NMP :1830702052
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
I. Konsep medis
A. Definisi
B. Penyebab
- Abnormalitas invasi tropoblas Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau
kurang sempurna, maka akan terjadi kegagalan remodeling a. spiralis. Hal
ini mengakibatkan darah menuju lakuna hemokorioendotel mengalir
kurang optimal dan bila jangka waktu lama mengakibatkan hipooksigenasi
atau hipoksia plasenta. Hipoksia dalam jangka lama menyebabkan
kerusakan endotel pada plasenta yang menambah berat hipoksia
- Maladaptasi kadiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari proses
kehamilan normal.
- Faktor resiko preeklampsia (Cunningham, et al., 2014) antara lain :
Obesitas ,Kehamilan multifetal , Usia ibu , Hiperhomosisteinemia ,
Sindrom metabolik.
C. Klasifikasi
Menurut WHO (2013) pre eklampsia dibagi 2 yaitu :
1. Pre eklampsia ringan Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia
kehamilan >20 minggu. Tes celup urin menunjukkan hasil >300 mg/24
jam (WHO, 2013).
2. 2. Pre eklampsia berat Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia
kehamilan >20 minggu. Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥ 2+
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukan hasil >5 g/24 jam. Atau
disertai keterlibatan organ lain seperti trombositopenia
D. Patofisiologi
1. Otak
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi
oedema yang menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing dan
CVA ,serta kelainan visus pada mata.
2. Ginjal
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke
ginjal berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif , dimana filtrasi
natirum lewat glomelurus mengalami penurunan sampai dengan 50 % dari
normal yang mengakibatkan retensi garam dan air , sehingga terjadi oliguri
dan oedema.
3. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan
plasenta maka akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga akan
terjadi gangguan pertumbuhan janin, gawat janin , serta kematian janin
dalam kandungan.
4. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan
menyebabkan partus prematur.
5. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga
oksigenasi terganggu dan cyanosis maka akan terjadi gangguan pola nafas.
Juga mengalami aspirasi paru / abses paru yang bisa menyebabkan
kematian .
6. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati , dan
perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrium,
serta ikterus ( Wahdi, 2009).
E. Manifestasi klinis
1. Tekanan darah sistolik ≤ 160 mmHg atau distolik ≥ 110 mmHg.
2. Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
3. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
4. Edema paru dan sianosis
5. Trobositopeni
6. Pertumbuhan janin terlambat.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
f. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
h. Perawatan rutin
I. Komplikasi
a. Komplikasi Maternal
4) Gagal Ginjal Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah
ke dalam ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan
ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air
5) Edema Paru Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya
edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan vaskuler
dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke dalam lobus-lobus
paru.
b. Komplikasi Neonatal
2) Prematuritas
II.Penyimpangan KDM
Pre eklamsia
Luka post op
Peningkatan
Nyeri,kardiovaskuler,
bb Nyeri
syok.
Nyeri
akut
Resiko
infeksi
III.Konsep medis
A.Pengkajian
a. Wawancara
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkwinan, berapa kali
nikah, dan berapa lama.Riwayat kehamilan sekarang : kehamilan yang ke
berapa, sudah pernah melakukan ANC, terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, dan penglihatan kabur. Riwayat
kesehatan ibu sebelumnya : penyakit jantung, ginjal, HT, paru. Riwayat
kehamilan, persalinan, nifas yang lalu : adakah hipertensi atau
preeklampsi.Riwayat kesehatan keluarga : adakah keluarga yang menderita
penyakit jantung, ginjal, HT, dan gemmeli.Pola pemenuhan nutrisi.Pola
istirahat.Psiko-sosial- spiritual :emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan.
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi oedema dengan menekan
bagian tertentu dari tubuh.
c. Analisa Data
Setelah pengumpulan data langka berikutnyaadalah menganalisa data dengan
mengelompokan data subyektif dan obyektif, etiologi, dan kemudian masalah
keperawatannya.
B. Diagnosa keperawatan
kriteria hasil :
Kriteria Hasil :
kriteria hasil :
1. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
2. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 - 100x/ menit)
3. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
DAFTAR PUSTAKA
1. Chapman, V. (2011). Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran.
2. Jakarta: EGC. Chrisdiono, M, A. (2011). Prosedur Tetap Obsetri & Ginekologi.
Jakarta: EGC.
3. Apri, R.(2009). Pre-Eklampsia Berat di Rs Dr Kariadi Periode 1 Januari 2004 – 31
Desember 2004.
4. Arinda, A.R. (2011). Pengaruh Pre-eklampsia Berat pada Kehamilan terhadap
Keluaran Maternal dan Perinatal di RSUP DR Kariadi Tahun 2010.
5. Astuti,S.F.(2015).“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklamsia