Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SELULITIS

Disusun Oleh :

ULFA AULIATUN S

30901602124

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Berdasarkan WHO, selulitis atau dikenal juga sebagai cellulitis, adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh infeksi streptococcal ataupun staphylococcal pada
jaringan subkutan, yang biasanya disebabkan oleh luka minor yang terkontaminasi.
Selulitis yang tidak diobati dapat menyebabkan toksemia sistemik. Kejadian
berulang dapat menyebabkan limfedema kronis yang dapat menjadi faktor
predisposisi episode infeksi berul
B. Etiologi

Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya


negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium. Infeksi
odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam
bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (
Peterson,2003 ). Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses
periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi
molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril,
infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula,
laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.
Penyebab dari selulitis menurut Isselbacher ( 1999 ; 634 ) adalah bakteri
streptokokus grup A, streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.
C. Patofisiologi
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus
yang pengobatannya tidak adekuat, Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan
sistem vena serta limfatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada
pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam
dan bakterimia. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka
yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan,
untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan
yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah
stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan
anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan
adanya organisme campuran. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini
dangkal dan berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi
mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi
derajat rendah.

D. Pathways
E. Menifestasi klini

Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren). Selulitis biasanya
didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Daerah yang
terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor
(nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas
pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. Periode inkubasi sekitar
beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise anoreksia;
demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-
gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan
patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi
dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika
disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis
bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens.
F. Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan farmakologi
a. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
1) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari.
Penisilin merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di
rumah sakit kota-kota besr perlu dipertimbangkan kemungkinan
adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis,
diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok
anafilaktik.
2) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
3) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat
diberikan setelah makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan
ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
4) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin,
dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari
sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-
11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
5) Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih
baik karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari.
Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau
sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis.
Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin
resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan
berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan.
Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin
karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih
sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya
makanan dalam lambung
 Penatalaksanaan keperawatan
1) Untuk mengurangi edema dan nyeri, direkomendasikan untuk
elevasi / meninggikan dan mengistirahatkan ekstremitas yang
mengalami keluhan.
2) Perlu dipertimbangkan hospitalisasi untuk monitoring ketat dan
pemberian antibiotik intravena pada kasus yang berat, pada bayi,
pasien usia lanjut, dan pasien dengan imunokompromis.
3) Pada kondisi yang sangat parah dengan nekrosis luas disertai
supurasi, perlu dipertimbangkan dilakukan debridement insisi dan
drainase secara bedah.
4) Memberikan edukasi kepada penderita yaitu diberikan informasi
mengenai perawatan kulit dan higiene kulit yang benar, misalnya
mandi teratur, minimal 2 kali sehari, jika terdapat luka hindari
kontaminasi dengan kotoran.
G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Creatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada
daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau
terdapat bula
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak
tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea,
takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
2) Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak
lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography) Baik Plain-film Radiography maupun CT
keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan subjucent
osteomyelitis. Jika sulit membedakan selulitis dengan necrotizing
fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis
infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis,
necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa
pembentukan abses pada subkutaneus.
I. Konsep keperawatan
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2) Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam,
menggigil dan malaise
b) Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya
mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat
pemakaian obat.
c) Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna
merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang
dan mengilap
d) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit
selulitis atau penyekit kulit lainnya
e) Keadaan emosi psikologi
Pasien tampak tenang,dan emosional stabil
f) Keadaan social ekonomi
Biasanya menyerang pada social ekonomi yang sederhana
g) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
TD : Menurun (< 120/80 mmHg)
Nadi : Turun (< 90)
Suhu : Meningkat (> 37,50)
RR : Normal

Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau


tidak
Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
Mulut : Kebersihan, tidak pucat
Telinga : Tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Jantung : Denyut jantung meningkat
Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan
yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit
yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan
tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau
d’orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan
lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan
besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.

B. Diagnose keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi
jaringan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor
sirkulasi dan edema.
3) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
4) Hipertermi b/d proses infeksi/inflamasi sistemik

C. Rencana tindakan

1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan.


Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :pasien menampakkan ketenangan, ekspresi muka rileks
ketidaknyamanan dalam batas yang dapat ditoleransi.
Intervensi:
a. Kaji intensitas nyeri menggunakan skala / peringkat nyeri
b. Pertahankan ekstrimitas yang dipengaruhi dalam posisi
yang ditemukan
c. Jelaskan kebutuhan akan imobilisasi 49 – 72 jam
d. Berikan anal gesik jika diperlukan, kaji keefektifan
e. Ubah posisi sesering mungkin, pertahankan garis tubuh
untuk menccegah penekanan dan kelelahan.
f. Bantuan dan ajarkan penanganan terhadap nyeri,
penggunaan imajinasi, relaksasi dan lainnya.
g. Tingkatkan aktivitas distraksi.

2) Kerusakan ingritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi


Tujuan : menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil : Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut,
kulit bersih, kering dan area sekitar bebas dari edema, suhu normal.
Intervensi:
a. Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman warna cairan
b. Pertahankan istirahat di tempat tidur dengan peningkatan
ekstremitas dan mobilitasasi.
c. Pertahankan teknik aseptic
d. Gunakan kompres dan balutan
e. Pantau suhu laporan, laoran dokter jika ada peningkatan.

3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


Tujuan : pasien mengerti tentang perawatan dirumah
Kriteria hasil : melaksanakan perawatan luka dengan benar
menggunakan tindakan kewaspadaan aseptic yang tepat.
Mengekspresikan pemahaman perkembangan yang diharapkan
tanpa infeksi dan jadwal obat.
Intervensi:
a. Demonstasikan perawatan luka dan balutan, ubah prosedur,
tekankan pentingnya teknik aseptic.
b. Diskusikan tentang mempertahankan peninggian dan
imobilisasi ekstrimitas yang ditentukan
c. Dorong melakukan aktivitas untuk mentoleransi
penggunaan alat penyokong.
d. Jelaskan tanda-tanda dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
e. Diskusikan jadwal pengobatan
f. Tekankan pentingnya diet nutrisi.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Pnyakit Kulit dan Kelamin.2008. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges.2000. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians.
Fitzpatrick, Thomas B.2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia,
hal: 146-149

Anda mungkin juga menyukai