Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM RESPIRASI ”TB PARU”

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan medical bedah)

Dosen Pembimbing :
Ns. Siti Aminah, M.Kep

Disusun oleh :

Dita Aryanti – E.0105.20.049

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN

STIKes. BUDI LUHUR CIMAHI

2021/2022
A. Definisi

Tuberculosis paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru –
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Irman Somantri, 20013).

Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2012).

Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi paru
dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. Prognosis penyakit ini
sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

B. Etiologi

Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran


panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar komponen mycobacterium
tuberkulosis adalah bentuk lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam
serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat
aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, mycobacterium
tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru – paru yang kandungan oksigennya tinggi,
daerah tersebut menjadi tempat kondusif untuk penyaki tuberkulosis.

C. Tanda dan Gejala


Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada dan batuk darah.
Pasien TB paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
1. Tahap asimtomatis
2. Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi
3. Eksaserbasi yang memburuk
4. Gejala berulang dan menjadi kronik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda – tanda :
1. Tanda – tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain – lain)
2. Tanda – tanda penarikan paru, diafragma, dan mediatinum
3. Secret di saluran napas dan ronkhi
4. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronkus.
A. Patofisiologi
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil ini
langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri namun tidak
membunuh, sesudah hari – hari pertama leukosit diganti dengan makrofag. Alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yang mengadakan infiltrasi bersatu menjadi
sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa. Respon radang lainnya
adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan
sekret. Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dormant aktif kembali
dikarenakan imunitas yang menurun.
B. Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis
Alveoulus
Respon radang

Luekosit mefagosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


bakteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan Trakeobronkial


makrofag
Penumpukan Sekret
Makrofag mengadakan
infiltrasi Bersihan jalan Anoreksia, mual,
Batuk
napas tidak efektif muntah
Terbentuk sel tuberkel
epiteloid
Gangguan
Nekrosis kaseosa Droplet keseimbangan
nutrisi kurang dari
Granulasi kebutuhan
Risiko tinggi
Jaringan parut kolagenosa penyebaran infeksi

Kerusakan membran alveolar

Sesak napas

Inadekuat oksigen
Untuk beraktivitas
Intoleransi aktivitas

C. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2012), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah :
Kultur sputum : menunjukkan hasil positif Mycobacterium
tuberculosis pada stadium aktif.
b) Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk bakteri tahan asam (BTA).
c) Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibody tetapi
tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
d) Foto rongen dada (chest x-ray) : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil
pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada
lesi primer yang membaik atau cairan pada efusi. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat, dapat mencakup area berlubang
dan fibrosa.
e) Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan
CSF, serta biopsy kulit) : menunjukkan hasil positif untuk
Mycobacterium tuberculosis.
f) Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya selsel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
g) Elektrolit : mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi, misalnya hyponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin
ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
h) ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
i) Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkus atau kerusakan paru karena TB.
j) Pemeriksaan darah : leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat.
k) Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC menurun,
dan saturasi oksigen menurun yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis infiltrasi paru da penyakit pleura.
D. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan menurut Somantri, 2012 bisa berupa metode preventif dan
kuratif. Cara-caranya sebagai berikut :
1. Penyuluhan
Penyuluhan yang dilakukan mengenai penyakit TB paru, penyebab, manifestasi klinis,
dan penatalaksanaan.
2. Pencegahan
Cara pencegahanya yaitu berhenti merokok dan minum alcohol, olah raga secara
teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup, selalu menjaga
kebersihan mulut dan mempelajari cara batuk yang baik
3. Pemberian obat-obatan
a) OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Tabel 2.1 Pemberian dosis Obat Anti Tuberculosis (OAT).
Obat Anti Rekomendasi Dosis (mg/kgBB)
TB Esensial Per hari Per Minggu
3x 2x
Isoniazid (H) 5 1 1
Rifampisin 10
1 1
®
25 3 5
15 1 1
15 3 4

b) Bronkodilator
c) Ekspektoran
d) OBH
e) Vitamin

4. Fisioterapi dan rehabilitasi Tindakannya yaitu seperti pengaturan posiss postural


drainase, claping, dan vibrasi, serta diakhiri dengan metode batuk efektif.
5. Konsultasi secara teratur Yang bertujuan untuk mengetahui dan melakukan
pemeriksaan agar tau perkembangan kesehatan yang dialami oleh klien.

Penatalaksanaan Farmakologi (Puspasari, 2019) :


1 Obat lini pertama : isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampisin (Rifadin), pirazinamida, dan
etambutol (Myambutol) setiap hari selama 8 minggu dan berlanjut hingga 4 sampai 7 bulan.

2 Obat lini kedua : capreomycin (Capastat), etionamida (Trecator), sodium para-


aminosalicylate, dan sikloserin (Seromisin).

3 Vitamin B (Piridoksin) biasanya diberikan dengan INH.

Penatalaksanaan Non – Farmakologi menurut (Morton,dkk, 2012) adalah:


a. Mencapai Bersihan Jalan Napas
1) Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien
2) Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan, berikan obat secara tepat dan
aspadai kemungkinan efek sampingnya.
3) Dorong pasien untuk menghilangkan semua iritan paru, terutama merokok sigaret
4) Intruksikan pasien untuk batuk efektif
5) Fisioterapi dada dengan drainase postural

b. Meningkatkan Pola Pernafasan


1) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernafasan dapat membantu meningkatkan
pola pernafasan.
2) Latihan nafas diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi.
3) Pernafasan melalui bibir dapat membantu memperlambat ekspirasi, mencegah kolaps
jalan napas kecil.

c. Aktivitas Olahraga Program aktivitas olahraga untuk TB Paru dapat terdiri atas sepedah
ergometri, latihan treadmill, atau berjalan dengan diatur waktunya, dan frekuensinya dapat
berkisar dari setiap hari sampai setiap minggu.

d. Konseling Nutrisi Malnutrisi adalah umum pada pasien TB Paru dan terjadi pada lebih dari
50% pasien TB Paru yang masuk rumah sakit. Berikan nutrisi yang terpenuhi bagi pasien
agar tidak terjadi malnutrisi.

E. Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2. Keluhan Utama
-   Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
- Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya
seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun
dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah
bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah.
 Pola Kesehatan Sehari-hari
1 Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Klien tidak ada masalah dalam nafsu makan, sehingga berat badanya
ideal.
Saat sakit : Klien penyakit TB paru mengalami nafsu makan menurun, sehingga
menyebabkan penurunan berat badan. Ditandai dengan turgon kulit yang buruk,
kering/bersisik, kehilangan otot/lemak subkutan (Doenges, Moorhouse, & Geissler,
2012).
2 Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien tidak mengalami gangguan pada eliminasi baik BAK maupun
BAB.
Saat sakit : Pada penderita TB paru tidak ditemukan adanya gangguan eliminasi, BAK
dan BAB pasien seperti biasanya.
3 Pola Istirahat
Sebelum sakit : Klien bisa istirahat dengan nyaman tidak ada gangguan.
Saat sakit : Klien mengalamin kesulitan tidur pada malam hari karena adanya sesak nafas.
Ditandai sering menguap dan lemas (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2012).
4 Personal Hygiene
Sebelum sakit : Klien bisa melakukan personal hygene dengan sendiri (mandiri).
Saat sakit : Klien tidak bisa melakukan personal hygene secara mandiri karena sesak
nafas. Sehingga terjadi penurunan personal gygienenya secara mandiri (Muttaqin, 2012).
5 Pola Aktivitas
Sebelum sakit : Klien dalam keadaan sehat, sehingga bisa beraktivitas seperti biasanya.
Saat sakit : Klien TB paru mengalami kelelahan yang disebabkan karena kekurangan
suplai oksigen. Maka saat mau melakukan aktivitas memerlukan bantuan orang lain
(Price dan Wilson, 2014).

6.  Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi
meningkat, hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem pernapasan
- Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit
pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
- Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan.
- Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
2) Sistem Kadiovaskuler
- Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
- Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
- Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
3) Sistem perkemihan
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum
OAT.
4) Sistem pencernaan
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
5) Sistem muskuloskeletal
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Dahak
Menurut (Kemenkes RI, 2014) pemeriksaan dahak dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu pemeriksaan dahak mikroskopi langsung dan pemeriksaan biakkan.
2) Pemeriksaan Dahak Mikroskopi Langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahakuntuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):S (sewaktu): dahak ditampung pada saat
terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat
pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak
pagi pada hari kedua.P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di fasyankes.S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
3) Pemeriksaan Biakkan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.Menurut (Muttaqin, 2008) bahan pemeriksaan
secara mikroskopi dengan membuat sediaan dan diwarnai dengan pewarnaan
tahan asam serta diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan
mikroskopi dapat memunculkan tiga kemungkinan. Pertama, bila setelah
pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri tahan asam, maka
akan diberikan label (penanda): “Bakteri tahan asam negatif atau BTA (-).
Kedua, bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan,
maka jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan
ulang. Ketiga, bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi
label: “Bakteri tahan asam positif atau BTA (+).
4) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap obat anti tuberkulosis, apakah sama baiknya dengan respon
dari pasien. Penyembuhan yang lengkap sering kali di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini
tampak paling menyolok pada pasien dengan penyakit akut yang relatif dimana
prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
5) Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis dan emfisema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada CT Scan pada pemeriksaan
tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan
pemeriksaan secara serial setiap saat.Gambaran adanya kavitas sering
ditemukan pada klien dengan TB dan sering tampak pada gambaran Rontgen
karena kavitas tersebut membentuk lingkaran yang nyata atau bentuk oval
radiolucent dengan dinding yang cukup tipis. Jika penampakkan kavitas kurang
jelas, dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk memastikan atau
menyingkirkan adanya gambaran kavitas tersebut. Pemeriksaan CT Scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukkan kavitas dan lebih dapat
diandalkan dari pada pemeriksaan Rontgen biasa.
6) Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas
seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama
dengan basil tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai tapi yang paling sering
adalah cara dari Mantoux. Robert Koch (1890) membuat old tuberculindari
filtrat kultur basil tuberkulosis dan kemudian peneliti lain ini dilanjutkan oleh
F.B. Siebert (1926) dengan cara memurnikan hasil kultur yang diperoleh
menjadi purified protein derivate of tuberkulosis (PPD).Reaksi pada uji
tuberkulin adalah delayed type hypersensitivity. Bila seseorang belum pernah
mengalami infeksi dengan basil tuberkulosis, maka di dalam tubuh seseorang
tersebut akan timbul reaksi. Reaksi pertama berupa T-limfosit dari host menjadi
peka (sensitized), kemudian bila T-limfosit peka tersebut kontak dengan
tuberkulin, maka akan terjadi pelepasan mediator limfokin.
7) Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
Mycobacterium Tuberculosis terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harusdilakukan oleh laboratorium yang
telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/QualityAssurance (QA). Hal
ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis
resistensi OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan
resistan obat (Kemenkes RI, 2014). Menurut teori Kunoli (2012) bahwa kasus
TB Paru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan seperti meningitis,
pericarditis, peritonitis, efusi pleura dan lainnya akan diberikan terapi intensif
terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
F. Analisa Data

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 Mayor Mycobacterium tuberculosis Bersihan jalan nafas
Ds : - tidak efektif
Do :
1. Batuk tidak efektif Alveolus
2. Tidak mampu batuk
3. Sputumberlebih
4. Mengi wheezing dan ronki
kering Respon radang

Minor
Ds : Demam
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Prthopnea
Do Pelepasan dinding bahan tuberkel
1. Gelisah dari dinding kavitas
2. Sianosis

Trakeobrankial

Penumpukan secret

Bersihan jalan nafas tidak efektif

2 MAYOR Mycobacterium tuberculosis Gangguan


DS : pertukaran gas
1. Dyspnea
DO :
1. PCO2 meningat/menurun Alveolus
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri
meningkat/menurun Respon radang
5. bunyi nafas tambahan
MINOR
DS :
Leukosit memfagosit bacteri
1. pusing
2. penglihatan kabur
DO :
1. Sianosis Leukosit digantikan oleh makrofag
2. Diaphoresis
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal Makrofag mengadakan infiltrasi
(cepat/lambat,
regular/ireguler,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal Terbentuk sel tubrkel efiteloid
( mis, pucat, kebiruan )
7. Kesadra menurun
Nekrosis kaseosa

Grnulasi

Jaringan parut kolagenosa

Kerusakan membrane alveolus

Gangguan pertukaraan gas

3 Mayor Mycobacterium tuberculosis Deficit nutrisi


DS : -
DO :
1. Berat badan menurun
minimal 10% di bawah Alveolus
rentang ideal
Minor
DS : -
Respon radang
1. Cepat kenyang setelah
makan
2. Keram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
DO : Demam
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat Pelepasan dinding bahan tuberkel
5. Sariawan dari dinding kavitas
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
Trakeobrankial

Penumpukan secret

Anoreksia munta

Deficit nutrisi

4 MAYOR Mycobacterium tuberculosis Gangguan pola tidur


Ds :
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga Alveolus
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeuh pola tidur
berubah
5. Mengeluh istirahat tidak Respon radang
cukup
Do : -
Minor Demam
Ds :
1. Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
Do : - Pelepasan dinding bahan tuberkel
dari dinding kavitas

Trakeobrankial

Penumpukan secret

Batuk
Gangguan pola tidur

5 MAYOR Mycobacterium tuberculosis Intoleransi aktivitas


DS :
1. Mengeluh lelah
DO :
1. Frekuensi Jantung Alveolus
Meningkat >20% Dari
Kondisi Istirahat
MINOR
Respon radang
DS :
1. Dispnea saat/setelah
aktivitas
2. Merasa tidak nyaman Leukosit memfagosit bacteri
setelah melakukan
aktivitas
3. Merasa lemaah
DO : Leukosit digantikan oleh makrofag
1. Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat
2. Gambar ekg menunjukan
aritmia saat/setelah Makrofag mengadakan infiltrasi
melakukan aktivitas
3. Gambar ekg menunjuan
iskemia
Terbentuk sel tubrkel efiteloid
Sianosis

Nekrosis kaseosa

Grnulasi

Jaringan parut kolagenosa

Kerusakan membrane alveolus

Sesak nafas

Inadekuat oksigen untuk


beraktivtas
Intoleransi aktivitas

6 Mayor Mycobacterium tuberculosis Nyeri akut


ds :
1. mengeluh nyeri
do :
1. tampak meringis Alveolus
2. bersikaf protektif (mis,
waspada posisi
menghindari nyeri)
Respon radang
3. gelisah
4. frekuensi nadi meningkat
5. 5 sulit tidur
minor Demam
ds : -
do :
1. tekanan darah meningkat
2. pola nafas berubah Pelepasan dinding bahan tuberkel
3. nafsu makan berubah dari dinding kavitas
4. prosses berfikir terganggu
5. menarik diri
6. 6 berfokus pada diri
sendiri Trakeobrankial
Diaphoresis

Penumpukan secret

Batuk

nyeri akut

7 MAYOR Mycobacterium tuberculosis HIPERTERMI


DS : -
DO :
1. Kulit teraba dingin
2. Menggigil Alveolus
3. Suhu tubuh dibawah
normal
MINOR :
Respon radang
DS : -
DO :
1. Akrosianosis
2. Bradikardi Demam
3. Dasar kuku sianotik
4. Hipoglikemia
5. Hipoksia
6. Pengisian kapiler >3 detik Hipertermi
7. Konsumsi oksigen
meningkat
8. Ventilasi menurun
9. Piloereksi
10. takikardia

8 faktor resiko Mycobacterium tuberculosis Resiko infeksi


1. penyakit kronis (mis,
diabetes melitus )
2. efek prosedur invasif
3. malnutrisi Alveolus
4. peningkatan paparan
orgaanisme patogen
lingkungan Respon radang
5. ketidakadekuatan
pertahanan tubuh tubuh
primer Demam
 gangguan peristaaltik
 kerusakan integritas kulit
 perubahan sekresi ph
6. ketidakadekuatan Pelepasan dinding bahan tuberkel
pertahanan tubuh sekunder dari dinding kavitas
 penurunan hemoglobin
 imunosupresi
leukopenia
Trakeobrankial

Penumpukan secret

Batuk

Droplet

Resiko infeksi
G. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas, hipersekresi jalan nafas,
sidfungsi neuromuskuler d.d batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
dispnea
2. Defisit nutrisi b.d ketidkamampuan menelan makanan d.d berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang ideal, cepat kenyang setelah makan
3. Gangguan pola tidur b.d restraint fisik d.d mengeluh sulit tidur, mengeluh sering
terjaga, mengeluh tidak puas tidr
4. Intoleraansi aktivitas b.d kelemahan, imobilitas d.d mengeluh lelah, gambaran ekg
menunjukan iskemia, sianosis dan merasa lemah
5. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma) d.d
tampak meringis, gelisah frekuensi nadi meningkat
6. Hipertermi b.d kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme d.d kulit teraba
ddingin, menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal
7. Resiko infeksiresiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis, efek prosedur invasif,
malnutrisi, peningkatan paparan orgaisme patogen lingkungan

H. Rencana Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama
nafas tidak efektif dilakukan Manajemen jalan Manajemen jalan
intervensi nafas nafas
keperawatan
bersihan jalan Observasi Observasi
nafas meningkat 1 Monitor pola 1 Untuk
dengan kriteria napas mengetahui
hasil : 2 Monitor bunyi pola napas
1 Batuk napas tambahan pasien
efeketif 2 Untuk
meningkat Terapeutik mengetahui
2 Produksi 1 Posisikan Semi adanya bunyi
sputum fowler atau fowler nafas
menurun 2 Berikan minum tambahan
3 Wheezing hangat Terapeutik
menurun 1 Agar pasien
4 Sianosis Edukasi merasa
1 Ajarkan teknik nyaman
menurun batuk efektif 2 Untuk
5 Gelisah kolaborasi membantu
menurun 1 Kolaborasi mengeluarkan
6 Frekuensi pemberian sputum
nafas bronkodilator,
membaik ekspektoran, Edukasi
7 Pola nafas mukolitik, jika 1 Untuk melatik
membaik perlu teknik batuk
efektif klien
Intervensi kolaborasi
Pendukung 1 Kolaborasi
Fisioterapi dada dengan yang
lain dalam
Observasi pemberian
1 Monitor status bronkodilator,
pernafasan (mis. ekspektoran,
Kecepatan, irama, mukolitik, jika
suara napas dan perlu
kedalaman napas)
2 Monitor jumlah Intervensi
dan karakter Pendukung
sputum Fisioterapi dada
Terapeutik
1 Posisikan pasien Observasi
sesuai dengan 1 Untuk
area paru yang mengetahui
mengalami status
penumpukan pernafasan
sputum (mis.
2 Lakukan Kecepatan,
fisioterapi dada irama, suara
setidaknya dua napas dan
jam setelah makan kedalaman
Edukasi napas) klien
1 Jelaskan tujuan 2 Untuk
dan prosedur mengetahui
fisioterapi dada jumlah dan
karakter
sputum
Terapeutik
1 Untuk
pemberian
terapi pada
area paru yang
mengalami
penumpukan
sputum
2 Memberikan
teknik
fisioterapi
dada
setidaknya dua
jam setelah
makan
Edukasi
1 Agar klien
mengatahui
tujuan dan
prosedur
fisioterapi
dada

2 Defisit Nutrisi Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama


dilakukan Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi
intervensi
keperawatan Observasi Observasi
status nutris 1 Identifikasi status 1 Untuk
membaik dengan nutrisi mnegtahui
kriteria hasil : 2 Monitor asupan status nutri
1 Pengetahuan makanan klien
tentang Terapeutik 2 Untuk
pilihan 1 Fasilitasi mengatur
makanan menentukan asupan
yang sehat pedoman diet makanan klien
meningkat 2 Lakukan oral Terapeutik
2 Pengetahuan hygiene sebelum 1 Untuk
tentang makan, jika perlu memberikan
standar Edukasi program diet
asupan 1 Ajarkan diet yang klien
nutrisi yang di programkan 2 Agar pasien
tepat Kolaborasi nyaman saat
meningkat 1 Kolaborasi makan
3 Nyeri pemberian Edukasi
abdomen medikasi sebelum 1 Agar diet klien
menurun makan terlaksana
4 Sariawan dengan baik
menurun Intervensi Kolaborasi
5 Rambut Pendukung 1 Kolaborasi
rontoh Pemantauan Nutrisi mengenai
menurun Observasi medikasi
6 Berat badan 1 Identifikasi faktor sebelum
membaik yang makan
7 Frekuensi mempengaruhi Intervensi
makan asupan gizi Pendukung
membaik 2 Monitor mual dan Pemantauan Nutrisi
8 IMT muntah Observasi
membaik Terapeutik 1 Untuk
9 Bising usus 1 Akur mengetahui
membaik antropometrik faktor yang
10 Nafsu komposisi tubuh mempengaruhi
makan Edukasi asupan gizi
membaik 1 Jelaskan tujuan klien
dan prosedur 2 Untum
pemantauan mengatur dan
mengetahui
Kolaborasi mual muntah
1 Kolaborasi klien
pemberian Terapeutik
bronkhodilator, 1 Untuk
jika perlu mengetahui
status tubuh
klien
Edukasi
1 Untuk
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan

Kolaborasi
1 Kolaborasi
pemberian
bronkhodilator
, jika perlu
3 Gangguan pola Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama
tidur dilakukan Edukasi Edukasi
intervensi aktivitas/Istirahat aktivitas/Istirahat
keperawatan pola Observasi Observasi
tidur membaik 1 Identifikasi 1 Untuk
dengan kriteria kesiapan dan mengidenttifik
hasil : kemampuan asi kesiapan
1 Keluhan menerima dan
sulit tidur informasi kemampuan
menurun Terapeutik menerima
2 Keluhan 1 Sediakan materi informasi
pola tidur dan media Terapeutik
berubah pengaturan 1 Untuk
menurun aktivitas dan menyediakan
3 Keluhan istirahat materi dan
istirahat Edukasi media
tidak cukup 1 Ajarkan cara pengaturan
menurun mengidentifikasi aktivitas dan
4 Kemampuan kebutuhan istirahat
beraktivitas istirahat Edukasi
meningkat 1 Mengajarkan
Intervensi cara
Pendukung mengidentifika
Terapi relaksasi si kebutuhan
Observasi istirahat
1 Identifikasi
penurunan tingkat Intervensi
energi, Pendukung
ketidakmampuan Terapi relaksasi
berkonsentrasi, Observasi
atau gejala lain 1 Untuk
yang mengganggu mengidentifika
kemampuan si penurunan
kognitif tingkat energi,
Terapeutik ketidakmampu
1 Berikan informasi an
tertulis tentang berkonsentrasi,
persiapan dan atau gejala lain
prosedur teknik yang
relaksasi mengganggu
Edukasi kemampuan
1 Anjurkan sering kognitif klien
mengulangi atau Terapeutik
melatih teknik 1 Agar klien
relaksasi mengetahu
informasi
Edukasi
1 Agar klien
sering
mengulangi
atau melatih
teknik
relaksasi

4 Intoleransi aktivitas Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama


dilakukan Manajemen energi Manajemen energi
intervensi Observasi Observasi
keperawatan 1 Identifikasi 1 Mengidentifik
toleransi gangguan fungsi asi gangguan
aktivitas tubuh yang fungsi tubuh
meningkat mengakibatkan yang
dengan kriteria kelelahan mengakibatkan
hasil : 2 Monitor kelelahan kelelahan
1 Frekuensi fisik dan 2 Untuk
nadi emosional memonitor
meningkat Terapeutik kelelahan fisik
2 Saturasi 1 Sediakan dan emosional
oksigen lingkungan Terapeutik
meningkat nyaman dan 1 Mediakan
3 Kemudahan rendah stimulus lingkungan
dalam Edukasi nyaman dan
melakukan 1 Ajarkan strategi rendah
aktivitas koping untuk stimulus
sehari-hari mengurangi Edukasi
meningkat kelelahan 1 Agar klien
4 Keluhan Kolaborasi mengetahui
lelah 1 Kolaborasi strategi koping
menurun dengan ahli gizi untuk
5 Dispnea saat tentang cara mengurangi
aktifitas meningkatkan kelelahan
menurun asupan makanan Kolaborasi
6 Perasaan 1 Berkolaborasi
lemah Intervensi dengan ahli
menurun Pendukung gizi tentang
7 Sianosis Terapi aktifitas cara
menurun Observasi meningkatkan
8 Warna kulit 1 Identifikasi defisit asupan
membaik tingkat aktifitas makanan
9 Tekanan 2 Monitor respons
darah emosional, fisik, Intervensi
membaik sosial dan Pendukung
10 Frekuensi spiritual terhadap Terapi aktifitas
napas aktifitas Observasi
membaik Terapeutik 1 Mengidentifik
1 Fasilitasi fokus asi defisit
pada kemampuan tingkat
bukan defisit yang aktifitas
dialami 2 Memonitor
2 Koordinasikan respons
pemilihan emosional,
aktifitas sesuai fisik, sosial
usia dan spiritual
Edukasi terhadap
1 Jelaskan metode aktifitas
aktifitas fisik Terapeutik
sehari-hari, jika 1 Memfasilitasi
perlu fokus pada
kemampuan
bukan defisit
yang dialami
klien
2 Mengkoordina
sikan
pemilihan
aktifitas sesuai
usia
Edukasi
1 Agar klien
mengetahui
metode
aktifitas fisik
sehari-hari
5 Nyeri Akut Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama
dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri
intervensi
keperawatan Observasi Observasi
tingkat nyeri 1 Identifikasi lokasi, 1 Untuk
menurun dengan karakteristik, mengetahui
kriteria hasil : durasi, frekuensi, lokasi,
1 Keluhan kualitas, intensitas karakteristik,
nyeri nyeri durasi,
menurun 2 Identifikasi skala frekuensi,
2 Meringis nyeri kualitas,
menurun Terapeutik intensitas nyeri
3 Gelisah 1 Fasilitasi istirahat 2 Mengetahui
menurun dan tidur skala nyeri
4 Kesulitan Edukasi Terapeutik
tidur 1 Jelaskan 1 Agar pasien
menurun penyebab, periode nyaman dan
5 Diaforesis dan pemicu nyeri istirahat
menurun Edukasi
6 Anoreksia Intervensi 1 Agar klien
menurun Pendukung mengetahui
7 Muntah Edukasi Manajemen penyebab,
menurun nyeri periode dan
8 Perilaku Observasi pemicu nyeri
membaik 1 Identifikasi
kesiapan dan Intervensi
kemampuan Pendukung
menerima Edukasi Manajemen
informasi nyeri
Terapeutik Observasi
1 Sediakan materi 1 Untuk
dan media mengidentifika
pendidikan si kesiapan dan
kesehatan kemampuan
Edukasi menerima
1 Jelaskan informasi klien
penyebab, periode Terapeutik
dan strategi 1 Untuk
meredakan nyeri mempermudah
dalam
penyampaian
materi
Edukasi
1 Agar klien
mengetahui
penyebab,
periode dan
strategi
meredakan
nyeri
6 Hipertermi Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama
dilakukan Manajemen Manajemen
intervensi hipertermi hipertermi
keperawatan Observasi Observasi
termoregulasi 1 Identifikasi 1 Untuk
membaik dengan penyebab mengetahui
kriteria hasil : hipertermi penyebab
1 Kulit merah 2 Monitor suhu hipertermi
menurun tubuh 2 Memonitor
2 Kejang Terapeutik suhu tubuh
menurun 1 Sediakan Terapeutik
3 Menggigil lingkungan yang 1 Agar pasien
menurun dingin nyaman
4 Pucat 2 Longgarkan atau 2 Agar pasien
menurun lepaskan pakaian nyaman
5 Hipoksia Edukasi Edukasi
menurun 1 Anjurkan tirah 1 Agar tidak
6 Suhu tubuh baring terjadi
membaik Kolaborasi distraksi
7 Suhu kulit 1 Kolaborasi Kolaborasi
membaik pemberian cairan 1 Berkolaborasi
8 Ventilasi dan elektrolit dalam
membaik intravena, jika pemberian
9 Tekanan perlu cairan dan
darah elektrolit
membaik Intervensi intravena, jika
Pendukung perlu
Edukasi
termoregulasi Intervensi
Pendukung
Observasi Edukasi
1 Identifikasi termoregulasi
kesiapan dan
kemampuan Observasi
menerima 1 Agar
informasi mengetahui
kesiapan dan
Edukasi kemampuan
1 Ajarkan kompres menerima
hangat jika informasi
demam
2 Ajarkan cara Edukasi
pengukuran suhu 1 Untuk
meredakan
hipertermi
2 Untuk
memonitor
peningkaan
dan penurunan
suhu tubuh

7 Resiko infeksi Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama


dilakukan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
intervensi Observasi Observasi
keperawatan 1 Monitor tanda dan 1 Untuk
tingkat infeksi gejala infeksi mengetahui
menurun dengan lokal dan sistemik tanda dan
kriteria hasil : Terapeutik gejala infeksi
1 Demam 1 Batasi jumlah lokal dan
menurun pengujung sistemik
2 Kemerahan 2 Petahankan teknik Terapeutik
menurun aseptik pada 1 Agar tidak
3 Nyeri pasien beresiko terinfeksi dari
menurun tinggi luar
4 Gangguan Edukasi 2 Untuk
kognitif 1 Jelaskan tanda memperahanka
menurun dan gejala infeksi n teknik
5 Kadar sel Kolaborasi aseptik pada
darah putih 1 Kolaborasi pasien
membaik pemberian beresiko tinggi
imunisasi, jika
perlu Edukasi
1 Agar Klien
mengetahui
tanda dan
gejala infeksi
Kolaborasi
1 Berkolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

DAFTAR PUSTAKA

[1] https://www.academia.edu/36736019/LAPORAN_PENDAHULUAN_TBC_docx
[2] PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan
III(Revisi).Jakarta
[3] PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta
[4] PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI) Edisi Cetakan II.Jakarta
[5] http://repository.pkr.ac.id/1112/1/KTI%20ELIN%20ERLINA_.pdf
[6] https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/91631/Fajar%20Bagaskara-
152303101086%20spilt.pdf?sequence=1
[7] https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/91631/Fajar%20Bagaskara-
152303101086%20spilt.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai