Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh salmonella typhi. Angka kejadian demam tifoid di seluruh dunia tergolong

besar. Pada tahun 2000, demam tifoid terjadi 21.650.974 jiwa di seluruh dunia,

dan menyebabkan 216.510 kematian. Sedangkan Insidensi demam tifoid diseluruh

dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun. 600.000

diantaranya menyebabkan kematian (WHO, 2008)

Saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di

negara-negara tropis termasuk indonesia. Kejadian demam tifoid di dunia sekitar

16 juta kasus setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di asia Tenggara, dengan angka

kematian 600.000 kejadian demam tifoid di indonesia sekitar 760-810 kasus per

100.000 orang pertahun, dengan angka kematian 3,1-10,4% (Nasronudin, 2007).

Demam tifoid akan sangat berbahaya jika tidak segara di tangani secara

baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO (World

Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17

juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan

70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik,

menurut WHO angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per

100.000 (Depkes RI, 2013).

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2009 melaporkan bahwa

proporsi demam tifoid dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah

1
sakit yaitu 8,5% (1.681 kasus) dari 19.870 kasus. Menurut laporan surveilans

terpadu penyakit berbasis rumah sakit di Sumatera Utara tahun 2008, jumlah

kasus demam tifoid rawat inap yaitu 1.364 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan

Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, demam tifoid yang rawat jalan di Rumah

Sakit menempati urutan ke -5 dari 10 penyakit terbesar yaitu 661 penderita dari

12.876 pasien rawat jalan (5.1%), sedangkan rawat inap di Rumah Sakit

menempati urutan ke -2 dari 10 penyakit terbesar yaitu sebanyak 1.276 penderita

dari 11.182 pasien rawat inap (11.4 %) (Harahap, 2011).

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Demam Tifoid dan asuhan keperawatan pada pasien
Demam Tifoid .

1.3.2 Tujuan Khusus


Mengetahui defenisi demam tifoid
Mengetahui etiologi dari demam tifoid.
Mengetahui patofisiologi dari demam tifoid.
Mengetahui manifestasi klinis dari demam tifoid.
Mengetahui pemeriksaan penunjang dari demam tifoid.
Mengetahui penetalaksanaan medis dari demam tifoid.
Mengetahui cara mencegah demam tifoid.
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoid.

1.4 Manfaat Penulisan


a) Menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan yang kompresif terhadap Anak
Demam Tifoid .
b)
c) Memberikan pelayanan keprawatan yang tepat pada Anak dengan
Demam Tifoid sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
d) Mengetahui Penyebab dan Pencegahan dari Demam Tifoid.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis Medis
2.1.1 Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut
atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

2.1.2 Etiologi
Menurut Ngastiyah , 2005 penyebab typhoid adalah Salmonella thypii.
Salmonella para typhi A, B dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella
thypii yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
Salmonella thypii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam
keadaan endemik. Pasien anak yang ditemukan berumur di atas satu tahun.
Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun (Ngastiyah , 2005).

4
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Ngastiyah , 2005 penularan Salmonella thypii dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers
(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan
muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang
sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk
ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan
limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar
(Ngastiyah 2005).
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu
pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).

5
2.1.4 Pathway Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Otak
Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung
SSP (Susunan Saraf Pusat)
Usus halus
Merangsang pusat
muntah di medulla Jaringan limfoid
oblongata
Aliran darah

Mual, muntah , anoreksia


Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus
Masuk retikuloendotelial
Mengeluarkan
MK:Gg pemenuhan nutrisi endotoksin Nekrosis usus halus
Masuk limfa dan hati

Pelepasan mediator Ulkus di Plak Pyeri


inflamasi Pembesaran hati dan limfa
Kelemahan
Motilitas usus terganggu
Nyeri perabaan
Suhu Tubuh Nyeri kepala
Bedrest Total kuadran atas
Peristaltik usus

MK:Hipertermi Gangguan MK: Gg. Rasa nyaman nyeri perut


MK:Defisit rasa nyaman Diare
Perawatan Diri

MK: Resti volume


6 cairan dan elektrolit
2.1.5 Manifestasi Klinik
Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan
terlihat lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung
selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu
tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan
kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue) , ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi tetapi juga terdapat diare atau
normal menurut Ngastiyah (2005). Umumnya klien mengalami penurunan
kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah
kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan.

1. Data Fokus, Pemeriksaan Diagnostik dan Masalah Keperawatan


Data Fokus
a) Keluhan utama: perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan
kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa
inkubasi)
b) Suhu tubuh biasanya meningkat, demam berlangsung selama 3 minggu bersifat
febris remiten pada malam atau pagi atau setiap hari dan suhunya tidak tinggi
sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari
dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan
demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.

7
c) Pada orangtua dan keluarga juga mengalami kecemasan akibat anggota
keluarganya yang sakit sehingga terkadang mempengaruhi psikologi orangtua
atau keluarga.
d) Pemeriksaan fisik :
Mulut: terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan kering. Lidah
tertutup selaput putih yang kotor sementara ujung dan tepinya berwarna
kemerahan
Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi,
bisa juga diare atau normal.
Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

8
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)

9
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit
demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman
Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella
(Tubex TF). Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk
deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan
Tubox TF antara lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella
thypii, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang
tinggi terhadap kuman Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya
dibutuhkan sampel darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih cepat, Anon1
(2010).

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di
berikan perawatan sebagai berikut:
1. Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila
ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
kerja usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari

10
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
3. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada anak dengan thypoid yaitu :

o Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum) 2


gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol
dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentulan zat anti
berkurang karena basil terlalu cepat di musnahkan. Dapat juga diberikan
Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin dan ampicillin disesuaikan dengan
keluhan anak. Kloramfenikol digunakan untuk memusnahkan dan
menghentikan penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan utama untuk
mengobati demam thypoid di Indonesia.
o Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan intravena.

11
2.1.8 Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan
penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer
dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain
Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
1. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi
pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik.
Lama proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni,
K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1
5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping
adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan.
Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan
secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada
hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang
terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi
kesehatan.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara
dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam
tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis
penyakit demam tifoid, yaitu :
- Diagnosis klinik.

12
- Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
- Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
- Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.
- Perawatan umum dan nutrisi yang cukup
- Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera
diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester
III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam
kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil
adalah ampisilin atau amoksilin.
s
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan
akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid
sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan
dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang
carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak.

13
2.2.1 Tinjauan Teoritis Keperawatan
2.2.2 Pengkajian
Pengkajian dengan pasien Demam Thypoid, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung
biaya.

2. Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apatis sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan,
mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan
muntah.

3. Riwayat penyakit saat ini


Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi dengan
minuman.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid dan
menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.

6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


A. Keadaan Umum
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubahan. Pada fase lanjut,
secara umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat
kesadaran (apatis, delirium).

14
B. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik :
Kepala kaki, nadi, respirasi, temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki
dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping
itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan
gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan.
1. Pernafasan B1 (breath)
- Bentuk dada : simetris
- Pola nafas : teratur
- Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
- Sesak nafas : tidak ada sesak nafas
- Retraksi otot bantu nafas: tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
- Penurunan tekanan darah
- Keringat dingin
- Diaforesis sering didapatkan pada minggu pertama.
- Kulit pucat
3. Persyarafan B3 (brain):
- Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris,
konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya,
produksi air mata (+), tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
- Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah
muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat
merespon setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat.
- Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan bau-bauan, mukosa
hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau
polip.
- Kesadaran : kompos mentis
4. Perkemihan B4 (bladder)

15
- Kebersiahan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normal
- Uretra : normal
- Produksi urin : normal, BAK tidak menentu, rata-rata4-6 X sehari, tidak
pernah ada keluhan batu atau nyeri.
5. Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : anoreksia
- Porsi makan : porsi
- Mulut : Bibir tampak kering, lidah tampak kotor (keputihan), gigi lengkap,
tidak ada pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil.
- Mukosa : pucat.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
- Kemampuan pergerakan sendi : normal
- Kondisi tubuh : kelelahan, malaise.

2.2.4 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubungan dengan peplepasan endoksin ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh anak .
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran hati dan limfa
ditandai degan anak meringis kesakitan sambil memegan perutnya.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia ditandai dengan muntah mencret , peristaltik usus emningkat .
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pemenuhan nutrisi
ditandai bedres total dan kelemahan dan lidah terlihat kotor .
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
defekasi berlebihan ditandai dengan mukosa bibir kering , TTV tidak dalam
batas normal , klien tampak terlihat lemas .

16
2.2.4 Intervensi
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Hipertermia berhubungan dengan 1. Jelaskan penyebab terjadinya panas kepada 1. Membantu mengurangi kecemasan
pelepasan endotoksin. keluarga atau klien pada klien maupun keluarga
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Ajurkan klien untuk banyak istirahat dan 2. Aktivitas yang berlebihan akan
selama 2 x 24 jam tidak terjadi kenaikan mengurangi aktivitas memperberat kerja usus sehingga
suhu tubuh dengan kriteria hasil : menghambat proses penyembuhan
1. Klien merngatakan nyaman. 3. Berikan klien banyak minum 3. Mengembalikan cairan yang keluar
o 0
2. Suhu badan klien 36,5 C-37 C saat suhu tubuh mengalami
peningkatan serta mencegah terjadinya
dehidrasi
4. Berikan kompres air hangat 4. Membantu menurunkan suhu tubuh
5. Berikan klien pakaian yang mudah 5. Membantu memberikan rasa nyaman
menyerap keringat pada klien
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan 6. Memberikan rasa nyaman pada klien
tenang
7. Monitor tanda-tanda vital 7. Sebagai indikator untuk memantau
perkembangan penyakit klien
8. Monitor input dan output cairan 8. Membantu mencegah terjadinya
dehidrasi
9. Kolaborasi medis untuk pemberian obat 9. Membantu menghilangkan bakteri

17
antibiotik penyebab thypoid
2. Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Kaji respon klien terhadap nyeri 1. Membantu menyamakan persepsi
berhubungan dengan pembesaran hati antara perawat dan klien
dan limfa. 2. Kaji respon nonverbal klien 2. Mencocokan kesesuaian dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan verbal klien
selama 2 x 24 jam tidak terjadi nyeri 3. Berikan posisi yang nyaman pada klien 3. Membantu mengurangi rasa sakit
pada bagian perut dengan criteria hasil yang di rasakan klien
1. Klien mengatakan nyeri berkurang 4. Ajak klien untuk mengalihkan rasa sakit 4. Membantu mengalihkan perhatian
atau hilang. mereka dari apa yang di rasakan
2. Klien menunjukan ekspresi wajah 5. Monitor TTV 5. Sebagai indikator untuk memantau
tenang. perkembangan penyakit klien
3. Nyeri tekan berkurang. 6. Kolaborasi medis untuk pemberian obat 6. Menurangi rasa sakit yang dirasakan
4. TTV dalam batas normal. analgetik klien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang 1. Kaji kebiasaan makan klen 1. Membantu menentukan inrevensi
dari kebutuhan tubuh berhubungan yang tepat
dengan anoreksia : 2. Jaga kebersihan mulut, bersihkan secret 2. Memberikan rasa nyaman pada klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maupun kotoran-kotoran sebelum makan agar klien mau makan
selama 3 x 24 jam tidak gangguan 3. Berikan makanan sedikit-sedikit tapi sering 3. Membantu klien untuk tidak mrasa
pemenuhan nutrisi dengan criteria hasil mual saat makan dan makanan tetap
1. Klien mampu menghabiskan 1 porsi masuk dengan jumlah yang
makanan yang disajikan. dibutuhkan
2. BB klien stabil atau naik. 4. Berikan atau anjurkan untuk memberikan 4. Membantu meningkatkan nafsu

18
makanan tambahan di luar jam makan makan pada klien
sesuai dengan kesukaan klien selama tidak
ada kontraindikasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi 5. Membantu menyediakan makanan
sesuai kebutuhan klien
6. Monitor BB setiap hari 6. Menunjukan pertumbuhan pada klien.
4. Gangguan mobilitas fisik 1. Kaji tingkat ketergantungan klien 1. Menentukan intervensi yang akan di
2. Bantu klien dalam melakukan aktifitas berikan
berhubungan dengan gangguan
ringan seperti mengubah posisi 2. Membantu memotivasi klien untuk
pemenuhan nutrisi ditandai
memenuhi ADL
bedres total dan kelemahan dan 3. Ajarkan keluarga dalam membantu klien 3. Klien biasanya lebih nyaman jika di
lidah terlihat kotor . agar dapat memenuhi ADL bantu oleh keluarganya selain itu akan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat mempererat ikatan emosional.
sselama 1 x 24 jam tidak terjadi defisit
perawatan diri (oral hygiene) dengan
criteria hasil :
1. Mulut tampak bersih.
2. Klien dapat beraktivitas seperti
biasanya.
3. Mulut tercium tidak berbau.
4. Lidah tampak bersih.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan 1. Observasi TTV anak 4 jam sekali 1. Membantu memantau keadaan klien

19
dan elektrolit berhubungan dengan 2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan 2. Melakukan pencgahan dehidrasi sejak
defekasi berlebihan. seperti turgor tidak elastic, produksi urin awal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menurun, membrane mukosa kering, bibir
selama 2 x 24 jam tidak terjadi pecah-pecah
kekurangan volume dan cairan dan 3. Observasi dan catat intake dan output cairan 3. Untuk mempertahankan intake dan
elektrolit dengan kriteria hasil : output yang adekuat
1. Mukosa bibir tampak lembab. 4. Monitor pemberian cairan melalui intravena 4. Mencegah terjadinya pemasukan cairan
2. TTV dalam batas normal. yang berlebihan
3. Klien tampak tidak lemas 5. Berikan kompres dingin 5. Mengurangi kehilangan cairan yang
4. Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi tidak kelihatan

20
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus
yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut
atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii (Hidayat,
2006).
Menurut Ngastiyah , 2005 penyebab typhoid adalah Salmonella thypii.
Salmonella para typhi A, B dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii
yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.
3.2 Saran

3.2.1 Untuk Klien

diharapkan setelah diberikan pendidikan kesehatan, klien dapat

mengerti dan memahami pengertian perawatan dan pencegahan

penyakit Thypoid Fever

3.2.2 Bagi Perawat

Diharapkan agar perawat dapat meningkatkan kemampuan dalam

mengimplementasikan tindakan asuhan keperawatan pada klien

dengan Thypoid Fever

3.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Menambah ilmu pengetahuan dan ketrampilan khususnya pada

asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa Thypoid Fever

21
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyansyah. M. 2012.Medikal Bedah. Jakarta: diva press

Depkes RI 2013. http://ejournal. unsrat.ac.id/index.php/ jkp/articel/viewfile/7449 /

6994.pdf diakses pada 03 Mei 2017 pukul 16.00WIB

Garna, Herry. 2012 .Buku Ajar Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis. Jakarta:

Salemba medika.

Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th

Edition. Missouri: Mosby Elsevier

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nasronudin (ed). 2007. Penyakit Infeksi Di Indonesia Solusi Kini & Mendatang.

Surabaya: Airlangga University Press

Ngastiyah . 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Nursalam, et al. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak. Jakarta:

Salemba

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.

Missouri: Mosby Elsevier

Suriadi, R. Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

World Health Organization. Fact sheet on Typhoid. 2008. [cited 2011 Oktober 5]

Available from : www.who.int/immunization/topics/typhoid/en/index.html

Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai