekanan darah : tekanan darah pasien meningkat.
5) Suhu : suhu pasien TBC tinggi sekitar 40-41ºC
6) Pernapasan ; pasien mengalami peningkatan denyut nadi.
7) Nadi : pasien mengalami peningkatan denyut nadi.
8) Kepala : mangamati bentuk kepala, adanya hematom /
oedema, luka.
9) Rambut : pada klien TBC biasanya hitam atau putih, serta
kulit kepala klien bersih dan tidak rontok.
10) Wajah : biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena
nyeri dada yang dirasakannya pada saat batuk.
11) Mata : biasanya terdapat lingkaran hitam pada kelopak mata
karena kurang tidur akibat nyeri, mata simetris kiri dan
kanan, konjungtiva pucat, sclera ikterik, pupil bulat.
12) Hidung : biasanya tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas
cuping hidung.
13) Mulut biasanya bibir kering, lidah tidak kototr dan bisaanya
ada caries pada gigi.
14) Leher : biasanya leher tidak ada adanya pembesaran kelenjar
thyroid.
15) Dada/ Thorak
Inspeksi : biasanya tidak simetris kiri dan kanan, penurunan
ekspansi paru, menggunakan otot asesori pernapasan,
pernapasan dangkal.
Palpasi : biasanya femitus kiri kanan sama.
Perkusi : sonor kiri kanan.
Auskultasi : biasanya ada bunyi nafas tambahan ronkhi basah
kasar dan nyaring.
16) Jantung :
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba 2 jari
Perkusi : biasanya bunyi redup
Auskultasi : biasanya irama jantung cepat
17) Abdomen :
Inspeksi : biasanya datar
Auskultasi : biasanya terjadi penurunan bising usus
Palpasi : tidak ada masa
Perkusi : biasanya tidak kembung
18) Genetalia : biasanya keadaaan dan kebersihan genetalia
pasien baik, biasanya terpasang kateter.
19) Sistem iintegumen : biasasnya terjadi perubahan pada
kelembapan atau tugor kulit menurun karena keringat dingin
di malam hari.
20) Eksremitas : biasanya ada edema padad ekstermitas atas dan
bawah, dan kekuatan otot lemah.
5) Pola Fungsional Gordon
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru
menurut Ardiansyah (2012, hal 319-323) adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
1) Kelelahan umum dan kelemahan
2) Napas  pendek  pendek saat bekerja bekerja atau
beraktivitas
3) Kesulitan Kesulitan tidur pada malam hari atau demam
malam
4) Setiap hari menggigil dan  berkeringat, serta mimpi
buruk. Tanda : takikardia, takipnea atau dispnea pada
saat  beraktivitas,  beraktivitas, kelelahan kelelahan otot,
nyeri dan sesak (Tahap Lanjutan).
2. Integritas Ego
a. Gejala :
1) Adanya faktor stres lama
2) Masalah keuangan dan rumah tangga
3) Perasaan tak berdaya/tak ada harapan
4) Serta biasa terjadi di bangsa Amerika asli atau
imigran dari Amerika Tengah, Asia Tenggara, dan
suku indian.
b. Tanda :
1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
2) Kecemasan berlebihan, ketakutan, serta mudah
marah.
3. Makanan/Cairan
a. Gejala :
1) Kehilangan nafsu makan
2) Tak dapat mencerna makanan dan terjadi penurunan
berat makanan dan terjadi penurunan berat badan.

b. Tanda :
1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik
2) Kehilangan otot atau mengecil karena hilangnya
lemak subkutan.
4. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala :
1) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b. Tanda :
1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area
yang sakit.
2) Perilaku distraksi (terganggu) seperti gelisah
5. Pernapasan
a. Gejala :
1) Batuk (produktif/tak produktif)
2) Napas  pendek.
b. Tanda :
1) Pening  pendek
Tanda :
1) Peningkatan frekuensi pernapasan
2) Fibrosis  parenkim paru   dan pleura yang meluas
3) Pasien menunjukkan menunjukkan  pola
pernapasan pernapasan yang tak simestris
simestris (efusi pleura).
4) Perfusi Perfusi  pekak dan penurunan penurunan
fremitus (getaran dalam paru).
5) Penebalan pleura dan bunyi napas yang
menurun,
6) Aspek paru selama inspirasi cepat, namun
setelah batuk biasanya pendek (krekels postusik).
7) Karakteristik sputum (yang berwarna
hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan
disertai dengan bercak darah.
8) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik)
menunjukkan sikap mudah tersinggung yang
jelas dan  perubahan mental.
6. Keamanan
a. Gejala : Adanya kondisi tekanan pada sistem imun
(contoh AIDS, kanker, tes HIV yang hasilnya positif.
b. Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut
7. Interaksi Sosial
a. Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit
menular.
b. Tanda : Perubahan pola biasa dalam kapasitas fisik untuk
melakukan peran
8. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala : 1) Riwayat keluarga Tuberkulosis Paru, 2)
Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, 3) Gagal
untuk menyembuhkan TB secara total, Tuberkulosis paru
sering kambuh dan tidak mengikuti terapi pengobatan
dengan baik
9. Pertimbangan : DRG menunjukkan bahwa secara lama pasien
dirawat di rumah sakit sekitar 6,6 hari.
10. Rencana Pemulangan : Pasien dengan Tuberkulosis paru
dalam terapi obat dan  bantuan perawatan diri serta
pemeliharaan rumah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkospasme.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti  paru,
hipertensi hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung .
3) Hipertemi berhubungan dengan imflamasi.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakadekutan intake nutrisi,
dyspneu dyspneu dyspneu
5) Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen.
3. ANALISA DATA
No. SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Kerusakan Ketidakefektifan
1) Dispnea membran alveolar bersihan jalan
2) Sulit bicara nafas
3) Ortopnea Pembentukan berhubungan
DO: sputum  berlebihan berhubungan
1) Batuk tidak dengan
efektif atau tidak Ketidakefektifan bronkospasme.
mampu  batuk bersihan jalan nafas
2) Sputum berlebih
atau obstruksi di
jalan nafas atau
mekonium di
jalan nafas (pada
neonatus)
3) Mengi,
wheezing  dan
atau rhonki
kering
4) Gelisah.
5) Sianosis
6) Bunyi nafas
menurun
7) Frekuensi nafas
menurun
8) Pola nafas
berubah
9) Mata terbuka
lebar
10) Sputum dalam
jumlah
berlebihan
2. DS : Menurunnya Gangguan
1) Dispnea Permukaan efek pertukaran gas
2) Pusing Paru berhubungan
3) Takikardia dengan kongesti
4) Penglihatan kabur Alveolus paru, hipertensi
DO : pulmonal
1) PCO 2 Alveolus penurunan
Meningkat/ mengalami perifer yang
menurun konsolidasi dan mengakibatkan
2) PCO2 menurun eksudasi asidosis laktat
3) Tarkikardia dan penurunan
4) PH arteri Gangguan curah jantung
meningkat / pertukaran gas
menurun
5) Bunyi nafas
bertambah
6) Sianosis
7) Diaforesis
8) Nafas cuping
hidung
9) Pola napas
abnormal (cepat
/lambat, regular
dalam / dangkal)
10) Warna kulit
abnormal
11) Kesadaraan
menurun
DO Pengeluaran zat Hipertermi
1) Suhu tubuh diatas pirogen berhubungan
nilai normal dengan inflamasi
2) Kulit merah Mempengaruhi
3) Kejang hipotalamus
4) Takikardi
5) Takipinea Memepengaruhi sel
6) Kulit terasa point
hangat
7) Konvulasi Hipertermi

4. DS Distensi abdomen Ketidak


1) Cepat kenyang seimbangan
setelah makan nutrisi kurang
2) Kram / nyeri Mual, muntah dari tubuh
abdomen berhubungan
3) Nafsu makan Ketidakseimbangan dengan
menurun nutrisi kurnag dari ketidakadekuatan
DO : kebutuhan tubuh intake nutrisi,
1) Berat badan dyspneu
menurun minimal
10% di bawah
rentang ideal
2) Bising usus
hiperaktif
3) Otot pengunyah
lemah
4) Membran mukosa
pucat
5) Sariawan
6) Serum albumin
turun
7) Rambut rontok
berlebihan
8) Diare
5. DS :- Droplet infection Resiko infeksi
DO:- berhubungan
Terhirup orang dengan
sehat organisme
purulen
Resiko infeksi

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATA KRITERIA HASIL (NOC)
N (NIC)
1. Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan Respiratory status : Airway Suction
nafas Ventilation 1) Pastikan
berhubungan 1) Respiratory status kebutuhan
dengan : Airway patency oral / tracheal
bronkospasme. 2) Aspiration suctionin
Definisi : Control 2) Auskultasi
Ketidakmampuan Kriteria Hasil : suara nafas
untuk 1) Mendemonstrasi sebelum dan
membersihkan kan batuk efektif sesudah
sekresi dan suara nafas suctioning
atau obstruksi dari yang bersih, 3) Informasikan
saluran pernafasan tidak ada pada klien dan
untuk sianosis dan keluarga
mempertahankan dyspneu tentang
kebersihan jalan (mampu suctioning
nafas. mengeluarkan 4) Minta klien
Batasan sputum, mampu nafas dalam
Karakteristik : bernafas dengan sebelum
1) Dispneu, mudah, tidak suction
Penurunan ada pursed lips) dilakukan.
suara nafas 2) Menunjukkan 5) Berikan O2
2) Orthopneu jalan dengan
3) Cyanosis nafas yang paten menggunakan
4) Kelainan suara (klien tidak nasal untuk
nafas (rales, merasa memfasilitasi
wheezing) tercekik, irama suksion
5) Kesulitan nafas, frekuensi nasotrakeal
berbicara pernafasan 6) Gunakan alat
6) Batuk, tidak dalam rentang yang
efektif atau normal, tidak steril setiap
tidak ada ada suara nafas melakukan
7) Mata melebar abnormal) tindakan
8) Produksi 3) Mampu 7) Anjurkan
sputum mengidentifikasi pasien
9) Gelisah kan dan untuk istirahat
10) Perubahan mencegah faktor dan napas
frekuensi yang dapat dalam setelah
Faktor-faktor menghambat kateter
yang jalan nafas dikeluarkan
berhubungan: dari
1. Lingkungan : nasotrakeal
merokok, 8) Monitor status
menghirup oksigen
asap rokok, pasien
perokok 9) Ajarkan
pasif-POK, keluarga
infeksi bagaimana
2. Fisiologis : cara
disfungsi melakukan
neuromuskular suksion
, hiperplasia 10) Hentikan
dinding suksion dan
bronkus, alergi berikan
jalan nafas, oksigen
asma. apabila pasien
3. Obstruksi menunjukkan
jalan nafas : bradikardi,
spasme jalan peningkatan
nafas, sekresi saturasi
tertahan, O2, dll.
banyaknya Airway
mukus, adanya Management
jalan nafas 1) Buka jalan
buatan, sekresi nafas,
bronkus, guanakan
adanya teknik
eksudat di chin lift atau
alveolus, jaw thrust
adanya benda bila perlu
asing di jalan 2) Posisikan
nafas. pasien untuk
memaksimal
kan ventilasi
3) Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan
alat jalan
nafas buatan
4) Pasang mayo
bila perlu
5) Lakukan
fisioterapi
dada jika
perlu
6) Keluarkan
sekret
dengan
batuk atau
suction
7) Auskultasi
suara nafas,
catat adanya
suara
tambahan
8) Lakukan
suction pada
mayo
9) Berikan
bronkodilato
r bila perlu
10) Berikan
pelembab
udara kassa
basah NaCl
lembab
11) Atur intake
untuk cairan
mengoptimal
kan
keseimbanga
n.
12) Monitor
respirasi
dan status
O2

2.
Gangguan 1.respiratory setatus: 1.buka jalan
pertukaran gas gas exchange napas gunakan
teknik chin lift
Definisi: 2.respiratory setatus:
atau jaw thrust
kelebihan atau ventilation
bila perlu
kekurangan dalam
3. vital sing status
oksigenasi dan 2. posisikan
atau pengeluaran Kriteria hasil : pasien untuk
karbondioksida di memaksimalkan
dalam membrane 1.mendemonstrasi- ventilasi
alveoli kanpeningkatan
ventilasidan 3. identifikasi
Batas karakteristik oksigenasiyang pasien perlunya

adekuat pemasangan jalan


1.gangguan
nafas buatan
pengelihatan 2.memelihara
kebersihan pada 4.pasang mayo
2.penurunan CO2
paru-paru dan bebas bila perlu

3.takikardi dari tanda –tanda


5.lakukan
distress pernapasan
4.hiperkapnia fisioterapi dada

3. mendomostrasi- jika perlu


5.keletihan
kan batuk efkektif
6. keluarkan
6.somnolen dan suara nafas yang
secret dengan
bersih ,tidak pada
batuk atau
7.iritabilitasi sianosis dan dyspneu
suction
mampu bernafas
8.hypoxia
dengan mudah tidak 7. auskultasi
9.kebingungan ada pursed lips suara nafas catat
adanya suara
10. dyspnoe 4. tanda-tada vital
tambahan
dalam rentang
11. nasal faring
normal 8 lakukan suction

12. AGD normal pada mayo

13.sianosis 9. berikan
pelembab udara
14.warna kulit
pucat kehitaman 10 .berikan
bronkodilator jika
15.hipoksemia perlu

16.hiperkarbia 11.atur intake


untukcairan
17.sakit kepala
mengoptimalkan
ketika bangun
keseimbangan
18 frekuensi dan
12. memonitor
kedalaman nafas
respirasi dan
abnormal
setatus 02
Factor – factor
Respiratory
yang berhubungan:
monitororing
1.ketidakseimban-
1 memonitor
an perfusi ventilasi
kedalaman,irama
2.perubahan dan usaha
membran kapiler- respirasi
aleveolar
2.catat
pergerakan
dada,amati
kesimestrisan,pen
-ggunaan otot
tambahan,
rektraksi otot
supraclavicular
dan
intointercostal

3.memonitor
suara nafas
seperti dengkur

4. memonitor
pola nafas

5.catat lokasi
trakea

6. memonitor
kelelahan otot
diagfragma
gerakan
paradoksis

7. auskultasi
suara nafas catat
area penurunan /
tidak adanya
ventilasi dan
suara tambsahan

8.tentukan
kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
rongki pada jalan
nafas utama

9. auskultasi
suara paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

3. Ketidak 1.nutrional setatus : Nutrition


seimbangan food and fluid intake Management:
nutrisi kurang
1) Kaji adanya
dari kebutuhan
Kriteria Hasil : alergi
Definisi : intake 1) Adanya makanan
nutrisi tidak cukup peningkatan
untuk keperluan berat badan sesuai 2) Kolaborasi
metabolism tubuh dengan tujuan dengan

2) Berat badan ideal ahli gizi untuk


batasan
sesuai dengan tinggi menentukan
karakteristik :
badan jumlah
1) Berat badan 20
3) Mampu kalori dan nutrisi
%
mengidentifikasi yang dibutuhkan
atau lebih di bawah
kebutuhan nutrisi pasien.
ideal
4) tidak ada tanda-
2) Dilaporkan 3. Anjurkan
tanda manutrisi
adanya pasien
5) tidak terjadi
intake makanan untuk
penurunan berat
yang kurang dari meningkatkan
badan yang berarti
intake Fe
RDA
(Recomended 4.Anjurkan
3..membrane pasien untuk
mukosa dan
meningkatan
konjungtiva pucat

4 Kelemahan otot 5. berikan


yang digunakan subtansi gula
untuk. Menelan /
menunyah
6.yakinkan diet
5. Luka, inflamasi yang dimakan
pada rongga mulut
mengandung
6. Mudah merasa tinngi serat untuk
kenyang, sesaat
setelah mengunyah mencengah
makanan konstipasi

7.dilaporkan
7. berikan makan
adanya kekurangan
makan yang terpilih
yang sudah di
8. Dilaporkan
adanya perubahan konsultasikan
sensasi rasa
8.ajarakan pasien
9. Perasaan
ketidakmampuan bagaimana
untuk mengunyah membuat catatan
makanan
makan harian
10.mikonepsi
9.memonitor
11.kehilangan bb
dengan makan jumlah nutris dan
cukup kandungan kalori
12.keenggan untuk
makan 10.berikan
informasi tentang
13.kram pada
abdomen kebutuhan nutrisi

14. tonus otot jelek 11. kaji


kemampuan
15 Nyer abdominal
dengan atau tanpa pasien untuk
patologi
mendapatkan
16. kurang nutrisi yang
berminat pada
makanan dibutuhkan

17.pembuluh darah Nutrition


Kapiler mulai
Rapu Monitoring:

18.diare dan atau 1.bb pasien


steatorrhea
dalam batas
19) Kehilangan normal
rambut
yang cukup banyak 2.memonitor
(rontok)
adanya
20) Suara usus penurunan berat
hiperaktif
badan
21.kurangnya
informasi 3.memonitor tipe
Faktor –faktor dan aktivitas
yang yang bisa
berhubungan:
dilakukan
1Ketidak
mampuan 4.memonitor
pemasukan atau
mencerna makanan interaksi anak /
atau mengabsorpsi orang tua selama
zat-zat gizi
berhubungan makan
dengan
faktor biologis, 5.memonitor
psikologis atau
lingkungan
ekonomi
selama makan

6. jaduwalkan
pengobatan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan

7.memonitor
kulit kering dan
perubahan
pigmentasi

8.memonitor
turgo kulit

9.memonitor
kekeringan
rambut kusam
dan mudah patah

10. memonitor
mual dan muntah

11.memonitor
kadar albumin
total protein
hb,dan kadar Ht

12.memonitor
makan kesukaan

13.memonitor
pertumbuhan dan
perkembangan

14.memonitor
pucat kemerahan
dan kekeringan
jaringan
konjungtiva
15. memonitor
kalori dan intake
kalori

16.catat adanya
edema papilla
lidah dan cavitas
oral

17.catat jika lidah


berwarna
mangenta scralet

4. Hiipertermi 1)Thermoregulation Fever treatment


Definisi : suhu Kriteria Hasil : 1) Monitor suhu
tubuh naik diatas 1) Suhu tubuh dalam sesering mungkin
rentang normal rentang normal 2) Monitor IWL
2)Nadi dan RR 3) Monitor warna
Batasan
dalam dan suhu kulit
Karakteristik: rentang normal 4) Monitor
3) Tidak ada tekanan
1) kenaikan suhu
perubahan darah ,nadi dan
tubuh diatarentang
warna kulit dan RR
normal
tidak ada pusing 5) Monitor
2) serangan atau penurunan
konvulsi (kejang) tingkat kesadaran
6) Monitor WBC,
3) kulit kemerahan
Hb, dan hct
4 pertambahan RR 7) Monitor intake
dan ouput
5)kakikardi
8) Berikan anti
6) saat disentuh piretik
tangan terasa 9) Berikan
hangat pengobatan
untuk mengatasi
Faktor faktor
penyebab demam
yang
10) Selimuti
berhubungan:
pasien

1) penyakit/ 11) Lakukan

trauma tapid sponge


12) Berikan
2)peningkatan cairan intravanea
metabolism 13) Kompres
3. aktivitas yang pasien pada lipat
berlebihan
paha dan
4) pengaruh aksila
medikasi/anastesi 14) Tingkatkan
5) ketidak sirkulasi udara
mampuan 15) Berikan
penurunan pengobatan
kemampuan untuk untuk mencegah
berkeringat terjadinya
menggigil
6) terpapar
dilingkungan panas Temperature
dehisdrasi yang regulation:
tidak tepat
1.Monitor suhu
. minimal tiap 2
jam

2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu

3. Monitor TD,
nadi,dan RR

4.Memonitor
warna dan suhu
kulit

5.momonitor
tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi

6. Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi

7. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya keha-
ngatan tubuh

8.ajarkan pasien
cara mencengah
keletihan akibat
panas

9 Diskusikan
tentang penting-
nya pengaturan
dan suhu
kemugkinan efek
negative dari
kedinginan
10. Beritahukan
tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11) Ajarkan
indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12) Berikan anti
piretik jika perlu

Vital sign
Monitoring:

1) Monitor TD,
nadi,suhu dan RR
2)Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3) Monitor VS
saat pasien
berbaring,duduk
atau berdiri
4)Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
5)Monitor TD,
nadi,
RR, sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas

5. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada pergawat untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan
dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau mencegah
penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan atau pelaksanaan perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan klien dan memprioritaskannya.

6. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan, rencana intervensi dan implementasi. Tahap evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor keadaam pasien selama
pengkajian, analisis, perencanaan dan implementasi intervensi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang bersifas sistemik, yang dapat


bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru, sifat sistemik ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi
mycobacterium tubercuosis. Data insiden dan prevalens tuberkulosis tidak
mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian
prevalens tuberkulosis. Faktor-faktor yang menyebabkan mengalami TBC :
1. Mycobacterium tuberculosa
2. Mycobacterium bovis
3. Tertular dari ibu saat dalam kandungan
4. Sebelum atau selama persalinan menghirup air ketuban yang terinfeksi
5. Setelah lahir karena menghirup udara yang terkontaminasi oleh percikan
saliva yang terinfeksi.
6. Merokok pasif
3.2 Saran
Setelah membaca laporan ini diharapkan ada kritik dansaran yang dapat
membangun sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002.


Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3
. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000.


Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6
. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009.
Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi
. Jakarta: EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
.Depkes RI : Jakarta. Johnson, M.,
et all.
2000.
Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition
. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007.
Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3
. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J.,
et all
. 1996.
Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition
. New Jersey:Upper Saddle River Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. 2001.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Santosa, Budi. 2007.
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006
. Jakarta: Prima Medika Tambayong, J. 2003.
Patofisiologi untuk Keperawatan
. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai