Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka kematian bayi (AKB) atau infant mortality rate (IMR) adalah jumlah

kematian bayi di bawah usia satu tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. Angka

kematian bayi di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup.

Artinya terdapat 32 bayi yang meninggal dalam setiap1000 kelahiran hidup. Pencapaian

AKB pada tahun 2012 tidak sesuai dengan target renstra Kemenkes yaitu 24 per 1000

kelahiran hidup ditahun 2014 (SDKI,2012).

Data asfiksia menurut WHO setiap tahunnya ada 120 juta bayi yanglahir di dunia.

Secara global terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai dengan 7

hari (perinatal), dan terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai

dengan 28 hari (neonatal). Dari 120 juta bayi yang dilahirkan, terdapat 3,6 juta bayi (3%)

yang mengalami asfiksia, dan hamper 1 juta bayi asfiksia (27,78%) yang meninggal

(Marwiyah,2016)

Sebanyak 47% dari seluruh kematian bayi di Indonesia terjadi pada masa neonatal

(usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatal yang meninggal. Penyebab

kematian neonatal diIndonesia adalah BBLR (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus

neonatorum, infeksi lain dan kelainan congenital (Marwiyah,2016).

Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak ditangani

dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain : perdarahan otak,

anemia, hipoksia, hyper bilirubinemia, kejang sampai koma. Komplikasi tersebut akan

mengakibatkan gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi (Surasmi 2003).

1
Penanganan yang dilakukan pada bayi baru lahir yaitu membersihkan jalan napas

dengan pengisapan lendir dan kasa steril, potong tali pusat dengan teknik aseptik dan

antiseptik, apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan taktil, pertahankan suhu

tubuh, dan nilai APGAR score pada menit 5 sudah baik(7-10) maka lakukan perawatan

bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI, pengukuran antrometri,

mengenakan pakaian bayi dan memasang tanda pengenal bayi (Surasmi, 2003).

Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan

asfiksia adalah dengan cara melakukan salah satu pelatihan keterampilan resusitasi

kepada para tenaga kesehatan agar lebih trampil dalam melakukan resusitasi dan

menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar setiap persalinan ditolong

oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan.

Berdasarkan latar belakang di atas menunjukkan bahwa angka kejadian bayi

dengan asfiksia neonatorum mengalami peningkatan maka penulis perlu melakukan

asuhan keperawatan bayi Ny.E dengan asfiksia di Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr. H.

M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam asuhan keperawatan ini adalah:

1. Bagaimana pengkajian pada bayi Ny. E dengan asfiksia di Ruangan NICU RSUD.

Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

2. Bagaimana diagnosa keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di Ruangan

NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

3. Bagaimana intervensi keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di Ruangan

NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

2
4. Bagaimana implementasi keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di

Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

5. Bagaimana evaluasi keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di Ruangan

NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatanbayi Ny. E dengan asfiksia di Ruangan

NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengkajian pada bayi Ny. Edengan asfiksia di Ruangan NICU

RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di

Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

c. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di

Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

d. Untuk mengetahui implementasi keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di

Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

e. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada bayi Ny. E dengan asfiksia di

Ruangan NICU RSUD. Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng

D. Manfaat penulisan

a. Asuhan keperawatan ini di harapkan dapat mejadi sumber informasi bagi tenaga

kesehatan khususnya perawat NICU

b. Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan menjadi acuan atau bahan referensi

bagi perawat

c. Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa keperawatan dan pihak petugas NICU.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak

dapatbernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.Keadaan ini

biasanyadisertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir

denganasidosis(Marwiyah, 2016).

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara

spontan dan teratur pada saat bayi baru lahiratau beberapa saat sesudahlahir.Bayi

mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkindapat bernapas

tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir(asfiksia sekunder)

(Fauziah dan Sudarti, 2014).

Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secaras pontan

dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya

hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti ,2014).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan

dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk

mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa factor perlu dipertimbangkan dalam

menghadapi bayi dengan asfiksia.

2. Klasifikasi

4
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah:

a. Virgorousbaby (Asfiksia ringan)

Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan

tindakan istimewa.

b. Mild-moderateasphyksia (asfiksia sedang)

APGAR score 4-6

c. Severeasphyksia (asfiksia berat)

APGARscore0-3

Tabel2.1APGARScore

0 Skor 1 2
TANDA

Frekuensi jantung Tidakada < 100/menit > 100/menit

Usaha bernapas Tidakada Lambat, tak teratur Menangis kuat

Tonusotot Lumpuh Ektremitasfleksi Gerakan aktif


Gerakan
Refleks Tidak ada Gerakansedikit
kuat/melawan
Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
Warna kulit Biru/pucat
Ekstremitas biru kemerahan

(Sumber:Sukarni dan Sudarti,2013).

3. Etiologi

Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera

setelah lahir.

5
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi (Marwiyah 2016) :

a. Faktor ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau

anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena

pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain

b. Faktor plasenta

Yang meliputi solution plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta

tipis, plasenta kecil,plasenta tak menempel pada tempatnya.

c. Faktor janin dan neonates

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali

pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli, IUGR, kelainan congenital dan lain-

lain.

d. Faktor persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain

4. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni &

Sudarti (2012) antara lain :

a. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat, pernapasan

cuping hidung.

b. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada


6
c. Tangisan lemah atau merintih

d. Warna kulit pucat atau biru

e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai

f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100 kali

permenit.

Sedangkan,tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti dan

Fauziah 2012) antara lain :

a. Pernapasan cuping hidung

b. Pernapasan cepat

c. Nadi cepat

d. Sianosis

e. Nilai APGAR kurang dari 6

5. Patofisiologi

Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),

pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang

udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveli

secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran

darah kedalam paru meningkat secara memadai.

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah , maka timbullah

rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi

lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat

dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ

menjadi lebih cepat dan akhirnya irregular dan menghilang. Janin akan mengadakan

pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban

7
dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,

alveoli tidak berkembang.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung

terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas.

Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.

Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah

(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan

tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah2012)

6. Pathway

8
7. Komplikasi

Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak ditangani

dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain: perdarahan otak,

anuragia, danonoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai koma. Komplikasi tersebut

akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi

(Surasmi,2013).

8. Pemeriksaan diagnostic

Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan

Fauziah, 2013) yaitu:

a. Pemeriksaan analisa gas darah

b. Pemeriksaan elektrolit darah

c. Berat badan bayi

d. Penilaiaan APGAR Score

e. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi,2013) adalah:

a. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lender dan kasa steril

b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan anti septic

c. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut:

1) Rangsangan taktil dengan cara menepuk – nepuk kaki, mengelus-elus dada,

perut dan punggung

2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to

mouth

9
d. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara :

membungkus bayi d engan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering,

jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk

membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik atau kenakan topi,

e. Apabila nilai APGAR pada menit kelima sudah baik (7-10) lakukan perawatan

selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberianASI sedini

mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan,

memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.

10. Pelaksanaan resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat

supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini

merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang

diberikan bias dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).

a. Membuka jalan nafas

Tujuan: Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas. Metode:

Meletakkan bayi pada posisi yang benar : letakkan bayi secara terlentang atau

miring dengan leher agak eksetensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak

mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan

menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi. Letakkan selimut atau

handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2 – 3 cm diatas matras.

Apabila cairan / lender terdapat banyak dalam mulut, sebaiknya kepala bayi

dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul difaring sebagian

belakang) sehingga mudah disingkirkan.

10
b. Membersihkan jalan nafas

Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut

dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.Apabila air

ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya

menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ETT).

Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bias dibalik, penghisapan

terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan

nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir

(sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no

10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, faring dan

hidung.

c. Mencegah kehilangan suhu tubuh

Tujuan: Mencegah komplikasi metabolism akibat kehilangan panas.

Metode : meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)

dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C. Tubuh dan

kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut

hangat,keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu

tubuhmelalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik

yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.Untuk bayi sangat

kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat

dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastic tipis yang tembus pandang.

d. Pemberian tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

Tujuan: untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.

11
Metode : Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP

efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus

sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40 – 60 kail /menit. Tekanan ventilasi yang

dibutuhkan sebagai berikut : Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30 – 40

cm H2O, setelah nafas pertama membutuhkan 15 – 20 cm H 2O, bayi dengan

kondisi / penyakit paru – paru yang berakibat turunnya compliance membutuhkan

20-40 cm H2O, tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon

yang mempunyai pengukur tekanan.

e. Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup

terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang.Bayi seperti menarik nafas

dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,

menunjukkan paru – paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan

terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.

f. Observasi gerak perut bayi

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.

Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung

g. Penilaian suara nafas bilateral

Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop.Adanya suara nafas

dikedua paru – paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang

benar.

12
h. Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi

meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh

salah satu sebab berikut : perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara

terhambat dan tidak cukup tekanan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian bayi risiko tinggi : Asfiksia menurut Wong,2008 meliputi:

a. Biodata: nama bayi, umur/ tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan

identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan

dengan diagnose asfiksia neonatorum.

b. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak

napas.

c. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah spontan,

prematur, aterm,letakbayi dan posisi bayi

d. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake

oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu bertujuan

untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. Pola eliminasi: umumnya bayi

mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pencernaan belum

sempurna. Kerbersihan diri: perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan

terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak

napas.

e. Pemeriksaan fisik:

13
1) Pengkajian umum: ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik, adanya

tanda distres: warna buruk, mulut terbuka, kepala terangguk-angguk, meringis,

alis berkerut.

2) Pengkajian pernapasan: bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya

insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris: pernapasan cuping hidung, atau

substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan keteraturan

pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas: stridor, krekels, mengi,

bunyi menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas

f. Data penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam

menegakkan diagnose atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan

obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah rutin : Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal

15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena

O2 dalam darah sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3

x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko

tinggi. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) Trombosit pada bayi preterm

dengan post asfiksia cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.

2) Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) : Nilai analisa gas darah pada bayi

post asfiksia terdiri dari : pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun

terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada

bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiper apnea. PO2 (normal 75-

14
100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena

terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L).

3) Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : Natrium (normal

134-150 mEq/L). Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L). Kalsium (normal 8,1-

10,4 mEq/L)

4) Photothorax : Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi baru lahir dengan asfiksia

(Wong,2008) adalah:

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan

neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan

2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan

penurunan lemak tubuh subkutan

3. Risiko tinggi infeksi berhungngan dengan pertahanan imunologi yang kurang

4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit.

5. Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume berhubungan dengan

karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas atau

penyakit.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang ditetapkan pada bayi baru lahir dengan asfiksia (Wong,2008)

adalah :

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuro muskular,

penurunan energi, dan keletihan

15
Tujuan: pasien akan memperlihatkan parameter oksigen yang adekuat. Hasil

yang diharapkan :

1) Jalan napas tetap paten

2) Pernapasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO2 yang adekuat

3) Frekuensi dan pola napas dalam batas normal

4) Oksigen jaringan adekuat

Intervensi:

1) Atur posisi untuk pertukaran udara yang optimal (posisikan terlentang dengan

leher sedikit ekstensi.

2) Hindari hiperekstensi leher.

3) Observasi adanya tanda gawat napas (pernapasan cuping hidung, retraksi

dinding dada, takpnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi oksigen yang

rendah.

4) Lakukan pengisapan.

5) Gunakan posisi semi-telungkup atau miring.

6) Pertahankan suhu lingkungan yang netral

b. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan control suhu yang imatur dan

penurunan lemak tubuh subkutan

Tujuan: pasien mempertahankan suhu tubuh yang normal. Hasil yang

diharapkan :

1) Suhu aksila bayi tetap dalan rentang

normal Intervensi:

16
1) Tempatkan bayi didalam inkubator, atau penghangat radian atau pakaian

hangat dalam keranjang terbuka.

2) Pantau suhu aksila pada bayi yang tidak stabil dan kontrol suhu udara.

3) Gunakan pelindung panas plastik bila tepat

4) Pantau tanda - tanda hipertermi, amis, kemerahan, ruam, diaphoresis (jarang)

c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi yang kurang

Tujuan: pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi nosocomial. Hasil

yang diharapkan:

1) Bayi tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi nosocomial

Intervensi:

1) Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan sebelum dan

sesudah mengurus bayi.

2) Pastikan semua alat yang kontak dengan bayi sudah bersih dan steril

3) Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan institusional

4) Instruksikan pekerja perawat kesehatan dan orang tua dalam prosedur kontrol

infeksi

5) Beri anti biotic sesuai instruksi

d. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit

Tujuan : pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat, dengan masukan kalori

untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, dan menunjukkan

penambahan berat badan yang tepat. Hasil yang diharapkan:

1) Bayi mendapat kalori dan nutrisi esensial yang adekuat

17
2) Bayi menunjukkan penambahan berat badan yang mantap (kira-kira 20 sampai

30 gr/hari) pada saat fase pasca akut penyakit.

Intervensi :

1) Pertahankan cairan parenteral atau nutrisi parenteral sesuai instruksi

2) Pantau adaya tanda-tanda intoleransi terhadap terapi parenteral total,terutama

protein dan glukosa

3) Kaji kesiapan bayi untuk menyusup ada payudara ibu khususnya kemampuan

untuk mengkoordinasikan menelan dan pernapasan

4) Susukan bayi pada payudara ibu jika pengisapan kuat

e. Risiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume cairan berhubungan dengan

karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas atau penyakit

Tujuan: pasien menunjukkan status hidrasi adekuat.Hasil yang diharapkan:

1) Bayi menunjukkan bukti homeostasis

Intervensi:

1) Pantau dengan ketat cairan dan elektrolit dengan terapi yang meningkatkan

kehilangan air tak kasat mata

2) Pastikan masukan cairan oral / parenteral yang adekuat

3) Kaji status hidrasi (mis, turgor kulit, tekanan darah, edema, berat badan,

membrane mukosa, berat jenis urine, elektrolit, fontaneil)

4) Atur cairan parenteral dengan kertat

5) Hindari pemberian cairan hipertonik (mis, obat tidak diencerkan, infuse

glukosa terkonsetrasi)

6) Pantau keluaran urin dan nilai laboratorium untuk bukti dehidrasi

18
4. Implementasi Keperawatan

Tahap ini perawat mencari inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditunjukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap

selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola

pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien

19
BAB III

TINJAUAN KASUS

No. RM 202189

Tanggal : 27 Desember 2021

Ruangan : NICU

I. DATA UMUM

1. Identitas pasien

Nama : By. Ny. E

Umur : 3 hari

Tempat/Tanggal lahir : Bantaeng, 24 – 12 – 2021 pukul 07.42 WITA

Jenis kelamin : Laki – laki

Agama : Islam

Suku : Makassar

Alamat : Lapparaka, Bantaeng

Tanggal masuk RS : 23 – 12 – 2021

2. Identisas orang tua

Ayah

Nama : Ny. S

Umur : 37 Tahun

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hubungan dengan klien : Ibu

Alamat : Lapparaka, Bantaeng

20
Ibu

Nama : Tn. A

Umur : 39 Tahun

Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan : Petani

Hubungan dengan klien : Ayah

Alamat : Lapparaka, Bantaeng

3. Identisas saudara

Umur
No Nama Hubungan Status kesehatan
(thn)
1. An. S 5 thn Saudara kandung Sehat
2.

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI

1. Keluhan utama : Bayi tidak bernapas spontan saat lahir

2. Riwayat keluhan utama : Bayi tidak bernapas spontan saat lahir. APGAR score5/7,

usia gestasi 33 minggu, BB lahir 2200 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 33

cm, lingkar dada 28 cm, dan lingkar perut 26 cm. Tanda- tanda vital: heart rate : 130

kali per menit, suhu 36,5°c, pernapasan 60 kali per menit.

3. Riwayat kesehatan ibu : umur 37 tahun, gravida kedua, partus kedua, abortus tidak

pernah, tidak ada komplikasi.

4. Keadaan umum bayi saat pengkajian : bayi tampak sakit sedang, menangis kuat, sesak
napas, respirasi 60x/menit, napas cuping hidung dan retraksi dinding dada. Terpasang

OGT (oro grastric tube) dan infus dextrose 10%. Minum ASI 8x20cc/24 jam, ada

mual dan muntah setiap kali diberi minum. Refleks mengisap dan menelan kuat.

21
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

1. Prenatal

a. Pemeriksaan kehamilan : 5 kali

b. Keluhan selama hamil : mual muntah saat trimester awal

c. Riwayat terpapar radiasi : tidak pernah

d. Riwayat terapi obat : mengonsumsi obat dari dokter kandungan

e. Kenaikan BB selama hamil : 8 kg

f. Immunisasi TT : 2 kali

g. Golongan darah ibu : AB

h. Golongan darah ayah : A

2. Natal

a. Tempat melahirkan :

b. Lama dan jenis persalinan : Operasi SC

c. Penolong persalinan : Dokter, bidan

d. Komplikasi persalinan : -

3. Post natal

a. Kondisi bayi : □ BB lahir 2200 gram □ PB lahir 47 cm

b. Penyakit anak : Bayi tidak bernapas spontan saat lahir

22
c. Problem menyusui : Ada

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

(Genogram, dengan mencantumkan keterangan tentang kondisi kesehatan anggota

keluarga saat ini, nama penyakit yang diderita, penyebab meninggal dan usia. Genogram

sekurang – kurangnya mencakup kakek, nenek, orangtua, bibi, pamandan saudara

kandung klien, anak dan cucu jika ada. Singkatan harus diberikan keterangan)
X X
X X

39 37

Keterangan Simbol genogram :

: Laki-laki : Cerai : diadopsi : kembar non identik

: Perempuan : Berpisah : kembar identic :Klien

: lahir mati X : Meninggal dunia ------ :hidup bersama : abortus

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :

23
RDW-SD 63,4 H mg/dl , RDW-CV 16,3 H mg/dl , dan Eosinofil 3,5 L

mg/dl, dan neutrofil 47,8 H mg/dl.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS / TERAPI

IVFD glukosa 10% 330 cc/24 jam

Injeksi Ampicilin 2 x 110 mg ( IV),

Injeksi Gentamicin 1 x 11 mg (IV).

omeprazole 1 x 1 g/OGT,

ASI 8x20cc/24 jam

VII. PATHWAY / PATOFLODIAGRAM

24
DATA FOKUS

Nama / umur : By. Ny.E

Ruang / kamar : NICU

No. Data Fokus


DS :

DO :

 Penggunaan otot bantu pernapsan

 Pola napas takipnea

 Pernapsan cuping hidung

 Bayi tampak mual muntah saat minum ASI per oral,

 Terpasang OGT, minum ASI 8x20cc/24 jam

 Terpasang infus.

 Tampak bekas tusukan di lengan kiri dan kanan (warna kebiruan dan
bengkak),

 Suhu 36,5°C.

25
ANALISA DATA

Nama / umur : By. Ny.E

Ruang / kamar : NICU

Tanda dan Gejala Penyebab Masalah

1 DS : - Asfiksia
Pola napas tidak efektif
DO :
 Penggunaan otot Janin kekurangan O2 Dan
bantu pernapsan kadar CO2 meningkat

 Pola napas takipnea


 Pernapasan cuping
hidung Nafas Cepat

Suplai O2 dalam darah


menurun

Pola napsa tidak


efektif

2 DS : - Resiko defisit nutrisi


Asfiksia
DO :
 Bayi tampak mual
muntah saat minum Ketidakmampuan menelana
ASI per oral,
 Terpasang OGT,
minum ASI
8x20cc/24 jam Refluksi duodenum ke
lambung

Mual / muntah

Resiko defisit nutrisi

26
3 DS : - Asfiksia
Resiko Infeksi
DO :
 Terpasang OGT,
Janin kekurangan O2 Dan
minum ASI kadar CO2 meningkat
8x20cc/24 jam
 Terpasang infus. Prosedur infasif
 Tampak bekas
tusukan di lengan
kiri dan kanan Efek prosedur infasif
(warna kebiruan dan
bengkak),
 Suhu 36,5°C. Resiko Infeksi

27
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama / umur : By. Ny.E

Ruang / kamar : NICU

Diagnosa keperawatan Tgl di temukan Tgl teratasi

1. Pola napas tidak efektif 27 - 12 - 2021

berhubungan dengan depresi

pusat pernapsan

2. Resiko defisit nutrisi di tandai 27 - 12 - 2021

dengan ketidakmampuan

menelan

3. Resiko infeksi di tandai dengan 27 - 12 - 2021

efek prosedur invasif

28
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama / umur : By. Ny.E

Ruang / kamar : NICU

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan : Intervensi Keperawatan


Ekspektasi : Membaik Manajemen Hipervolemia
Kriteria Hasil Skor Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi
1 Pola napas tidak efektif  Tekanan ekspirasi 5  Monitor Pola napas  Pertahankan kepatenan  Anjurkan asupan cairan  Kolaborasi pemberian
berhubungan dengan depresi  Tekanan inspirasi 5 (frekuensi, kedalaman, jalan napas dengan head- 2000 ml/hari, jika tidak bronkodilator, ekspektoran,
pusat pernapasan. di tandai  Dispnea 5 usaha napas) tilt, chin-lift, dan (jaw- kontra indikasi mukolitik, jika perlu
dengan :  Penggunaan otot 5  Monitor bunyi napas thrust jika curiga trauma
DS : bantu napas tambahan (mis. gurgling, cervical)
DO :  Pernapasan cuping 5 mengi, wheezing, ronkhi  Posisikan fowler atau semi
 Penggunaan otot bantu hidung kering fowler
pernapsan  Frekuensi napas 5  Lakukan fisioterapi dada,
 Pola napas takipnea  Kedalaman napas 5 jika perlu

 Pernapasan cuping hidung  Lakukan pengisapan lendir


kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum pengisapan
endotrakeal
 Berikan oksigen, jika perlu

2
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan : Intervensi Keperawatan
Ekspektasi : Membaik Manajemen Hipervolemia
Kriteria Hasil Skor Observasi Terapeutik Edukasi Kolaborasi
2 Resiko defisit nutrisi di tandai  Berat badan 5  Identifikasi status nutrisi  Fasilitasi menentukan  Ajarkan diet yang  Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan ketidak mampuan  Panjang badan 5  Identifikasi alergi dan pedoman diet (mis. diprogramkan untuk menentukan jumlah
menelan  Kulit kuning 5 intoleransi makanan Piramida makanan) kalori dan jenis nutrien
DS :  Bayi cengeng 5  Identifikasi perlunya  Berikan makanan tinggi yang dibutuhkan, jika perlu

 Pucat 5 penggunaan selang serat untuk mencegah


DO :
 Kesulitan makan 5 nasogatrik konstipasi
 Penggunaan otot bantu
pernapsan  Monitor asupan makanan  Berikan makanan tinggi
 Bayi tampak mual muntah  Monitor berat badan kalori dan tinggi protein
saat minum ASI per oral,
 Berikan suplemen
 Terpasang OGT, minum ASI
8x20cc/24 jam makanan, jika perlu

3 Resiko infeksi di tandai dengan  Demam 5  Monitor tanda dan gejala  Batasi jumlah pengunjung  Ajarkan orang tua cara  Kolaborasi pemberian
mencuci tangan dengan
efek prosedur invasif DS :  Kemerahan 5 lokal dan sistemik  Berikan perawatan kulit imunisasi, jika perlu
benar
DO :  Nyeri 5 pada areaedema
 Terpasang OGT, minum ASI  Bengkak 5  Cuci tangan sebelum dan
8x20cc/24 jam 5 sesudah kontak dengan
 Vesikel
 Terpasang infus.
 Kadar sel darah putih 5 pasien dan lingkungan
 Tampak bekas tusukan di
lengan kiri dan kanan (warna pasien
kebiruan dan bengkak),  Pertahankan tehnik aseptik
 Suhu 36,5°C. pada pasien beresiko tinggi

3
IMPLEMENTASI dan EVALUASI KEPERAWATAN

Nama / umur : By. Ny.E

Ruang / kamar : NICU

N Diagnosa Hari/
Jam Implementasi Tindakan Keperawatan Jam Evaluasi
o Keperawatan tanggal
1 Pola napas tidak efektif  Memonitor Pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
S:-
berhubungan dengan  Memonitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
O : Takipnea
depresi pusat ronkhi kering
A : masalah belum teratsi
pernapasan  Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt, chin-lift, dan
P : lanjutkan intervensi manajemen jalan napas
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
 Memberikan posiss fowler
 Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Memberikan oksigen, jika perlu
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Resiko defisit nutrisi di  Mengidentifikasi status nutrisi
S:-
 Mengidentifikasi alergi dan intoleransi ASI
tandai dengan O : Terpasang OGT
 Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
ketidakmampuan A : masalah belum teratsi
 Memonitor asupan makanan
P : lanjutkan intervensi manajemen nutrisi
menelan  Memonitor berat badan
 Memberikan ASI

3
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
3 Resiko infeksi di tandai  Memonitor tanda dan gejala lokal dan sistemik
S:-
dengan efek prosedur  Membatasi jumlah pengunjung
O : Terpasang infus
invasif  Memberikan perawatan kulit pada area edema
Terpasang OGT
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
A : masalah belum teratsi
lingkungan pasien
P : lanjutkan intervensi pencegahan infeksi
 mempertahankan tehnik aseptik
 Mengajarkan orang tua cara mencuci tangan dengan benar
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

3
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada By. Ny. E penulis menemukan beberapa

kesenjangan antara pengkajian yang terdapat pada By. Ny. E, hal tersebut terjadi karena

respon/keadaan fisik dan psikis pasien yang berbeda. Pengkajian pada By. Ny. E dilakukan

pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

Masalah keperawatan yang terjadi pada Tn. A dengan diagnosa Abses Hepar yaitu :

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, Resiko defisit nutrisi

di tandai dengan ketidakmampuan menelan dan Resiko infeksi di tandai dengan efek

prosedur invasif.

33
DAFTAR PUSTAKA

Asrining, Surasmi (2003). Perawatan Bayi ResikoTinggi. Jakarta : EGC

Icesmi, Sukarni & Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan Persalinan Nifas, dan Neonatus
Resiko tinggi. Nuha Medika

Marwiyah, N. (2016). Hubungan penyakit kehamilan dan jenis persalinan dengan kejadian
asfiksia neonatorium di RSUD dr. Drajat Prawiranegara serang. Nurse Line Journal. 1 (2). 8

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. . Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. . Jakarta: DPP PPNI.

34
3

Anda mungkin juga menyukai