Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:
Budhi Setiawan
18010010

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK III MANADO


MARET 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan
serius di negara maju maupun berkembang termasuk di Indonesia baik dari segi
morbiditas maupun mortalitas. Hingga sampai saat ini, belum ada negara yang
terbebas dari TB. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang telah lama
dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia
(Saptawati, et al, 2012).
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Berbagai
upaya pengendalian telah dilakukan, insidens dan kematian akibat tuberkulosis.
Menurut WHO India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh
penderita di dunia (Global Tuberculosis Report, 2015).
Centres for Desease Control (CDC) melaporkan pada tahun 2015, dalam
laporan District of Columbia terdapat 9.557 kasus TB Paru, meningkat 1,6%
tahun 2014 di Dunia. Dua puluh tujuh negara bagian di dunia dilaporkan
peningkatan jumlah kasus TB paru dari tahun 2014, dan empat negara (California,
Texas, New York, dan Florida) menyumbang 50,6% penderita TB paru dari total
kasus nasional di Amerika Serikat. Tahun 2013, kejadian TB paru terus secara
bertahap menurun antara orang kulit hitam non Hispanik atau Afrika Amerika (-
6,4%), kulit putih non-Hispanik (-12,1%), dan Hispanik atau Latin (-4,0%).
Sementara kejadian TB paru tingkat Asia juga menurun 2013-2015 (-
1,0%), pada tahun 2015 tingkat kejadian TB secara keseluruhan untuk Asia
selama tiga kali lebih tinggi. Angka prevalensi TB paru di Indonesia pada tahun
2014 menjadi sebesar 647 orang dari
100.000 penduduk. Angka penderita TB paru ini meningkat dari tahun 2013,
penderita TB paru pada tahun 2013 yang berjumlah 272 dari 100.000 penduduk.
[WHO, 2015].
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Manado tahun 2017
prevalensi pasien TB Paru di kota Manado pada tahun 2016 sejumlah 981 pasien.
sedangkan pada tahun 2017 sejumlah 990 pasien. Hal ini menunjukan masalah
TB Paru masih menjadi masalah yang serius di Kota Manado. Untuk pencegahan
penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis bertujuan untuk menurunkan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis, sehingga membutuhkan peran
perawat. Peran perawat dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif khususnya pada pasien TB Paru (Irman, 2012). Berdasarkan
penjelasan diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru”.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah asuhan keperawatan
pada pasien dengan tuberculosis paru dangan melakukan proses pengkajian,
diagnosis keperawatan, intervensi,implementasi, dan evaluasi.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut: .
1.Tujuan Umum
Tujuan Umum penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk melakukan Asuhan
Keperawatan Pada pasien dengan Tuberkulosis Paru

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan karya ilmiah ini adalah
a. Diterapkanya proses keperawatan secara sistematis yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi, melalui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.
dengan Tuberkulosis Paru
b. Diketahui adanya kesenjangan antara teori dan praktik dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru
c. Diketahui adanya faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
pemerian asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberklosis Paru

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ada dua yaitu:
1. Pasien dan Keluarga
Untuk menambah wawasan pasien dan keluarga dalam perawatan pasien
dengan Tuberkulosis Paru
2. Rumah Sakit
Untuk bahan masukan yang dapat dimanfaatkan oleh perawat terutama dalam
melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada pasien Tuberkulosis Paru
dalam rangka meningkatkan kualitas asuhan keperawatan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan dalam memberikan pelayanan asuhan
keperawatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan yang dapat dijadikan bahan bacaan yang bermanfaat untuk
peserta didik lainnya sehingga dapat dijadikan pustaka ilmiah yang membantu
dalam proses pembelajaran.
4. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan Tuberkulosis Paru dan menerapkan ilmu yang telah
diperoleh dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis
Paru
E. Metode Penulisan
Metode yang dilakukan adalah teknik pengumpulan data yaitu:
1. Wawancara
Wawancara yang akan dilakukan pada pasien, keluarga dan perawat-perawat
ruangan.
2. Observasi
Observasi yang akan dilakukan ada pasien mulai dengan mengadakan
pengamatan secara langsung
3. Pemeriksaan fisik
Dilakukan kepada pasien secara head to toe, dengan menggunakan teknik
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
4. Dokumentasi
Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan kasus yang didapat dari
status pasien dan catatan medik yang ada di ruangan
5. Kepustakaan
Mengumpulkan data atau informasi dari literatur-literatur atau buku yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan Tuberkulosis Paru.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 (lima) bab yaitu:
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, ruang lingkup,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan teoritis yang meliputi pengertian, klasifikasi,
anatomifisiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan,
penyimpagan kebutuhan dasar manusia, konsep asuhan
keperawatan
BABIII : Tinjawan kasus yang meliputi pengkajian, klasifikasi data,
rumus diagnosis keperawatan, care plan dan catatan
perkembangan
BAB IV : Pembahasan yang meliputi pengkajian, kesenjangan antara
diagnosis keperawatan teoritis dengan diagnosis
keperawatan aktual, perencanaan, pelaksanana /
implementasi dan evaluasi
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang
sebagian besar disebabkan oleh bacteri mycobacterium tuberculosis.
Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui uara yang
dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfe,
mealui saluran pernapasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya (Notoatmojo, 2011).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh"Mycobacterium tuberculosis".kuman ini dapat menyerang semua
bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru
(Wahid, 2013).

B. Klasifikasi
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam [2013] :
1. Pembagian secara patologis
a. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
2. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.
b. Moderately advanced tuberculosis

C. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Sistem Pernafasan

Menurut Ardiansyah, M (2012), sistem pernafasan pada manusia dibagi


menjadi beberapa bagian. Saluran penghantar udara dari hidung hingga mencapai
paru-paru sendiri meliputi dua bagian, yaitu saluran pernafasan bagian atas dan
bagian bawah.
1. Saluran Pernafasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)
Secara umum, fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah sebagai
saluran udara (air conduction) menuju saluran nafas bagian bawah untuk
pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran nafas bagian bawah dari
benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab (warming
filtration and humidification) dari udara yang dihirup hidung. Saluran
pernafasan atas ini terdiri dari organ-organ berikut:
a. Lubang Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung dilapisis sejenis selaput lender yang sangat kaya
akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga
hidung (Ardiansyah, M 2012). Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan
tulang rawan (kartilago).
Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri
atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dam hidung
merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan
oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang
berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang
masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang
mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender sehingga dapat
menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan.
b. Sinus Parasinalis
Menurut Ardiansyah, M (2012), sinus paranasalis merupakan
daerah yang terbuka pada tulang kepala. Nama sinus paranasalis sendiri
disesuaikan dengan nama tulang di mana organ itu berada. Organ ini
terdiri atas sinus frotalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus
maksilaris. Fungsi dari sinus adalah untuk membantu menghangatkan dan
melembabkan udara, meringankan berat tulang tengkorak, serta mengatur
bunyi suara manusia dengan resonansi.
c. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esophagus, pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Oleh karena itu, letak faring di belakang laring (larynx-
pharingeal). Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (±13 cm)
yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid.
Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat
bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di
belakang hidung (naso-fasing), belakang mulut (oro-faring), dan belakng
laring (laringofaring).
d. Larinng
Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan faring
dari columna vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas vertebrata
servikals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat/disatukn oleh ligament dan membran.
Laring sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur
epitheliumlined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trachea (di
bawah).

D. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit
/penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering
terjadipada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan
Kelainan metabolikdalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang
kurang dari ginjal.

Beberapa factor lain yang mendukung :

1. Pembentukan asam urat berlebihan (gout metabolik):


a. Tuberkulosis Paru primer metabolik: terjadi karena sintesa atau
pembentukan asam urat yang berlebihan.
b. Tuberkulosis Paru metabolik: terjadi karena pembentukan asam urat
berlebihan karena penyakit lain, seperti leukemia, terutama yang diobati
dengan sitostatika, psoriasis, polisitemia vera, dan mielobrosis.
2. Pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal):
a. Gout renal primer: terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di
tubulidistal ginjal yang sehat.
b. Gout renal sekunder: disebabkan oleh ginjal yang rusak, misalnya pada
glomerulonefritiskronik, kerusakan ginjal kronis (chornic renal failure).
3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Serangan gout (arthritis gout
akut) secara mendadak, dapat dipicu oleh:
a. Luka ringan
b. Pembedahan
c. Konsumsi alkohol dalam jumlah besar atau makanan yang kaya akan
protein purin
d. Kelelahan
e. Stres secara emosional
f. Penyakit dan sejumlah obat yang menghambat sekresi asam urat,
seperti salisilat dosis kecil, hidroklorotiazid (diuretik), furosemid, asam-
asam keton hasil pemecahan lemak sebagai akibat dari terlalu banyak
mengkonsumsi lemak
g. Kedinginan
[Iskandar Junaidi, 2012]

E. Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat
adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin
menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalurde novodan jalur penghematan
(salvage pathway).
1) Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah
melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam
guanilat, asam adenilat).
Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan
terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-
fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase
(amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh
nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah
pembentukan yang berlebihan.
2) Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa
purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini
tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas
(adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk
prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua
enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin
fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentukdari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil
asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan
dikeluarkan melalui urinPada penyakit gout athritis, terjadi sekresi asam urat
berlebihan atau defek renal yang menyebabkan penurunan ekskresi asam urat,
atau kombinasi keduanya. (Brunner & Suddarth, 2015).
F. Manifestasi Klinis
Manisfestasi sindrom gout mencakup artiritis gout yang akut (serangan
rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat), tofus (endapan kristal
yang menumpuk dalam jaringan aritukuler,jaringan oseus,jaringan lunak,serta
kartilago),nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan assam urat dalam
traktus urunarus.
Ada empat stadium penyakit gout yang di kenali :
1) Hiperutisemia asimtomatik
2) Artiritis gout yang kronis
3) Gout interkritikal
4) Gout tofaseus yang kronik
Biasanya, serangan gout pertama hanya menyerang satu sendi dan
berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara
bertahap, di mana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala hingga
terjadi serangan berikutnya. Namun, Tuberkulosis Paru cenderung akan
semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung
lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil sendi yang
terserang bisa mengalami kerusakan permanen.
Lazimnya, serangan Tuberkulosis Paru terjadi di kaki
(monoarthritis). Namun. 3-14% serangan juga bisa terjadi di banyak sendi
(poliarthritis). Biasanya, urutan sendi yang terkena serangan Tuberkulosis
Paru (poliarthritis) berulang adalah ibu jari kaki, sendi kaki belakang,
pergelangan tanggan, lutut, dan bursa olekranon pada siku.
Sendi yang terserang Tuberkulosis Paru akan membengkak dan kulit
di atasnya akan berwarnah merah atau keunguan, kencang dan licin, serta
terasa hangat dan nyeri jika digerakan, dan muncul benjolan pada sendi
(yang disebut tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit diatasnya
akan berwarnah merah kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya
adalah muncul tofus di helix telinga/pinggiran sendi/ tendon.
Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus berlanjut
dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi.
Benjolan kristal dari kristal urat (tofi) diedapkan dibawah kulit disekitar
sendi. Tofi juga bisa berbentuk di dalam ginjal dan organ tubuh lainya, di
bawah kulit telinga atau di sekitar siku. Jika tidak di obati, tofi pada tangan
dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai
kapur (Iskandar Junaidi, 2012).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kowalak, dkk (2012), penegakan diagnosis Tuberkulosis Paru antara
lain :
1. Kristal monosodium urat yang mirip jarum dalam cairan sinovial (yang
terlihat melalui aspirasi jarum suntik)
2. Hiperurisemia (kadar asam urat yang lebih dari 420 mmol kreatinin)
3. Kenaikan kadar asam urat dalam ureni 24 jam (biasanya lebih tinggi pada gout
sekunder dibandingkan pada gout primer)
4. Foto rontgen pada awalnya tampak normal, pada penyakit gou arthritis yang
kronis, foto rontgen memperlihatkan kerusakan pada kartilago sendi dan
tulang subkondrium. Pergeseran keluar bagian tepi yang bergantung dari
kontur tulang merupakan ciri khas penyakit Tuberkulosis Paru.

H. Komplikasi
Asam urat dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit ginjal. Tiga
komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan
kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout
primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa.
Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan
mengendap dan terbentuk batu.Gout dapat merusak ginjal sehingga pembuangan
asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai
hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor.
Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus
koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka
panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik
(Kowalak dkk,2012).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan goutarthritis: (Brunner & Suddarth, 2015).
1. Penatalaksanaan medis
a. Kolkisin (oral parenteal), NSAID seperti indomerasin, atau kortikosteroid
diresepkan untuk meredakan serangan Tuberkulosis Paru akut
b. Hiperurisemia, tofi, penghancuran sendi, dan masalah ginjal diterapi
setelah proses inflamasi akut redah.
c. Agnes urikosurik, seperti probenesid, memperbaiki hiperurisemia dan
melarutkan deposit urat.
d. Allopurinol efektif ketika beresiko terjadi insufisiensi ginjal atau batu
ginjal.
e. Kortikosteroid dapat digunakan pada pasien yang tidak berespon terhadap
terapi lain.
f. Terapi profilaksis dipertimbangkan jika pasien mengalami beberapa
episode akut atau terjadi pembentukan tofi.

2. Penatalaksanaan keperawatan
Dorong pasien untuk membatasi konsumsi makanan tinggi purin, terutama
daging organ (jeroan), dan membatasi asupan alkohol. Dorong pasien untuk
mempertahankan berat tubuh normal. Upaya ini dapat membantu mencegah
episode Tuberkulosis Paru yang nyeri.
Pada episode Tuberkulosis Paru akut, penatalaksanaan nyeri sangat penting.
Tinjaumedikasi bersama pasien dan keluarga. Tekankan pentingnya men
medikasi untuk mempertahankan efektivitas.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengumpulan data pasien, baik subjuktif ataupun objektif meliputi anammesis
riwayat penyakit, pengkajian, psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diagnostik (Arif Muttaqin, 2008).
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (lebih sering pada pria daripada wanita),
usia (terutama pada usia 30-40 tahun), alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan,
golongan darah, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasusu Tuberkulosis Paru adalah
nyeri pada sendi martatarsofalageal ibu jari kaki kemudian serangan
bersifat poliartikular. Tuberkulosis Paru biasanya mengenai satu atau
beberapa sendi. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
nyeri pasien, perawat dapat menggunkan metode PQRST.
a) Provoking incident: hal ini menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan
serangan sinovitas akut berulang.
b) Quality of pain: nyeri yang dirasakan bersifat menusuk.
c) Region, radiation, relief: Nyeri pada sendi metatarsofalageal ibu jari
kaki.
d) Seeverity (skala) of pain: nyeri yang dirasakan antara skala 1-3 pada
rentang pengukuran 0-4. Tidak ada hubungan antara beratnya nyeri
dan luas kerusakan yang terlihat pada pemeriksaan radiologi.
Skala dapat diukur dengan cara sebagai berikut:

d d d d
O 1 2 3 4 5 6 7 8 9d 10d

Nyeri Nyeri berat


Nyeri Nyeri
Tidak
berat tidak
Nyeri Ringan Sedang
terkontrol terkontrol
Gambar.1 Skala Nyeri
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf.

Keterangan :
0 : Tidak ada nyeri
1,2,3 : Nyeri ringan
4,5,6 : Nyeri sedang
7,8,9 : Nyeri berat terkontrol
10 : Nyeri berat tidak terkontrol
e) Time:berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum
mencangkup awal gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Penting ditanya berapa lama pemakaian obat analgetik, Alopurinol.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung
terjadinya Tuberkulosis Paru (misalnya: penyakit gagal ginjal kronis,
leukimia, hiperparatiroidisme). Misalnya lain yang perlu ditanyakan
adalah pernahkah pasien dirawat dengan masalah yang sama. Kaji adanya
pemakaian alkohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretik.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adakah keluarga dari generasi tedahulu yang mempunyai keluhan
sama dengan pasien karena Tuberkulosis Paru dipengaruhi oleh faktor
genetik. Ada produksi/seekresi asam urat yang berlebihan dan tidak
diketahui penyebabnya.
f. Riwayat psikososial
Kaji respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat. Respon yang didapat meliputi
adanya kecemasan individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan
yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri,
hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan
program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat
pada sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya
nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberi respon terhadap konsep diri
yang maladaktif.
g. Pemeriksaan fisik.
Dibagi menjadi beberapa yaitu:
a. B1 (breathing): inspeksi: bila tidak melibatkan sistem pernapasan,
biasanya ditemukan kesimetrisan rongga dada, pasien tidak sesak
nafas, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan. Palpasi: taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi:suara respon pada seluruh
lapang perut. Auskultasi: suara napas hilang / melemah pada sisi yang
sakit, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 (blood): pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering ditemukan
keringat dingin dan pusing karena nyeri,
c. B3 (brain): kesadaran biasanya kompos mentis:
a) Kepala dan wajah: ada sianosis
b) Mata : sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva anemis pada
kasusu efusi pleura hemoragi kronis.
c) Leher : biasanya Jugular Venous Pressure (JVP) dalam batas
normal
d. B4 (bladder): produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak
ada keluhan pada sistem perkemihan, kecual penyakit Tuberkulosis
Paru sudah mengalami komplikasi ke ginjal berupa pielonefritis, batu
asam urat, dan gagal ginjal kronis yang akan menimbulkan perubahan
fungsi pada sistem ini.
e. B5 (bowel) : kebutuhan eliminasi pada kasus Tuberkulosis Paru tidak
ada ganguan, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feses. Selain itu, perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna,
bau, dan jumlah urien. Pasien biasanya mual, mengalami nyeri
lambung, dan tidak nafsu makan, terutama pasien yang memakai obat
analgetik dan antihiperurisemia
f. B6 (bone) : pada pengkajian ini di temukan ;
a) Look : keluhan nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang
mendorong pasien mencapai pertolongan (meskipun mungkin
sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan
istilah. Beberapa gerakan tertentu kadang menimbulkan nyeri
yang lebih dibandikan gerakan yang lain. Deformitas sendi
(pembentukan tofus) terjadi dengan temuan salah satu sendi
pergelangan kaki secara perlahan membesar.
b) Feel: ada nyeri tekan pada sendi yang membengkak
c) Move: hambatan gerakan sendi biasanya semakain bertambah
berat (Arif Muttaqin, 2008).
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial, diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
a. Nyeri yang berhubungan dengan peradangan sendi, penimbunan kristal
pada membran sinovia. Tulang rawan artikular, erosi tulang rawan,
proliferasi sinovia.
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan kekuatan pada sendi kaki.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan
dengan asupan nutrisi tidak adekuat.
d. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan terbentuknya
tofus,perubahan pada dan ketergantungan fisik serta psikologis karena
penyakit atau terapi
e. Ansietas yang berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi status
sosial ekonomi, perubahan dan ketergantugan fisik serta psikologis
karena penyakit atau terapi (Arif Muttaqin, 2013).
3. Perencanaan keperawatan
a. Nyeri Akut yang berhubungan dengan peradangan sendi, penimbunan
kristal pada membran sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan,
proliferasi sinovial.
1) Tujuan : Nyeri berkurang atau teradaptasi
2) Kriteria hasil : pasien melaporkan penurunan nyeri, menunjukan
perilaku yang lebih relaks, memperagakan
keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan
peningkatan keberhasilan.skala nyeri 0-1 atau
teradaptasi

Tabel 1Intervensi dan Rasional Dx Nyeri Akut


Intervensi Rasional

1. Kaji lokasi, intensitas, dan 1. Nyeri merupakan respon


tipe nyeri, observasi subjektif yang dapat dikaji
kemajuan nyeri ke daerah dengan menggunakan skala
yang baru. Kaji nyeri nyeri. Pasien melaporkan nyeri
dengan skala 0-4, biasanya di atas tingkat cederah.

2. Nyeri dipengaruhi oleh ansietas


2. Bantu pasien dalam dan peradangan pada sendi.
identifikasi faktor pencetus
3. Pendekatan danggan
menggunakan rileksasi dan
3. Jelaskan dan bantu pasien nonfarmakologi lainnya telah
dengan tindakan pereda menunjukan keefektifan dalam
nyeri nonfarma kologis dan mengurangi nyeri.
non invasif.

4. Akan melancarkan peredaran


darah sehingga kebutuhan O2
4. Ajarkan relaksasi; teknik jaringan terpenuhi dan
untuk menurunkan mengurangi nyeri.
ketegangan otot rangka,
yang dapat menurunkan
intensitas nyeri. 5. Mengalihkan perhatian nyeri ke
hal yang menyenangkan
5. Ajarkan metode distraksi
selama nyeri akut. 6. Pengetahuan tentang yang akan
dirasakan membantu
6. Tingkatkan pengetahuan mengurangi nyeri dan dapat
tentang penyebab nyeri, dan membantu mengembangkan
menghubungkan berapa kepatuhan pasien terhadap
leme nyeri akan rencana terapeutik.
berlangsung.
7. Pemakaian alkohol, kafein, dan
obat deuretik akan menambah
7. Hindarkan pasien peningkatan kadar asam urat
meminum alkohol, kafein, dalam serum.
dan obat deuretik.
8. Alopurinol menghambat
biosintetis asam urat sehingga
menurunkan kadar asam urat
8. Kolaborasi dalam serum.
pemberian alpopurinol
Sumber: Arif M, 2013
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubugan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan proliferasi sinovia, dan
pembentukan panus.
1) Tujuan : pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
2) Kriteria hasil: pasien ikut dalam program latihan, tidak
mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot
bertambah, pasienmenunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas dan mempertahankan
koordinasi optimal.

Tabel 2 Intervensi dan Rasional Dx Hambatan Mobilitas Fisik


Intervensi Rasional

1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat kemampuan


observasi adanya pasien dalam melakukan
peningkatan kerusakan. aktivitas
Kaji secara teratur fungsi
mutorik.

2. Ajarkan pasien melakukan 2. Gerakan aktif memberi massa,


latihan gerak aktif pada tonus, dan kekuatan otot serta
ekstremitas yang tidak sakit. memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan

3. Bantu pasien melakukan 3. Untuk mempertahankan


ROM dan perawatan diri fleksibilitas sendi sesuai
sesuai toleransi. kemampuan.

4. Pantau kemajuan dan 4. Untuk medeteksi perkembangan


perkembangan kemampuan pasien.
pasien dalam melakukan
aktivitas.
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Kemampuan mobilitas
fisioterapi untuk latihan ekstremitas dapat ditingkatkan
fisik pasien. dengan latihan fisik dari tim
fisioterapi.
Sumber : Arif M, 2008

c. Defisit Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubugan dengan asupan


nutrisi tidak adekuat.

1) Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi


2) Kriteria hasil :turgor baik, asupan dapat masuk sesuai
kebutuhan, terdapat kemampuan menelan,
berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin
dalam batas normal

Tabel 3 Intervensi dan Rasional Dx. Defisit Nutrisi


Intevensi Rasional
1. lakukan hygieneoral. 1. Kebersihan mulut merangsang
nafsu makan.

2. Observasi asupan/haluaran. 2. Mengetahui keseimbangan


nafsu makan

3. Tentukan kemampuan 3. Untuk menetapkan jenis


pasien dalam mengunya, makanan yang akan diberikan
menelan, dan refleks batuk. pada pasien

4. Letakan posisi kepala lebih 4. Agar pasien lebih mudah untuk


tinggi pada waktu, selama, menelan karena gaya gravitasi.
dan sesudah makan
5. Membantu dalam melatih
5. Stimulasi bibir untuk kembali sensori dan
menutup dan membuka meningkatkan kontrol muskular.
mulut secara manual dengan
menekan ringan di atas
bibir/di bawah dagu jika
dibutuhkan.
6. Memberikan stimulasi sensori
(termasuk rasa kecap) yang
6. Letakan makanan pada dapat mencetuskan usaha untuk
daerah mulut yang tidak menelan dan meningkatkan
terganggu. masukan.

7. Pasien dapat berkonsentrasi


pada mekanisme makanan tanpa
adanya distraksi/gangguan dari
7. Berikan makanan dengan luar
peralihan di lingkungan
yang tenang. 8. Dapat meningkatkan pelepasan
endorfindalam otak yang
meningkatkan nafsu makan.
8. Anjurkan pasien untuk
berpartisiipasi dalam
program latihan/kegiatan.

Sumber: Arif Muttaqin, 2013

d. Gangguan citra tubuh yang berhubugan dengan perubahan bentuk tubuh


dan terbentuknya tofus.
1) Tujuan : citra diri pasien meningkat
2) Kriteria hasil : pasienmampu menyatakanatau mengkom
unikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang terjadi, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
mengakui dan menggabungkan perubahan ke
dalam konsep diri dengan cara yang aktual
tanpa merasa harga dirinya negatif.

Tabel 4 Intervensi dan Rasional Dx. Gangguan Citra Tubuh


Intervensi Rasional

1. Kaji perubahan persepsi 1. Menentukan bantuan


dan hubungannya dengan individual dalam menyusun
derajat ketidak mampuan. rencana perawatan atau
pemilihan intervensi.

2. Ingatkan kembali realitas 2. Membantu pasien melihat


bahwa masih dapat bahwa perawat menerima
menggunakan sisi yang kedua bagian sebagai bagian
sehat. dari seluruh tubuh.
Megizinkan pasien untuk
merasakan adanya harapan
dan mulai menerima situasi
baru.

3. Bantu dan anjurkan 3. Membantu meningkatkan


perawatan yang baik dan perasaan harga diri dan
memperbaiki kebiasaan. mengontrol lebih dari satu
area kehidupan.

4. Anjurkan orang terdekat 4. Menghidupkan kembali


untuk mengijinkan pasien perasaan mandiri dan
melakukan sebanyak membantu perkembangan
mungkin hal untuk dirinya harga diri serta memengaruhi
sendiri. proses rehabilitasi.

5. Dukungan perawat kepada


5. Bersama pasien mencari pasien dapat meningkatkan
alternatif koping yang rasa percaya diri pasien
positif.
6. Pasien dapat beradaptasi
6. Dukung perilaku atau usaha terhadap perubahan dan
peningkatan minat atau memehami peran individu di
pertisipasi dalam aktivitas massa mendatang.
rehabilitasi.
7. Dapat memfasilitasi
7. Kolaborasi dengan ahli perubahan peran yang penting
neuropsikologi dan untuk perkembangan perasaan
konseling bila ada indikasi
Sumber : Arif Mutaqqin, 2008

e. Ansietas yang berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi status


sosial ekonomi, perubahan dan ketergantungan
1) Tujuan : ansietas hilang atau berkurang
2) Kriteria hasil : pasien mengenal perasaanya, dapat mengidenti
fikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, dan menyatakan ansietas
berkurang atau hilang

Tabel 5 Intervensi dan Rasional Dx. Ansietas


Intervensi Rasional
1. Kaji tanda verbal dan 1. Reaksi verbal atau nonverbal
nonverbal ansietas, dapat menunjukan rasa agitasi,
dampingi pasien, dan marah, dan gelisah.
lakukan tindakan bila
pasien melakukan perilaku
merusak
2. Konfrontasi dapat
2. Hindari konfrontasi. meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambatkan
penyembuhan

3. Mengurangi rangsangan
eksternal yang tidak perlu.
3. Mulai lakukan tindakan
untuk mengurangi ansietas.
Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
4. Kontrol sensasi pasien (dalam
4. Tingkatkan kontrol sensasi mengurangi ketakutan) dengan
kepasien cara memberikan informasi
tentang keadaan pasien,
menekankan penghargaan
terhambat sumber-sumber
koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, serta memberikan
umpan balik yang positif

5. Orientasi tahapan-tahapan
prosedur oprasi dapat
mengurang ansietas
5. Orientasikan pasien
terhadap tahap-tahap
prosedur operasi dan 6. Dapat menghilangkan
aktivitas yang diharapkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
6. Beri kesempatan pasien diekpresikan.
untuk mengungkapkan
ansietasnya 7. Memberi waktu untuk
mengespresikan perasaan,
menghilangkan ansietas, dan
7. Berikan privasi kepada perilaku adaptasi. Adanya
pasien dari orang terdekat keluarga dan teman-teman
yang dipilih pasien untuk
melakukan aktivitas dan
pengalihan perhatian
(misalnya, membaca) akan
mengurangi perasaan
terisolasi.

Sumber : Arif M, 2008

Daftar Pustaka

Alexander,2010 Developments in The Scientific and Clinical Understanding of Gout


Artritis.

Asmadi. (2014). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Bruney & Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta


Hidayat .(2009). http://eprints.ums.ac.id/33878/3/BAB%20I.pdf.diakses pada
tanggaal 18 Juni 2018 jam 10.30 wita

https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf.
Gambar Skala Nyeri Diakses pada tanggal 12 Juli 2018 jam 15.00 wita

http://suhron03.files.wordpress.com/2017/10/atritis-gout-shr.pdf. Diakses tanggal 18


Juni 2018 Jam 11.00 wita

Junaidi, I. (2012). Rematik & Asam Urat. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Kodim, Y. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: CV.Trans Info Media.

Kowalak, J., Welsh, W., & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
Kedokteran EGC.

Krisnatuti dan Rina. (2006). Perencanaan Menu Untuk Penderita Gangguan


AsamUrat,edisi 12 Jakarta: Penebar swadaya

Mansjoer Arif.(2008).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:FKU

Pratiwi VF. (2013). http://digilib.unila.ac.id/6587/15/BAB%20II.pdf.Diakses tanggal


05 Maret 2019 jam 10.45 wita

Riskesdas.(2013). Penyajian pokok Hasil riset.


http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/general/pokok2%20
hasil%20riskesdas%202013.pdf . Diakses tanggal 05 maret jam 09.00 wita

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai