Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer atau lebih
dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes zoster merupakan
infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada dan leher) dan
saraf. Disebabkan oleh virus varicella zoster (virus yang juga menyebabkan
penyakit varicella atau cacar/chickenpox.
Morbiditas infeksi virus di Indonesia masih sangat tinggi. Hal ini terbukti
dari data oleh Kelompok Studi Herpes Indonesia (KSHI), yang berhasil
mengumpulkan morbiditas Herpes Zoster dari 13 RS Pendidikan di Indonesia
dan beberapa RS tipe A dan B di Indonesia Barat sampai Timur. Terlihat dari
data, bahwa insidens infeksi tertinggi pada dekade ke- 4, sehingga terjadi
pergeseran usia dari data infeksi HZ terdahulu, dan 20% diantaranya
mengalami kejadian Neuralgia Paska Herpes sehingga usaha preventif dan
dampak kualitas hidup akibat gejala sisa berupa nyeri berkepanjangan paska
infeksi ini juga perlu dianalisis dan mendapat perhatian khusus. Dalam era
saat ini, harus menjadi perhatian bahwa diagnosis dini hingga tatalaksana
yang tepat, merupakan kompetensi dokter layanan primer.
Herpes zoster rupanya menggambarkan reaktivasi dari refleksi endogen
yangtelah menetap dalam bentuk laten mengikuti infeksi varisela yang telah
ada sebelumnya. Hubungan varisela dan herpes zoster pertama kali
ditemukan oleh Von Gokay padatahun 1888. ia menemukan penderita anak -
anak yang dapat terkena varisela setelahmengalami kontak dengan individu
yang mengalami infeksi herpes zoster. Implikasi neurologik dari distribusi
lesi semental herpes zoster diperkenalkanoleh Richard Bright tahun 1931 dan
adanya peradangan ganglion sensoris dan saraf spinal pertama kali diuraikan
oleh Von Bareusprung pada tahun 1862. Dan tatalaksana dalam menghadapi
komplikasi klinis serta gejala sisa merupakan ranah dokter spesialis Kulit dan
Kelamin serta dokter spesialis terkait lain.
2

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
a. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
Herpes Zoster
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari Herpes Zoster
b. Mengetahui anatomi fisiologi Herpes Zoster
c. Mengetahui etiologi dari Herpes Zoster
d. Mengetahui klasifikasi dari Herpes Zoster
e. Mengetahui manifestasi klinis Herpes Zoster
f. Mengetahui patofisiologis Herpes Zoster
g. Mengetahui penatalaksanaan Herpes Zoster
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Herpes Zoster
i. Mengetahui komplikasi yang muncul dari Herpes Zoster
j. Melaksanakan dan mengetahui asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan Herpes Zoster
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI HERPES ZOSTER
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
reaktivasi virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel
neuronal dan kadang-kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan
ganglion sensorik saraf kranial menyebar ke dermatom atau jaringan saraf
yang sesuai dengan segmen yang dipersarafinya. (Pusponegoro, Nilasari, &
Dkk, 2014)
Herpes Zoster adalah penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. (Djuanda, 1999). Herpes
Zoster adalah jenis penyakit kulit yang di sebabkan oleh virus varisela-zoster
yang menetap laten di akar saraf. (Ayu, 2015). Herpes ZosterAdalah radang
kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel –vesikel yang tersusun
bekelompok sepajang persarafan sensorik kulit sesuai dermato. (Siregar,
2005). Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus
kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus. (Harahap & Marwali, 2000)

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN


Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit
jangat atau korium) dan lapisan subkutan/hipodermis
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis
merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
berbeda-beda : 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan
dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan
4

kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap
rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-
sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen
melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin,
semakin gelap warnanya.. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya
ultraviolet dengan demikian akan melindungi seseorang terhadap efek
pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian,
sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun
yang disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel
Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang
masuk ke kulit dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel
Langerhans mungkin bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan
sel-sel kulit displastik dan neoplastik. Sel Langerhans secara fisik
berhubungan dengan saraf-sarah simpatis , yang mengisyaratkan
adanya hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit melawan
infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi
sel Langerhans dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi
ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi kemampuannya
mencegah kanker.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris
dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga
paling dalam sebagai berikut:
5

1. Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel


gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin.
Lapisan ini merupakan lapisan terluar dimana eleidin berubah
menjadi keratin yang tersusun tidak teratur sedangkan serabut
elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel saling melekat erat.
2. Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan
tipis yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat.
Stratum lucidum terdiri dari protein eleidin. Selnya pipih, bedanya
dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang
kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan
tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki
3. Stratum Granulosum/ lapisan keratohialin, terdiri atas 2-4 lapis sel
poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul
keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang
mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai
penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta
menyediakan efek pelindung pada kulit.
4. Stratum Spinosum/ stratum malphigi / pickle cell layer, tersusun
dari beberapa lapis sel di atas stratum basale. Sel pada lapisan ini
berbentuk polihedris dengan inti bulat/lonjong. Pada sajian
mikroskop tampak mempunyai tonjolan sehingga tampak seperti
duri yang disebut spina dan terlihat saling berhubungan dan di
dalamnya terdapat fibril sebagai intercellular bridge.Sel-sel
spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini memiliki
fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan
melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini
banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan
seperti telapak kaki.
5. Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah
pada epidermis (berbatasan dengan dermis), tersusun dari selapis
sel-sel pigmen basal , berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya
6

terdapat melanin. Pada lapisan basal ini terdapat sel-sel mitosis.


(Rahariyani,D. L. 2007)

Ket :
A: Melanosit
B: Sel Langerhans
C: Sel Merkel
D:Nervanda
1. Stratum Korneum
2. Stratum Lucidum
3. Stratum Granulosum
4. Stratum Spinosum
Gambar : struktur epidermis 5. Basal membran
2. Dermis
Lapisan yang mempunyai ketebalan 4kali lipat dari lapisan
epidermis (kira-kira 0.25-2.55mm ketebalannya) tersusun dari jaringan
penghubung dan penyokong lapisan epidermis dan mengikatkannya pada
lapisan dalam hipodermis. Lapisan ini terbagi atas :
a. Lapisan papilari,
Merupakan lapisan tipis dan terdiri dari jaringan penghubung
yang longgar menghubungkan lapisan epidermis kelapisan subcutis,
banyak terdapat sel mast dan sel makrofag yang diperlukan untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menembus lapisan dermis. Di
lapisan ini juga terdapat sejumlah kecil elastin dan kolagen. Lapisan ini
berbentuk gelombang yang terjulur kelapisan epidermis untuk
memudahkan kiriman nutrisi kelapisan epidermis yang tidak mempunyai
pembuluh darah.
b. Lapisan Retikular,
Merupakan lapisan tebal dan terdiri dari jaringan penghubung
padat dengan susunan yang tidak merata, disebut lapisan retikular karena
banyak terdapat serat elastin dan kolagen yang sangat tebal dan saling
berangkai satu sama lain menyerupai jaring-jaring. Dengan adanya serat
elastin dan kolagen akan membuat kulit menjadi kuat, utuh kenyal dan
meregang dengan baik. Komponen dari lapisan ini berisi banyak struktur
khusus yang melaksanakan fungsi kulit. Terdiri dari :
1) Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak)
7

Menghasilkan sebum, zat semacam lilin, asam lemak atau trigliserida


bertujuan untuk melumasi permukaan kulit dikeluarkan melalui folikel
rambut yang mengandung banyak lipid. pada orang yang jenis kulit
berminyak maka sel kelenjar sebaseanya lebih aktif memproduksi
minyak, dan bila lapisan kulitnya tertutup oleh kotoran,debu atau
kosmetik menyebabkan sumbatan kelenjar sehingga terjadi
pembengkakan. pada gambar dibawah terlihat kelenjar sebasea yang
berwarna kuning dan disebelah kanannya terdapat kelenjar keringat)

Gambar kelenjar sebasea

2) Eccrine sweat glands atau kelenjar keringat


Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air
dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari.
Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL
keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak
lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan
sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul
organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua
jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
a) Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan
pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang
kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika
ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel
yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar
keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan
sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
b) Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak
tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien
8

organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 –


6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur
temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil
dengan sifat antibiotik.

gambar: kelenjar keringat


3) Pembuluh darah
Dilapisan dermis sangat kaya dengan pembuluh darah yang
memberi nutrisi penting untuk kulit, baik vitamin, oksigen maupun zat-
zat penting lainnya untuk metabolisme sel kulit, selain itu pembuluh
darah juga bertugas mengatur suhu tubuh melalui mekanisme proses
pelebaran atau dilatasi pembuluh darah.
Aliran darah untuk kulit berasal dari subkutan tepat di bawah
dermis. Arteri membentuk anyaman yang disebut retecutaneum yaitu
anyaman pembuluh darah di jaringan subkutan, tepat di bawah dermis.
Cabang-cabang berjalan ke superficial dan ke dalam. Fungsi
vaskularisasi yang ke dalam ini adalah untuk memelihara jaringan
lemak dan folikel rambut.Cabang yang menembus stratum reticulare,
memberi cabang ke folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea.
Pada perbatasan Str. Reticullare Str. Papilare membentuk
anyaman ke 2 yang disebut Rete Sub Papillare berupa pembuluh darah
yang lebih kecil. Arteriole-arteriole dari rete sub papillare berjalan ke
9

arah epidermis dan berubah menjadi anyaman kapiler (capilary beds).


Pembuluh kapiler ini terdapat pada tepat di bawah epidermis, sekitar
matrik folikel rambut, papila folikel rambut, sekitar kelenjar keringat
dan sebasea. Selain itu di bagian superfisial di stratum retikulare
terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus papilaris. Pada
keadaan temperatur udara lebih rendah dari tubuh maka kapiler venulae
di stratum papilare dan subpapilare menyempit sehingga temperatur
tubuh tidak banyak yang hilang. Bila udara panas kelenjar keringat aktif
memproduksi keringat kapiler dan venulae dilatasi penguapan keringat.
4) Serat elastin dan kolagen
Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan
ini dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen.
Kolagen merupakan komponen jaringan ikat yang utama dan dapat
ditemukan pada berbagai jenis jaringan serta bagian tubuh yang harus
diikat menjadi satu. Protein ini dihasilkan oleh sel-sel dalam jaringan
ikat yang dinamakan fibroblast. Kolagen diproduksi dalam bentuk
serabut yang menyusun dirinya dengan berbagai cara untuk memenuhi
berbagai fungsi yang spesifik. Pada kulit serabut kolagen tersusun
dengan pola rata yang saling menyilang.
Kolagen bekerja bersama serabut protein lainnya yang dinamakan
elastin yang memberikan elastisitas pada kulit. Kedua tipe serabut ini
secara bersama-sama menentukan derajat kelenturan dan tonus pada
kulit. Perbedaan serat Elastin dan kolagen, adalah serat elastin yang
membuat kulit menjadi elastin dan lentur sementara kolagen yang
memperkuat jaring-jaring serat tersebut. Serat elastin dan kolagen itu
sendiri akan berkurang produksinya karena penuaan sehingga kulit
mengalami kehilangan kekencangan dan elastisitas kulit.
5) Syaraf nyeri dan reseptor sentuh
Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal
dan permukaan yang terdiri dari saraf-saraf motorik dan saraf sensorik.
Ujung saraf motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang
terdapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima
10

rangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung-ujung,
saraf sensorik ini membentuk bermacam-macam kegiatan untuk
menerima rangsangan.
(Rahariyani,D. L. 2007)

3. Subkutan
Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang
paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang
memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot
dan tulang. Banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan
syaraf juga terdapat gulungan kelenjar keringat dan dasar dari folikel
rambut. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan
tersebar menurut jenis kelamin seseorang, dan secara parsial menyebabkan
perbedaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan yang
berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan
subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting
dalam pengaturan suhu tubuh. Tidak seperti epidermis dan dermis, batas
dermis dengan lapisan ini tidak jelas.
Pada bagian yang banyak bergerak jaringan hipodermis kurang,
pada bagian yan melapisi otot atau tulang mengandung anyaman serabut
yang kuat. Pada area tertentu yng berfungsi sebagai bantalan (payudara
dan tumit) terdapat lapisan sel-sel lemak yang tipis. Distribusi lemak pada
lapisan ini banyak berperan dalam pembentukan bentuk tubuh terutama
pada wanita.
(Rahariyani,D. L. 2007)

C. ETIOLOGI
Penyebab dari Herpes Zoster ini secara umum adalah Virus Varicella
zoster. Varicella zoster adalah agens virus penyebab dari cacar air dan herpes
zoster. Setelah sembuh dari cacar air, virus Varicella tetap ada dalam tubuh
dalam tahap laten seumur hidup. Sebagai virus laten, Varicella tidak akan
11

menunjukkan gejala apapun, tetapi potensial untuk aktif kembali. Pada tahap
reaktivitas, Varicella muncul sebagai Herpes zoster yang sering disebut
sebagai shingles. Virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk
ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit
protein-virion yang lengkap dengan diameternya 150-200 nm, dan hanya
virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan
cepat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan
suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21 hari.

D. KLASIFIKASI
1. Herpes Zoster Oftalmikus (daerah mata)
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan
sukar dibuka.
2. Herpes Zoster Fasialis (daerah wajah)
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
3. Herpes Zoster Brakialis (daerah bahu dan lengan)
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
4. Herpes Zoster Torakalis (daerah dada)
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
12

E. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini dapat dideteksi dari gejala-gejala yang terjadi diantaranya :
a. Terasa demam, pilek, cepat merasa lelah, dan lemah
b. Terasa nyeri sendi, sakit kepala, dan pusing
c. Rasa sakit seperti terbakar
d. Kulit menjadi sensitive selama beberapa hari hingga satu minggu
e. Timbul bintik kecil kemerahan pada kulit
Bintik-bintik kecil yang tumbuh ini lalu berubah menjadi gelembung-
gelembung transparan berisi cairan, persis seperti pada cacar air namun hanya
bergerombol di sepanjang kulit yang di lalui oleh syaraf yang terkena. Bintik-
bintik baru dapat terus bermunculan dan membesar sampai seminggu
kemudian. Jaringan lunak di bawah dan di sekitar lepuhan dapat
membengkak untuk sementara karena peradangan yang di sebabkan oleh
virus.
Gelembung kulit ini mungkin terasa agak gatal sehingga dapat tergaruk
tanpa sengaja. Jika dibiarkan, gelembung akan segera mengering membentuk
keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak
berwarna gelap di kulit (hiperpigmentasi). Bercak ini lama kelamaan akan
pudar tanpa meninggalkan berkas. Namun, jika gelembung tersebut pecah
oleh garukan, keropeng akan meninggalkan bekas yang dalam dan dapat
membuat parut permanen.
Virus varisela-zoster umumnya hanya mempengaruhi satu saraf saja,
pada satu sisi tubuh. Sesekali, dua atau tiga syaraf bersebelahan dapat
terpengaruh. Saraf di kulit dada atau perut dan wajah bagian atas (termasuk
mata) adalah yang paling sering terkena. Herpes zoster di wajah sering kali
menimbulkan sakit kepala yang parah. Otot-otot wajah untuk sementara tidak
dapat digerakkan. (Ayu, 2015).

F. PATOFISIOLOGI
Virus yang menyebabkan herpes zoster ini adalah golongan varicella
yang mula-mula adalah penyebab dari cacar air atau varicella yang sudah
tidak aktif atau dorman dan kemudian diaktifkan lagi oleh tubuh. Herpes
13

zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama dengan virus penyebab
varisella.
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus)
meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf
sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf
sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini,
virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan tidak mengadakan
multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya.
Meskipun setiap syaraf dapat terkena, tetapi syaraf torakal, lumbal atau
kranial agaknya paling sering terserang.
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi
reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam
ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang
berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.
VZV (varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf
sensorik sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut
saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes
zoster. Virus varicella yang dorman atau tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan
timbul vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit
di sekitarnya mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya
didahului atau disertai dengan rasa nyeri hebat dan / atau disertai dengan rasa
terbakar. Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu.
Rasa nyeri yang timbul sesudah serangan herpes disebut neuralgie
posterpetika dan biasanya berlangsung beberapa bulan, bahkan kadang-
kadang sampai beberapa tahun. Neuralgie posterpetika lebih sering dialami
pasien yang lanjut usia. Jika herpes zoster menyerang ke seluruh tubuh, paru-
paru dan otak maka mungkin akan terjadi suatu kefatalan. Penyebaran ini
biasanya tampak pada pasien menderita limfoma atau leukemia. Dengan
demikian setiap pasien yang menderita herpes zoster yang tersebar harus
dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan.
14

H. PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan HZ, dikenal strategi 6A :
1. Attract patient early
Pasien : Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengobatan
sedini mungkin dalam 72 jam setelah erupsi kulit
Dokter : Diagnosis dini , Anamnesis dan pemeriksaan fisik
secaraseksama dan lengkap.
2. Asses Patient Fully :
Memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia lanjut, resiko PHN,
resiko komplikasi mata, kemungkinan imunnokompromais,
kemungkinan defisit motorik, dan kemungkinan terkenannya organ
dalam.
3. Antiviral
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
a. Usia > 50 tahun
b. Dengan resiko terjadinya NPH
c. Imunnokompromais
d. Anak-anak, usia <50 tahun dan perempuan hamil diberikan
terapi antiviral bila disertai : Resiko terjadinya NPH
4. Pengobatan Antivirus
a. Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/ hari elama 7-10 atau
b. Asiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
c. Famsiklovir untuk dewasa : 3x 250 mg/hari selama 7 hari
Catatan Khsusus :
a. Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila
masih timbul lesi baru/ terdapat vesikel berumur <3 hari
b. Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir
intervena 10 mg/kg BB, 3 x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9 % dan diberikan tetes selama
satu jam
c. Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
d. Dosis Asiklovir anak
15

e. < 12 tahun : 30 mg/kgBB 7 hari


f. > 12 tahun : 60 mg/kgBB 7 hari
g. Analgetik :Nyeri ringan : paracetamol; Nyeri sedang sampai
berat:kombinasi apioid ringan (tramadol,odein)
5. Allay anxietas-counselling
a. Edukasi mengenai penyakit HZ untuk mengurangi kecemasan serta
ketidak pahaman pasien tentang penyakit dan komplikasinya
b. Mempertahankan kondisi mental dan aktivitas fisik adgar tetap
optimal
c. Memberikan perhatian dapat membantu pasien mengatasi
penyakitnya.
6. Pengobatan topikal
a. Menjaga lesi kulit agar kulit kering dan bersih
b. Hindari antibiotik topikal kecuali ada infeksi sekunder
c. Rasa tidak nyaman, kompres basah dingin steril/ Rasio kelamin
d. Asiklovir topikal tidak efektif
7. Terapi suportif
a. Istirahat makan cukup
b. Jangan digaruk
c. Pakaian longgar
d. Tetap mandi (Pusponegoro, Nilasari, & Dkk, 2014)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penyakit herpes zoster dapat dideteksi melalui tes, yaitu :
1. Kultur Virus
Cairan dari unilepuh yang baru pecah dapat di ambil dan di
masukkan ke dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium
virologi. Apabila pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada
es cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14
hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas
mencapai 100%.
16

2. Deteksi Antigen
Uji antibody fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan
dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan
menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum, kemudian di oleskan
pada kaca dan diwarnai dengan antibody monoklonal yang terkonjugasi
dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.
3. Uji Serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster
adalah ELISA.
4. PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di
dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospina. Pemeriksaan dengan
metode ini sangat cepat dan sangat sensitif, dengan metode ini dapat
digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan
apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat,
sensifitasnya berkisar 97-100%. Test ini dapat menemukan nucleid acid
dari virus varicella zpster. (Ayu, 2015)
5. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesicel yang masih baru,
kemudian diwarnai engan pewarnaan yaitu Hematoxylin-eosin, toluidine
blue ataupun papanicolaou’s dengan menggunakan mikroskop cahaya
akan dijumpai multinucleated giant cell. Pemeriksaan ini sensitifitasnya
sekitar 48 %, test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella
zoster dengan herpes simpleks virus.
6. Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
membentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif, hasil
pemeriksaan sangat cepat, test ini dapat menemukan antigen virus
varricella zoster. Pemeriksaa ini dapat membedakan antara VVZ dengan
herpes simpleks virus.
17

K. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Neurologis
Neuralgia Paska Herpes (NPH) :Nyeri yang menetap di dermatom
yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi PHN
berkisar sekitar 10-40% dari kasus HZ. NPH merupakan aspek HZ yang
paling mengganggu pasien secara fungsional. dan psikososial. Pasien
dengan NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri, berdenyut),
nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus seperti
allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll). Risiko
NPH meningkat pada usia>50 th (27x lipat), nyeri prodromal lebih lama
atau lebih hebat;; erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama)
atau intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain : Distribusi di daerah
oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes.
Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20%
pasien HZ, dan sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau
pengobatan sudah optimal, 40 % tetap merasa nyeri.
2. Komplikasi Mata
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ
Oftalmikus, terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka
parut.
3. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt : sering disebut HZ Otikus merupakan
komplikasi pada THT yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom
ini terjadi akibat reaktivasi VZV di ganglion genikulata saraf fasialis.
Tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt meliputi HZ di liang telinga luar
atau membrana timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan
lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo,
dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.
18

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Umur : penderita herpes zoster biasanya dapat terjadi pada semua
umur, tetapi yang lebih beresiko terjadi pada dewasa/lanjut usia.
Kulit pada usia lanjut mengalami banyak perubahan karena pengaruh
intrinsik maupun ekstrinsik, sehingga kemungkinan munculnya
kelainan yang berhubungan dengan kulit semakin meningkat.
b. Jenis Kelamin : dapat terjadi pada pria dan wanita.
c. Alamat: kebersihan lingkungan yang kurang higenis dapat memicu
terjadinya penyakit herpes zoster.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama(saat masuk rumah sakit dan saat ini)
Biasanya pada pasien penyakit herpes zoster mengalami demam,
sakit kepala, fatige, malaise, kemerahan, sensitive, sore skin
(penekanan kulit), rasa terbakar atau tertusuk, gatal, kesemutan dan
nyeri pada kulit.Terasa demam, pilek, cepat merasa lelah, dan
lemah, terasa nyeri sendi, sakit kepala, dan pusing, rasa sakit seperti
terbakar, timbul bintik kecil kemerahan pada kulit

Alasan masuk rumah sakit


Biasanya pasien mengeluh adanya rasa terbakar atau tertusuk, gatal,
kesemutan, nyeri pada kulit. Timbul bintik kecil kemerahan pada
kulit, terasa nyeri sendi.

Upaya yang di lakukan untuk mengatasinya


Membawa pasien kerumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat.
19

c. Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya penderita penyakit herpes zoster riwayat menderita
penyakit cacar, riwayat immunocompromised (HIV/AIDS,
Leukimia), mengalami penurunan kekebalan
(immunocompromised), riwayat terapi radiasi dan kemoterapi,
orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi
sumsum tulang.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adanya anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

3. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan


Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada
keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan
terdekat.
4. Pola nutrisi dan metabolik
Makan : Biasanya normal
Minum : Biasanya normal

5. Pola eliminasi
BAK : Biasanya normal
BAB : Biasanya normal

6. Pola aktivitas dan latihan


Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena ekstermitas
yang mengalami penyakit pada kulit dan malaise.

7. Pola istirahat tidur


Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri pada
kulit.
20

9. Pola persepsi sensori dan kognitif


Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera
berobat

10. Pola hubungan dengan orang lain


Akibat kondisi pasien biasanya tidak memungkinkan untuk keluar dan
memilih untuk istirahat.

11. Pola reproduksi / seksual


Biasanya terganggu apabila adanya penyakit pada bagian genital.

12. Pola persepsi diri dan konsep diri


Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti
ini lagi.

13. Pola mekanisme koping


Biasanya pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memperhatikan
kondisi kulitnya dan meringis kesakitan.

14. Pola nilai kepercayaan / keyakinan


Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini
merupakan cobaan dari Tuhan YME.

15. Pemeriksaan Fisik


TINDAKAN GAMBARAN
Tanda Vital Suhu : biasanyameningkat akibat demam;
Lokasi : aksila
Nadi :biasanya cepat; Pulsasi : biasanya teraba
cepat dan keras
TD : biasanya meningkat Lokasi : lengan atas
RR : biasanya cepat (>20x/menit); Irama:
biasanya kusmaul
Tinggibadan Biasanya dengan TB normal
Beratbadan Sebelum masuk RS : biasanya BB normal,
rumah sakit : biasanya BB normal
LILA Biasanya normal
21

Kepala :
Rambut : Biasanya tidak ada kelainan

Wajah : Adanya bintik kecil kemerahan pada kulit, adanya gelembung-


gelembung transparan berisi cairan pada kulit dan
bergerombol. Kulit menjadi sensitive, tampak menyeringai
kesakitan. (herpes facialis)

Mata : Kelopak mata bengkak dan sukar dibuka, dan banyak


mengeluarkan air mata (herpes oftalmikus)

Hidung: Biasanya tidak ada pembengkakkan polip, biasanya simetris


kiri dan kanan, Sekret tidak ada

Bibir : Biasanya mukosa bibir pucat

Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi


Leher
Trakea : Biasanya tidak terjadi deviasu trakhea
JVP : Biasanya 5-2 cm H2O
Tiroid : Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada
Paru
I : dada klien biasanya simetris kiri dan kanan, adanya bintik kecil
kemerahan pada kulit dan gelembung berisi cairan (herpes torakalis)
P : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
P : biasanya sonor
A : biasanyatidak ada suara tambahan
Jantung
I : biasanya ic tidak terlihat
P : biasanya ic teraba di ric v
P : biasanya pekak
A : biasanya irama teratur
Abdomen
I : biasanya tidak adalesi
A : biasanya BU normal
P : biasanya tidak ada kelainan
P : biasanya tympani
Ekstremitas
Muskuloskeletal/Sendi
Kekuatan otot : biasanya lemah
Inspeksi : biasanya ekstrimitas terganggu apabila adanya penyakit pada
bagian muskuloskletal.
Palpasi : adanya nyeri sendi
Integumen
Inspeksi : adanya bintik kecil kemerahan pada kulit, adanya gelembung-
gelembung transparan berisi cairan pada kulit dan bergerombol. Kulit
menjadi sensitive.
22

Palpasi : biasanya turgor kulit jelek, nyeri pada kulit, rasa terbakar atau
tertusuk, gatal dan kesemutan.
Neurologi
Status mental/GCS : Compos mentis
Saraf cranial : biasanya tidak ada masalah
Reflekfisiologi : biasanya positif
Reflekpatologis : biasanya negative
Payudara
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pembengkakan/ masa
Genitalia
Biasanya tidak ada kelainan
Rectal
Biasanya tidak ada kelainan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis(lesi kulit)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immunodefisiensi(lesi
dan respon peradangan)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit; supresi
respon inflamasi (kerusakan fungsi barier kulit)
4. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik(pruritus dan nyeri
dari lesi herpes)

C. INTERVENSI NIC-NOC
No Diagnosa NOC NIC
1. 1 Nyeri akut Pain control Pain Management
berhubungan 1) Jelaskan faktor 1) Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agen penyebab. komprehensif termasuk lokasi,
cedera biologis 2) Gunakan karakteristik, durasi, frekuensi,
tindakan kualitas.
pencegahan. 2) Gunakan komunikasi terapeutik
3) Gunakan untuk mengetahui pengalam
tindakan non nyeri pasien.
analgesic 3) Kaji faktor yang mempengaruhi
4) Laporkan respon nyeri.
perubahan 4) Evaluasi pengalaman nyeri masa
gejala nyeri ke lalu.
perawat. 5) Evaluasi bersama pasien dan tim
5) Catat serangan/ medis tentang ketidakefektifan
tanda gejala Control Nyeri
nyeri. 1) Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
23

suhu ruangan, kebisingan.


2) Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi, & interpersonal).
3) Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi.
4) Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi.
5) Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri.
6) Evaluasi ketidakefektifan
kontrol nyeri.
7) Tindakan istirahat
8) Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
9) Observasi reaksi nonverbal dan
ketidaknyamanan.
10) Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
2. 2 Kerusakan Tissue integrity Pressure management
integritas kulit (skin and mucous 1) Jaga kebersihan kulit agar tetap
berhubungan membranes) bersih dan kering
dengan 1) Elastisitas 2) Hindari kerutan pada tempat
immunodefisiensi kembali normal tidur
2) Tidak terdapat 3) Monitor kulit akan adanya
Skin lesions kemerahan
3) Texture kulit 4) Monitor aktivitas dan mobilisasi
kembali normal pasien
4) Skin integrity 5) Monitor status nutrisi pasien
kembali normal 6) Mobilisasi pasien setiap dua
5) Tidak terdapat jam sekali
necrosis 7) Oleskan lotion / minyak pada
daerah yang tertekan
8) Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
9) Kolaborasi dengan tim medis
lain jika terjadi komplikasi

3 Risiko infeksi NOC: Perlindungan Infeksi


berhubungan Status Imunitas 1) Monitor adanya tanda dan gejala
dengan gangguan 1) Suhu tubuh inffeksi sistemik lokal
integritas kulit; 2) Tingkat sel T4 2) Monitor kerentanan terhadap
supresi respon 3) Infeksi berulang infeksi
inflamasi 4) Kehilangan berat 3) Batasi jumlah pengunjung
badan 4) Srining semua pengunjung
5) Keletihan kronis terhadap penyakit menular
5) Tingkatkan asupan nutrisi yang
24

cukup
Perilaku Imunitas 6) Anjurkan asupan cairan yang
1) Menggambarkan tepat
resiko yang 7) Lanjutkan istirahat
terkait dengan 8) Pantau adanya tingkat perubahan
imunisasi energi
tertentu 9) Instruksikan pasien untuk minum
2) Mendapatkan antiobiotik yang diresepkan
imunisasi yang 10) Ajarkan pasien dan keluarga
direkomendasika mengenai tanda dan gejala
n sesuai umur infeksi dan kapan harus
oleh The melaporkannya kepada yankes
American 11) Berikan ruangan pribadi yang
Acadamy dibutuhkan
Peadris atau 12) Laporkan dugaan infeksi pada
United States personil pengendali infeksi
Publiick Help Management Imunisasi
Service 1) Sediakan informasi mengenai
3) Menjelaskan vaksin yang disiapkan oleh pusat
langkah – pencegahan dan control penyakit
langkah bantuan 2) Dokumentasikan informasi
untuk efek vaksinasi, sesuai SOP yang
vaksin berlaku
4) Melaporkan 3) Ingatkan individu atau keluarga
setiap efek ketika imuniasasinya ada yang
samping belum dilakukan
5) Mengkonfirmasi 4) Bantu keluarga terkait
tanggal perencanaan keuangan untuk
imunisasi membayar imunisasi (misalnya,
berikutnya apakah dibayar asuransi dan
klinik Dept. Kesehatan)
StatusNutrisi 5) Jadwalkan imunisaSI sesuai
1) Asupan gizi tenggang waktu yang ada
2) Asupan
makanan Kontrol Infeksi
3) Asupan cairan 1) Bersihkan lingkungan setelah
4) Rasio berat dipakai pasien
badan 2) Pertahankan teknik isolasi
3) Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meningggalkan
pasien
4) Cuci tangan sebelum dan sesaat
tindakan
5) Gunakan sarung tangan,baju
sebagai alat pelindung
6) Monitor tanda dan gejala infeksi
25

sistemik dan lokal


7) Monitor kerentanan terhadap
infeksi
8) Dorong istirahat
9) Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai resep
yang diberikan
10) Berikan terapi antibiotic bila
perlu
11) Ajarkan cara menghindari
inveksi
12) Laporkan kultur positif
4 Insomnia  Tidur Terapi Relaksasi
berhubungan 1) Kesulitan 1. Ciptakan lingkungan yang
dengan memulai tidur tenang dan tanpa distraksi
ketidaknyamanan 2) Tidur yang dengan lampu yang redup dan
fisik terputus
suhu lingkungan yang nyaman,
3) Nyeri
4) Kualitas tidur jika memungkinkan
2. Dorong klien untuk mengambil
posisi yang nyaman dengan
pakaina longgar dan mata
tertutup
3. Spesifikan isi intervensi relaksasi
4. Dapatakan perilaku yang
menunjukan terjadi
relaksasi,misalnya bernafas
dalam,menguap,pernafasan
perut,atayu bayangan yang
menenangkan
5. Minta klien untuk rileks dan
merasakan sensasi yang terjadi
6. Gunakan suara yang lembut
dengan irama yang lambat untuk
setiap kata
7. Dorong pengulangan teknik
praktik-praktik tertentu secara
berkala
8. Berikan waktu yang tidak
terganggu karena mungkin saja
klien tertidur
26

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Herpes ZosterAdalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu
vesikel –vesikel yang tersusun bekelompok sepajang persarafan sensorik kulit
sesuai dermato. (Siregar, 2005). Penyebab dari Herpes Zoster ini secara
umum adalah Virus Varicella zoster. Varicella zoster adalah agens virus
penyebab dari cacar air dan herpes zoster. Setelah sembuh dari cacar air,
virus Varicella tetap ada dalam tubuh dalam tahap laten seumur hidup.
Penyakit ini dapat dideteksi dari gejala-gejala yang terjadi diantaranya
:Terasa demam, pilek, cepat merasa lelah, dan lemah, Terasa nyeri sendi,
sakit kepala, dan pusing, Rasa sakit seperti terbakar, Kulit menjadi sensitive
selama beberapa hari hingga satu minggu, Timbul bitnik kecil kemerahan
pada kulit. Faktor Resiko : Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi
pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya lemah. Makin tua usia penderita
herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
Metode pencegahan dapat berupa : Dengan cara pemakaian asiklovir
jangka panjang dengan dosis supresi, Pemberian vaksinasi dengan vaksin
VZV hidup yang dilemahkan, sering diberikan pada orang lanjut usia untuk
mencegah terjadinya penyakit, meringankan beban penyakit, serta
menurunkan terjadinya komplikasi NPH. Serta asuhan keperawatan.
B. SARAN
Diharapkan asuhan keperawatan teoritis ini memberikan pengetahuan
kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa keperawatan agar
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Herpes Zoster.
27

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2012).


Nursing Interventions Classification (NIC) sixth edition. United State of
America: ISBN.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2012). Nursing
Outcomes Clasification (NOC) fifth edition. United State of America:
ISBN.
Harahap, & Marwali. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
M, L., Price, Sylvia,, & Willson,. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. jakarta: EGC.
Marwali, & Harapan. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Pusponegoro, E. H., Nilasari, H., & Dkk. (2014). Buku Panduan Herpes Zoster.
Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai