Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DENGAN PENYAKIT PNEUMONIA BERAT

DI RUANG IGD RSUD Dr. R. SOETIJONO BLORA

Disusun oleh :

Nama : Nadia Eka Oktaviana Putri

NIM : 1820161074

Prodi : D3 Keperawatan (2A)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH KUDUS
SK MENDIKNAS RI No:127/D/O/200

Website : http://www.stikesmuhkudus.ac.id Email : sekretariat@stikesmuhkudus.ac.id

Alamat : Jl. Ganesha I Purwosari Telp./Faks. (0291) 442993 / 437218 Kudus 59316

Tahun Ajaran 2018/2019


1. KONSEP DASAR PNEUMONIA
1.1 DEFINISI
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah
disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. (Soemantri, 2009 :74)

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai


mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat dirumah
sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi.
(Brunner & Suddarth, 2014 :457)

Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme


dan kadang non infeksi. ( Astuti & Angga, 2010 :109)

1.2 ETIOLOGI

Penyebab pneumonia menurut Soemnatri, (2009:76) adalah :

1. Streptococcus pneumonia tanpa penyulit.


2. Streptococcus pneumonia dengan penyulit.
3. Haemaphilus influenza.
4. Streptococcus aureus.
5. Mycoplasma pneumonia.
6. Virus patpgen.
7. Aspirasi basil gram negative, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, Escherichia
proteus, basil gram positif.
8. Stafilococcus.
9. Aspirasi asam lambung.
10. Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti
pada kuman stafilococcus, E coli, anaerob enterik.
1.3 MANIFESTASI KLINIS

Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis primer atau sebagai
komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi primer pada lansia seringkali sulit di obati dan
menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada individu yang lebih muda. Perburukan
umum, kelemahan, gejala abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan takipnea dapat
menandai awitan pneumonia. Diagnosis pneumonia mungkin terabaikan karena gejala
klasik seperti batuk, nyeri dada, produksi sputum, dan demam mungkin tidak ada atau
tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu, munculnya sejumlah gejala juga dapat
menyesatkan. Bunyi nafas abnormal, misalnya, mungkin disebabkan oleh
mikroatelektasis yang terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan volume paru, atau
perubahan fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin diperlukan untuk
membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab atau tanda gejala
klinis. (Brunner & Suddarth, 2014 :458)

1.4 PATOFISIOLOGI

Timbulnya hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan beberapa


leukosit dari kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat aliran darah menurun,
alveoli dipenuhi dengan leukosit dan eritrosit, jumlah eritrosit relative sedikit. Leukosit
lalu melakukan fagositosis Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag
masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru masuk
kedalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara
perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga
terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas. (Soemantri, 2009 : 69).
1.5 PATHOFLOW
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau
mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini
bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis
atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau
bakteriemia.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi
yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal
hati mungkin terganggu.

3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi
empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila
titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
1.7 KOMPLIKASI

1. Gagal napas dan sirkulasi


Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia
sering kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup
bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat
membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif, dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan
untuk membantu pernapasan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory
distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam
paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus
membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis
terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun
melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri;
streptococcus pneumonia merupakan salah satu penyebabkan individu dengan sepsis
atau septik membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan
tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan kerusakan
hati, ginjal, dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.

2. Efusi pleura, empyema, dan abces


Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan selang
pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan
tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut
abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau
CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung
beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru,
tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.

3. Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang lama.


( Astuti & Angga, 2010 :112)

1.8 PENATALAKSANAAN

1. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman antibiotik


(pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus dipertimbangkan ). Terapi kombinasi
dapat juga digunakan.
2. Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi antitusif, antihistamin, atau
dengan dekongestan nasal.
3. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-tanda bersih.
4. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
5. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi, intubasi
endotrakea, dan ventilasi mekanis.
6. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi dilakukan, jika
perlu.
7. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk melakukan
vaksinasi pneumokokus.
(Brunner & Suddarth, 2014 :459)
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

A. Identitas Klien
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi kronologis kejadian s/d pasien masuk ICCU
C. Pengkajian Fokus/Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor,
stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
# Domain 11 Keamanan/Perlindungan hal. 406
Kelas 2 Cedera Fisik (Buku NANDA Diagnosis Keperawatan 2017)
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
# Domain 4 Aktivitas/ Istirahat hal. 243
Kelas 4 Respon kardiovaskular/ Pulmonal (Buku NANDA Diagnosis Keperawatan
2017)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
# Domain 3 Eliminasi dan Pertukaran hal. 220
Kelas 4 Fungsi Respirasi (Buku NANDA Diagnosis Keperawatan 2017)

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status 1. Mengkaji status
an bersihan keperawatan selama proses pernafasan dan pernapasan klien
jalan nafas b.d keperawatan diharapkan oksigenasi
sekresi yang kepatenan jalan nafas. 2. Posisikan pasien untuk 2. Memperlancar jalan
tertahan Kriteria hasil : meringankan sesak nafas nafas pasien
1. Frekuensi pernafasan dan memaksimalkan
normal (16-20x/mnt) ventilasi
3. Mempertahankan
2. Irama pernafasan 3. Ajarkan keluarga
keefektifan pola
normal memposisikan pasien
nafas pasien
3. Kedalam inspirasi tidak kepala deflekasi dan
terlalu dangkal bahu di ganjal 2-3cm
4. Mempercepat proses
4. Pernapasan cuping 4. Kolaborasi pemberian
penyembuhan.
hidung alat bantu nafas nasal
5. Tidak ada suara nafas kanul (advis dokter)
tambahan
Pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kepatenan 1. untuk membersihkan
tidak efektif keperawatan selama proses jalan nafas dengan jalan nafas
b.d keperawatan diharapkan melakukan pengisapan 2. guna meningkatkan
hiperventilasi. pola nafas menjadi efektif. lendir. kadar oksigen yang
Kriteria hasil : 2. Pantau status bersirkulasi dan
1. Pasien menunjukkan pernafasan dan memperbaiki status
pola nafas yang efektif. oksigenasi sesuai kesehatan
2. Ekspansi dada simetris. dengan kebutuhan. 3. membantu
3. Tidak ada bunyi nafas 3. Auskultasi jalan nafas mengevaluasi
tambahan. untuk mengetahui keefektifan upaya
4. Kecepatan dan irama adanya penurunan batuk klien
respirasi dalam batas ventilasi. 4. Terapi oksigen dapat
normal. 4. Berikan terapi nafas ex. membantu mencegah
Nebulizer ( advis gelisah bila klien
dokter) menjadi dispneu,
dan ini juga
membantu
mencegahedema paru.

Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji bunyi paru, 1. membantu


pertukaran gas keperawatan selama proses frekuensi nafas, mengevaluasi
b.d keperawatan diharapkan kedalaman nafas. keefektifan upaya
ketidakseimba pertukaran gas teratasi. 2. Auskultasi bunyi nafas, batuk klien
ngan perfusi Kriteria hasil : catat area penurunan 2. membantu
ventilasi. 1. Tidak sesak nafas aliran udara dan bunyi mengevaluasi
2. Fungsi paru dalam tambahan. keefektifan upaya
batas normal 3. Pantau hasil Analisa Gas batuk klien
3. Keseimbangan ventilasi Darah 3. perubahan AGD
dan perfusi 4. Kolaborasi penggunaan dapat mencetuskan
4. Sianosis berkurang oksigen tambahan disritmia jantung.
4. Mempercepat proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.

Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-2017 (10th

ed.). Jakarta : EGC.

Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions Classifcation (NIC)

(6th ed.). United States of America : Mosby Elseivier

Moorhead, S., Johnson, M. Maas, M., & Swanson, L. 2008. Nursing Outcomes Classsifcation

(NOC) (5th ed.). United States of America : Mosby Elseivier.

Anda mungkin juga menyukai